tag:blogger.com,1999:blog-9948375645622388492024-02-19T00:15:23.728-08:00PONDOK PESANTREN KYAIMOJO pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.comBlogger59125tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-6292932280741894192013-02-10T23:19:00.000-08:002013-02-16T19:12:16.135-08:00PITUTUR GURU<h3>
</h3>
<strike><strike><b><b></b></b></strike></strike><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;">
.</span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"><br /></span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"><br /></span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;">Lihatlah pakaianmu. Lihatlah betapa kotor pakaianmu. Pakaian-pakaianmu telah sangat berubah sejak engkau membelinya pertama kali! Warna-warnanya telah pudar, dan penuh dengan keringat. Ciumlah, pakaian-pakaian itu berbau busuk!</span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"><span class="fullpost" style="display: inline;"> Sekarang, ciumlah bau badanmu! Bau segala sesuatu yang engkau makan, ada dalam keringatmu. Jika engkau makan daging sapi, maka bisa berbau seperti sapi. Jika engkau makan daging kambing, maka bisa berbau seperti kambing. Jika engkau makan ikan, maka bisa berbau seperti ikan, dan jika engkau makan ayam, maka engkau akan berbau seperti ayam. Bahkan jika kamu minum obat, maka akan berbau seperti obat ketika engkau sendawa. Dari mana semua bau badan ini berasal? Dari dalam tubuhmu. Bau badan tersebut berasal dari makanan yang telah engkau makan dan masuk ke dalam tubuhmu. Itulah mengapa engkau berbau dan mengapa pakaianmu berbau, yang berasal dari keringat, dari semua makanan yang telah engkau tumpuk dalam tubuhmu.<br /><br />Bau busuk dan kotoran yang terkumpul pada pakaianmu bisa dicuci, tapi apa yang bisa dilakukan untuk bau yang ada di dalam tubuh? Salam sayangku padamu, cucu-cucuku, cobalah untuk merenungkannya!<br /><br />Engkau mencuci pakaianmu, bukan? Engkau berpendapat, “Aku pasti kelihatan menarik. Aku harus tampak menjadi orang penting,” dan dengan demikian, engkau menjaga kerapian serta kebersihan pakaianmu. Di zaman kuno, orang-orang harus menghempas-hempaskan pakaiannya ke batu di pinggir sungai untuk membersihkannya, tapi sekarang, ilmu pen</span></span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;">ALAM sayangku padamu, cucu-cucuku, saudara-saudaraku dan anak-anakku.</span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;">getahuan telah memberi kita mesin cuci dan kita cukup menambahkan sedikit sabun. Tapi pakaian itu benar-benar menderita dalam mesin cuci tadi. Suatu hari nanti, perhatikan bagaimana sebuah mesin cuci bekerja dan engkau akan melihat bagaimana pakaian-pakaian itu menderita. Pakaian-pakaian tersebut dicampuradukkan, dikucek, digosok-gosok, dan dilempar. Bahkan jika kau mencucinya dengan tangan harus menyabunnya dan membilasnya. Itu satu-satunya cara bagaimana kotoran bisa dihilangkan. Pakaian begitu penting, untuk menatamu agar kelihatan menarik, seperti seorang pengantin laki-laki atau perempuan.</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="color: white; font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"><span class="fullpost" style="display: inline;"><br />Anak-anakku, dengan cara yang sama, engkau harus melenyapkan<br /><br />bau yang berasal dari setiap pori kulitmu. Penyakit berbau dan karma ini, ilusi, kesombongan, iri hati, keraguan, kebencian, kemarahan, bakhil, kerakusan, fanatik, kecemburuan, perbedaan antara dirimu dan aku, milikku dan milikmu, kepunyaanku dan kepunyaanmu, agamaku dan agamamu, bahasaku dan bahasamu, anakku dan anakmu ini - betapa semua ini busuk! Semuanya mengeluarkan bau busuk setiap detik dari setiap pori tubuhmu.<br /><br />Sangatlah sukar untuk melenyapkan bau busuk yang berasal dari barang-barang yang telah engkau cari dan yang telah menumpuk dalam dirimu. Dan karena begitu sulit, maka ini mungkin sedikit sakit ketika engkau mencoba untuk mencuci bau busuk ini. Jika engkau menderita penyakit yang mengan dung infeksi dan dokter mengangkat penyakit itu dengan pisau bedahnya, maka engkau mungkin menangis karena sakitnya.<br /><br />Jika engkau menginjak duri dan dokter mencabutnya, maka engkau makin merasa sakit sehingga engkau mencoba memukul atau menggigit dokter itu. Cukup sulit bagi dokter untuk menjalankan pekerjaan ini tanpa engkau memarahinya dan menganggapnya sebagai orang brengsek.<br /><br />Engkau mungkin bereaksi dengan cara yang sama ketika datang kepada seseorang yang memiliki kearifan dan sifat-sifat yang baik dan dia mencoba menolong dirimu dari penyakit karma. Ini benar-benar sangat berat. Engkau akan menderita ketika seseorang yang tahu, mengatakan penyakitmu itu. Pikiran dan keinginanmu, rasa lapar, penyakit, usia tua, dan kematianmu, akan menderita. Empat ratus triliun sepuluh ribu penyakit yang menumpuk dalam dirimu akan mengalami penderitaan.<br /><br />Jika seseorang memberitahumu untuk membuang hal-hal yang telah engkau pelihara dengan begitu hati-hati, maka ini akan membuatmu sedih. Engkau akan berteriak kepadanya dan penuh keraguan, kemarahan, iri hati, dan kemudian engkau akan kabur.<br /><br />Jadi akan lebih mudah untuk mengunjungi seseorang yang memiliki sifat-sifat sama seperti dirimu, yaitu seseorang yang hanya akan berkata, “Oh, tidak ada yang menyimpang. Tidak ada masalah. Engkau berbau harum, pakai saja sedikit obat pengharum badan. Aku menyukaimu. Makanlah apa saja yang engkau inginkan dan ucapkan mantra apa saja yang engkau pilih. Kemudian, engkau akan gembira.” Engkau akan menyukainya. Engkau akan berkata bahwa dialah dokter yang baik, guru yang baik, dan syekh yang baik.<br /><br />Tapi coba pikirkan! Karena dia berbau persis sepertimu, maka dia tidak akan keberatan dengan baumu. Bau busuknya dan bau busukmu akan membaur dengan baik, tapi bahkan binatang-binatang akan berlari kabur menjauhi bau busuk itu, dan bau busuk itu begitu menusuk. Pikirkan tentang sigung.<br /><br />Orang menganggap seekor sigung kerbau mengerikan, kecuali sigung yang lain. Jadi, ketika dua sigung bertemu, mereka bahagia. Tapi umat manusia akan melakukan apa saja untuk membuang bau busuk itu.<br /><br />Cucu-cucuku, sebagaimana seekor sigung tidak tahu bahwa sigung yang lain juga berbau, maka karma tidak mengenal bau karma. Tapi seorang manusia bijak akan tahu. Dia akan mencoba untuk membuang bau busuk itu. Seorang guru palsu hanya akan menikmati bau karma. Dia tidak akan membantumu untuk membuang sifat busukmu, dan dengan demikian, sifat busuk tersebut akan terus tumbuh dalam dirimu. Dia akan minta uang dan berkata, “Lakukan ini, lakukan itu. Berilah aku 200 dolar, dan segala sesuatunya akan berubah menjadi baik!”<br /><br />Seorang guru palsu minta uang, tapi seseorang bijak sejati berkata, “Aku tidak menginginkan apa pun. Sudah, cukup jika engkau menjadi baik.”<br /><br />Seorang tabib sejati yang mencoba untuk menyembuhkan penyakitmu, mungkin menyebabkan rasa sakit pada dirimu. Sungguh berat untuk membasuh keadaan buruk itu karena penyakit merupakan bagian dari daging, darah, dan pikiranmu.<br /><br />Penyakit melekat pada dirimu seperti cat. Mencoba untuk mengikis atau menghapus penyakit secara menyeluruh, sangatlah sukar. Penyakit harus diatasi dengan \[sikap] sabar dan syukur, dengan berpuas diri dan kesabaran hati. Cucu-cucuku, engkau membutuhkan iman, kemantapan hati, dan kepastian. Engkau membutuhkan semua sifat Allah. Maka cat itu bisa dihapus dengan kearifan dan cinta, dan engkau bisa bersih.<br /><br />Salam sayangku padamu. Sungguh sulit untuk membuang karma bawaan. Sungguh sulit untuk mencuci dan menghapus kecongkakan, karma dan ilusi, tarahan, singhan dan suran, tiga anak ilusi. Sangatlah sukar untuk membuang kebencian, kerakusan, fanatisme, dan kecemburuan. Sangatlah sukar untuk menghapus keadaan mabuk, pencurian, pembunuhan, kebohongan, kemarahan, kegugupan, ketidaksabaran, egois, kesombongan, keraguan, kecurigaan, dan perpecahan yang diciptakan pikiran antara agama dan warna. Hanya jika engkau memiliki kesabaran, rasa senang, iman, kemantapan hati, dan semua sifat Allah, maka orang bijak akan mampu membuatmu seindah dan sebersih dirinya. Dia selalu mencoba melaksanakan tugasnya. Dia idak mencari apa-apa darimu.<br /><br />Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Berpikirlah tentang hal ini dan perkuatlah imanmu! Kita harus membuang karma ini, bau busuk ini. Bau busuk ini menghancurkan kehidupan dan kebebasan jiwa. Bau busuk ini bisa memotong seluruh kehidupan kita dan menghancurkan hubungan kita dengan Allah. Bau seekor sigung ada dalam kulitnya, tapi bau manusia ada dalam pikirannya. Cukup mudah untuk mengupas kulit sigung, tapi membuang bau pikiran sangatlah sukar. Renungkanlah ini secara mendalam. Buanglah kecongkakanmu, kesombonganmu, dan amarahmu. Milikilah rendah hati, kedamaian, dan ketenteraman. Engkau harus memiliki sifat-sifat ini, yang akan baik untukmu.<br /><br />Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Semoga karma ini hilang dan wewangian itu menjadi milik kita. Semoga kita tetap beriman kepada Tuhan, dan semoga kita memiliki iman yang mutlak, kemantapan hati, dan kepastian. Hargailah sifat-sifat itu. Bersabarlah. Maka, dokter yang baik itu bisa memakai kearifannya demi kalian. Semoga Allah menolong kalian semua. Amin.</span></span>pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-54210570090265365362013-02-10T07:51:00.000-08:002013-02-10T07:51:22.481-08:00<div style="text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>PROGRAM RUTINITAS
PONDOK PESANTREN KYAI MOJO</b></span> </div>
<div style="text-align: center;">
1. P<i>rogram Mingguan </i></div>
<div style="text-align: center;">
a. Pengajian kitab Ta’limul Muta’allim tiap malam selasa (ba’da Isya’). </div>
<div style="text-align: center;">
b. Latihan Muballighin Mubalighot dan Dziba’an tiap malam jum’at (ba’da Isya’).</div>
<div style="text-align: center;">
c. Ziarah ke makam para Masyayikh Pond.Pest Bahrul Ulum tiap jum’at pagi (ba’da shubuh). </div>
<div style="text-align: center;">
d. Ziarah ke makam para Masyayikh Jombang tiap Malam jum’at (ba’da sholat Malam ). </div>
<div style="text-align: center;">
e. Menguras kamar mandi serta membersihkan seluruh kamar dan lingkungan pondok tiap jum’at pagi (ba’da ziarah). </div>
<div style="text-align: center;">
f. Extrakurikuler yang meliputi
-Latihan Qiro’ah
-Setoran hafalan Juz ‘amma
g. dll </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
2. <i>Program Bulanan </i></div>
<div style="text-align: center;">
a. Ngaji ke pondok lor (rutinan) tiap malam Kamis Legi (ba’da Maghrib sampai selesai.</div>
<div style="text-align: center;">
b. Khotmil Qur’an tiap Jum’at Legi (ba’da Shubuh sampai selesai).</div>
<div style="text-align: center;">
c. Ngaji di pondok Selatan (rutinan) tiap malam Kamis Pahing (ba’da Maghrib) sampai selesai.</div>
<div style="text-align: center;">
d. Diklat-diklat ( Umum dan Keagamaan ).</div>
<div style="text-align: center;">
e. Latihan Munaqosah Lokal.
f. Dll</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
3. P<i>rogram Tahunan </i></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
a. Ziarah Akbar ke Makam Auliyaillah (tiap bulan Sya’ban).
b. Khotaman kitab setiap bulan Puasa (selama 20 hari). </div>
<div style="text-align: center;">
c. Muwada’ah Akhirussanah (tiap akhir tahun pelajaran ).</div>
<div style="text-align: center;">
d. Gebyar 17 Agustus ( Lomba-lomba Jasmani & Rohani ). </div>
<div style="text-align: center;">
e. Halal Bi Halal, Haul dan temu Alumni (tiap bulan Syawal). </div>
<div style="text-align: center;">
f. Mauludan (tiap bulan Robi’ul Awwal). </div>
<div style="text-align: center;">
g. Rojabiyyah (tiap bulan Rojab). </div>
<div style="text-align: center;">
h. Qurban (tiap bulan Dzulhijjah).</div>
<div style="text-align: center;">
i. Semesteran (satu tahun dua kali).</div>
<div style="text-align: center;">
j. Istighotsah.</div>
<div style="text-align: center;">
k. Munaqosah kelas Jurumiyah (tiap akhir tahun). </div>
<div style="text-align: center;">
l. Agenda Rutin Kelas Akhir (Sowan-sowan dan Ziarah ).
</div>
pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-65812155696190896302012-10-02T20:41:00.001-07:002012-10-02T20:41:22.861-07:00pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-42651794652698133232012-05-23T19:49:00.001-07:002012-05-23T19:49:43.923-07:00MUNAQOSAH LOKAL PP. KYAI MOJOTIAP MALAM SELASA BA’DA ISYA S/D SELESEI
Sesuai dengan intruksi pada pertemuan yang telah lewat yang berkenaan dengan Munaqosah yang akan diadakan di dalam kawasan sendiri ( Munaqosah Lokal ) maka berikut kami Lampirkan ketentuannya :
a. Munaqosah Lokal diadakan Tiap Malam Selasa mulai Ba’da Isya s/d pukul 21.00 WIB
b. Tiap pertemuan ada dua kelas yang diuji
c. Durasi waktu tiap kelasnya masing-masing 30 s/d 45 menit
d. Munaqosah akan dibina langsung oleh :
1) Ust. M. Ali Ridwan 2) Ust. Ikhsanul Kholil 3) Ust. Moh. Iksan 4) Ust. Moh Lahudin 5) Ust. Nurul Huda dan guru-guru luar yang diundang.
e. Munaqosah dimulai hafalan Jurumiyah kurang lebih 10 menit
f. Peserta Munaqosah wajib berseragam, baik jas, baju putih atau baju-baju lain yang berserasi.
g. Ketentuan batasan dan Jadwal Sebagai berikut :
No Hari / Tanggal Kelas yg Batasan Materi Munaqosah
Malam Selasa Dimunaqosah
1 2 April 2012 Jurumiyah I
Jurumuyah II -Sesuai dg batasan setor peserta masing2
-Awal s/d فصل علامات البلوغ
2 9 April 2012 Jurumiyah I
Jurumuyah III -Sesuai dg batasan setor peserta masing2
-Taqrib Bab Thoharoh
3 16 April 2012 Jurumiyah II
Jurumuyah III -Awal s/d فصل موجبات الغسل
-Taqrib Bab Thoharoh dan Sholat
4 23 April 2012 Jurumiyah I
Jurumuyah II -Sesuai dg batasan setor peserta masing2
-Awal s/d فصل شروط التيمم
5 2 Mei 2012 Jurumiyah I
Jurumuyah III -Sesuai dg batasan setor peserta masing2
-Taqrib Bab Thoharoh dan Sholat
6 9 Mei 2012 Jurumiyah II
Jurumuyah III -Awal s/d فصل أقل الحيض
-Taqrib Bab Thoharoh dan Sholat
7 Conditional
h. Hal-hal yg belum jelas bisa ditanyakan langsung pada Pembina masing-masing.
NB : Penyelenggaraan Munaqosah tersebut adalah amanah dari Pengasuh PP. Kyai Mojo.
Jombang, 1 April 2012
Panitia Penyelenggara,
Dewan Pengurus
Dev. Pendidikanpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-55723218963098894592012-05-23T19:48:00.001-07:002012-05-23T19:48:37.853-07:00JADWAL TES TATBIQJadwal Tes Tathbiq
Kelas Jurumiyah II Hari Selasa Sore Ba’da Ashar
No Hari / Tanggal Batasan
Awal Akhir
1 3 April 2012
Muqoddimah فصل علامات البلوغ......
2 10 April 2012 Muqoddimah فصل الماء قليل ......
3 17 April 2012 Muqoddimah فصل موجبات الغسل......
4 24 April 2012 Muqoddimah فصل شروط التيمم......
5 1 Mei 2012 Muqoddimah فصل أقل الحيض......
6 8 Mei 2012 Muqoddimah فصل أقل الحيض......
7
Jadwal Tes Tathbiq
Kelas Jurumiyah II Hari Selasa Sore Ba’da Ashar
No Hari / Tanggal Batasan
Awal Akhir
1 3 April 2012
Muqoddimah فصل علامات البلوغ......
2 10 April 2012 Muqoddimah فصل الماء قليل ......
3 17 April 2012 Muqoddimah فصل موجبات الغسل......
4 24 April 2012 Muqoddimah فصل شروط التيمم......
5 1 Mei 2012 Muqoddimah فصل أقل الحيض......
6 8 Mei 2012 Muqoddimah فصل أقل الحيض......
7pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-27558404077095643922012-05-23T19:47:00.003-07:002012-05-23T19:47:57.172-07:00HASIL ULANGAN HARIAN KELAS JURUMIYAH III UJIAN IKE IIHASIL UJIAN HARIAN MATA PELAJARAN NAHWU
KELAS III JURUMIYAH (07 Februari 2012)
Dengan Sumber Referensi : Nahwu Wadhih, Jurumiyyah, Imrithy, Alfiyah, Al-Lughoh al-Arobiyyah dan Jami’ud Durus
JUMLAH SOAL 7 (ESSAY) SKOR SOAL PER-NOMOR 15, JUMLAH BETUL KESELURUHAN = 105
No Nama SKOR SOAL
1 2 3 4 5 6 7 TOTAL KET
1 Abd. Latif Arifudin 5 0 5 0 7 9 14 40 Remidi
2 Ach.Zulfa Abadi 14 10 15 10 15 15 12 84 Lulus
3 Andi Nur Sholeh 7 5 12 3 9 10 13 59 Remidi
4 Arif Hidayanto 10 12 10 10 10 14 12 78 Lulus
5 Fajrul Falah 0 0 0 0 0 0 0 0 Remidi
6 Imaddin Muhammad 10 11 11 10 14 8 9 73 Lulus
7 Ma’ruf 7 5 12 4 4 10 10 52 Remidi
8 Moh. Alamsyah Thohir 7 5 6 12 10 3 14 57 Remidi
9 Moh. Shulthon Hakim 14 15 14 15 15 10 13 91 Lulus
10 Muamar Hanafi 9 14 8 14 7 7 13 72 Lulus
11 Nanang Qosim 9 10 9 7 10 10 14 69 Lulus
12 Saeful Bahri 14 14 13 12 13 0 15 71 Lulus
13 Fajriyah 7 10 0 6 5 10 7 45 Remidi
14 Fitri Yuandita 0 0 0 0 0 0 0 0 Remidi
15 Khusnul Sya’baniyah 6 8 15 12 7 9 12 69 Lulus
16 Listiana 7 5 12 9 8 8 14 63 Lulus
17 Nurus Sa’adah 10 9 0 7 7 10 12 55 Remidi
18 Rinawati 5 7 4 5 9 10 5 45 Remidi
19 Rosalia 10 7 8 6 5 9 14 59 Remidi
20 Shinta Khoindraswari 12 12 9 15 10 5 13 76 Lulus
21 Siti Aisyah 13 0 8 7 10 12 10 56 Remidi
22 Sumarmi 10 8 0 7 7 11 12 55 Remidi
Catatan :
1. Jika ada kesalahan penjumlahan atau kesalahan pengkoreksian bisa konfirmasi dengan Pembimbing
2. Nilai dibawah 60 harus mengulangi Ujian (Remidi)
3. Remidi diadakan malam jum’at ba’da acara malam jum’at.
4. Ujian ke-2 diadakan tanggal 15 Februari 2012 (Malam Kamis jam Diniyah) dengan Sub Bab : Maf’ul Bih, Maf’ul Muthlaq, Maf’ul Lah, dan Maf’ul Ma’ah.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-66948234222053360902012-05-23T19:45:00.001-07:002012-05-23T19:45:39.175-07:00HASIL ULANGAN HARAN JURUMIYH III UJIAN KE IIHASIL UJIAN HARIAN MATA PELAJARAN NAHWU
KELAS III JURUMIYAH (26 Februari 2012)
Dengan Sumber Referensi : Nahwu Wadhih, Jurumiyyah, Imrithy, Alfiyah, Al-Lughoh al-Arobiyyah dan Jami’ud Durus
JUMLAH SOAL 5 (ESSAY) SKOR SOAL PER-NOMOR 20, JUMLAH BETUL KESELURUHAN = 100
No Nama SKOR SOAL
1 2 3 4 5 TOTAL KET
1 Abd. Latif Arifudin 18 18 18 15 18 87 Lulus
2 Ach.Zulfa Abadi 18 15 10 10 10 63 Lulus
3 Andi Nur Sholeh 18 17 18 18 13 84 Lulus
4 Arif Hidayanto 20 20 20 10 15 85 Lulus
5 Fajrul Falah - - - - - - Remidi
6 Imaddin Muhammad - - - - - - Remidi
7 Ma’ruf - - - - - - Remidi
8 Moh. Alamsyah Thohir 18 18 18 18 15 87 Lulus
9 Moh. Shulthon Hakim 15 20 20 20 8 83 Lulus
10 Muamar Hanafi 18 8 15 10 8 59 Remidi
11 Nanang Qosim - - - - - - Remidi
12 Saeful Bahri 19 20 15 20 18 94 Lulus
13 Fajriyah 18 20 18 10 15 77 Lulus
14 Fitri Yuandita - - - - - - Remidi
15 Khusnul Sya’baniyah 16 20 15 10 15 76 Lulus
16 Listiana 16 20 16 18 8 78 Lulus
17 Nurus Sa’adah 18 20 15 10 15 78 Lulus
18 Rinawati 10 7 15 5 15 52 Remidi
19 Rosalia 15 20 15 10 7 67 Lulus
20 Shinta Khoindraswari 20 10 18 5 11 64 Lulus
21 Siti Aisyah 20 16 18 20 15 89 Lulus
22 Sumarmi - - - - - - Remidi
Catatan :
1. Jika ada kesalahan penjumlahan atau kesalahan pengkoreksian bisa konfirmasi dengan Pembimbing.
2. Yang belum ujian atau merasa remidi harap aktif
Konfirmasi dgn pembimbing sbgai syarat perbaikan
Nilai.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-25021563013576000722012-05-23T19:42:00.001-07:002012-05-23T19:42:06.612-07:00WIRIDAN SYADZILIYAHبِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّااللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ...... ×3
أَللهُ أَكْبَرُ ..........100×
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفٰى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ....... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا اَبِىْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ...... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ...... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ....... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْنِ اَبِىْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ........... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا حَسَنٍ وَسَيِّدِنَا حُسَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا............ الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ آمْبَاهْ فنْجَالُوْ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ.......... الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ الْاَوْلِيَاءِ التِّسْعَةَ فِى اِنْدُوْنِيْسِيَا......... الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِي......... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْرَّزَاقْ رَحِمَهُ اللهُ.......... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ عَبْدُ السَّلَامِ بِنْ مَشِيْسِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ...........اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ..........اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ (تامباهان)................... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا صَلاَحُ الدِّيْنِ بْنُ عبد الجَلِيْل مُسْتَقِيْم............. اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا عَبْدِ الْجَلِيْل مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِـهِ......... الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ مُسْتَقِيْم بْنُ حُسَيْنِ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ........ الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ وَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِىْ صَغِبْرًا....... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ أَبِيْنَا أَدَمْ وَأُمَّنَا حَوَاءْ وَلِجَمِيْعِ اْلأَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْـنَ وَاْلأَوْلِيَـاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْـنَ واْلاَوْلِيَاءِ اْلعَارِفِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ اْلعَامِلِيْنَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَلِجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ و الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْاَحْيَاءِ مِنْهُم وِالْأَمْوَاتِ.........اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ نَبِيِّ اللهِ خَضِرْ عَلَيْهِ السَّلاَمُ........ اَلْفَاتِحَةْ.
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ..........100×
اَلْلَهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍعَبْدِكَ وَنَبِيِكَ وَرَسُوْلِكَ اْلنَّبِيِّ الْاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا بِقَدْرِ عَظَمَةِ ذَاتِكَ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ
لَااِلهَ اِلَّا اللهُ...........100×
لَااِلهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ كَلِمَةُ اْلحَقِّ عَلَيْهَا نَحْيَ وَاِلَيْهَا نَمُوْتُ وَبِهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى نَحْنُ مِنَ الْامِنِيْنِ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ جَزَى اللهُ عَنَّا سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا هُوَ أَهْلَهُ.
الدُعَاءُ :
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلاَفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُهَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاتِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ.
اَللَّهُمَّ اَنْتَ مَقْصُوْدُنَا وَرِضَاكَ مَطْلُوْبُنَا أَعْطِنَا مَحَبَّتَكَ وَمَعْرِفَتَكَ, اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا اَعْطَيْتَنَا وَسَلِّمْنَا فِى الدُّنَيَا وَ اْلاَخِرَةِ
اَللّهُمَّ نَوِّرْ قَلْوبنا بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ اْلأَرْضَ بِنُوْرِ شَمْسِكَ أَبَدًا أَبَدًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنا بِفُتُوْحِ الْعَارِفِيْنَ .... ×3 وَارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيَنَ وَإِلْهَامَ اْلملَائِكَةِ اْلمقَرَّبِيْنَ
اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ وَاجْعَلْنَا مِنَ الدِّيْن سَبَقَتْ لَهُمُ الْحُسْنَى وَالزِّيَادَةُ بِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذِى الشَّفَاعَةِ, وَاٰلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِى السَّيَّادَةِ, وَسَيِّدِنَا أَبِى الْعَبَّاسِ الْخَضْرِ الْمُسَمَّى بَلْيًا بِنْ مَلْكَانِ ذِى اْلإِسْتِقَامَةِ. وَالْغَوْثِ اْلأَعْظَمِ الشَّيْخِ عَبْدُ الْقَادِرِ الْجَيْلاَنِى ذِى الْكَرَامَةِ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اَللَّهُمَّ اَرْضِ عَنِ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ وَمَشَايِخِهِ وَتَلَامِيْذِهِ وَأَزْوَجِهِ وَإِخْوَنِهِ مِنَ اْلاَوْلِيَاءِ اْلمقَرَّبِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ اْلعَامِلِيْنَ وَسَائِرِ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْمَعِيْنَ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَاءِ نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَتِهِ. اَللَّهُمَّ ارْفَعْ دَرَجَاتِهِمْ وَأَعْلِ مَكَانَهُمْ وَاحْشُرْنَا فِى زُمْرَتِهِمْ وَأَدْخِلْنَا فِى حِمَايَتِهِمْ وَأَمِتْنَا عَلَى طَرِيْقَتِهِمْ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصَّدِقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ.
اَللَّهُمَّ بِجَاهٍ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى عِنْدَكَ وَبِكَرَمَاتِهِ عَلَيْكَ وَبِقُطْبِيَّتِهِ لَدَيْكَ نَسْئَلُكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَنَعُوْذُبِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ يَامَنْ لَهُ الْاَمْرُ كُلُّهُ نَسْئَلُكَ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ أَنْ تَقْضِيَ بِهِ حَوَائِجَنَا وَتَرْفَعَ بِهِ دَرَجَاتِنَا وَتَشْفِيَ بِهِ مَرْضَانَا وَتُفَرِّجَ بِهِ حُمُوْمَنَا وَتَكْشِفَ بِهِ غُمُوْمَنَا وَتُلْجِمِ بِهِ خُصُوْمَنَا وَتُهْزِمَ بِهِ أَعْدَاءَنَا وَتُعَمِّرَ بِهِ بِلَادَنَا بِالاِيْمَانِ وِالْاِسْلَامِ وَالنِّعْمَةِ وَالرَّحْمَةِ وَتَرْزُقَنَا بِهِ حُسْنُ الْخَاتِمَةِ. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْاُمَّةِ وَكَاشِفِ الْغُمَّةِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا دَائِمًا وَالْحَمْدُلِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
أصدرها معهد السلوك الطريقة الكبري تولوغ أكوغ
الشيخ صلاح الدين عبد الجليل مستقيمpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-44836616340331646622012-05-23T19:39:00.001-07:002012-05-23T19:39:10.038-07:00WIRIDAN LAQOD JA-Aلَقَــد جَـــاءَ
- لَقَدْ جَآءَ كُمْ رَسُوْلٌ مِنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ. فَإِنْ تَوَلَّوُا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ... ٧ كالي
- اَللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ. لاَ تَأْخُدُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ. لَهُ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ. مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ. وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُوْذُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ... ٧ كالي
اَلدُّعَاءُ :
وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.
وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ.
وَحِفْظًا ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ.
وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانِ رَجِيْمٍ.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ.
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْنَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ.
اَللهُ حَفِيْظٌ عَلَيْهِمْ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيْلٍ.
إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ.
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيْدٌ. فِىْ لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ.
يَا حَفِيْظُ يَا حَفِيْظُ إِحْفَظْنَا. اَللّهُمَّ احْرُسْنَا بِعَيْنِكَ الَّتِىْ لاَ تَنَامُ وَاكْنُفْنَا بِكَنَفِكَ الَّذِى لاَ يُرَامُ. يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
أجازه الشيج الحاج عمران جميل
أصدرها معهد كياهي ماجا تامباء رجاpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-90671949258683501712012-05-23T19:38:00.001-07:002012-05-23T19:38:38.929-07:00WIRIDAN ASYFA'بسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْفَاتِحَةُ ِللهِ تَعَالٰى.
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفٰى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.......... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا اَبِىْ بَكْرٍ نِ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ......... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ............. اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ........... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْنِ اَبِىْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ............. اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا حَسَنٍ وَسَيِّدِنَا حُسَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا.......... لَهُمَا الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ آمْبَاهْ فنْجَالُوْ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ.............. لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ وَالِىْ صَاعَا خُصُوْصًا ...............لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِي........... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ............. اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا صَلاَحُ الدِّيْنِ عبد الجَلِيْل مُسْتَقِيْم................. اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا عَبْدِ الْجَلِيْل مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِـهِ............ لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ.............. لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ وَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِىْ صَغِبْرًا.......... اَلْفَاتِحَةْ.
إِلَى حَضْرَةِ نَبِيِّ اللهِ خَضِرْ عَلَيْهِ السَّلاَمُ................ اَلْفَاتِحَةْ.
اَللَّهُمَّ بِاَشْفَاءِ بِشِفَائِكَ وَدَوَاهُ بِدَوَائِكَ وَعَفَاهُ مِنْ بَلَائِكَ اْلكَرِيْمِ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَايَعْقِلُوْنَ ..... 110×
الْغَنِيُّ الْمَانِعُ وَاللهُ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ ..... 7×
إِنْ شَاءَاللهُ تَعَالَى بِبَرَكَةِ دُعَائِهِ سُبْحَانَ مَنِ احْتَجَبَ بِجَبَرُوْتِ مَنْ خَلْقِهِ وَقُدْرَتِهِ فَلَا اَيْنَ ولَاضِدَّ وَلَا نِدَّ سِوَاهُ سِوَاهُ سِوَاهُ .... 3×
أصدرها معهد السلوك الطريقة الكبري تولوغ أكوغ
الشيخ صلاح الدين عبد الجليل مستقيمpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-63848498610750155192012-05-23T19:37:00.001-07:002012-05-23T19:37:44.826-07:00ISTIGHOTSAHاِلاسِتـغَـــــاثَةُ
الفــا تحة .............
٢. اَسْتَغْفِرُاللهَ العظيم .........×۳
٣. لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ الّا بِاللهِ العَلِىِّ العَظِيمِ ..........×۳
٤. لاَحَوْلَ وَلاَ مَلْجَاءَمِنَ اللهِ الاَّ الَيْهِ وَلاَ قُوَّةَ الاَّ بِا للهِ ......×۳
٥. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِ ناَ مُحَمَّدٍ وعلَى الِ سَيِّدِ ناَ مُحَمَّدٍ ..........×۳
٦. ياَ اَللهُ ياَقَدِيْمُ .......×١١
٧. ياَ سَمِيْعُ يَا بَصِير ........×١١
٨. يا مُبْدِىءُ يا خَا لِقُ .........×١١
٩. يا حَفِيْظُ يا نَصِيْرُ يا وَكِيْلُ يا اللهُ .........×١١
١۰. يا حَىُّ يا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ اَسْتَغِثْ ........×۳
١١. يا لَطِيْفُ ..........×١٢٩
١۲. اَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيم انَّهُ كاَنَ غَفَّاراً ............×۳
١٣. اللهُمَّ صَلِّ عَلَ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدِ قَدْ ضاَقَتْ حِيْلَقِ مِيْلَتِى اَدْرِكْنِى يارَسُولَ اللهِ ..........×۳
١٤. اللهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كاَِلَةً وَسَلاَماً تَامًّا عَلَى سَيِّدِ ناَ مُحَمَّدِ الَّذِى تَخْلُّ بِهِ العُقَدُ وتَنْفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقْضَ بِهِ الحَوَا ءِـجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّ غَا ءِــبُ وَحُسْنُ الخَوَا نِمِ وَيُسْتَسْقَ الغَمَامُ بِوَجْهِهِ الكَرِيْمِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ فِى كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِكُلِّ مَعْلُومٍ لَكَ .....×۳
١٥. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الاَهْوَالِوَالْاَ فَاتِ وتَقْضِى لَنَابِهَاجَمِيْعَ الحَاجَاتِ وتُطَهِّرُناَ بِهَامِنْ جَمِيعِ السَّيِّـءـات وتَرْفَعُنَ بِهَاعِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَات وتُبَلِّغُنَابِهَااقْصَى الغَاياَتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيْرَاتِ فِى الحَيَاةِ وَبَعْدَالمَمَاتِ . ....×۳
١٦. يا بَدِيْعُ .........×١١
١٧. يســـــن
١٨. اللهُ اَكْبَرُ ×۳ يارَبَّنَاوَاِلَهَنَاوَسَيِّدَناَ اَنْتَ مَوْلَنَافَانْصُرْنَاعَلَى القَوْمِ الكاَفِرِيْنَ ....×۳
١٩. حَصَنْتُكُمْ بِالْحَيِّ القَيُّوْمِ الَّذِى لاَيَمُوتُ اَبَدًا وَدَفِعْتُ عَنْكُمُ السُّؤْا بِاَلْفِ لاَحَوْلَوَلاَ قُوَّةَالاَّبِاللهِ العَلِيِّ العَظِيمِ ...........×۳
۲۰. الحَمُّدِللهِ الَّذِى اَنْعَمَ عَلَيْنَاوَهَدَانَاعَلَى دِينِ الاِسْلاَمِ ...........×۳
۲١. بِسْمِ اللهِ مَاشَــاءَاَللهُ لاَيَسُوقُ السُّؤْاِلاَّاللهُ .........×۳
بِسْمِ اللهِ مَاشــاء اللهُ مَاكاَنَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ الله .........×۳
بِسْمِ اللهِ ماَشـــاء اللهُ لاَحَوْلَ ولاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ العِلِيِّ العَظِيمِ ........×۳
۲۲. سَاءِلْتُكَ ياَغَفَّارْعَفْوًوَتَوْبَهً ¤ وَبِالْقَهْرِياَقَهَّارْخُذْمِنْ تَحَيَّلاً ........×۳
۲٣. ياَجَبَّارْياَقَهَّارْياَذَالبَطِشِ الشَّدِيْدِخُذْحَقَّناَوَحَقَّ المُسْلِمِيْنَ مِمَّنْ ظَلَمَناَوَالمُسْلِمِيْنَ وَتَعَدَّى عَلَيْناَوَعَلَى المُسْلِمِينَ ..........×۳
۲٤. الفاتحة والتهليل
أصدرها معهد كياهي ماجا تامباء رجاpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-20029209296381817512012-05-23T19:36:00.001-07:002012-05-23T19:36:53.416-07:00BILAL TAROWIHBILAL SHOLAT TAROWIH
Jawaban Jamaah Bacaan Bilal Urutan ke-
الصلاة لا اله الا الله صَلُّوْا سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَامِعَةَ رَحؐمَكُمُ اللهُ 1
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى 2
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَلْخَلِيْفَةُ اْلاُوْلَى سَيِّدُنَا اَبُوْ بَكَرْ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ 3
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى 4
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَلْخَلِيْفَةُ الثَّانِيَةُ سَيِّدُنَا عُمَرُ ابْنُ الْخَطَّابْ 5
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى 6
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَلْخَلِيْفَةُ الثَّالِثَةُ سَيِّدُنَا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ 7
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى 8
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
كرم الله وجهه اَلْخَلِيْفَةُ الرَّابِعَةُ سَيِّدُنَا عَلِيْ بِنْ اَبِيْ طَالِبْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ 9
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
الصلاة لا اله الا الله اَخِرُ التَّرَاوِيْحِ ركعتين جامعة رحمَكُمُ اللهُ 10
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
أصدرها معهد كياهي ماجا تامباء رجاpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-87226343576495629482012-04-01T20:00:00.003-07:002012-04-01T20:00:47.083-07:00AL-GHOYAH WA AT-TAQRIBMATAN<br />
Abu Syuja’ al-Asyfahani<br />
Persiapan Munaqosah Kelas urumiyah III<br />
PONDOKPESANTREN KYAI MOJO TAMBAKBERAS JOMBANG<br />
* بسم الله الرحمن الرحيم *<br />
الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين <br />
قال القاضي أبو شجاع أحمد بن الحسين بن أحمد الأصفهاني رحمه الله تعالى سألني بعض الأصدقاء حفظهم الله تعالى أن أعمل مختصرا في الفقه على مذهب الإمام الشافعي رحمة الله تعالى عليه ورضوانه في غاية الاختصار ونهاية الإيجاز ليقرب على المتعلم درسه ويسهل على المبتدي حفظه وأن أكثر فيه من التقسيمات وحصر الخصال فأجبته إلى ذلك طالبا للثواب راغبا إلى الله تعالى في التوفيق للصواب إنه على ما يشاء قدير وبعباده لطيف خبير<br />
كتاب الطهارة<br />
أنواع المياه المياه التي يجوز بها التطهير سبع مياه ماء السماء وماء البحر وماء النهر وماء البئر وماء العين وماء الثلج وماء البرد<br />
أقسام المياه ثم المياه على اربعة اقسام طاهر مطهر غير مكروه وهو الماء المطلق وطاهر مطهر مكروه وهو الماءالمشمس وطاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل والمتغير بما خالطه من الطاهرات وماء نجس وهو الذي حلت فيه نجاسة وهو دون القلتين أو كان قلتين فتغير. والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريبا في الأصح<br />
تطهير جلود الميته<br />
( فصل ) وجلود الميتة تطهر بالدباغ إلا جلد الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما وعظم الميتة وشعرها نجس إلا الآدمي<br />
استعمال الأواني<br />
( فصل ) ولا يجوز استعمال أواني الذهب والفضة ويجوز استعمال غيرهما من الأواني <br />
السواك<br />
( فصل ) والسواك مستحب في كل حال إلا بعد الزوال للصائم وهو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا عند تغير الفم من أزم وغيره وعند القيام من النوم وعند القيام إلى الصلاة <br />
فروض الوضوء<br />
( فصل ) وفروض الوضوء ستة اشياء النية عند غسل الوجه وغسل الوجه وغسل اليدين إلى المرفقين ومسح بعض الرأس وغسل الرجلين إلى الكعبين والترتيب على ما ذكرناه <br />
سنن الوضوء<br />
وسننه عشرة أشياء التسمية وغسل الكفين قبل إدخالهما الإناء والمضمضة والاستنشاق ومسح جميع الرأس ومسح الأذنين ظاهرهما وباطنهما بماء جديد وتخليل اللحية الكثة وتخليل أصابع اليدين والرجلين وتقديم اليمنى على اليسرى والطهارة ثلاثا ثلاثا والموالاة <br />
الاستنجاء<br />
( فصل ) والاستنجاء واجب من البول والغائط والأفضل أن يستنجي بالأحجار ثم يتبعها بالماء ويجوز أن يقتصر على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل فإذا أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل ويجتنب استقبال القبلة واستدبارها في الصحراء ويجتنب البول والغائط في الماء الراكد وتحت الشجرة المثمرة وفي الطريق والظل والثقب ولا يتكلم على البول والغائط ولا يستقبل الشمس والقمر ولا يستدبرهما <br />
نواقض الوضوء<br />
( فصل ) والذي ينقض الوضوء ستة اشياء ما خرج من السبيلين والنوم على غير هيئة المتمكن وزوال العقل بسكر أو مرض ولمس الرجل المرأة الأجنبية من غير حائل ومس فرج الآدمي بباطن الكف ومس حلقة دبره على الجديد <br />
موجبات الغسل<br />
( فصل ) والذي يوجب الغسل ستة اشياء ثلاثة تشترك فيها الرجال والنساء وهي التقاء الختانين وإنزال المني والموت وثلاثة تختص بها النساء وهي الحيض والنفاس والولادة فرائض الغسل ( فصل ) وفرائض الغسل ثلاثة اشياء النية وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه وإيصال الماء إلى جميع الشعر والبشرة . وسننه خمسة اشياء التسمية والوضوء قبله وإمرار اليد على الجسد والموالاة وتقديم اليمنى على اليسرى <br />
الاغتسالات المسنونه<br />
( فصل ) والاغتسالات المسنونة سبعة عشر غسلا غسل الجمعة والعيدين والاستسقاء والخسوف والكسوف والغسل من غسل الميت والكافر إذا أسلم والمجنون والمغمى عليه إذا افاقا والغسل عند الإحرام ولدخول مكة وللوقوف بعرفة وللمبيت بمزدلفة ولرمي الجمار الثلاث وللطواف وللسعي ولدخول مدينة رسول الله صلى الله عليه وسلم <br />
المسح على الخفين<br />
( فصل ) والمسح على الخفين جائز بثلاثة شرائط أن يبتدئ لبسهما بعد كمال الطهارة وأن يكونا ساترين لمحل غسل الفرض من القدمين وأن يكونا مما يمكن تتابع المشي عليهما مدة المسح ويمسح المقيم يوما وليلة والمسافر ثلاثة أيام بلياليهن وابتداء المدة من حين يحدث بعد لبس الخفين فإن مسح في الحضر ثم سافر أو مسح في السفر ثم اقام أتم مسح مقيم مبطلات المسح ويبطل المسح بثلاثة أشياء بخلعهما وانقضاء المدة وما يوجب الغسل <br />
شروط التيمم<br />
( فصل ) وشرائط التيمم خمسة أشياء وجود العذر بسفر أو مرض ودخول وقت الصلاة وطلب الماء وتعذر استعماله وإعوازه بعد الطلب والتراب الطاهر له غبار فإن خالطه جص أو رمل لم يجز . وفرائضه أربعة أشياء النية ومسح الوجه واليدين مع المرفقين والترتيب سنن التيمم وسننه ثلاثة اشياء التسمية وتقديم اليمنى على اليسرى والموالاة <br />
مبطلات التيمم والذي يبطل التيمم ثلاثة أشياء ما أبطل الوضوء ورؤية الماء في غير وقت الصلاة والردة <br />
المسح على الجبيرة وصاحب الجبائر يمسح عليها ويتيمم ويصلي ولا إعادة عليه إن كان وضعها على طهر . ويتيمم لكل فريضة ويصلي بتيمم واحد ما شاء من النوافل <br />
النجاسات<br />
( فصل ) وكل مائع خرج من السبيلين نجس إلا المني وغسل جميع الابوال والأرواث واجب إلا بول الصبي الذي لم يأكل الطعام فإنه يطهر برش الماء عليه ولا يعفى عن شيء من النجاسات إلا اليسير من الدم والقيح وما لا نفس له سائلة إذا وقع في الإناء ومات فيه فإنه لا ينجسه والحيوان كله طاهر إلا الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما والميتة كلها نجسة إلا السمك والجراد والآدمي <br />
تطهير الإناء ويغسل الإناء من ولوغ الكلب والخنزير سبع مرات إحداهن بالتراب ويغسل من سائر النجاسات مرة تأتي عليه والثلاثة افضل <br />
تخلل الخمر وإذا تخللت الخمرة بنفسها طهرت وإن خللت بطرح شيء فيها لم يطهر الحيض والنفاس والأستحاضة<br />
( فصل ) ويخرج من الفرج ثلاثة دماء دم الحيض والنفاس والاستحاضة <br />
فالحيض هو الدم الخارج من فرج المرأة على سبيل الصحة من غير سبب الولادة ولونه أسود محتدم لذاع والنفاس هو الدم الخارج عقب الولادة والاستحاضة هو الدم الخارج في غير أيام الحيض والنفاس <br />
وأقل الحيض يوم وليلة وأكثره خمسة عشر يوما وغالبه ست أو سبع <br />
وأقل النفاس لحظة وأكثره ستون يوما وغالبه أربعون يوما <br />
وأقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشر يوما ولا حد لأكثره <br />
وأقل زمن تحيض فيه المرأة تسع سنين <br />
وأقل الحمل ستة اشهر وأكثره أربع سنين وغالبه تسعة اشهر <br />
ما يحرم بالحيض والنفاس ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية اشياء الصلاة والصوم وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة <br />
ما يحرم على الجنب ويحرم على الجنب خمسة أشياء الصلاة وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله والطواف واللبث في المسجد <br />
ما يحرم على المحدث ويحرم على المحدث ثلاثة اشياء الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله <br />
= كتاب الصلاة =<br />
الصلاة المفروضة خمس أوقات الصلوات الخمس الظهر وأول وقتها زوال الشمس وآخره إذا صار ظل كل شيء مثله بعد ظل الزوال والعصر وأول وقتها الزيادة على ظل المثل وآخره في الاختيار إلى ظل المثلين وفي الجواز إلى غروب الشمس والمغرب ووقتها واحد وهو غروب الشمس وبمقدار ما يؤذن ويتوضأ ويستر العورة ويقيم الصلاة ويصلي خمس ركعات والعشاء وأول وقتها إذا غاب الشفق الأحمر وآخره في الاختيار إلى ثلث الليل وفي الجواز إلى طلوع الفجر الثاني والصبح وأول وقتها طلوع الفجر الثاني وآخره في الاختيار إلى الإسفار وفي الجواز إلى طلوع الشمس <br />
شروط وجوب الصلاة<br />
( فصل ) وشرائط وجوب الصلاة ثلاثة اشياء الإسلام والبلوغ والعقل وهو حد التكليف <br />
الصلوات المسنونه والصلوات المسنونات خمس العيدان والكسوفان والاستسقاء <br />
السنن التابعة للفرائض والسنن التابعة للفرائض سبعة عشر ركعة ركعتا الفجر وأربع قبل الظهر وركعتان بعده وأربع قبل العصر وركعتان بعد المغرب وثلاث بعد العشاء يوتر بواحدة منهن <br />
النوافل المؤكدات وثلاث نوافل مؤكدات صلاة الليل وصلاة الضحى وصلاة التراويح <br />
شروط الصلاة<br />
( فصل ) وشرائط الصلاة قبل الدخول فيها خمسة أشياء طهارة الأعضاء من الحدث والنجس وستر العورة بلباس طاهر والوقوف على مكان طاهر والعلم بدخول الوقت واستقبال القبلة <br />
متى يجوز ترك القبلة ويجوز ترك القبلة في حالتين في شدة الخوف وفي النافلة في السفر على الراحلة <br />
أركان الصلاة<br />
( فصل ) وأركان الصلاة ثمانية عشر ركنا النية والقيام مع القدرة وتكبيرة الإحرام وقراءة الفاتحة وبسم الله الرحمن الرحيم آية منها والركوع والطمأنينة فيه والرفع والاعتدال والطمأنينة فيه والسجود والطمأنينة فيه والجلوس بين السجدتين والطمأنينة فيه والجلوس الأخير والتشهد فيه والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم فيه والتسليمة الأولى ونية الخروج من الصلاة وترتيب الأركان على ما ذكرناه <br />
سنن الصلاة وسننها قبل الدخول فيها شيئان الأذان والإقامة وبعد الدخول فيها شيئان التشهد الأول والقنوت في الصبح وفي الوتر في النصف الثاني من شهر رمضان <br />
هيآت الصلاة وهيآتها خمسة عشر خصلة رفع اليدين عند تكبيرة الإحرام وعند الركوع والرفع منه ووضع اليمين على الشمال والتوجه والاستعاذة والجهر في موضعه والإسرار في موضعه والتأمين وقراءة سورة السورة بعد الفاتحة والتكبيرات عند الرفع والخفض وقول سمع الله لمن حمده ربنا لك الحمد والتسبيح في الركوع والسجود ووضع اليدين على الفخذين في الجلوس يبسط اليسرة اليسرى ويقبض اليمنى إلا المسبحة فإنه يشير بها متشهدا والافتراش في جميع الجلسات والتورك في الجلسة الأخيرة والتسليمة الثانية <br />
ما تخالف المرأة فيه الرجل<br />
( فصل ) والمرأة تخالف الرجل في خمسة أشياء <br />
فالرجل يجافي مرفقيه عن جنبيه ويقل بطنه عن فخذيه في الركوع والسجود ويجهر في موضع الجهر وإذا نابه شيء في الصلاة سبح وعورة الرجل ما بين سرته وركبته والمرأة تضم بعضها إلى بعض وتخفض صوتها بحضرة الرجال الأجانب وإذا نابها شيء في الصلاة صفقت وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها والأمة كالرجل <br />
مبطلات الصلاة<br />
( فصل ) والذي يبطل الصلاة أحد عشر شيئا الكلام العمد والعمل الكثير والحدث وحدوث النجاسة وانكشاف العورة وتغيير النية واستدبار القبلة والأكل والشرب والقهقهة والردة <br />
ركعات الفرائض<br />
( فصل ) وركعات الفرائض سبعة عشر ركعة <br />
فيها أربع وثلاثون سجدة وأربع وتسعون تكبيرة وتسع تشهدات وعشر تسليمات ومائة وثلاث وخمسون تسبيحة وجملة الأركان في الصلاة مائة وستة وعشرون ركنا في الصبح ثلاثون ركنا وفي المغرب اثنان وأربعون ركنا وفي الرباعية أربعة وخمسون ركنا <br />
الصلاة قاعدا ومن عجز عن القيام في الفريضة صلى جالسا ومن عجز عن الجلوس صلى مضطجعا <br />
أنواع المتروك من الصلاة<br />
( فصل ) والمتروك من الصلاة ثلاثة اشياء فرض وسنة وهيئة <br />
فالفرض لا ينوب عنه سجود السهو بل إن ذكره والزمان قريب أتى به وبنى عليه وسجد للسهو والسنة لا يعود إليها بعد التلبس بالفرض لكنه يسجد للسهو عنها <br />
والهيئة لا يعود إليها بعد تركها ولا يسجد للسهو عنها <br />
وإذا شك في عدد ما أتى به من الركعات بنى على اليقين وهو الأقل وسجد للسهو وسجود السهو سنة ومحله قبل السلام <br />
أوقات كراهة الصلاة <br />
( فصل ) وخمسة اوقات لا يصلى فيها إلا صلاة لها سبب بعد صلاة الصبح حتى تطلع الشمس وعند طلوعها حتى تتكامل وترتفع قدر رمح وإذا استوت حتى تزول وبعد صلاة العصر حتى تغرب الشمس وعند الغروب حتى يتكامل غروبها <br />
صلاة الجماعة<br />
( فصل ) وصلاة الجماعة سنة مؤكدة وعلى المأموم أن ينوي الائتمام دون الإمام ويجوز أن يأتم الحر بالعبد والبالغ بالمراهق ولا تصح قدوة رجل بامرأة ولا قارئ بأمي وأي موضع صلى في المسجد بصلاة الإمام فيه وهو عالم بصلاته أجزأه ما لم يتقدم عليه وإن صلى في المسجد والمأموم خارج المسجد قريبا منه وهو عالم بصلاته ولا حائل هناك جاز <br />
صلاة المسافر<br />
( فصل ) ويجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط أن يكون سفره في غير معصية وأن تكون مسافته ستة عشر فرسخا وأن يكون مؤدياللصلاة الرباعية وأن ينوي القصر مع الإحرام وأن لا يأتم بمقيم <br />
الجمع للمسافر ويجوز للمسافر أن يجمع بين الظهر والعصر في وقت أيهما شاء وبين المغرب والعشاء في وقت ايهما شاء ويجوز للحاضر في المطر أن يجمع بينهما في وقت الأولى منهما <br />
صلاة الجمعة <br />
( فصل ) وشرائط وجوب الجمعة سبعة أشياء الإسلام والبلوغ والعقل والحرية والذكورية والصحة والاستيطان وشرائط فعلها ثلاثة أن يكون البلد مصرا أو قرية وأن يكون العدد أربعين من أهل الجمعة وأن يكون الوقت باقيا فإن خرج الوقت أو عدمت الشروط صليت ظهرا وفرائضها ثلاثة خطبتان يقوم فيهما ويجلس بينهما وأن تصلى ركعتين في جماعة وهيآتها أربع خصال الغسل وتنظيف الجسد ولبس الثياب البيض وأخذ الظفر والطيب ويستحب الإنصات في وقت الخطبة ومن دخل والإمام يخطب صلى ركعتين خفيفتين ثم يجلس <br />
صلاة العيدين<br />
( فصل ) وصلاة العيدين سنة مؤكدة وهي ركعتان يكبر في الاولى سبعا سوى تكبيرة الإحرام وفي الثانية خمسا سوى تكبيرة القيام ويخطب بعدها خطبتين يكبر في الأولى تسعا وفي الثانية سبعا <br />
التكبير ليلتي العيدين ويكبر من غروب الشمس من ليلة العيد إلى أن يدخل الإمام في الصلاة وفي الأضحى خلف الصلوات المفروضات من صبح يوم عرفة إلى العصر من آخر أيام التشريق <br />
صلاة الكسوف والخسوف<br />
( فصل ) وصلاة الكسوف سنة مؤكدة فإن فاتت لم تقض ويصلي لكسوف الشمس وخسوف القمر ركعتين في كل ركعة قيامان يطيل القراءة فيهما وركوعان يطيل التسبيح فيهما دون السجود ويخطب بعدها خطبتين يسر في كسوف الشمس ويجهر في خسوف القمر <br />
صلاة الاستسقاء<br />
( فصل ) وصلاة الاستسقاء مسنونة فيأمرهم الإمام بالتوبة والصدقة والخروج من المظالم ومصالحة الأعداء وصيام ثلاثة ايام ثم يخرج بهم في اليوم الرابع في ثياب بذلة واستكانة وتضرع ويصلي بهم ركعتين كصلاة العيدين ثم يخطب بعدهما ويحول رداءه ويكثر من الدعاء والاستغفار ويدعو بدعاء رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو اللهم اجعلها سقيا رحمة ولا تجعلها سقيا عذاب ولا محق ولا بلاء ولا هدم ولا غرق اللهم على الظراب والآكام ومنابت الشجر وبطون الأودية اللهم حوالينا ولا علينا اللهم اسقنا غيثا مغيثا مريئا مريعا سحا عاما غدقا طبقا مجللا دائما إلى يوم الدين اللهم اسقنا الغيث ولا تجعلنا من القانطين اللهم إن بالعباد والبلاد من الجهد والجوع والضنك ما لا نشكو إلا إليك اللهم أنبت لنا الزرع وأدر لنا الضرع وأنزل علينا من بركات السماء وأنبت لنا من بركات الأرض واكشف عنا من البلاء ما لا يكشفه غيرك اللهم إنا تستغفرك إنك كنت غفارا فأرسل السماء علينا مدرارا . ويغتسل في الوادي إذا سال ويسبح للرعد والبرق صلاة الخوف ( فصل ) وصلاة الخوف على ثلاثة أضرب أحدها أن يكون العدو في غير جهة القبلة فيفرقهم الإمام فرقتين فرقة في وجه العدو وفرقة خلفه فيصلي بالفرقة التي خلفه ركعة ثم تتم لنفسها وتمضي إلى وجه العدو وتأتي الطائفة الأخرى فيصلي بها ركعة وتتم لنفسها ويسلم بها والثاني أن يكون في جهة القبلة فيصفهم الإمام صفين ويحرم بهم فإذا سجد سجد معه أحد الصفين ووقف الصف الآخر يحرسهم فإذا رفع سجدوا ولحقوه والثالث أن يكون في شدة الخوف والتحام الحرب فيصلي كيف أمكنه راجلا أو راكبا مستقبل القبلة وغير مستقبل لها <br />
لبس الحرير والذهب<br />
( فصل ) ويحرم على الرجال لبس الحرير والتختم بالذهب ويحل للنساء وقليل الذهب وكثيره في التحريم سواء وإذا كان بعض الثوب إبريسما وبعضه قطنا أو كتانا جاز لبسه ما لم يكن الإبريسم غالبا <br />
ما يلزم في الميت<br />
( فصل ) ويلزم في الميت أربعة أشياء غسله وتكفينه والصلاة عليه ودفنه واثنان لا يغسلان ولا يصلى عليهما الشهيد في معركة المشركين والسقط الذي لم يستهل صارخا ويغسل الميت وترا ويكون في أول غسله سدر وفي آخره شيء من كافور ويكفن في ثلاثة اثواب بيض ليس فيها قميص ولا عمامة<br />
الصلاة على الجنازة ويكبر عليه أربع تكبيرات يقرأ الفاتحة بعد الأولى ويصلى على النبي صلى الله عليه وسلم بعد الثانية ويدعو للميت بعد الثالثة فيقول اللهم هذا عبدك وابن عبديك خرج من روح الدنيا وسعتها ومحبوبه وأحباؤه فيها إلى ظلمة القبر وما هو لاقيه كان يشهد أن لا إله إلا أنت وحدك لا شريك لك وأن محمدا عبدك ورسولك وأنت أعلم به منا اللهم إنه نزل بك وأنت خير منزول به وأصبح فقيرا إلى رحمتك وأنت غني عن عذابه وقد جئناك راغبين إليك شفعاء له اللهم إن كان محسنا فزد في إحسانه وإن كان مسيئا فتجاوز عنه ولقه برحمتك رضاك وقه فتنة القبر وعذابه وافسح له في قبره وجاف الأرض عن جنبيه ولقه برحمتك الأمن من عذابك حتى تبعثه آمنا إلى جنتك برحمتك يا أرحم الراحمين ويقول في الرابعة اللهم لا تحرمنا أجره ولا تفتنا بعده واغفر لنا وله ويسلم بعد الرابعة <br />
دفن الميت ويدفن في لحد مستقبل القبلة ويسل من قبل رأسه برفق ويقول الذي يلحده بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم ويضجع في القبر بعد أن يعمق قامة وبسطة ويسطح القبر ولا يبنى عليه ولا يجصص <br />
البكاء على الميت ولا بأس بالبكاء على الميت من غير نوح ولا شق جيب ويعزى أهله إلى ثلاثة ايام من دفنه ولا يدفن اثنان في قبر إلا لحاجةpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-42297601690615245552012-03-31T22:30:00.003-07:002012-03-31T22:30:25.791-07:00MASJIDIL HARAMفي المسجد الحرام<br />
كان الوقت الضحى، عند ما أديت مناسك العمرة، ونويت الإعتكاف في الحرم الشريف. الكعبة أمامي وحولها الطائفون والركع السجود، وحلقات العلم وقراءة القرأن والدعاء. والوجوه الخاشعة التائبة ترجو رحمة الله... كانو جميعا شاهدا على الأخاء الإنساني، وقد زالت فيما بينهم فروق �$A7لأجناس والألوان والأوضاء الإجتماعية والإقتصادية. يجمعهم الإيمان بالله. وترى فيهم قول الله : إن هذه أمتكم أمة وحدة وأنا ربكم فأعبدون (92)<br />
وهذه ثياب الإحرم في بساطتها ... ألا ترى فيها شيئا من التشاء به مع ستر الكعبة في بساطه الأولى؟ إنه إحاطة سهلة سمحة بالبيت العتيق. وكأن أحجار الكعبة جسمها والستر رداؤها. وتدور عيناك ...*وتقرأ ما على الستر من أيات كريمة، ثم تستقر على الحجر الأسود، كأنه عين الكعبة تبدو من سترها : الفضة من حوله بياض العين ل، والحجر سواجها، وكأن هذه العين تلتقط صور المؤمنين [(في صحف مكرمة(13) مرفوعة مطهرة(14) بأيدى سفرة(15) كرام بررة(16)]<br />
وترتفع العين من الكعبة إلى السماء داعية بنظراتها الخاشعة ...والحمام الأليف يطير حواليها كأنه التحيات الطيبات ... إن الحرم هو المكان الذي ظل – على مر القرون – ليلا ونهارا ... صيفا وشتاء، تتصاعد منه الدعوات، وتلتقي عنده القلوب المتطلعة إلى ربها وتنزل فيه رحمات الله ... ما أكرم ما ينزل من السماء ... واعتكفت في الحرم ساعات ... ومر أمام عيني شريط من أعرف ... فسألت الله لهم جميعا المغفرة والهدى. وكنت أستوقف الشريط عند صورة أساء إلي صاحبها فأدعو الله له بالخير : فزحمة ربي وسعت كل شيئ. يا ليت قومي يعلمون كم أرض الله واسعة. وكم رحمته واسعة.<br />
ونظرت إلى زمزم ... وذكرت أمنا هاجر : جاءت من مصر، ومن جوار النيل لتسكن أرضا وصفها الله في كتابه على لسان إبراهيم عليه السلام : [ ربنا إني اسكنت من ذريتي بواد غير ذى ورع عند بيتك المحرم ربنا ليقيموا الصلوة فاجعل أفئدة من الناس تهوى اليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون(37) ]<br />
ويذهب إبراهيم تبقى هاجر مع الصغير إسماعيل. ويحفظ تاريخنا هذه الصورة : الأم والإبن والإيمان والعطش. وسعي الأم بين الصفا والمروة بحثا عن الماء ... وهل تستطيع الأم الابتعاد عن الصغير ؟ الحب يدعوها إلى جواره، والعطش يدعوها إلى البحث عن الماء بعيدا عنه. ويأتي السعي بين الصفا والمروة : أقدام تسعى، عين تبحث عن الماء، قلب معلق بالطفل، أمل في الله كبير ... ثم هذه زمزم يتفجر ماؤها بين يدي أمنا هاجر ... من أجلها ومن أجل صغيرها ... ومن أجل كل زائر للبيت العتيق.<br />
إن الحج رحلتان : رحلة يفد فيها المؤمنون من ديارهم إلى البيت العتيق، ورحلة إلى عرفات والمشعر الحرم ومنى، ثم عودة إلى مكة. وكأن الكعبة قلب العالم الإسلامي، وتامؤمنين قطرات الدم الحي تفد إلى هذا القلب من كل فج عميق. فإذا طافوا وسعوا دفعتهم الكعبة إلى عرفات ومنى، ثم إذا وقفوا بعرفات وأقاموا بمنى عادوا إلى الكعبة لتدفعهم من جديد إلى ديار الإسلام.<br />
Terjemah<br />
Di Masjidil Harom<br />
1) Pada waktu Dluha, tatkala saya melaksanaan ibadah Umroh dan tatkala saya berniat I’tikaf di bait al-harom yang mulia. Ka’bah berada di depan saya, di kanan kirinya banyak orang-orang berthowaf, ruku’ dan sujud, banyak halaqoh-halaqoh keilmuan serta bacaan-bacaan al-Quran dan lantunan do’a. wajah-wajah tunduk khusyu’ dan bertaubat seraya berharap pada rahmat Allah SWT. kesemuanya berkumpul bersaksi atas sifat rendahnya manusia. Sungguh diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan jenis, warna, ras, suku dan budaya. Iman kepada Allah yang telah mengumpulkan mereka. Dalam diri mereka engkau bisa melihat firman Allah SWT :<br />
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ . . . . . الاية<br />
Artinya : Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku …… Q.S : al-Anbiya’ <br />
2) Dan inilah pahala inrom dalamkeagungannya. Tidak kah engkau melihat suatu kesamaan dalam baitullah yang disertai tutup ka’bah di lapis pertama ? Sungguh satir itu adalah sebuah ikat yang tipis, lembut, yang menempel pada “Baitul ‘atiq” yang seolah-olah batu-batu ka’bah adalah jisimnya, dan penutup / satiritu adalah selendangnya. Kedua matamu berputar-putar / berkunang-kunang membaca ayat-ayat al-Qur’an al-karim yang ada pada satir itu. Kemudian engkau singgah / berhenti di Hajar Aswad. Seolah-olah Hajae Aswad adalah mata ka’bah, tampak dari satir penutupnya sebuah perak dari sisi kanan kirinya, putih matanya, dan batu itu adalah hitamnya. Seakan-akan mata ini menunjukan lambang orang-orang mukmin. Firma Allah :<br />
فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ . مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ . بِأَيْدِي سَفَرَةٍ . كِرَامٍ بَرَرَةٍ . . . . الأية<br />
Artinya : di dalam kitab-kitab yang dimuliakan - yang ditinggikan lagi disucikan - di tangan para penulis (malaikat) - yang mulia lagi berbakti ………… QS : ‘Abasa<br />
3) Dan mata pun mulai naik dari ka’bah ke atas langit seraya berdo’a dengan khusyu’ dengan memandang langit itu. Burung-burung dara pun berterbangan di sekitar ka’bah seolah-olah member penghormatan yang baggus. Sesunguhnya tanah haram tempat yang terus menerus sepanjang zaman, siang, malam, musim kemarau, musim penghujan terus-menerus terlanturkan do’a serta mempertemukan jiwa-jiwa yang menghadap Tuhanya sekaligus turun temurunya rahmat Allah SWT. adakah sesuatu yang paling mulia yang turun dari langit ??? Dan saya pun melakukan I’tikaf beberapa jam, , , terlintas di depan mataku “sebuah tali / pita “ seseorang yang saya kenal, kemudian saya memohon ampunan dan petunjuk atas mereka semua. Saya berusaha menata “tali / pita” yang menurut saya bentuknya lebih jelek dari pemiliknya, kemudian saya berdo’a pada Allah SWT kebaikan atasnya. Rohmat tuhanku melingkupi segala sesuatu. Andai saja kaumku mengetahui seberapa luas bumi Allah dan seberapa luas Rohmat Allah SWT.<br />
4) Saya pun melihat Zam-zam, saya teringat Ibu kita “Siti Hajar” Ia datang dari Mesir dan dari seberang sungai nil untuk tinggal atau menetap di bumi yang mana dideskripsikan oleh Allah dalam kitab a-Qur’an al-karim melalui lisan Nabi Ibrohim alaihi salam :<br />
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ . . . . . الأية<br />
Artinya : Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.. . . . . QS : Ibrohim<br />
Nabi Ibrohim pun pergi dan meningglkan Siti Hajar bersama anaknya, dan sejarah pun menjaga ksah ini : Ibu, anak, Iman, rasa haus dan lari-lari kecilnya Sang Ibu mencari air diantara bukit Shofa dan Marwah. Apakah mampu seorang Ibu jauh dari anaknya ? rasa cinta menarik Sang Ibu untuk selalu di sampingnya. Rasa haus menarik ia untuk mencari air yang jauh dari Si Anak. Ia pun berlari-lari kecil antara shofa dan marwah. Kaki mencari air, mata mencari-cari air, hati bergantung-gantung pada si anak dan harapan pada Allah pun begitu besar. Hingga inilah Zam-zam yang memancarkan airnya di depan mata Sti Hajar, berkat Ia, dan anaknya, serta karena semua pengunjung “baitul ‘atiq”<br />
5) Sesungguhnya haji adalah dua perjalanan. Satu perjalanan adalah kedatangan orang-orang mukmin ke Baitul ‘Atiq dengan beberapa uangnya. Dan satu perjalanan lainnya ke tanah Arofah, Masy’aril Haram, Mina dan kembali lagi ke Mekkah. Dan seolah-olah Ka’bah adalah hatinya Dunia Islam serta orang-oran mukmin yang mana aliran / pancaran darah telah mendatangkan mereka di hati ini dari penjuru yang jauh. Maka tatkala mereka thowaf dan sa’i Ka’bah pun mengantarkan mereka ke Bukit Arofah dan Mina. Dan tatkala mereka wukuf di Arofah dan Ibadah di Mina mereka kembali ke Ka’bah hingga mereka mulai branjak dari dunia baru pada dunia islam.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
الأسئلة<br />
1. أجب عن الأسئلة الاتية إجابات كاملة :<br />
1) ماذا كان الكاتب يفعل في مكة ؟ كان الكاتب يؤدي مناسك العمرة في مكة.<br />
2) لماذا بقي الكاتب داخل البيت الحرام فترة من ازمن ؟ بقي الكاتب داخل البيت الحرام فترة من الزمن لأنه نوى الاعتكاف والتعبد.<br />
3) لماذا ذكر الكاتب أمنا هاجر عندما نظر إلى زمزم ؟ ذكر الكاتب أمنا هاجر عندما نظر إلى زمزم، لأن تفجر هذا البئر كان بسببها هي وابنها.<br />
4) الحج رحلتان في رأي الكاتب : اشرح ذلك. في رأي الكاتب أن الحج رحلتان، رحلة يفد المؤمنون من ديارهم إلى الكعبة، ورحلة إلى عرفات والمشعر الحرم ومنى.<br />
<br />
2. ضع علامة () أمام الإجابة الصحيحة :<br />
a) نويت الاعتكاف في الحرم الشريف. (فق 1)<br />
معنى هذه العبارة :<br />
• نويت أن أؤدي العمرة.<br />
• عزمت على الإقامة في الحرم فترة من الزمن للتعبد.<br />
• أردت زيارة الكعبة المشرفة.<br />
b) زالت فيما بينهم فروق الأجناس والألوان. (فق 1)<br />
تصور هذه العبارة :<br />
• الحرية بين المسلمين.<br />
• العدالة بين السلمين.<br />
• المساواة بين المسلمين.<br />
<br />
3. املأ الفراغات بالتكملة المناسبة :<br />
1) كان يجمع الطائفين والركع السجود في الكعبة................... (فق 1)<br />
- الفروق الاجتماعية - الإيمان بالله - طلب الرزق<br />
2) كانت هاجر بين أمرين : البقاء قريب من صغيرها بسبب حبها له، والسعي للبحث عن الماء بعيدا عنه بسبب...................... (فق 4)<br />
- الجوع - العطش - التعب<br />
3) يأتي الحجاج من كل فج عميق إلى الكعبة ثم يؤدون الفريضة ويعودون إلى ديارهم..................................................... (فق 5)<br />
- وقد تطهرت نفوسهم - فأرض الله واسعة - - لأداء بقية المناسك.<br />
<br />
4. اربط بين كل عبارتين مما يأتي في عبارة واحدة، بعد تغيير ما بين القوسين :<br />
1) ترتفع العين من الكعبة إلى السماء (تدعو العين = داعية ) بنظرتها الخاشعة (فق 3)<br />
2) هذه الزمزم (يتفجر ماء الزمزم = يتفجر ماؤها ) بين يدي أمنا هاجر (فق 4)<br />
3) كأن المؤمنين قطرات الدم الحي (تفيد قطرات الدم = تفد ) إلى هذا القلب من كل فج عميق (فق 5)<br />
4) إذا وقف الحجاج بعرفات وأقاموا بمنى عادوا إلى الكعبة (تدفعهم الكعبة = لتدفعهم ) من جديد إلى ديار الإسلام (فق 5)<br />
<br />
5. أكمل العبارات الاتية :<br />
1) بعد أن أدى الكاتب مناسك العمرة نوى الاعتكاف في المسجد الحرام.<br />
2) لما تذكر الكاتب الذين أساؤا إليه دعا لهم بالخير.<br />
3) كانت هاجر لاتستطيع الابتعاد عن صغيرها ولكن العطش كان يدعوها للبحث عن الماء.<br />
<br />
6. أعد كتابة الجمل الاتية مبتدئا بما في (ب). لا ترجع إلى النص إلا بعد الانتهاء من التدريب :<br />
1) أ) تتصاعد من الحرم الدعوات – على مر القرون – ليلا ونهارا.<br />
ب) إن الحرم هو المكان المكان الذي تتصاعد منه الدعوات ليلا ونهارا على مر القرون.<br />
2) أ) كنت أدعو الله بالخير لصاحبي عندما أستوقف الشريط. عند صورة أساء إلي فيها.<br />
ب) كنت أستوقف الشريط عن صورة أساء إلي فيها صاحبي فأدعو الله له بالخير.<br />
3) أ) من أجل هاجر ومن أجل صغيرها ومن أجل كل زائر للبيت العتيق تفجر ماء زمزم بين يدي أمنا هاجر.<br />
ب) هذه زمزم يتفجر ماؤها بين يدي أمنا هاجر من أجلها ومن أجل صغيرها ومن أجل كل زائر للبيت العتيق.<br />
4) أ) كأن المؤمنين قطرات الدم الحي، وكأن الكعبة قلب العالم الإسلامي. يفد إليه المؤمنون من كل فج عميق.<br />
ب) كأن الكعبة قلب العالم الإسلامي وكأن المؤمنين قطرات الدم الحي تفد إليه من كل فج عميق.<br />
<br />
7. هات أربع جمل قصيرة في وصف حجاج بيت الله الحرام مستعملا في كل منها كلمة من الكلمات الاتية :<br />
أ) يطوف = يطوف الحجاج بالكعبة سبعة أشواط.<br />
ب) ثياب الإحرام = يرتدي الحجاج ثياب الإحرام في طوافهم.<br />
ت) عرفات = يقف الحجاج بعرفات في التاسع من ذي الحجة.<br />
ث) الإخاء = يشعر الحجاج بالحب والإخاء وهم مجتمعون في هذا المكان المقدس.<br />
<br />
8. املأ الفراغات في الجمل الاتية بكلمة مناسبة مشتقة من الفعل الذي بين القوسين :<br />
1) لم أتمكن من ....... (أدى) العمرة في أول يوم من وصولي إلى السعودية. = أداء.<br />
2) كانت عيون الحجاج وقلوبهم ....... (طلع) إلى ربها فوق عرفات. = متطلعة.<br />
3) دعوت الله وسألته ...... (غفر). = المغفرة.<br />
<br />
9. أجب عن الأسئلة الاتية مستخدما ما بين القوسين :<br />
1) كيف كان الطائفون بالبيت شاهدا على الإخاء الإنساني؟ (زالت الفروق) = كان الطائفون بالبيت يطوفون وقد زالت بينهم فروق الأجناس والألوان<br />
2) لماذا كانت أمنا هاجر تسعى بين الصفا والمروة بعد ذهاب إبراهيم (ص)؟ (قلب معلق ب) = كانت أمنا هاجر تسعى بين الصفا والمروة بعد ذهاب إبراهيم (ص) لأن قلبها كان معلقا بابنها.<br />
3) ما الرحلة الأولى للحج في رأي الكاتب؟ (يفد إلى) = الرحلة الأولى للحج في رأي الكاتب هي الرحلة التي يفد فيها المؤمنون من ديارهم إلى الكعبة.<br />
4) بماذا يمتاز الحرم المكي؟ (تلتقي القلوب) = يمتاز الحرم المكي بأن القلوب تلتقي عنده متطلعة إلى ربها.<br />
<br />
10. استعمل التعبيرات الاتية في جمل من عندك : <br />
1) على مر القرون = ظلت الدولة الإسلامية عظيمة على مر القرون.<br />
2) بين يدي = يحب المسلم أن يكثر من الدعاء وهو بين يدي الله.<br />
3) من أجل = يعمل الوالد من أجل أسرته.<br />
<br />
القاعدة<br />
- تدخل "إن" و أخواتها على المبتدأ والخبر فتنصب المبتدأ ويسمى اسمها أما الخبر فيبقى مرفوعا.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-8890433495798055772012-03-31T22:30:00.001-07:002012-03-31T22:30:19.627-07:00MASJIDIL HARAMفي المسجد الحرام<br />
كان الوقت الضحى، عند ما أديت مناسك العمرة، ونويت الإعتكاف في الحرم الشريف. الكعبة أمامي وحولها الطائفون والركع السجود، وحلقات العلم وقراءة القرأن والدعاء. والوجوه الخاشعة التائبة ترجو رحمة الله... كانو جميعا شاهدا على الأخاء الإنساني، وقد زالت فيما بينهم فروق الأجناس والألوان والأوضاء الإجتماعية والإقتصادية. يجمعهم الإيمان بالله. وترى فيهم قول الله : إن هذه أمتكم أمة وحدة وأنا ربكم فأعبدون (92)<br />
وهذه ثياب الإحرم في ب�$B3اطتها ... ألا ترى فيها شيئا من التشاء به مع ستر الكعبة في بساطه الأولى؟ إنه إحاطة سهلة سمحة بالبيت العتيق. وكأن أحجار الكعبة جسمها والستر رداؤها. وتدور عيناك ...*وتقرأ ما على الستر من أيات كريمة، ثم تستقر على الحجر الأسود، كأنه عين الكعبة تبدو من سترها : الفضة من حوله بياض العين ل، والحجر سواجها، وكأن هذه العين تلتقط صور المؤمنين [(في صحف مكرمة(13) مرفوعة مطهرة(14) بأيدى سفرة(15) كرام بررة(16)]<br />
وترتفع العين من الكعبة إلى السماء داعية بنظراتها الخاشعة ...والحمام الأليف يطير حواليها كأنه التحيات الطيبات ... إن الحرم هو المكان الذي ظل – على مر القرون – ليلا ونهارا ... صيفا وشتاء، تتصاعد منه الدعوات، وتلتقي عنده القلوب المتطلعة إلى ربها وتنزل فيه رحمات الله ... ما أكرم ما ينزل من السماء ... واعتكفت في الحرم ساعات ... ومر أمام عيني شريط من أعرف ... فسألت الله لهم جميعا المغفرة والهدى. وكنت أستوقف الشريط عند صورة أساء إلي صاحبها فأدعو الله له بالخير : فزحمة ربي وسعت كل شيئ. يا ليت قومي يعلمون كم أرض الله واسعة. وكم رحمته واسعة.<br />
ونظرت إلى زمزم ... وذكرت أمنا هاجر : جاءت من مصر، ومن جوار النيل لتسكن أرضا وصفها الله في كتابه على لسان إبراهيم عليه السلام : [ ربنا إني اسكنت من ذريتي بواد غير ذى ورع عند بيتك المحرم ربنا ليقيموا الصلوة فاجعل أفئدة من الناس تهوى اليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون(37) ]<br />
ويذهب إبراهيم تبقى هاجر مع الصغير إسماعيل. ويحفظ تاريخنا هذه الصورة : الأم والإبن والإيمان والعطش. وسعي الأم بين الصفا والمروة بحثا عن الماء ... وهل تستطيع الأم الابتعاد عن الصغير ؟ الحب يدعوها إلى جواره، والعطش يدعوها إلى البحث عن الماء بعيدا عنه. ويأتي السعي بين الصفا والمروة : أقدام تسعى، عين تبحث عن الماء، قلب معلق بالطفل، أمل في الله كبير ... ثم هذه زمزم يتفجر ماؤها بين يدي أمنا هاجر ... من أجلها ومن أجل صغيرها ... ومن أجل كل زائر للبيت العتيق.<br />
إن الحج رحلتان : رحلة يفد فيها المؤمنون من ديارهم إلى البيت العتيق، ورحلة إلى عرفات والمشعر الحرم ومنى، ثم عودة إلى مكة. وكأن الكعبة قلب العالم الإسلامي، وتامؤمنين قطرات الدم الحي تفد إلى هذا القلب من كل فج عميق. فإذا طافوا وسعوا دفعتهم الكعبة إلى عرفات ومنى، ثم إذا وقفوا بعرفات وأقاموا بمنى عادوا إلى الكعبة لتدفعهم من جديد إلى ديار الإسلام.<br />
Terjemah<br />
Di Masjidil Harom<br />
1) Pada waktu Dluha, tatkala saya melaksanaan ibadah Umroh dan tatkala saya berniat I’tikaf di bait al-harom yang mulia. Ka’bah berada di depan saya, di kanan kirinya banyak orang-orang berthowaf, ruku’ dan sujud, banyak halaqoh-halaqoh keilmuan serta bacaan-bacaan al-Quran dan lantunan do’a. wajah-wajah tunduk khusyu’ dan bertaubat seraya berharap pada rahmat Allah SWT. kesemuanya berkumpul bersaksi atas sifat rendahnya manusia. Sungguh diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan jenis, warna, ras, suku dan budaya. Iman kepada Allah yang telah mengumpulkan mereka. Dalam diri mereka engkau bisa melihat firman Allah SWT :<br />
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ . . . . . الاية<br />
Artinya : Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku …… Q.S : al-Anbiya’ <br />
2) Dan inilah pahala inrom dalamkeagungannya. Tidak kah engkau melihat suatu kesamaan dalam baitullah yang disertai tutup ka’bah di lapis pertama ? Sungguh satir itu adalah sebuah ikat yang tipis, lembut, yang menempel pada “Baitul ‘atiq” yang seolah-olah batu-batu ka’bah adalah jisimnya, dan penutup / satiritu adalah selendangnya. Kedua matamu berputar-putar / berkunang-kunang membaca ayat-ayat al-Qur’an al-karim yang ada pada satir itu. Kemudian engkau singgah / berhenti di Hajar Aswad. Seolah-olah Hajae Aswad adalah mata ka’bah, tampak dari satir penutupnya sebuah perak dari sisi kanan kirinya, putih matanya, dan batu itu adalah hitamnya. Seakan-akan mata ini menunjukan lambang orang-orang mukmin. Firma Allah :<br />
فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ . مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ . بِأَيْدِي سَفَرَةٍ . كِرَامٍ بَرَرَةٍ . . . . الأية<br />
Artinya : di dalam kitab-kitab yang dimuliakan - yang ditinggikan lagi disucikan - di tangan para penulis (malaikat) - yang mulia lagi berbakti ………… QS : ‘Abasa<br />
3) Dan mata pun mulai naik dari ka’bah ke atas langit seraya berdo’a dengan khusyu’ dengan memandang langit itu. Burung-burung dara pun berterbangan di sekitar ka’bah seolah-olah member penghormatan yang baggus. Sesunguhnya tanah haram tempat yang terus menerus sepanjang zaman, siang, malam, musim kemarau, musim penghujan terus-menerus terlanturkan do’a serta mempertemukan jiwa-jiwa yang menghadap Tuhanya sekaligus turun temurunya rahmat Allah SWT. adakah sesuatu yang paling mulia yang turun dari langit ??? Dan saya pun melakukan I’tikaf beberapa jam, , , terlintas di depan mataku “sebuah tali / pita “ seseorang yang saya kenal, kemudian saya memohon ampunan dan petunjuk atas mereka semua. Saya berusaha menata “tali / pita” yang menurut saya bentuknya lebih jelek dari pemiliknya, kemudian saya berdo’a pada Allah SWT kebaikan atasnya. Rohmat tuhanku melingkupi segala sesuatu. Andai saja kaumku mengetahui seberapa luas bumi Allah dan seberapa luas Rohmat Allah SWT.<br />
4) Saya pun melihat Zam-zam, saya teringat Ibu kita “Siti Hajar” Ia datang dari Mesir dan dari seberang sungai nil untuk tinggal atau menetap di bumi yang mana dideskripsikan oleh Allah dalam kitab a-Qur’an al-karim melalui lisan Nabi Ibrohim alaihi salam :<br />
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ . . . . . الأية<br />
Artinya : Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.. . . . . QS : Ibrohim<br />
Nabi Ibrohim pun pergi dan meningglkan Siti Hajar bersama anaknya, dan sejarah pun menjaga ksah ini : Ibu, anak, Iman, rasa haus dan lari-lari kecilnya Sang Ibu mencari air diantara bukit Shofa dan Marwah. Apakah mampu seorang Ibu jauh dari anaknya ? rasa cinta menarik Sang Ibu untuk selalu di sampingnya. Rasa haus menarik ia untuk mencari air yang jauh dari Si Anak. Ia pun berlari-lari kecil antara shofa dan marwah. Kaki mencari air, mata mencari-cari air, hati bergantung-gantung pada si anak dan harapan pada Allah pun begitu besar. Hingga inilah Zam-zam yang memancarkan airnya di depan mata Sti Hajar, berkat Ia, dan anaknya, serta karena semua pengunjung “baitul ‘atiq”<br />
5) Sesungguhnya haji adalah dua perjalanan. Satu perjalanan adalah kedatangan orang-orang mukmin ke Baitul ‘Atiq dengan beberapa uangnya. Dan satu perjalanan lainnya ke tanah Arofah, Masy’aril Haram, Mina dan kembali lagi ke Mekkah. Dan seolah-olah Ka’bah adalah hatinya Dunia Islam serta orang-oran mukmin yang mana aliran / pancaran darah telah mendatangkan mereka di hati ini dari penjuru yang jauh. Maka tatkala mereka thowaf dan sa’i Ka’bah pun mengantarkan mereka ke Bukit Arofah dan Mina. Dan tatkala mereka wukuf di Arofah dan Ibadah di Mina mereka kembali ke Ka’bah hingga mereka mulai branjak dari dunia baru pada dunia islam.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
الأسئلة<br />
1. أجب عن الأسئلة الاتية إجابات كاملة :<br />
1) ماذا كان الكاتب يفعل في مكة ؟ كان الكاتب يؤدي مناسك العمرة في مكة.<br />
2) لماذا بقي الكاتب داخل البيت الحرام فترة من ازمن ؟ بقي الكاتب داخل البيت الحرام فترة من الزمن لأنه نوى الاعتكاف والتعبد.<br />
3) لماذا ذكر الكاتب أمنا هاجر عندما نظر إلى زمزم ؟ ذكر الكاتب أمنا هاجر عندما نظر إلى زمزم، لأن تفجر هذا البئر كان بسببها هي وابنها.<br />
4) الحج رحلتان في رأي الكاتب : اشرح ذلك. في رأي الكاتب أن الحج رحلتان، رحلة يفد المؤمنون من ديارهم إلى الكعبة، ورحلة إلى عرفات والمشعر الحرم ومنى.<br />
<br />
2. ضع علامة () أمام الإجابة الصحيحة :<br />
a) نويت الاعتكاف في الحرم الشريف. (فق 1)<br />
معنى هذه العبارة :<br />
• نويت أن أؤدي العمرة.<br />
• عزمت على الإقامة في الحرم فترة من الزمن للتعبد.<br />
• أردت زيارة الكعبة المشرفة.<br />
b) زالت فيما بينهم فروق الأجناس والألوان. (فق 1)<br />
تصور هذه العبارة :<br />
• الحرية بين المسلمين.<br />
• العدالة بين السلمين.<br />
• المساواة بين المسلمين.<br />
<br />
3. املأ الفراغات بالتكملة المناسبة :<br />
1) كان يجمع الطائفين والركع السجود في الكعبة................... (فق 1)<br />
- الفروق الاجتماعية - الإيمان بالله - طلب الرزق<br />
2) كانت هاجر بين أمرين : البقاء قريب من صغيرها بسبب حبها له، والسعي للبحث عن الماء بعيدا عنه بسبب...................... (فق 4)<br />
- الجوع - العطش - التعب<br />
3) يأتي الحجاج من كل فج عميق إلى الكعبة ثم يؤدون الفريضة ويعودون إلى ديارهم..................................................... (فق 5)<br />
- وقد تطهرت نفوسهم - فأرض الله واسعة - - لأداء بقية المناسك.<br />
<br />
4. اربط بين كل عبارتين مما يأتي في عبارة واحدة، بعد تغيير ما بين القوسين :<br />
1) ترتفع العين من الكعبة إلى السماء (تدعو العين = داعية ) بنظرتها الخاشعة (فق 3)<br />
2) هذه الزمزم (يتفجر ماء الزمزم = يتفجر ماؤها ) بين يدي أمنا هاجر (فق 4)<br />
3) كأن المؤمنين قطرات الدم الحي (تفيد قطرات الدم = تفد ) إلى هذا القلب من كل فج عميق (فق 5)<br />
4) إذا وقف الحجاج بعرفات وأقاموا بمنى عادوا إلى الكعبة (تدفعهم الكعبة = لتدفعهم ) من جديد إلى ديار الإسلام (فق 5)<br />
<br />
5. أكمل العبارات الاتية :<br />
1) بعد أن أدى الكاتب مناسك العمرة نوى الاعتكاف في المسجد الحرام.<br />
2) لما تذكر الكاتب الذين أساؤا إليه دعا لهم بالخير.<br />
3) كانت هاجر لاتستطيع الابتعاد عن صغيرها ولكن العطش كان يدعوها للبحث عن الماء.<br />
<br />
6. أعد كتابة الجمل الاتية مبتدئا بما في (ب). لا ترجع إلى النص إلا بعد الانتهاء من التدريب :<br />
1) أ) تتصاعد من الحرم الدعوات – على مر القرون – ليلا ونهارا.<br />
ب) إن الحرم هو المكان المكان الذي تتصاعد منه الدعوات ليلا ونهارا على مر القرون.<br />
2) أ) كنت أدعو الله بالخير لصاحبي عندما أستوقف الشريط. عند صورة أساء إلي فيها.<br />
ب) كنت أستوقف الشريط عن صورة أساء إلي فيها صاحبي فأدعو الله له بالخير.<br />
3) أ) من أجل هاجر ومن أجل صغيرها ومن أجل كل زائر للبيت العتيق تفجر ماء زمزم بين يدي أمنا هاجر.<br />
ب) هذه زمزم يتفجر ماؤها بين يدي أمنا هاجر من أجلها ومن أجل صغيرها ومن أجل كل زائر للبيت العتيق.<br />
4) أ) كأن المؤمنين قطرات الدم الحي، وكأن الكعبة قلب العالم الإسلامي. يفد إليه المؤمنون من كل فج عميق.<br />
ب) كأن الكعبة قلب العالم الإسلامي وكأن المؤمنين قطرات الدم الحي تفد إليه من كل فج عميق.<br />
<br />
7. هات أربع جمل قصيرة في وصف حجاج بيت الله الحرام مستعملا في كل منها كلمة من الكلمات الاتية :<br />
أ) يطوف = يطوف الحجاج بالكعبة سبعة أشواط.<br />
ب) ثياب الإحرام = يرتدي الحجاج ثياب الإحرام في طوافهم.<br />
ت) عرفات = يقف الحجاج بعرفات في التاسع من ذي الحجة.<br />
ث) الإخاء = يشعر الحجاج بالحب والإخاء وهم مجتمعون في هذا المكان المقدس.<br />
<br />
8. املأ الفراغات في الجمل الاتية بكلمة مناسبة مشتقة من الفعل الذي بين القوسين :<br />
1) لم أتمكن من ....... (أدى) العمرة في أول يوم من وصولي إلى السعودية. = أداء.<br />
2) كانت عيون الحجاج وقلوبهم ....... (طلع) إلى ربها فوق عرفات. = متطلعة.<br />
3) دعوت الله وسألته ...... (غفر). = المغفرة.<br />
<br />
9. أجب عن الأسئلة الاتية مستخدما ما بين القوسين :<br />
1) كيف كان الطائفون بالبيت شاهدا على الإخاء الإنساني؟ (زالت الفروق) = كان الطائفون بالبيت يطوفون وقد زالت بينهم فروق الأجناس والألوان<br />
2) لماذا كانت أمنا هاجر تسعى بين الصفا والمروة بعد ذهاب إبراهيم (ص)؟ (قلب معلق ب) = كانت أمنا هاجر تسعى بين الصفا والمروة بعد ذهاب إبراهيم (ص) لأن قلبها كان معلقا بابنها.<br />
3) ما الرحلة الأولى للحج في رأي الكاتب؟ (يفد إلى) = الرحلة الأولى للحج في رأي الكاتب هي الرحلة التي يفد فيها المؤمنون من ديارهم إلى الكعبة.<br />
4) بماذا يمتاز الحرم المكي؟ (تلتقي القلوب) = يمتاز الحرم المكي بأن القلوب تلتقي عنده متطلعة إلى ربها.<br />
<br />
10. استعمل التعبيرات الاتية في جمل من عندك : <br />
1) على مر القرون = ظلت الدولة الإسلامية عظيمة على مر القرون.<br />
2) بين يدي = يحب المسلم أن يكثر من الدعاء وهو بين يدي الله.<br />
3) من أجل = يعمل الوالد من أجل أسرته.<br />
<br />
القاعدة<br />
- تدخل "إن" و أخواتها على المبتدأ والخبر فتنصب المبتدأ ويسمى اسمها أما الخبر فيبقى مرفوعا.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-56289489973952245222012-03-28T19:01:00.003-07:002012-03-28T19:01:11.442-07:00KITAB SAFINATUNNAJAمتن سفينة النجا<br />
في اصول الدين والفقه<br />
للشيخ العالم الفاضل : سالم بن سمير الحضرمي<br />
على مذهب الامام الشافعي<br />
نفعنا الله بعلومه آمين<br />
ويليه :<br />
متن سفينة الصلاة<br />
للمحقق النحرير البحر الغزير :<br />
السيد عبدالله بن عمر بن يحي الحضرمي<br />
رحمه الله تعالى<br />
قال الله تعالى :<br />
( لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا )<br />
بسم الله الرحمن الرحيم<br />
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ،وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ،واله وصحبه أجمعين ، ولاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ،<br />
(فصل) أركان الإسلام خمسة : شهادة أن لاإله إلاالله وأن محمد رسول الله وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة , و صوم رمضان ، وحج البيت من استطاع إليه سبيلا .<br />
(فصل ) أركان الإيمان ستة: أن تؤمن بالله ، وملائكته، وكتبه ، وباليوم الآخر ، وبالقدر خيره وشره من الله تعالى .<br />
(فصل ) ومعنى لاإله إلاالله : لامعبود بحق في الوجود إلا الله .<br />
(فصل ) علامات البلوغ ثلاث : تمام خمس عشرة سنه في الذكروالأنثى ، والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين ، و الحيض في الأنثى لتسع سنين .<br />
(فصل) شروط إجزاء الحَجَرْ ثمانية: أن يكون بثلاثة أحجار ، وأن ينقي المحل ، وأن لا يجف النجس ، ولا ينتقل ، ولا يطرأ عليه آخر ، ولا يجاوز صفحته وحشفته ، ولا يصيبه ماء ، وأن تكون الأحجار طاهرة.<br />
(فصل ) فروض الوضوء ستة: الأول:النية ، الثاني : غسل الوجه ، الثالث: غسل اليدين مع المرفقين ، الرابع : مسح شيء من الرأس ، الخامس : غسل الرجلين مع الكعبين ، السادس :الترتيب .<br />
(فصل ) النية : قصد الشيء مقترنا بفعله ، ومحلها القلب والتلفظ بها سنة ، ووقتها عند غسل أول جزء من الوجه ، والترتيب أن لا يقدم عضو على عضو .<br />
(فصل ) الماء قليل وكثير : القليل مادون القلتين ، والكثير قلتان فأكثر. القليل يتنجس بوقوع النجاسة فيه وإن لم يتغير . والماء الكثير لا يتنجس إلا إذا تغير<br />
طعمه أو لونه أو ريحه.<br />
(فصل ) موجبات الغسل ستة: إيلاج الحشفة في الفرج ، وخروج المنى والحيض والنفاس والولادة والموت .<br />
(فصل ) فروض الغسل اثنان : النية ، وتعميم البدن بالماء .<br />
(فصل ) شروط الوضوء عشرة : الإسلام ، والتمييز ، والنقاء ، عن الحيض ، والنفاس ، وعما يمنع وصول الماء إلى البشرة ، وأن لا يكون على العضو ما يغير الماء الطهور ، ودخول الوقت ، والموالاة لدائم الحدث.<br />
(فصل ) نوا قض الوضوء أربعة أشياء : (الأول) الخارج من أحد السبيلين من قبل أو دبر ريح أو غيره إلا المنى ، (الثاني ) زوال العقل بنوم أو غيره إلا نوم قاعد ، ممكن مقعده من الأرض ، (الثالث) التقاء بشرتي رجل وامرأة كبيرين من غير حائل ، (الرابع ) مس قبل الآدمي أو حلقة دبره ببطن الراحة أو بطون الأصابع .<br />
(فصل ) من انتقض وضوؤه حرم عليه أربعه أشياء : الصلاة والطواف ومس<br />
المصحف وحمله.<br />
ويحرم على الجنب ستة أشياء: الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله واللبث في المسجد وقراءة القرآن.<br />
ويحرم بالحيض عشرة أشياء : الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله واللبث في المسجد وقراءة القرآن والصوم والطلاق والمرور في المسجد إن خافت تلويثه والاستمتاع بما بين السرة والركبة.<br />
(فصل) أسباب التيمم ثلاثة: فقد الماء ، والمرض ، والاحتياج إليه لعطش حيوان محترم .<br />
غير المحترم ستة : تارك الصلاة والزاني المحصن والمرتد والكافر الحربي والكلب العقور والخنزير .<br />
(فصل ) شروط التيمم عشرة: أن يكون بتراب وان يكون التراب طاهرا وأن لا يكون مستعملا ولا يخالطه دقيق ونحوه وأن يقصده وأن يمسح وجهه ويديه بضربتين وأن يزيل النجاسة أولا وأن يجتهد في القبلة قبله وأن يكون التيمم بعد دخول الوقت وأن يتيمم لكل فرض .<br />
(فصل) فروض التيمم خمسة : الأول : نقل التراب ، الثاني : النية ، الثالث : مسح الوجه ، الرابع : مسح اليدين إلى المرفقين ، الخامس : الترتيب بين المسحتين .<br />
(فصل) مبطلات التيمم أربعة : ما أبطل الوضوء والردة وتوهم الماء إن تيمم لفقده والشك .<br />
(فصل ) الذي يظهر من النجاسة ثلاثة : الخمر إذا تخللت بنفسها . وجلد الميتة إذا دبغ وما صارا حيوانا .<br />
(فصل) النجاسة ثلاثه : مغلظة ومخففة ومتوسطة . المغلظة : نجاسة الكلب والخنزير وفرع أحدهما . والمخففة : بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين. والمتوسطة : سائر النجاسات.<br />
(فصل ) المغلظة : تطهر بسبع غسلات بعد إزالة عينها ،إحداهن بتراب . والمخففة : تطهر برش الماء عليها مع الغلبة وإزالة عينها .<br />
والمتوسطة تنقسم إلى قسمين: عينية وحكميه . العينية : التي لها لون وريح وطعم فلا بد من إزالة لونها وريحها وطعمها . والحكمية : التي لا لون لها ولا ريح ولاطعم لها يكفيك جري الماء عليها .<br />
(فصل) أقل الحيض : يوم وليله وغالبة ستة أوسبع وأكثره خمسة عشرة يوما بلياليها . أقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشرة يوما وغالبه أربعة وعشرون يوما أو ثلاثة وعشرون يوما ولاحد لأكثرة .أقل النفاس مجة وغالبة أربعون يوما وأكثرة ستون يوما.<br />
(فصل ) أعذار الصلاة اثنان : النوم والنسيان .<br />
(فصل) شروط الصلاة ثمانية : طهارة الحدثين والطهارة عن النجاسة في الثوب والبدن والمكان وستر العورة واستقبال القبلة ودخول الوقت والعلم بفريضتة وأن لايعتقد فرضا من فروضها سنة واجتناب المبطلات .<br />
الأحداث اثنان : أصغر وأكبر . فالأصغر ماأوجب الوضوء . والأكبر ماأوجب الغسل *<br />
العورات أربع : عورة الرجل مطلقا والأمة في الصلاة ما بين السرة والركبة . (فصل ) أركان الصلاة سبعة عشر : الأول النية ،الثاني تكبيرة الإحرام ، الثالث القيام على القادر في الفرض ،الرابع قراءة الفاتحة ، الخامس الركوع ، السادس الطمأنينة فية ، السابع الإعتدال ،الثامن الطمأنينة فيه ، التاسع السجود مرتين ،العاشر الطمأنينة فية ، الحادي عشر الجلوس بين السجدتين ، الثاني عشر الطمأنينة فية ،الثالث عشر التشهد الأخير ،الرابع عشر القعود فيه ،الخامس عشر : الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ،السادس عشر السلام ،السابع عشر الترتيب .<br />
(فصل) النيه ثلاث درجات : إن كانت الصلاة فرضا وجب قصد الفعل والتعيين والفرضية وإن كانت نافلة مؤقتة كراتبة او ذات سبب وجب قصد الفعل والتعيين ، وان كانت نافلة مطلقة وجب قصد الفعل فقط .<br />
الفعل :أصلي والتعيين: ظهرا أو عصرا و الفرضية : فرضا .<br />
(فصل) شروط تكبيرة الإحرام : ستة عشرة أن تقع حالة القيام في الفرض وأن تكون بالعربيه وأن تكون بلفظ الجلالة وبلفظ أكبر والترتيب بين اللفظتين وأن لايمد همزة الجلالة وعدم مد باء أكبر وأن لا يشدد الباء وأن لايزيد واواً ساكنة أو متحركة بين الكلمتين ، وأن لايزيد واوا قبل الجلالة وأن لايقف بين كلمتي التكبير وقفة طويلة ولا قصيرة ، وأن يسمع نفسة جميع حروفها ودخول الوقت في المؤقت وإيقاعها حال الإستقبال وأن لا يخل بحرف من حروفها وتأخير تكبيرة المأموم عن تكبيرة الإمام.<br />
(فصل ) شروط الفاتحة عشرة : الترتيب والموالاة ومراعاة تشديداتها وأن لا يسكت سكتة طويلة ولا قصيرة يقصد قطع القراءة وقراءة كل آياتها ومنها البسملة وعدم اللحن المخل بالمعنى وأن تكون حالة القيام في الفرض ، وأن يسمع نفسة القراءة وأن لا يتخللها ذكر أجنبي .<br />
وأزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما باركت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم في العالمين إنك حميد مجيد. اللهم اغفر لي ما قدمت وماأخرت وما أسررت وما أعلنت وما أسرفت وما أنت أعلم به مني أنت المقدم وأنت المؤخر لا إله إلا أنت ربنا أتنا في الدنيا حسنه وفي الأخرة حسنة وقنا عذاب النار ،اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر ومن عذاب النار ومن فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال ،السلام عليكم ورحمة الله وبركاته .<br />
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-9932744895654292422012-03-28T18:20:00.003-07:002012-03-28T18:20:37.484-07:00KALIMAT ISIMpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-79099688579539444052012-03-28T18:20:00.001-07:002012-03-28T18:20:33.733-07:00KALIMAT ISIMpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-11853284867326171972012-03-18T19:59:00.002-07:002012-03-28T19:00:33.077-07:00متن سفينة النجامتن سفينة النجا<br />
في اصول الدين والفقه<br />
للشيخ العالم الفاضل : سالم بن سمير الحضرمي<br />
على مذهب الامام الشافعي<br />
نفعنا الله بعلومه آمين<br />
ويليه :<br />
متن سفينة الصلاة<br />
للمحقق النحرير البحر الغزير :<br />
السيد عبدالله بن عمر بن يحي الحضرمي<br />
رحمه الله تعالى<br />
قال الله تعالى :<br />
( لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا )<br />
بسم الله الرحمن الرحيم<br />
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ،وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ،واله وصحبه أجمعين ، ولاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ،<br />
(فصل) أركان الإسلام خمسة : شهادة أن لاإله إلاالله وأن محمد رسول الله وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة , و صوم رمضان ، وحج البيت من استطاع إليه سبيلا .<br />
(فصل ) أركان الإيمان ستة: أن تؤمن بالله ، وملائكته، وكتبه ، وباليوم الآخر ، وبالقدر خيره وشره من الله تعالى .<br />
(فصل ) ومعنى لاإله إلاالله : لامعبود بحق في الوجود إلا الله .<br />
(فصل ) علامات البلوغ ثلاث : تمام خمس عشرة سنه في الذكروالأنثى ، والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين ، و الحيض في الأنثى لتسع سنين .<br />
(فصل) شروط إجزاء الحَجَرْ ثمانية: أن يكون بثلاثة أحجار ، وأن ينقي المحل ، وأن لا يجف النجس ، ولا ينتقل ، ولا يطرأ عليه آخر ، ولا يجاوز صفحته وحشفته ، ولا يصيبه ماء ، وأن تكون الأحجار طاهرة.<br />
(فصل ) فروض الوضوء ستة: الأول:النية ، الثاني : غسل الوجه ، الثالث: غسل اليدين مع المرفقين ، الرابع : مسح شيء من الرأس ، الخامس : غسل الرجلين مع الكعبين ، السادس :الترتيب .<br />
(فصل ) النية : قصد الشيء مقترنا بفعله ، ومحلها القلب والتلفظ بها سنة ، ووقتها عند غسل أول جزء من الوجه ، والترتيب أن لا يقدم عضو على عضو .<br />
(فصل ) الماء قليل وكثير : القليل مادون القلتين ، والكثير قلتان فأكثر. القليل يتنجس بوقوع النجاسة فيه وإن لم يتغير . والماء الكثير لا يتنجس إلا إذا تغير<br />
طعمه أو لونه أو ريحه.<br />
(فصل ) موجبات الغسل ستة: إيلاج الحشفة في الفرج ، وخروج المنى والحيض والنفاس والولادة والموت .<br />
(فصل ) فروض الغسل اثنان : النية ، وتعميم البدن بالماء .<br />
(فصل ) شروط الوضوء عشرة : الإسلام ، والتمييز ، والنقاء ، عن الحيض ، والنفاس ، وعما يمنع وصول الماء إلى البشرة ، وأن لا يكون على العضو ما يغير الماء الطهور ، ودخول الوقت ، والموالاة لدائم الحدث.<br />
(فصل ) نوا قض الوضوء أربعة أشياء : (الأول) الخارج من أحد السبيلين من قبل أو دبر ريح أو غيره إلا المنى ، (الثاني ) زوال العقل بنوم أو غيره إلا نوم قاعد ، ممكن مقعده من الأرض ، (الثالث) التقاء بشرتي رجل وامرأة كبيرين من غير حائل ، (الرابع ) مس قبل الآدمي أو حلقة دبره ببطن الراحة أو بطون الأصابع .<br />
(فصل ) من انتقض وضوؤه حرم عليه أربعه أشياء : الصلاة والطواف ومس<br />
المصحف وحمله.<br />
ويحرم على الجنب ستة أشياء: الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله واللبث في المسجد وقراءة القرآن.<br />
ويحرم بالحيض عشرة أشياء : الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله واللبث في المسجد وقراءة القرآن والصوم والطلاق والمرور في المسجد إن خافت تلويثه والاستمتاع بما بين السرة والركبة.<br />
(فصل) أسباب التيمم ثلاثة: فقد الماء ، والمرض ، والاحتياج إليه لعطش حيوان محترم .<br />
غير المحترم ستة : تارك الصلاة والزاني المحصن والمرتد والكافر الحربي والكلب العقور والخنزير .<br />
(فصل ) شروط التيمم عشرة: أن يكون بتراب وان يكون التراب طاهرا وأن لا يكون مستعملا ولا يخالطه دقيق ونحوه وأن يقصده وأن يمسح وجهه ويديه بضربتين وأن يزيل النجاسة أولا وأن يجتهد في القبلة قبله وأن يكون التيمم بعد دخول الوقت وأن يتيمم لكل فرض .<br />
(فصل) فروض التيمم خمسة : الأول : نقل التراب ، الثاني : النية ، الثالث : مسح الوجه ، الرابع : مسح اليدين إلى المرفقين ، الخامس : الترتيب بين المسحتين .<br />
(فصل) مبطلات التيمم أربعة : ما أبطل الوضوء والردة وتوهم الماء إن تيمم لفقده والشك .<br />
(فصل ) الذي يظهر من النجاسة ثلاثة : الخمر إذا تخللت بنفسها . وجلد الميتة إذا دبغ وما صارا حيوانا .<br />
(فصل) النجاسة ثلاثه : مغلظة ومخففة ومتوسطة . المغلظة : نجاسة الكلب والخنزير وفرع أحدهما . والمخففة : بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين. والمتوسطة : سائر النجاسات.<br />
(فصل ) المغلظة : تطهر بسبع غسلات بعد إزالة عينها ،إحداهن بتراب . والمخففة : تطهر برش الماء عليها مع الغلبة وإزالة عينها .<br />
والمتوسطة تنقسم إلى قسمين: عينية وحكميه . العينية : التي لها لون وريح وطعم فلا بد من إزالة لونها وريحها وطعمها . والحكمية : التي لا لون لها ولا ريح ولاطعم لها يكفيك جري الماء عليها .<br />
(فصل) أقل الحيض : يوم وليله وغالبة ستة أوسبع وأكثره خمسة عشرة يوما بلياليها . أقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشرة يوما وغالبه أربعة وعشرون يوما أو ثلاثة وعشرون يوما ولاحد لأكثرة .أقل النفاس مجة وغالبة أربعون يوما وأكثرة ستون يوما.<br />
(فصل ) أعذار الصلاة اثنان : النوم والنسيان .<br />
(فصل) شروط الصلاة ثمانية : طهارة الحدثين والطهارة عن النجاسة في الثوب والبدن والمكان وستر العورة واستقبال القبلة ودخول الوقت والعلم بفريضتة وأن لايعتقد فرضا من فروضها سنة واجتناب المبطلات .<br />
الأحداث اثنان : أصغر وأكبر . فالأصغر ماأوجب الوضوء . والأكبر ماأوجب الغسل *<br />
العورات أربع : عورة الرجل مطلقا والأمة في الصلاة ما بين السرة والركبة . (فصل ) أركان الصلاة سبعة عشر : الأول النية ،الثاني تكبيرة الإحرام ، الثالث القيام على القادر في الفرض ،الرابع قراءة الفاتحة ، الخامس الركوع ، السادس الطمأنينة فية ، السابع الإعتدال ،الثامن الطمأنينة فيه ، التاسع السجود مرتين ،العاشر الطمأنينة فية ، الحادي عشر الجلوس بين السجدتين ، الثاني عشر الطمأنينة فية ،الثالث عشر التشهد الأخير ،الرابع عشر القعود فيه ،الخامس عشر : الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ،السادس عشر السلام ،السابع عشر الترتيب .<br />
(فصل) النيه ثلاث درجات : إن كانت الصلاة فرضا وجب قصد الفعل والتعيين والفرضية وإن كانت نافلة مؤقتة كراتبة او ذات سبب وجب قصد الفعل والتعيين ، وان كانت نافلة مطلقة وجب قصد الفعل فقط .<br />
الفعل :أصلي والتعيين: ظهرا أو عصرا و الفرضية : فرضا .<br />
(فصل) شروط تكبيرة الإحرام : ستة عشرة أن تقع حالة القيام في الفرض وأن تكون بالعربيه وأن تكون بلفظ الجلالة وبلفظ أكبر والترتيب بين اللفظتين وأن لايمد همزة الجلالة وعدم مد باء أكبر وأن لا يشدد الباء وأن لايزيد واواً ساكنة أو متحركة بين الكلمتين ، وأن لايزيد واوا قبل الجلالة وأن لايقف بين كلمتي التكبير وقفة طويلة ولا قصيرة ، وأن يسمع نفسة جميع حروفها ودخول الوقت في المؤقت وإيقاعها حال الإستقبال وأن لا يخل بحرف من حروفها وتأخير تكبيرة المأموم عن تكبيرة الإمام.<br />
(فصل ) شروط الفاتحة عشرة : الترتيب والموالاة ومراعاة تشديداتها وأن لا يسكت سكتة طويلة ولا قصيرة يقصد قطع القراءة وقراءة كل آياتها ومنها البسملة وعدم اللحن المخل بالمعنى وأن تكون حالة القيام في الفرض ، وأن يسمع نفسة القراءة وأن لا يتخللها ذكر أجنبي .<br />
وأزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما باركت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم في العالمين إنك حميد مجيد. اللهم اغفر لي ما قدمت وماأخرت وما أسررت وما أعلنت وما أسرفت وما أنت أعلم به مني أنت المقدم وأنت المؤخر لا إله إلا أنت ربنا أتنا في الدنيا حسنه وفي الأخرة حسنة وقنا عذاب النار ،اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر ومن عذاب النار ومن فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال ،السلام عليكم ورحمة الله وبركاته .<br />
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-17013341919484056902012-03-18T19:05:00.001-07:002012-03-18T19:05:52.282-07:00JAMI'UDDURUS BAGIAN 1( 1- اللغة العربية وعلومها )<br />
اللغةُ ألفاظٌ يُعبرُ بها كل قومٍ عن مقاصدهم<br />
واللغاتُ كثيرةٌ. وهي مختلفةٌ من حيثُ اللفظُ، متحدةٌ من حيث المعنى، أي أن المعنى الواحدَ الذي يُخالجُ ضمائرَ الناس واحد.<br />
ولكنّ كلّ قومٍ يُعبرون عنه بلفظٍ غير لفظ الآخرين.<br />
واللغةُ العربيةُ هي الكلماتُ التي يُعبرُ بها العربُ عن اغراضهم. وقد وصلت إلينا من طريق النقل. وحفظها لنا القرآن الكريم والاحاديث الشريفة، وما رواهُ الثِّقات من منثور العرب ومنظومهم.<br />
العلوم العربية<br />
لما خشيَ أهلُ العربية عن ضياعها، بعد ان اختلطوا بالأعاجم، دوَّنوها في المعاجم (القواميس) وأصَّلوا لها اصولا تحفظها من الخطأ. وتسمى هذه الأصولُ "العلوم العربية".<br />
فالعلومُ العربية هي العلوم التي يتوصلُ بها إلى عصمة اللسان والقلم عن الخطأ. وهي ثلاثة عشر علماً "الصرفُ، والإعرابُ (ويجمعهما اسمُ النحو)، والرسمُ، والمعاني، والبيان، والبديع، والعَروض، والقوافي، وَقرْضُ الشعر، والإنشاء، والخطابة، وتاريخُ الأدب، ومَتنُ اللغة".<br />
الصرف والاعراب<br />
للكلمات العربية حالتان حالةُ إفرادٍ وحالة تركيب.<br />
فالبحثُ عنها، وهي مُفردةٌ، لتكون على وزن خاصٍّ وهيئة خاصة هو من موضوع "علم الصرف".<br />
والبحثُ عنها وهي مُركبةٌ، ليكونَ آخرُها على ما يَقتضيه مَنهجُ العرب في كلامهم - من رفعٍ، أو نصبٍ، أو جرّ، أو جزمٍ، أو بقاءٍ على حالةٍ واحدة، من تَغيُّر - هو من موضوع "علم الإعراب".<br />
فالصرف علمٌ بأصولٍ تُعرَف بها صِيغُ الكلمات العربية واحوالُها التي ليست بإعراب ولا بناء.<br />
فهو علمٌ يبحثُ عن الكَلِم من حيثُ ما يَعرِضُ له من تصريف وإعلال وإدغام وإبدال وبهِ نعرِف ما يجب أن تكون عليهِ بنيةُ الكلمة قبلَ انتظامها في الجملة.<br />
<br />
وموضوعهُ الاسمُ المتمكن (أي المُعرَبُ) والفعلُ المُتصرِّف. فلا يبحث عن الأسماء المبنيَّة، ولا عن الأفعال الجامدة، ولا عن الحروف.<br />
وقد كان قديماً جزءًا من علم النحو. وكان يُعرف النحوُ بأنه علم تُعرَفُ به أحوالُ الكلماتِ العربية مُفردةً و مُرَكبة.<br />
والصرف من أهمّ العلوم العربية. لأن عليه المُعوّلَ فى ضَبط صِيَغ الكَلِم، ومعرفةِ تصغيرها والنسبةِ إليها والعلمِ بالجموع القياسيّة والسماعية والشاّة ومعرفةِ ما يعتري الكلماتِ من إعلالٍ أو إدغامٍ أو إبدال، وغيرِ ذلك من الأصول التي يجب على كل أديب وعالم أن يعرفها، خشيةَ الوقوع في أخطاء يقَعُ فيها كثيرٌ من المتأدبين، الذين لاحظَّ لهم من هذا العلم الجليل النافع.<br />
والإعرابُ (وهو ما يُعرف اليوم بالنحو) علمٌ بأصولٍ تُعرف بها أحوالُ الكلمات العربية من حيث الإعرابُ والبناء. أي من حيث ما يَعرضُ لها في حال تركيبها. فبهِ نعرِف ما يجب عليه أن يكون آخرُ الكلمة من رفع، أو نصب، أو جرّ أو جزمٍ، أو لزومِ حالةٍ واحدةٍ، بَعد انتظامها في الجملة.<br />
ومعرفته ضرورية لكل من يُزاول الكتابة والخطابة ومدارسة الآداب العربية.<br />
(2/1)<br />
________________________________________<br />
( المقدمة ) ضمن العنوان ( 2- الكلمة وأقسامها )<br />
الكلمةُ لفظٌ يدُّل على معنىً مُفردٍ.<br />
وهي ثلاثةُ أقسام اسمٌ، وفعل، وحرف.<br />
الاسم<br />
الاسمُ ما دلَّ على معنىً في نفسه غير مُقترِنٍ بزمان كخالد وَفرَسٍ وعُصفورٍ ودارٍ وحنطةٍ وماء.<br />
وعلامته أن يَصحّ الإخبارُ عنه كالتاء من "كتبتُ"، والالف من "كتبَا" والواو من "كتبوا"، أو يقبلَ "ألْ" كالرجل، أو التنوين، كفرَس، أو حرفَ النداء كيا أيُّها الناسُ، أو حرفَ الجرِّ كاعتمد على من تثِقُ به.<br />
التنوين<br />
التَّنوين نونٌ ساكنة زائدة، تَلحقُ أواخرَ الأسماء لفظاً، وتفارقُها خطاً ووَقعاً وهو ثلاثة اقسام<br />
<br />
الأول تنوينُ التمكين وهو اللاحق للأسماء المُعرَبة المنصرفة كرجُلٍ وكتابٍ. ولذلك يُسمَّى "تنوينَ الصرف" أيضاً.<br />
الثاني تنوينُ التَّنكير وهو ما يلحقُ بعضَ الاسماء المبنيَّة كاسم الفعل والعَلَم المختومِ به "وَيْه" فَرْقاً بين المعرفة منهما والنكرة، فما نُوِّنَ كان نكرةً. وما لم ينوَّن كان معرفة. مثلُ "صَه وصَهٍ ومَه ومَهٍ وإيه وإيهٍ"، ومثلُ "مررتُ بسيبويه وسيبويهٍ آخرَ"، أي رجلٍ آخرَ مُسمَّى بهذا الاسم.<br />
(فالاول معرفة والآخر نكرة لتنوينه وإذا قلت "صه" فانما تطلب الى مخاطبك ان يسكت عن حديثه الذي هو فيه. واذا قلت له "مه" فأنت تطلب اليه ان يكف عما هو فيه واذا قلت له "ايه" فأنت تطلب منه الاستزادة من حديثه الذي يحدثك اياه. اما ان قلت له "صه ومه وايه" بالتنوين، فانما تطلب من السكون عنً كل حديث والكف عن كل شيء، والاستزادة من حديث اي حديث).<br />
الثالث تنوين العِوض وهو إما أن يكون عِوَضاً من مُفرد وهو ما يَلحقُ "كلاً وبعضاً وأيّاً "عوضاً مما تَضاف اليه، نحوُ "كلُّ يموت" أي كلُّ إنسان. ومنه قولُهُ تعالى {وكُلاًّ وعدَ اللهُ الحُسنى} وقوله {تِلكَ الرُّسُلُ فَضَّلنا بعضَهم على بعضٍ}، وقوله {أياً ما تدْعُوا فله الأسماء الحُسنى}.<br />
وإمَّا أن يكون عِوَضاً من جملة وهو ما يَلحقُ "إذْ"، عوضاً من جملةٍ تكون بعدها، كقوله تعالى {فَلَوْلا إِذْ بلغت الروحُ الحُلقوم، وأنتم حينئذٍ تَنظرُون} أي حينَ إذْ بلغت الروحُ الحلقوم.<br />
<br />
وإمّا أن يكون عِوضاً من حرف. وهو ما يَلحقُ الأسماء المنقوصة الممنوعَة من الصَّرف، في حالتي الرفع والجرّ، عِوَضاً من آخرها المحذوف كجَوارٍ وغَواشٍ وعَوادٍ واعَيمٍ (تصغير أعمى) وراجٍ (علم امرأة) ونحوها من كل منقوص ممنوع من الصرف. فتنوينُها ليس تنوينَ صَرفٍ كتنوين الأسماء المنصرفة. لأنها ممنوعة منه، وإنما هو عِوضٌ من الياء المحذوفة. والأصل "جَواري وَغواشي وعَوادي وأَعيمي وراجِي".<br />
أما في حال النصب فتُرد الياء وتُنصب بلا تنوينٍ، نحو "دفعتُ عنك وعواديَ. أكرمتُ أَعيميَ فقيراً. علَّمت الفتاةَ راجِيَ".<br />
الفعل<br />
الفعل ما دلّ على معنىً فى نَفْسه مُقترِن بزمانٍ كجاءَ ويَجيءُ وجيءَ.<br />
وعلامته أن يقبلَ "قَدْ" أو "السينَ" أو سوْف"، أو "تاءَ التأنيثِ الساكنة،، أو "ضميرَ الفاعل"، أو "نون التوكيدِ" مثلُ قد قامَ. قدْ يقومُ. ستذهبُ. سوف نذهبُ. قامتْ. قمت . قمتِ. لِيكتبنّ. لَيكتبَنّ. اكتُبّن. اكتبَنْ".<br />
الحرف<br />
الحرفُ ما دلّ على معنىً في غيره، مثلُ "هَلْ وفي ولم وعلى وإنَّ ومِنْ". وليس له علامةٌ يَتميَّزُ بها، كما للاسمِ والفعل.<br />
وهو ثلاثةُ أقسام حرفٌ مُختصٌّ بالفعل بالاسم كحروف الجرِّ، والأحرف التي تنصبُ الاسمَ وترفعُ الخبر. وحرفٌ مُشتركٌ بينَ الأسماء والأفعال كحروف العطف، وحرفيِ الاستفهام.<br />
(3/1)<br />
________________________________________<br />
( المقدمة ) ضمن العنوان ( 3- المركبات وأنواعها وإعرابها )<br />
المُركبُ قولٌ مؤلفٌ من كلمتين أو أكثرَ لفائدة، سواءٌ أكانت الفائدةُ تامةً، مثلُ "النجاةُ فى الصدق"، أم ناقصةٌ، مثل "نور الشمس. الإنسانية الفاضلة. إن تُتقِن عَمَلك".<br />
والمركبُ ستةُ أنواعٍ إسناديٌّ وإضافيٌّ وعطفيٌّ ومزجيٌّ وعدَديٌّ.<br />
(1) المركب الاسنادي او الجملة<br />
الإسنادُ هو الحكمُ بشيءٍ، كالحكم على زُهير بالاجتهاد في قولك "زُهيرٌ مجتهد".<br />
<br />
والمحكومُ به يُسمى "مُسنَداً". والمحكومُ عليه يُسمى "مُسنَداً إليهِ".<br />
فالمسنّدُ ما حكمتَ به على شيءٍ.<br />
والمسندُ إليه ما حكمت عليه بشيءٍ.<br />
والمُركبُ الاسنادي (ويُسمى جُملةً أيضاً) ما تألفَ من مَسندٍ ومُسندٍ إليه، نحوُ "الحلمُ زينٌ. يُفلحُ المجتهدُ".<br />
(فالحلم مسند اليه، لانك اسندت غليه الزين وحكمت عليه به. والزين مسند، لانك اسندته الى الحلم وحكمت عليه به. وقد اسندت الفلاح الى المجتهد، فيفلح مسند، والمجتهد مسند اليه).<br />
والمسندُ إليه هو الفاعلُ، ونائبهُ، والمبتدأ، واسم الفعلِ الناقص، واسمُ الأحرف التى تعملُ عملَ "ليس" واسمُ "إن" وأخواتها، واسمُ "لا" النافية للجنس.<br />
فالفاعلُ مثلُ "جاء الحق وزهقَ الباطل".<br />
ونائبُ الفاعل مثل "يعاقبُ العاصون، ويثابُ الطائعون".<br />
والمبتدأُ مثل "الصبرُ مفتاحُ الفرَجِ".<br />
واسمُ الفعلِ الناقص مثلُ "وكان اللهُ عليماً حكيماً".<br />
واسمُ الأحرفِ التى تعملُ عملَ "ليس" مثلُ "ما زُهيرٌ كَسولا. تَعزّ فلا شيءٌ على الارض باقياً. لاتَ ساعةَ مندَمِ. إنْ أحدٌ خيراً من أحدٍ إلا بالعلمِ والعمل الصالح".<br />
واسمُ "إنّ" مثلُ {$D8�ن اللهَ عليمٌ بذات الصدور}.<br />
واسمُ "لا" النافية للجنس مثل {لا إلهَ إلا اللهُ}.<br />
والمسندُ هو الفعلُ، واسمُ الفعل، وخبرُ المبتدأ، وخبرُ الفعل الناقص، وخبرُ الأحرف التي تعملُ عملَ (ليس) وخبرُ "إن" واخواتها.<br />
وهو يكونُ فعلاً، مثل {قد أفلحَ المؤْمنون}، وصِفة مُشتقَّة من الفعل، مثلُ "الحق أبلجُ" واسماً جامداً يتضمنُ معنى الصفة المشتقة، مثل "الحقُ نورٌ، والقائمُ به أسدٌ".<br />
(والتأويل (الحق مضيء كالنورِ، والقائم به شجاع كالاسد).<br />
(وسيأتي الكلام على حكم المسند والمسند اليه فى الاعراب، في الكلام على الخلاصة الاعرابية).<br />
الكلام<br />
الكلامُ هو الجملةُ المفيدةُ معنىً تاماً مُكتفياً بنفسه، مثل "رأس الحكمةِ مخافةُ الله. فاز المُتَّقون. من صدَق نجا".<br />
<br />
(فان لم تفد الجملة معنى تاماً مكتفياً بنفسه فلا تسمى كلاما، مثل (ان تجتهد في عملك) فهذه الجملة ناقصة الافادة، لان جواب الشرط فيها غير مذكور، وغير معلوم، فلا تسمى كلاما فان ذكرت الجواب فقلت "ان تجتهد في عملك تنجح، صار كلاما).<br />
(2) المركب الاضافي<br />
المرَّب الإضافيُّ ما تركَّبَ من المضاف والمضاف إليه، مثل "كتاب التلميذ. خاتم فضةٍ. صوْم النهار".<br />
وحكمُ الجزء الثاني منه أنه مجرورٌ أبداً كما رأيتَ.<br />
(3) المركب البياني<br />
المركَّبُ البياني كلُّ كلمتين كانت ثانيتُهما مُوضحةً معنى الأولى. وهو ثلاثةُ أقسام<br />
مُركَّبٌ وصفي وهو ما تألفَ من الصفة والموصوف، مثل "فاز التلميذُ المجتهدُ. أكرمتُ التلميذَ المجتهدَ. طابت اخلاقُ التلميذِ المجتهدِ".<br />
ومركَّبٌ توكيديٌّ وهو ما تألفَ من المؤكِّد و المؤكَّد، مثل "جاء القومُ كلُّهُم. أكرمتُ القومَ كُلَّهم، أحسنتُ إلى القوم كلِّهم".<br />
ومركَّبٌ بدَليٌّ وهو ما تألف من البَدَل والمُبدَل منه، مثل "جاء خليلٌ أخوك. رأيت خليلاً أخاك. مررت بخليلٍ أخيكَ".<br />
وحكمُ الجزء الثاني من المركَب البياني أن يتبعَ ما قبله فى إعرابه كما رأيتَ.<br />
(4) المركَّب العطفيُّ<br />
المركَّب العطفيُّ ما تألف من المعطوف والمعطوف عليه، بِتوسُّط حرف العطف بينهما، مثل "ينالُ التلميذُ والتلميذةُ الحمَ والثَّناء، إذا ثابرا على الدرس والاجتهاد".<br />
وحُكمُ ما بعدَ حرف العطف أن يتبعَ ما قبله في إعرابه كما رأيت.<br />
(5) المركب المزجي<br />
المركَّبُ المزْجيُّ كلّ كلمتين ركّبتا وجُعلتا كلمةً واحدة، مثل "بعلبكْ وبيت لحمْ وحضْرموت وسيبويه وصباح مساء وشذر مذر".<br />
وإن كان المركبُ المزجيّ علماً أعرب إعراب ما لا ينصرفُ، مثل "بعلبكْ بلدةٌ طيبةُ الهواء" و "سكنتُ بيت لحم" و "سافرتُ إلى حضْرموْت".<br />
<br />
إلاّ إذا كان الجزءُ الثاني منه كلمة "ويْه" فإنها تكونُ مبنيَّة على الكسر دائماً، مثل "سيبويه عالمٌ كبيرٌ" مو "رأيتُ سيبويه عالماً كبيراً" و "قرأتُ كتاب سيبويه".<br />
وإن كان غير علم كان مبنيّ الجزءين على الفتح، مثل "زُرْني صباح مساء" و "أنت جاري بيت بيت.<br />
(6) المركب العددي<br />
المركَّبُ العددي من المركبَّات المزجية، وهو كل عددين كان بينهما حرفُ عطفٍ مُقدَّر. وهو من أحد عشر إلى تسعة عشر، ومن الحادي عشر الى التاسع عشر.<br />
(أما واحد وعشرون الى تسعة وتسعين، فليست من المركبات العددية. لان حرف العطف مذكور، بل هي من المركبات العطفية).<br />
(4/1)<br />
________________________________________<br />
ويجبُ فتحُ جزءَي المركب العدديّ، سواءٌ أكان مرفوعاً، مثل "جاء أحدَ عشر رجلاً" أم منصوباً مثلُ {رأيتُ أحدَ عشر كوكباً} أم مجروراً، مثل "أحسنتُ الى أحد عشر فقيراً". ويكون حينئذٍ مبنياً على فتحَ جزءيه، مرفوعاً أو منصوباً أو مجروراً محلاًّ، إلا اثنيْ عشر، فالجزء الأول يُعربُ إِعراب المُثنَّى، بالألف رفعاً، مثل "جاء اثنا عشر رجلاً"، وبالياء نصباً وجرًّا، مثل "أكرمتُ اثنتي عشرة فقيرةً باثني عشر درهماً". والجزء الثاني مبنيُّ على الفتح، ولا محلَّ له من الاعراب، فهو بمنزلة النون من المثنى.<br />
وما كان من العدد على وزن (فاعل) مُركَّبًا من العشرة - كالحادي عشر إلى التاسع عشر - فهو مبنيٌّ أيضاً على فتح الجزءين، نحو "جاء الرابع عشر. رأيتُ الرابعة عشْرة، مررتُ بالخامس عشر".<br />
إلا ما كان جزؤُه الأول منتهياً بياء، فيكون الجزء الأول منه مبنياًعلى السكون، نحو "جاء الحادي عَشرَ والثاني عشرَ، ورأيتُ الحاديَ عَشرَ والثانيَ عشرَ، ومررتُ بالحادي عَشرَ والثاني عشر".<br />
حكم العدد مع المعدود<br />
<br />
إن كان العدد (واحداً) أو (اثنين) فحُكمُهُ أن يُذَكَّرَمع المذَكر، ويُؤنث مع المؤنث، فتقول "رجلٌ واحد، وامرأةٌ واحدة، ورجلانِ اثنانِ، وامرأتان". و (أحدٌ) مثل واحدٍ، ورجلانِ اثنانِ، وامرأتان". و (أحدٌ) مثل واحدٍ، فتقول "أحدُ الرجال، احدى النساءِ".<br />
وإن كان من الثلاثة الى العشرة، يجب أن يؤنث مع المذكر، ويُذكر مع المؤنث. فتقول "ثلاثةُ رجالٍ وثلاثة أقلامٍ، وثلاث نساءٍ وثلاث أيدٍ".<br />
إلا إن كانت العشرةُ مُركَّبةً فهي على وفقِ المعدود. تُذكر مع المذكر، وتؤنث مع المؤنث، فتقول "ثلاثة عشر رجلاً، وثَلاث عشْرة امرأةً".<br />
وإن كان العدد على وزن (فاعلٍ) جاء على وفْقِ المعدود، مُفرداً ومُركباً تقولُ "البابُ الرابعُ، والبابُ الرابعَ عَشرَ، الصفحة العاشرة، والصفحة التاسعةَ عشْرةَ".<br />
وشينُ العشرةِ والعشر مفتوحةٌ مع المعدود المذكر، وساكنة مع المعدود المؤنث. تقول "عَشَرة رجال وأحد عشَرة رجلا، وعشْر نساءٍ وإحدى عشْرة امرأةً".<br />
(4/2)<br />
________________________________________<br />
( المقدمة ) ضمن العنوان ( 4- الإعراب والبناء )<br />
إذا انتظمت الكلماتُ فى الجملة، فمنها ما يتغير آخره باختلاف مركزه فيها لاختلاف العوامل التيّ تسبِقه؛ ومنها لا يتغير آخره، وإن اختلفت العوامل التى تتقدّمه. فالأول يُسمى (مُعرباً)، والثاني (مَبنياً)، والتغيُّر بالعامل يُسمى (إعراباً)، وعدمُ التغيُّر بالعامل يُسمى (بناءً).<br />
فالإعرابُ أثرٌ يُحدِثُه العامل فى آخر الكلمة، فيكونُ آخرها مرفوعاً أو منصوباً أو مجروراً أو مجزوماً، حسب ما يَقتضيه ذلك العامل.<br />
والبناءُ لزوم آخرِ الكلمة حالةً واحدة، وإن اختلفت العواملُ التي تسبِقها، فلا تُؤثر فيها العوامل المختلفة.<br />
المعرب والمعني<br />
المُعربُ ما يَتغير آخره بتغيُّر العوامل التي تَسبِقه كالسماءِ والأرض والرجل ويكتب.<br />
<br />
والمُعربات هي الفعل المضارع الذي لم تتصل به نونا التوكيدِ ولا نون النسوة، وجميع الأسماء إلا قليلا منها.<br />
والمبنيَّ ما يُلزم آخره حالةً واحدةً، فلا يتغير، وإن تغيرت العوامل التى تتقدَّمه "كهذه وأين ومَنْ وكتبَ واكتُبْ".<br />
والمَبنيَّات هي جميع الحروف، والماضي والأمر دائماً، والمُتَّصلة به إحدى نونَيِ التوكيد أو نونُ النسوة، وبعض الأَسماءِ. والأصل فى الحروف والأفعالِ البناء. والأصل فى الأسماء الإعراب. أنواع البناء<br />
المبنيّ إما أن يلازم آخره السكون، مثل "اكتبْ ولمْ" أو الضمةَ مثل "حيث وكتبوا" أو الفتحةَ، مثل "كتبَ وأينَ" أو الكسرةَ، مثل "هؤُلاءِ" والباء من "بِسمِ الله". وحينئذ يقال إِنّه مبنيٌ على السكون، أو على الضمّ، أو الفتح، أو الكسر. فأنواع البناء أربعةُ السكونُ والضمّ والفتح والكسر.<br />
وتتوقفُ معرفةُ ما تُبنى عليه الأصماء والحروفُ على السّماع والنقل الصحيحين، فإنّ منها يُبْنى على الضمِّ، ومنها ما يُبْنى على الفتح؛ ومنها ما يُبْنى على الكسر، ومنها ما يُبْنى على السكون. ولكن ليس لمعرفة ذلك ضابطُ.<br />
انواع الاعراب<br />
أنواع الاعراب أربعة الرفع والنصب والجرّ والجزم.<br />
فالفعلُ المعربُ يتغيرُ آخرُهُ بالرفع والنصب والجزم مثل، "يكتُبُ، ولن يكتبَ، ولم يكتبْ".<br />
والاسمُ المعرب يتغير آخره بالرفع والنصب والجزم، مثل "العلمُ نافعٌ، ورأيتُ العلمَ نافعاً، واشتغلتُ بالعلمِ النافعِ".<br />
(نعلم من ذلك أن الرفع والنصب يكونان فى الفعل والاسم المعربين، وان الجزم خمتص بالفعل المعرب، والجر مختص بالاسم المعرب).<br />
علامات الاعراب<br />
علامةُ الاعراب حركةُ أو حرف أو حذف.<br />
فالحركاتُ ثلاثٌ الضمةُ والفتحة والكسرة.<br />
والأحرفُ أربعة الألفُ والنون والواو والياءُ.<br />
والحذفُ، إما قطعُ الحركةِ (ويُسَمّى السكونَ). وإما قطعُ الآخرِ. وإما قطعُ النونِ.<br />
(1) علامات الرفع<br />
<br />
للرفع أربعُ علامات الضمة والواو والألف والنون. والضمةُ هي الأَصل.<br />
مثالُ ذلك "يحَبّ الصادقُ، أفلح المؤمنون. لِيُنفِق ذو سَعة من سَعتِه. يُكرَمُ التلميذان المجتهدان. تنطِقون بالصدق".<br />
(2) علامات النصب<br />
للنصب خمسُ علامات الفتحةُ والألفُ والياء والكسرة وحذفُ النون. والفتحةُ هي الأصل.<br />
مثالُ ذلك "جانب الشرّ فَتسلَمَ. أعطِ ذا الحقِّ حَقّهُ.<br />
"يُحِبُّ اللهُ المتقين. كان أبو عبيدة عامرُ بنُ الجرّاح وخالد بنُ الوليد قائدينِ عظيمين. أَكرِم الفتَياتِ المجتهداتِ. لن تنالوا البِرَّ حتى تُنفقوا مما تُحبون".<br />
(3) علامات الجر<br />
للجرّ ثلاثُ علامات الكسرةُ والياءُ والفتحة. والكسرة هي الأصل.<br />
مثال ذلك "تَمسّكْ بالفضائل، أطِع أمرَ أبيك. المرءُ بأصغرَيه قلبهِ ولسانه. تقرّبْ من الصادقين وانأ عن الكاذبين. ليس فاعلُ الخيرَ بأفضلَ من الساعي فيه".<br />
(4) علامات الجزم<br />
للجزمِ ثلاثُ علاماتِ الكسونُ وحذفُ الآخرِ وحذف النون. والسكونُ هو الاصل.<br />
مثال ذلك "مَنْ يفعلْ خيراً يَجِدْ خيراً، ومن يَزرَعْ شرًّا يَجنِ شرًّا. افعل الخيرَ تَلقَ الخيرَ. لا تَدعُ إلا اللهَ. قولوا خيراً تغنَموا، واسكتُوا عَن شرّ تَسلَموا".<br />
المعرب بالحركة والمعرب بالحرف<br />
المُعرَباتُ قسمان قسمٌ يُعرب بالحركات، وقسمٌ يُعرَبُ بالحروف.<br />
فالمعربُ بالحركات أربعةُ أنواعٍ الاسمُ المفرد، وجمع التكسيرِ، وجمعُ المؤنثِ السالمُ، والفعلُ المضارعُ الذى لم يتَّصِل بآخره شيءٌ.<br />
وكلها تُرفع بالضمةِ، وتُنصبُ بالفتحة، وتُجرّ بالكسرة، وتُجزم بالسكون. إلا الاسم الذي لا ينصرفُ، فانه يُجرُّ بالفتحة، نحو "صلى اللهُ على إِبراهيمَ"، وجمعَ المؤنثِ السالم، فانه يُنصبُ بالكسرة؛ نحو "أكرمتُ المجتهدات"، والفعل المضارع المعتلّ الآخرِ، فإنه يُجزمُ بحذف آخره، نحوَ "لم يخشَ، ولم يمشِ، ولم يغزُ".<br />
<br />
والمعربُ بالحروف أربعةُ أنواعٍ ايضاً المُثنى والملحقُ به، وجمعُ المذكر السالمُ والملحقُ به، والأسماء الخمسةُ، والأفعال الخمسةُ.<br />
والأسماء الخمسةُ هي "أبو وأخو وحمُو وفو وذو".<br />
(5/1)<br />
________________________________________<br />
والأفعالُ الخمسة هي "كلّ فعل مضارع اتصل بآخره ضميرُ تثنية أو واوُ جمع، أو ياء المؤنثة المخاطبة، مثل "يذهبان، وتذهبان، ويذهبون، وتذهبونَ، وتذهبين". (وسيأتي شرح ذلك كله مفصلا فى الكلام على إِعراب الأفعال والأسماء).<br />
أقسام الاعراب<br />
أقسامُ الاعراب ثلاثةٌ لفظيٌ وتقديريٌّ ومحليٌ.<br />
الاعراب اللفظي<br />
الاعرابُ اللفظيّ أثرٌ ظاهرٌ فى آخر الكلمة يجلبه العامل.<br />
وهو يكون في الكلمات المعربة غير المُعتلّة الآخر، مثل "يُكرم الأستاذث المجتهد".<br />
الاعراب التقديري<br />
الاعرابُ التقديري أثرٌ غيرُ ظاهرٍ على آخر الكلمة، يجلبه العاملُ، فتكونُ الحركةُ مقدَّرةً لأنها غير ملحوظةٍ.<br />
وهو يكونُ في الكلمات المعربة المعتلّة الآخر بالألف أو الواو أو الياء، وفي المضاف إلى ياء المتكلم، وفي المحكيُّ، إِن لم يكن جملة، وفيما يُسمى به من الكلمات المبنيَّة أو الجُمل.<br />
اعراب المعتل الآخر<br />
الألف تُقدَّرُ عليها الحركاتُ الثلاث للتعذُّر، نحو "يَهوَى الفتى الهدَى للعُلى".<br />
أما في حالة الجزم فتُحذَفُ الألفُ للجازم، نحو "لم نخشَ إلا اللهَ". ومعنى التعذرِ أنه لا يُستطاعُ أبداً إظهار علاماتِ الإعراب.<br />
والواوُ والياءُ تُقَدرُ عليهما الضمةُ والكسرةُ للثَّقَل، مثل "يَقضي القاضي على الجاني" و "يدعو الداعي إلى النادي".<br />
أما حالة النصب فإن الفتحة تظهرُ عليهما لخفتها، مثل "لن أَعصِيَ القاضيَ" و "لَنْ أَدعوَ إلى غير الحق".<br />
وأما في حالة الجزم فالواوُ والياءُ تحذفانِ بسبب الجازم؛ مثل "لم أقضِ بغير الحق" و "لا تَدعُ إلا اللهَ".<br />
وأما فى حالة الجزم فالواوُ والياءُ تُحذفانِ بسبب الجازم؛ مثل "لم أقضِ بغير الحق" و "لا تَدعُ إلا اللهَ".<br />
<br />
ومعنى الثقلِ أنّ ظهور الضمة والكسرة على الواو والياءِ ممكن فتقول "يقضيُ القاضيُ على الجانيِ. يَدعوُ الداعيُ إلى الناديِ"، لكنّ ذلك ثقيل مُستبشَع، فلهذا تحذَفان وتقدّران، أي تكونان ملحوظتين في الذهن.<br />
إعراب المضاف الى ياء المتكلم<br />
يُعربُ الاسمُ المضاف إلى ياء المتكلم (إن لم يكن مقصوراً، أو منقوصاً، أو مُثنى، أو جمع مذكر سالماً) - في حالتي الرفع والنصب - بضمةٍ وفتحةٍ مقدَّرتين على آخره يمنع من ظهورهما كسرةُ المناسبة، مثل "ربيَ اللهُ" و "أطعتُ ربي".<br />
أما فى حالة الجر فيُعربُ بالكسرة الظاهرة على آخره، على الأصحّ، نحو "لزِمتُ طاعةَ ربي".<br />
(هذا رأي جماعة من المحققين، منهم ابن مالك. والجمهور على انه معرب، في حالة الجر ايضاً، بكسرة مقدرة على آخره، لانهم يرون ان الكسرة الموجودة ليست علامة الجر، وانما هي الكسرة التي اقتضتها ياء المتكلم عند اتصالها بالاسم، وكسرة الجر مقدرة. ولا داعي الى هذا التكلف).<br />
فإن كان المضاف إلى ياء المتكلم مقصوراً، فإنّ ألفه تبقى على حالها، ويُعرِبُ بحركاتٍ مقدَّرة على الألف، كما كان يعرب قبل اتصاله بياء المتكلم فتقولُ "هذه عصايَ" و ""أمسكتُ عصايّ" و "توكأت على عصايَ".<br />
وإن كان منقوصاً تُدغم ياؤُهُ في ياء المتكلم.<br />
ويُعرب في حالة النصب بفتحةٍ مُقدَّرة على يائه؛ يمنعُ من ظهورهما سكون الإدغام، فتقول "حمِدتُ الله مُعطِيّ الرزقَ".<br />
ويُعرَبُ فى حالتيِ الرفع والجرِّ بضمةٍ أو كسرةٍ مُقدَّرتين فى يائه، يمنعُ من ظهورهما الثقل أولا، وسكونُ الإدغام ثانيا، فتقول "اللهُ معطِيّ الرزقَ" و "شكرت لِمُعطيَ الرزقَ".<br />
<br />
(ويرى بعض المحققين أن المانع من ظهر الضمة والكسرة على المنقوص المضاف الى ياء المتكلم، انما هو سكون الادغام - كما هو الحال وهو منصوب- قال الصبان في باب المضافالى ياء المتكلم عند قول الشارح "هذا راميّ" "فراميّ مرفوع" بضمة مقدرة على ما قبل ياء ياء المتكلم، منع من ظهورها اشتغال المحل بالسكون الواجب لاجل الادغام، لا الاستثقال - كما هو الحال في غير هذه الحالة - لعروض وجوب السكون في هذه الحالة بأقوى من الاستثقال، وهو الادغام).<br />
وإن كان مُثنى، تبقَ ألفهُ على حالها، مثل هذان كتابايّ". وأَما ياؤُهُ فتُدغَمُ في ياء المتكلم، مثل "علمتُ وَلديَّ".<br />
وإن كانَ جمعَ مذكر سالماً، تنقلب واوهُ ياء وتُدغمُ في ياء المتكلم، مثل "معلميَّ يُحبّونَ أدبي" وأما ياؤُه فتُدغمُ في ياءِ المتكلم ايضاً، مثل "أكرمتُ مُعلميَّ".<br />
ويُعرَبُ المثنى وجمعُ المذكر السالمُ - المضافان إلى ياء المتكلم - بالحروف، كما كانا يُعربان قبلَ الإضافة إليها، كما رأيت.<br />
اعراب المحكي<br />
الحكايةُ إيرادُ اللفظ على ما تسمعه.<br />
وهي، إما حكايةُ كلمةٍ، أو حكايةُ جملة. وكلاهما يُحكى على لفظه، إلاَّ أن يكون لحناً. فتتعيّنُ الحكايةُ بالمعنى، مع التنبيه على اللحن.<br />
فحكايةُ الكلمة كأنْ يقالَ "كتبتُ يعلمُ"، أي كتبتُ هذه الكلمةَ، فيعلمُ - في الأصل - فعلٌ مضارعٌ، مرفوعٌ لتجرُّده من الناصب والجازم، وهو هنا محكيٌّ، فيكونُ مفعولا به لكتبتُ، ويكون إعرابهُ تقديرياً منعَ من ظهوره حركةُ الحكاية.<br />
(5/2)<br />
________________________________________<br />
وإذا قلتَ "كتبَ فعلٌ ماضٍ" فكتبَ هنا محكيّة. وهي مبتدأ مرفوعٌ بضمةٍ مُقدَّرةٍ منعَ من ظهورها حركةُ الحكاية.<br />
وإذا قلتَ "كتبَ فعلٌ ماضٍ" فكتبَ هنا محكيّة. وهي مبتدأ مرفوعٌ بضمةٍ مُقدَّرةٍ منعَ من ظهورها حركةُ الحكاية.<br />
<br />
وإذا قيلَ لك أَعربْ "سعيداً" من قولك "رأَيتُ سعيداً"، فتقولُ " سعيداً مفعولٌ به"، يحكي اللفظَ وتأتي به منصوباً، مع أَن "سعيداً" في كلامك واقعٌ مبتدأ، وخبرُه قوُلكَ "مفعولٌ به"، إلاّ أنه مرفوعٌ بضمةٍ مُقدَّرةٍ على آخره، منعَ من ظهورها حكرة الحكاية، أي حكايتُكَ اللفظَ الواقعَ في الكلام كما هو واقعٌ.<br />
وقد يُحكى العَلَمُ بعدَ "من" الاستفهاميَّة، إِن لم يُسبَق بحرف عطف، كأن تقولَ "رأَيتُ خالداً"، فيقول القائلُ "منْ خالداً". فإن سبقهُ حرفُ عطف لم تجُزْ حكايتهُ، بل تقول "ومنْ خالدٌ؟".<br />
وحكايةُ الجملة كأن تقولَ قلتُ "لا إِلهَ إلاّ اللهُ. سمعتُ حيّ على الصلاة. قرأتُ قُلْ هوَ اللهُ أَحدٌ. كتبتُ استَقِمْ كما أُمِرْتَ". فهذه الجُمَلُ محكيّةٌ، ومحلُّها النصبُ بالفعل قبلها فإِعرابُها محليٌّ.<br />
وحكمُ الجملة أن تكونَ مبنيةً، فإن سُلطَ عليها عاملٌ كان محلها الرفعَ أو النصبَ أو الجر على حسب العامل. وإلا كانت لا محل لها من الإعراب.<br />
اعراب المسمى به<br />
إن سمّيتَ بكلمةٍ مَبنيّةٍ أَبقيتَها على حالها، وكان إعرابُها مُقدَّراً في الأحوال الثلاثة. فلو سميتَ رجلا "رُبّ"، أَو "مَنْ"، أَو "حيثُ"، قلتَ "جاء رُبّ. أَكرمتُ حيث. أَحسنتُ إلى مَن". فحركاتُ الإعراب مُقدَّرة على أَواخرها، منع من ظهورها حركةُ البناء الأصلي.<br />
وكذا إن سمّيتَ بجملة - كتأبطَ شراً، وجاد الحقّ - لم تُغيرها للاعرابِ الطَّازىءِ، فتقول "جاء تأبطَ شراً، أَكرمتُ جادَ الحقُّ". ويكون الإعرابُ الطارئ مقدَّراً، منع ظهور حركته لحركة الإعراب الأصلي.<br />
الاعراب المحلي<br />
الإعرابُ المحليُّ تَغيّرٌ اعتباريٌّ بسبب العامل، فلا يكون ظاهراً ولا مقدَّراً.<br />
وهو يكون في الكلمات المبنيّة، مثل "جاء هؤلاء التلاميذُ، أَكرمتُ من تعلّمَ. وأَحسنتُ إلى الذين اجتهدوا. لم يَنجحنَّ الكسلانُ".<br />
ويكون أيضاً فى الجملِ المحكِّيةِ. وقد سبقَ الكلام عليها.<br />
<br />
(فالمبني لا تظهر على آخره حركات الاعراب لانه ثابت الآخر على حالة واحدة فان وقع احد المبنيات موقع مرفوْع او منصوب أو مجرور او مجزوم، فيكون رفعه او نصبه او جره او جزمه اعتبارياً. ويسمى اعرابه "اعراباً محلياً" اي باعتبار انه حال محل مرفوع او منصوب او مجرور او مجزوم. ويقال انه مرفوع او منصوب او مجرور او مجزوم محلاً، اي بالنظر إلى محله فى الجملة، بحيث لو حل محله معرب لكان مرفوعا او منصوبا او مجروراً او مجزوما).<br />
والحروف؛ وفعلُ الامرِ، والفعلُ الماضي، الذي لم تسبِقهُ أَداةُ شرطٍ جازمةٌ، وأسماء الأفعال، واسماء الأصوات، لا يتغير آخرها لفظاً ولا تقديراً ولا محلاً، لذلك يقال إِنها لا محل لها من الإعراب.<br />
أما المضارع المبني فإعرابُه محلي رفعاً ونصباً وجزماً، مثل "هل يكتُبَن ويكتبْنَ. والله لن يكتبَن ولن يكتُبْنَ ولم تكتُبَن ولم يكتبْن".<br />
وأما الماضي المسبوقُ بأداةِ شرطٍ جازمةٍ، فهو مجزومٌ بها محلاً، مثل "إن اجتهدَ عليٌ أَكرَمهُ معلمه".<br />
(5/3)<br />
________________________________________<br />
( المقدمة ) ضمن العنوان ( 5- الخلاصة الإعرابية )<br />
الكلمة الإعرابيةُ أَربعة أَقسام مُسندٌ، ومَسندٌ اليه، وفضلةٌ واداةٌ.<br />
وقد سبقَ شرحُ المسند والمسند اليه. ويسمى كلٌ منهما عُمدةً، لانه رُكنُ الكلام. فلا يُستغنى عنه بحالٍ من الأحوال، ولا تَتم الجملة بدونه. ومِثالهما "الصدقُ أَمانةٌ".<br />
والمسند إِليه لا يكون إِلا اسما.<br />
والمسند يكون اسماً، مثل "نافع" من قولكَ "العلمُ نافعٌ، واسمَ فعلٍ، مثل "هياتَ المَزارُ" وفعلاً، مثل "جاء الحق" وزهقَ الباطل". اعراب المسند اليه<br />
حُكمُ المسندِ اليه أَن يكون مرفُوعاً دائماً؛ حيثما وقعَ، مثل "فاز المجتهدُ. الحق منصورٌ. كان عُمرُ عادلا".<br />
إلا إن وقع بعدَ "إنّ" أو إحدى أخواتها، فحكمهُ حينئذٍ أنه منصُوبٌ، مثل "إنّ عمرَ عادلٌ".<br />
اعراب المسند<br />
<br />
حكمُ المسندِ - إِن كان اسماً - أن يكون مرفوعاً أَيضاً، مثل "السابقُ فائزٌ. إِنّ الحقَّ غالبٌ".<br />
إِلا إِن وقعَ بعدَ (كان) او إِحدى أَخواتها، فحكمهُ النصبُ، مثل "كان عليٌّ بابَ مدينةِ العلم".<br />
وإِن كان المسندُ فعلا، فإن كان ماضياً فهو مبنيٌّ على الفتح أَبداً كانتصرَ.<br />
إِلا إِذا لحقتهُ واوُ الجماعةِ، فيبنى على الضم كانتصرا، أَو ضمير رفع متحركٌ، فيبنى على السكون كانتصرْتُ وانتصرْتمْ وانتصرنا.<br />
وإنِ كان مضارعاً، فهو مرفوع أَبداً كينصرُ.<br />
إلا إِذا سبقه ناصب، فَيُنصبُ، نحو "لَن تَبلغَ المجدَ إِلا بالجِدّ"، أَو جازمٌ فيُجزَمُ، نحو {لم يلِدْ ولم يُولَدْ}.<br />
وإِن اتصلت به إِحدى نُونيِ التوكيد، بُنيَ على الفتح كيجتهدنَّ ويجتهدَنّ، أو نون النسوةِ بُنيَ على السكون كالفتياتُ يجتهدْنَ.<br />
وإن كان أَمراً، فهو مبنيٌّ على السكون أَبداً كاكتبْ، إلا إِن كان مُعتلّ الآخرِ، فَيُبنى على حذف آخره كاسعَ وادعُ وامشِ، أَو كان مُتَّصلاً بألف الاثنين أَو واو الجماعة أَو ياء المخاطبة، فيُبنى على حذف النون كاكتبا واكتبوا واكتبي، أو كان متصلاً بإحدى نوني التوكيد، فيُبنى على الفتح كاكتُبَنْ واكتبَنّ.<br />
الفضلة واعرابها<br />
الفَضلةُ هي اسمٌ يُذكرُ لتتميم معنى الجملة، وليس أَحدَ رُكنَيها - أي ليس مُسنداً ولا مُسنداً إليه - كالناس من قولك "أَرشدَ الأنبياءُ الناسَ".<br />
(فأرشد مسند. والانبياء منسد اليه؛ والناس فضلة، لانه ليس مسنداً ولا مسنداً اليه، وإنما اتي به لتتميم معنى الجملة، وسميت فضلة لانها زائدة على المسند والمسند اليه فالفضل في اللغة معناه الزيادة).<br />
وحُكمها أَنها منصوبةٌ دائماً حيثما وقعت، مثل "يحترم الناس العلماء. أَحسنتُ إحساناً. طلعت الشمس صافية. جاء التلاميذ إِلا علياً. سافرت يومَ الخميس. جلستُ أَماكَ المِنبر. وقف الناس احتراماً للعُلماء".<br />
<br />
إلا إذا وقت بعدَ حرف الجرّ، أو بعد المضاف، فحكمها أَن تكون مجرورة، مثل "كتبت بالقلم. قرأت كتبَ التاريخ".<br />
وما جاز أَن يكون عُمدةً وفضلةً، جاز رفعه ونصبه، كالمستثنى في كلام منفيٍّ ذكر فيه المستثنى منه، نحو "ما جاء أَحدٌ إِلا سعيدُ، وإلا سعيداً".<br />
(فان راعيت المعنى، رفعت ما بعد "إِلا" لوجود الاسناد، لان عدم المجيء، ان اسند الى "احد" فالمجيء مسند إلى سعيد وثابت له. وإن راعيت اللفظ نصبته لانه في اللفظ فضلة؛ لاستيفاء جملة المسند والمسند اليه".<br />
فإن ذكر المستثنى منه، والكلام مثبتٌ، نصب ما بعد "إِلا" حتماً، لأنه فضلةٌ لفظاً ومعنى، نحو "جاء القوم إِلاّ سعيداً".<br />
وإن حُذفَ المُستثنى منه من الكلامِ رُفِعَ في مثل "ما جاء إِلاّ سعيدٌ" لأنه مُسندٌ اليه، ونُصِبَ في مثل "ما رأيتُ إلاَ سعيداً". لأنه فضلةٌ. وخُفِضَ في مثل "ما مررتُ إِلا بسعيدٍ"، لوقوعهِ بعد حرف الجر.<br />
الاداة وحكمها<br />
الأداة كلمةٌ تكون رابطةً بين جُزءيِ الجملة، أَو بينهما وبين الفضلة، او بين جُملتين. وذلك كأدوات الشرطِ والاستفهام والتَّحضيضَ والتّمني والترجي ونواصبِ المضارع وجوازمه وحروف الجرّ وغيرها.<br />
وحُكمها أَنها ثابتة الآخرِ على حالةٍ واحدة، لأنها مبنية.<br />
والأداةُ، إِن كانت اسماً، تقعُ مسنداً اليه، مثل "من مجتهدٌ؟"، ومسنداً مثل خَيرُ مالِكَ ما أَنفقته في سبيل المصلحة العامة، وفضلة، مثل "احترمِ الذي يطلبُ العلمَ, إِتّق شرَّ من أَحسنتَ اليه".<br />
وحينئذٍ يكونُ إعرابها في أَحوال الرفعِ والنصب والجر محليّاً.<br />
(6/1)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( الماضي والمضارع والأمر )<br />
ينقسمُ الفعل باعتبار زمانه إِلى ماضٍ ومضارعٍ وأَمر.<br />
فالماضي ما دلَّ على معنىً في نفسه مقترنٍ بالزمان الماضي كجاء واجتهدَ وتَعلّمَ.<br />
<br />
وعلامتهُ أَن يقبلَ تاء التأنيثِ الساكنةَ، مثل "كتبتْ" أو تاء الضمير، مثل. "كتبتَ. كتبتِ. كتبتما. كتبتم. كتبتنَّ. كتبتْ".<br />
والمضارعُ ما دلَّ على معنى في نفسه مقترنٍ بزمانٍ يحتمل الحالَ والاستقبالَ، مثل "يجيءُ ويجتهدُ ويتعلَّمُ".<br />
وعلامتُه أن يقبل "السينَ" أو "سوفَ" أو "لم" أو "لن" مثل "سيقول. سوف نجيءُ. لَمْ أَكسلْ. لنْ أَتأخرَ".<br />
والأمر ما دلَّ على طلب وقوعِ الفعل من الفاعل المخاطب بغير لام الأمر، مثل "جِيءْ واجتهدْ وتعلَمْ".<br />
وعلامته أَن يدلَّ على الطلب بالصيغة، مع قبوله ياء المؤنثة المخاطبة، مثل "اجتهدي".<br />
(7/1)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( الفعل المتعدي )<br />
الفعل المتعدّي هو ما يتعدَّى أَثرُهُ فاعلَه، ويتجاوزه إلى المفعول به، مثل "فتحَ طارقٌ الأندَلسَ".<br />
وهو يحتاج إلى فاعل يفعله ومفعولٍ به يقَع عليه.<br />
ويسمى أيضاً، "الفعلَ الواقعَ" لوقوعه على المفعول به، و "الفعلَ المجاوزَ" لمجاوزته الفاعل إلى المفعول به.<br />
وعلامته أَنْ يقبلَ هاء الضمير التي تعود إلى المفعول به، مثل "إجتهد الطالب فأكرمه أُستاذه".<br />
(اما هاء الضمير التي تعود إلى الظرف، او المصدر، فلا تكون دلالة على تعدي الفعل إن لحقته. فالاول مثل "يوم الجمعة سرته"، والثاني مثل "تجمل بالفضيلة تجملا كان يتجمله سلفك الصالح". فالهاء في المثال الاول في موضع نصب على انها مفعول فيه؛ وفي المثال الثاني في موضع نصب على انها مفعول مطلق).<br />
المتعدي بنفسه والمتعدي بغيره<br />
الفعل المتعدي، إما متعدٍ بنفسه، وإما متعدٍ بغيره.<br />
فالمتعدي بنفسه ما يصل إلى المفعول به مباشرةً (أَي أَي بغير واسطةِ حرف الجر)، مثل "بريت القلمَ". ومفعوله يسمى "صريحاً".<br />
والمتعدي بغيره ما يصل إلى المفعول به بواسطة حرف الجر، مثل "ذهبتُ بكَ" بمعنى "أَذهبتُكَ". ومفعوله يسمى "غير صريح".<br />
<br />
وقد يأخذ المتعدي مفعولين أَحدهما صريحٌ، والآخر غير صريحٍ، نحو أَدُّوا الأمانات إلى أَهلها.<br />
(فالامانات مفعول به صريح وأَهل مفعول به غير صريح، وهو مجرور لفظا بحرف الجر، منصوب محلا على انه مفعول به غير صريح).<br />
المتعدي الى اكثر من مفعول واحد<br />
ينقسم الفعل المتعدي إلى ثلاثة اقسام. متعدٍ إلى مفعول به واحد، ومتعد إلى مفعولين، ومتعد إل؉ثلاثة مفاعيل.<br />
فالمتعدي إلى مفعولٍ به واحدٍ كثيرٌ، وذلك مثل "كتب وأخذ وغفر وأكرم وعظم".<br />
التعدي إِلى مفعولين<br />
المتعدي إلى مفعولين على قسمين قسمٍ ينصب مفعولين ليس أصلهما مبتدأ وخبراً، وقسم ينصب مفعولين أصلهما مبتدأ وخبرٌ.<br />
فالأل مثل أَعطى وسأل ومنح ومنع وكسا وأَلبس وعلَّم"، تقول "أَعطيتك كتاباً. منحت المجتهد جائزةً. منعت الكسلان التنزُّه. كسوت الفقير ثوباً. أَلبست المجتهدة وساماً، علّمت سعيداً الأدب".<br />
والثاني على قسمين أفعال القلوب، وأفعال التحويل.<br />
(1) افعال القلوب<br />
أفعال القلوب المتعدية إلى مفعولين هي "رأى وعلم ودرى ووَجدَ وألفى وتعلَمْ وظنَّ وخالَ وحسبَ وجعل وحَجا وعدَّ وزَعمَ وهَبْ".<br />
(وسميت هذه الافعلا "أفعال القلوب"، لانها ادراك بالحس الباطن، فمعانيها قائمة بالقلب. وليس كل فعل قلبي ينصب مفعولين. بل منه ما ينصب مفعولا واحداً كعرف وفهم. ومنه ما هو لازم كحزن وجبن).<br />
ولا يجوزُ في هذه الأفعال أن يُحذَفَ مفْعولاها أو أحدُهما اقتصاراً (أي بلا دليل). ويجوز سُقوطهما، أو سقوطُ أحدهما، اختصاراً (أي لدليل يَدُل على المحذوف).<br />
فسقوطهما معاً لدليل، كأنْ يُقالَ "هل ظننتَ خالداً مُسافراً؟" فتقولُ "ظننتُ" أي "ظننتُهُ مُسافراً"، قال تعالى "أينَ شُركائيَ الذين كنتم تزعمونَ؟"، أي "كنتم تزعمونهم شركائي" وقال الشاعر<br />
*بأَيِّ كِتابٍ، أَم بأَيَّةِ سُنَّةِ * تَرى حُبَّهُمْ عاراً عليَّ، وتَحْسَبُ؟*<br />
أي "وتحسبُهُ عاراً".<br />
<br />
وسُقوطُ أحدهما لدليلٍ، كأن يُقالَ "هل تظُنُّ أحدا مسافرا؟"، فتقولُ "أظُنُّ خالدا"، أي "أظُنُّ خالدا مسافِرا؟"، ومنه قولُ عنترةَ<br />
*وَلَقَدْ نَزَلتِ، فَلا تَظُني غَيْرَهُ، * مِنَِّي بِمَنْزِلةِ المُحَبِّ المُكْرَم*<br />
أي "نزلتِ مني منزلةَ المحبوب المُكرَمِ، فلا تظني غيره واقعاً".<br />
ومما جاء فيه حذفُ المفعولين لدليل قولُهم "مَنْ يسمع يَخَلْ" أي "يخَل ما يسمعُه حقاً".<br />
فإن لم يدُلَّ على الحذف دليلٌ لم يجُز، لا فيهما ولا في أحدهما. وهذا هو الصحيحُ من مذاهب النّحويين.<br />
وأفعالُ القلوب نوعان نوعٌ يفيدُ اليقينَ (وهو الاعتقاد الجازم)، ونوعٌ يفيدُ الظنَّ (وهو رُجحانُ وقوع الأمر).<br />
أفعال اليقين<br />
أفعالُ اليقين، التي تنصبُ مفعولين، ستةٌ<br />
الأولُ "رأى" - بمعنى "علم واعتقد" - كقول الشاعر<br />
* رأيتُ اللهَ أكبرَ كلِّ شيءٍ * مُحاولةً، وأكثرَهمْ جنودا*<br />
ولا فرقَ أن يكون اليقينُ بحسب الواقع، أو بحسب الاعتقاد الجازم، وإِن خالفَ الواقع، لأنه يقينٌ بالنسبة إلى المعتَقد. وقد اجتمع الأمران في قوله تعالى "إنهم يرَوْنهُ بعيداً ونراهُ قريبا" أي إنهم يعتقدون أن البعثِ مُمتنعٌ، ونعلمُه واقعا. وإِنما فُسّرَ البُعدُ بالامتناع، لأن العرب تستعملُ البعدَ في الانتفاء، والقُرب فى الحُصول.<br />
ومثل "رأى" اليقينيَّة (أي التي تفيد اليقينَ) "رأى" الحُلميَّةُ، التي مصدرُها "الرّؤْيا" المناميَّةُ، فهي تنصب مفعولين، لأنها مثلها من حيثُ الادراكُ بالحِسّ الباطن؛ قال تعالى {إني أراني أعصرُ خمراً} فالمفعولُ الأَولُ ياء المتكلم، والمفعول الثاني جملةُ أعصرُ خمراً.<br />
(8/1)<br />
________________________________________<br />
(فان كانت "رأى" بصرية، أي بمعنى "أبصر ورأى بعينه"، فهي متعدية الى مفعول واحد. وان كانت بمعنى "اصابة الرئة" مثل "ضربه فرآه"، أي أصاب رئته، تعدّتْ الى مفعول واحد ايضا).<br />
والثاني "عَلَم" - بمعنى "اعتقدَ" - كقوله تعالى "فإن علِمتموهنَّ مُؤْمناتٍ"، وقول الشاعر<br />
<br />
* عَلِمْتُكَ مَنّاناً، فلَسْتُ بآمِلٍ * نَداكَ، ولو ظَمْآنَ، غَرْثانَ، عاريا*<br />
وقولِ الآخر<br />
*عَلِمْتُكَ الباذلَ المعروفِ فانبعَثَتْ * إِليكَ بي واجفاتْ الشوق والأَملِ*<br />
(فان كانت بمعنى "عرف" كانت متعدية الى واحد، مثل "عملت الامر"، أي عرفته، ومنه قوله تعالى {والله اخرجكم من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئا} وان كانت بمعنى "شعر واحاط وادرك"، تعدت الى مفعول واحد بنفهسا او بالباء مثل "علمت الشيء وبالشيء".<br />
والثالث "دَرَى" - بمعنى "عَلِم عِلمَ اعتقاد" كقول الشاعر<br />
*دُرِيتَ الوَفِيَّ العهدِ يا عَمْرُو، فاغتَبطْ، * فإنَّ اغتِباطاً بالوَفاءِ حميدٌّ*<br />
والكثير المُستعمل يها أن تَتعدّى إلى واحد بالباء، مثل "دريت به".<br />
(فان كانت بمعنى "ختل" أي خدع، كانت متعدية الى واحد بنفسها، مثل "دريت الصيد" أي ختلته وخدعته. وان كانت بمعنى "حَكّ" مثل "درى رأسه بالمدرى"، أي حكه به، فهي كذلك).<br />
والرابع "تَعَلّمْ - بمعنى "اعلمْ واعتقِدْ" كقول الشاعر<br />
*تَعَلَّمْ شفاءَ النَّفسِ قَهرَ عَدُوِّها * فَبالِغْ بِلُطْفٍ في التَّحيُّلِ والْمَكْرِ*<br />
والكثيرُ المشهور استعمالُها في "أنْ" وصِلَتها؛ كقول الشاعر<br />
*تَعَلَّمْ أَنَّ خيرَ النّاسِ مَيْتٌ * على جفْرِ الهَباءَةِ لا يَرِيمُ*<br />
وقال الآخر<br />
فَقُلْتُ تَعلَّمْ أَنَّ لِلصَّيْدِ عِرَّةَ * وإِلاَّ تُضَيِّعْها فإِنَّكَ قاتِلُه*<br />
وفي حديث الدّجالِ "تَعلّموا أنّ رَبكم ليس بأعورَ".<br />
وتكون "أن" وصِلَتُهما حينئذٍ قد سَدّتا مَسَدّ المفعولين.<br />
(فان كانت أمراً من "تعلم يتعلم"، فهي متعدية الى مفعول واحد، مثل "تعلموا العربية وعلموها الناس").<br />
والخامس "وجد" - بمعنى "عَلِمَ واعتقد" - ومصدرها "الوُجودُ والوجدان"، مثل "وجدتُ الصدقَ زينةَ العُقلاء"، قال تعالى {وإِنْ وجدْنا أكثرهم لفاسقين}.<br />
<br />
(فان لم تكن بمعنى العلم الاعتقادي، لم تكن من هذا الباب. وذلك مثل "وجدت الكتاب وجوداً ووجدانا" بكسر الواو فى الوجدان - أى اصبته وظفرت به بعد ضياعه. ومثل "زجد عليه موجدة"*- بفتح الميم وسكون الواو وكسر الجيم - اي حقد عليه وغضب. وفي حديث الايمان "اني سائلك فلا تجد عليّ"، أي لا تغضب من سؤالي. ومثل "وجد به وجداً" - بفتح الواو وسكون الجيم - اي حزن به، و "وجد به وجداً ايضا" اي احبه، يقال "له بأصحابه وجد"، أي محبة. وثل "وجد جدة" بكسر الجيم وفتح الدال - اي استغنى غنى يأمن بعده الفقر).<br />
والسادسُ "ألفى - بمعنى "علِمَ واعتقد" - مثل "الفَيْتُ قولكَ صواباً".<br />
(فان كانت بمعنى "اصاب الشيء وظفر به"، كانت متعدية إلى واحد، "الفيت الكتاب"، قال تعالى "وألفيا سيدها لدى الباب").<br />
افعال الظن<br />
أفعال الظن (وهي ما تفيد رُجحان وقوع الشىء) نوعان<br />
نوعُ يكونُ الظنّ واليقين، والغالبُ كونُهُ الظنّ، ونوع يكونُ الظنَ فحَسْبُ.<br />
فالنوعُ الأول ثلاثةُ أفعالٍ<br />
الأول "ظنّ" - وهو لرُجحان وقوعِ الشىء - كقول الشاعر<br />
*ظَنَنْتُكَ، إن شَبَّتْ لظى الحربِ، صالِياً * فَعَرَّدْتَ فيمن كانَ فيها مُعرَّدا*<br />
وقد تكون لليقين، كقوله تعالى "وظنُّوا أنهم مُلاقو ربهم" وقولِه وظنُّوا أن لا ملجأ من الله إلا إِليهِ"، أي علموا واعتقدوا.<br />
(فان كانت بمعنى، "اتهم" فهي متعدية إلى واحد، مثل "ظن القاضي فلانا"، أي اتهمه والظنين والمظنون المتهم. ومنه قوله تعالى "وما هو على الغيب بظنين" أي متهم).<br />
والثاني خالَ - وهي بمعنى "ظنّ" التي للرجحان - كقول الشاعر<br />
*إخالُكَ، إِن لم تُغْمِضِ الطَّرْفَ، ذا هَويً * يَسومُكَ مالا يُسْتطاعُ منَ الوجْد*<br />
وقد تكون لليقين والاعتقاد، كقول الآخر<br />
*دعاني العواني عَمَّهنَّ. وخِلْتُني * لِيَ اسمٌ، فَلا أُدْعَى به وَهُوَ أَولُ*<br />
<br />
(ي دعونني عمَّهنَّ، وقد علمت ان لي اسما، افلا ادعي به وهو اول اسم لي. وياء المتكلم مفعول خال الاول، وجملة "اسم" في موضع نصب على انها مفعوله الثاني).<br />
والثالث "حَسِبَ" - وهي للرُّجحان، بمعنى "ظنّ" - كقوله تعالى {يَحسَبهمُ الجاهلُ أغنياء من التعفّف}، وقولهِ {وَتحسبُهم أيقاظاً وهم رُقودٌ}. وقد تكون لليقين، كقول الشاعر<br />
*حَسِبْت التُّقَى والجودَ خيرَ تِجارةٍ * رباحاً، إِذا ما الْمَرْءُ أَصبح ثاقِلا*<br />
والنوعُ الثاني (وهو ما يُفيدُ الظَّنَّ فَحَسْبُ) خمسةُ أفعال<br />
الأول "جعلَ - بمعنى "ظنّ" كقوله تعالى {وَجعلوا الملائكة - الذين هم عبادُ الرَّحمن - إناثاً}.<br />
(8/2)<br />
________________________________________<br />
(فان كانت بمعنى "أوجد" أو بمعنى "أوجب"، تعدت الى واحد، كقوله تعالى {وجعل الظلمات والنور} أي خلق وأوجد، وتقول (اجعل لنشر العلم نصيباً من مالك)، أي اوجب. وان كانت بمعنى (صير) فهي من افعال التحويل. و (سيأتي الكلام عليها). وان كانت بمعنى (أنشأ) فهي من الافعال الناقصة التي تفيد الشروع في العمل، مثل (جعلتِ الامةُ تمشي في طريق المجد)، أي (أخذت وأنشأت).<br />
والثاني "حَجا" بمعنى "ظنَّ" - كقول الشاعر<br />
*قد كُنتُ أحجُو أبا عَمْرٍ أَخا ثِقَةٍ * حَتَّى أَلمَّتْ بِنا يوماً مُلِماتُ*<br />
(فان كانت بمعنى (غلبة في المحاجة)، أو بمعنى (رد ومنع) أو بمعنى (كتم وحفظ) او بمعنى (ساق) فهي متعدية الى واحد، تقول (حاجيته فحجوته)، أي فاطنته فغلبته، و (حجوت فلاناً) أي منعته ورددته، و (حجوت السر)، أي كتمته وحفظته، و (حجت الريح سفينة)، أي ساقتها. وان كانت بمعنى (وقف أو أقام)، مثل (حجا بالمكان، او بمعنى (بخل) مثل (حجا بالشيء) أي ضن به، (فهي لازمة).<br />
والثالثُ "عَدَّ" - "ظنَّ" كقول الشاعر<br />
*فَلا تَعْدُدِ الْمَوْلى شَريكَكَ في الغنى * وَلكنَّما الْمَوْلى شَريكُكَ في العُدْم*<br />
(فان كانت (بمعنى "أحصى" تعدَّتْ إلى واحد مثل "عددت الدراهم"، أي (حسبتها واحصيتها).<br />
<br />
والرابع "زعَمَ" - بمعنى "ظنّ ظناً راجحاً" - كقول الشاعر<br />
*زَعَمَتْني شَيْخاً، ولست بِشَيْخٍ * إنَّما الشَّيْخُ مَنْ يَدِبُّ ذَبيبا*<br />
والغالبُ في "زعَمَ" أن تُستَعمَلَ للظنِّ الفاسد، وهو حكاية قولٍ يكون مِظنَّةً للكذب، فيقال فيما يُشكّ فيه، أو فيما يُعتقدُ كذبُهُ، ولذلك يقولون "زَعموا مطيِيَّةُ الكذب" أي إنّ هذه الكلمة مركبٌ للكذب. ومن عادة العرب أنّ من قال كلاماً، وكان عندهم كاذباً، قالوا "زَعمَ فلانٌ". ولهذا جاء في القرآن الكريم في كل موضع ذُمّ القائلون به.<br />
وقد يردُ الزَّعم بمعنى القول، مُجرَّداً عن معنى الظنّ الرَّاجحِ، أو الفاسد، أو المشكوك فيه.<br />
(فان كانت "زعم" بمعنى "تأمر ورأس"، أو بمعنى "كفل به" تعدّتْ الى واحد بحرف الجر، تقول "زعم على القوم فهو زعيم"، أي تأمر عليهمْ ورأسهم، و "زعم بفلان وبالمال"، أي كفل به وضمنه، وتقول "زعم اللبن" أي أخذ يطيب، فهو لازم).<br />
والخامسُ "هبْ" - بلفظ الأمر، بمعنى "ظُنَّ" - كقول الشاعر<br />
*فَقُلتُ أَجِرْني أَبا خالدٍ * وإِلاّ فَهَبْني امرَءًا هالِكا*<br />
(فان كانت امراً من الهبة، مثل "هب الفقراء مالاً"، لم تكن من أفعال القلوب، بل هي من "وهب" التي تنصب مفعولين ليس أصلهما مبتدأ وخبراً. على الفصيح فيها أن تتعدى الى الاول باللام، نحو "هب للفقراء مالا". وان كانت امراً من الهيبة تعدت الى مفعول واحد، مثل "هب ربك"، أي خفه).<br />
(2) افعال التحويل<br />
أفعالُ التحويل ما تكونُ بمعنى "صيَّرَ". هي سبعةٌ "صيَّر ورَدَّ وترَك وتَخِذ واتخذ وجعل ووهب".<br />
وهي تنصبُ مفعولين أصلُهما مُبتدأ وخبرٌ.<br />
فالأولُ مثل "صيّرْتُ العدُوَّ صديقاً".<br />
والثاني كقوله تعالى {وَدّ كثيرٌ من أهل الكتاب لوْ يرُدُّونكم من بعد إِيمانِكم كُفَّاراً"، وقال الشاعر<br />
*رَمَى الحِدْثانُ نِسْوَةَ آل حَرْبٍ * بِمقْدارٍ سمَدْنَ لهُ سُمُودا*<br />
<br />
*فردَّ شُعُوْرَهنَّ السُّودَ بِيضاً * ورَدَّ وُجوهَهُنَّ البِيضَ سُودا*<br />
والثالثُ كقوله عزَّ وجل {وتركنا بعضهم يومئذٍ يموجُ في بعضٍ"، وقول الشاعر<br />
*ورَبَّيْتهُ، حتى إِذا ما تَرَكْتُهُ * أَخا القومِ، واستَغْنى عن الْمَسْحِ شارِبُهُ*<br />
والرابعُ "تَخِذتُكَ صديقاً".<br />
والخامسُ كقوله تعالى {واتخذ اللهُ ابراهيمَ خليلا}.<br />
والسادسُ كقوله سبحانهُ و {قدِمْنا إلى ما عَمِلوا من عمل، فجعلناهُ هباءً منثوراً}.<br />
والسابع مثل وهبَني اللهُ فداء المُخلصين".<br />
(وهذه الافعال لا تنصب المفعولين الا اذا كانت بمعنى "صير" الدالة على التحويل وان كانت "رد" بمعنى "رجع" - كرددته، أي رجعته - و "ترك" بمعنى "خلى" - كتركت الجهل، أي خليته و "جعل" بمعنى "خلق"؛ كانت متعدية الى مفعول واحد. وان كانت "هب" بمعنى أعطى لم تكن من هذا الباب، وان نصبت المفعولين، مثل "وهبتك فرساً". والفصيح أن يقال "وهبت لك فرساً".<br />
<br />
المتعدي الى ثلاثة مفاعيل<br />
المتعدِّي إلى ثلاثة مفاعيل، هو "أرى وأعلمَ وأنبأ ونَبَّأ وأخبرَ وخرَّ وحدثَ". ومُضارعها "يُرِي ويُعلِمُ ويُنبِيءُ ويُنبِّىءُ ويُخبر ويُخبِّرُ ويحدِّث"، تقول "أريتُ سعيداً الأمرَ واضحاً، وأعلمتُهُ إياهُ صحيحاً، وأنبأتُ خليلاً الخبرَ واقعاً، ونَبَّأته إيَّاهُ، أو أخبرتهُ إِياهُ، أو أخبرته إياهُ أو حدَّثتهُ إياهُ حقا".<br />
والغالبُ في "أنبأ" وما بعدها أن تُبنى للمجهول، فيكون نائبُ الفاعلِ مفعولها الأول، مثل "أُنبئْتُ سليماً مجتهداً"، قال الشاعر<br />
*نُبِّئْتُ زُرْعَةَ، والسفاهَةُ كاسمِها، * يُهدِي إِليّ غَرائبَ الأَشعار*<br />
وقال الآخرُ<br />
*نُبِّئْتُ أنَّ أبا قابوسَ أوعَدَني * ولا قَرارَ على زأرٍ من الأَسَد*<br />
(8/3)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( الفعل اللازم )<br />
<br />
الفعلُ اللازمُ هو ما لا يتعدى أثرُهُ فاعلَهُ، ولا يتجاوزُه إلى المفعول به، بل يبقى فى نفسِ فاعله، مثل "ذهب سعيدٌ، وسافر خالدٌ".<br />
وهو يحتاجُ إلى الفاعل، ولا يحتاجُ إلى المفعول به، لأنه لا يخرج من نفس فاعلِه فيحتاجُ إلى مفعول به يَقعُ عليه.<br />
ويُسمى أيضاً. (الفعلَ القاصرَ) - لقُصوره عن المفعول به، واقتصاره على الفاعل - و (الفعلَ غيرَ الواقع) - لأنه لا يقع على المفعول به - و (الفعل غيرَ المُجاوِزِ) لأنه لا يجَاوِزُ فاعلهُ.<br />
متى يكون الفعل لازما؟<br />
يكونُ الفعل لازماً<br />
إذا كان من أفعال السجايا والغرائز، أَي الطبائع، وهي ما دَلّت على معنى قائم بالفاعل لازمٍ له - وذلك، مثل "شَجع وجَبُنَ وحَسنُ وقَبحَ".<br />
أو دلَّ على هيئة، مثل طال وقصرَ وما أَشبه ذلك".<br />
أو على نظافةٍ كَطهر الثوبُ ونظُف.<br />
أو على دنسٍ كوسِخ الجسمُ ودنسَ وقذِر.<br />
أو على عرضٍ غير لازمٍ ولا هو حركةٌ كمرِض وكسِل ونشِط وفرح وحزن وشَبع وعطِش.<br />
أو على لون كاحمرَّ واخضرَّ وأدم.<br />
أو على عيبٍ كعَمش وعور.<br />
أو على حلية كنَجيل ودعج وكحل.<br />
أو كان مُطاوعاً لفعلٍ مُتعدٍّ إلى واحد كمددت الحبل فامتدَّ.<br />
أو كان على وزن (فَعُل) - المضموم العينِ - كحسُن وشرُف وجمُل وكرُم.<br />
أو على وزن (انفعل) كانكسر وانحطم وانطلق.<br />
أو على وزن (افعلَّ) كاغبرَّ وازورَّ.<br />
أو على وزن (افعالَّ) كاهامَّ وازوارَّ.<br />
أو على وزن (افعلَلَّ) كاقشعرَّ واطمأنَّ.<br />
أو على وزن (افعنلل) كاحرنجم واقعنسس.<br />
متى يصير اللازم متعديا<br />
يصيرُ الفعلُ مُتعدياً بأحدِ ثلاثة أشياء<br />
إما بنقله إلى باب (افعل) مثل "أكرمتُ المجتهد".<br />
وإما بنقله إلى باب (فعَل) - المَضعّف العين - مثل "عظّمتُ العلماء".<br />
وإما بواسطة حرف الجرِّ، مثل "أعرِضْ عن الرذيلة، وتَمسَّكْ بالفضيلة".<br />
سقوط حرف الجر من المتعدي بواسطة<br />
<br />
إذا سقط حرفُ الجرِّ بعد المتعدي بواسطة، نصبت المجرورَ، قال تعالى "واختار موسى قَومهُ سبعين رجلا"، أي من قومه، وقال الشاعر<br />
*تَمُرُّون الدِّيارَ ولم تَعُوجُوا * كلامُكُم عَلَيّ إِذاً حَرام*<br />
والأصلُ تَمرّونَ بالديار. فانتصب المجرورُ بعد سُقوط الجارِّ.<br />
وسُقوطُ الجار بعد الفعل اللازم سماعيٌّ لا يُقاسُ عليه، إلا في "أَنْ وأَنَّ"، فهو جائزٌ قياساً إذا منَ اللَّبْسُ، كقوله تعالى {أَوَعَجِبتم أَن جاءكم ذكرٌ من ربِّكم على رجل منكم؟} أَي من أَن جاءكم، وقولِه سُبحانهُ {شهِدَ اللهُ أَنهُ لا إِله إِلا هُو}، أَي بأنه.<br />
فإن لم يُؤمن اللبْسُ لم يَجُزْ حذفهُ قبلها، فلا يجوز أن تقول "رغِبت أَن أَفعل" لإشكال المُرادِ بعد الحذف، فلا يفهم السامعُ ماذا أَدرتَ أَرغبتك في الفعل، أَو رغبتك عنه فيجبُ ذكرُ الحرف ليتعيَّن المُرادُ، إِلا إِذا كان الابهامُ مقصوداً لتعمية المعنى المرادِ على السامع.<br />
(9/1)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( المعلوم والمجهول )<br />
ينقسم الفعل باعتبار فاعله الى معلوم ومجهول. فالفعل المعلوم ما ذُكر فاعِلهُ في الكام نحو "مصَّرَ المنصورُ بغداد".<br />
وإذا اتصل بالماضي الثلاثيّ المجرّد المعلوم - الذي قبل آخره ألفٌ - ضميرُ رفعٍ متحركٌ، فإن كان من باب (فَعَلَ يَفْعلُ) - نحو "سامَ يَسومُ، ورام يرومُ، وقاد يقُودُ" ضُم أوله، نحو سُمْتُه الأمر، ورُمْتُ الخير، وقُدْتُ الجيش".<br />
وإن كان من باب (فعل يفعِلُ) - نحو "باع يبيعُ وجاء يجيء، وضامَ يضيمُ". أو من باب (فعل يفعلُ) - نحو "نال ينالُ، وخاف يخافُ" - كُسِرَ أَولهُ، نحو "بِعتُهُ، وجِئتُهُ، وضِمت الخائنَ، ونِلْتُ الخير وخِفْتُ الله".<br />
<br />
والفعلُ المجهول ما لم يُذكر فاعله في الكلام بل كان محذوفاً لغرضٍ من الأغراض إما للايجاز، اعتماداً على ذكاء السامع، وإما للعلم به، وإما للجهل به، وإما للخوف عليه، وإما للخوف منه، وإما لتحقيره؛ فتُكْرِمُ لسانك عنه، وإما لتعظيمه تشريفاً له فتكرمُه أن يُذكر، إن فعل ما لا ينبغي لمثله أن يفعله، وإما لإبهامه على السامع.<br />
وينوبُ عن الفاعل بعد حذفه المفعولُ به، صريحاً، مثل "يُكرَم المجتهدُ"، أو غير صريح، مثل "أَحسنْ فيحسَن إليك"، أو الظَرفُ، مثل "سُكنت الدارُ وسُهرتِ الليلةُ"، أو المصدرُ، مثل "سِير سيرٌ طويل".<br />
(ولنيابة الظرف والمصدر عن الفاعل شروط ستراها في الجزء الثاني، في "مبحث نائب الفاعل" ان شاء الله).<br />
ولا يُبنى المجهولُ إلا من الفعل المتعدي بنفسه، مثل "يُكرم المجتهدُ"، أَو بغيره، مثل يُرْفَقُ بالضعيف".<br />
وقد يُبنى من اللازم، إن كان نائبُ الفاعل مصدراً نحو "سُهر سهرٌ طويلٌ" أو ظرفاً، مثل "صيم رمضانُ".<br />
بناء المعلوم للمجهول<br />
متى حُذفَ الفاعلُ من الكلام وجب أن تتغيّر صورة الفعل المعلوم.<br />
فإن كان ماضياً يُكسر ما قبل آخره، ويُضم كل مُتحرك قبله، فتقولُ كسر وأَكرم وتعلم واستغفر. "كُسِر واكرِمَ وتُعلِّمَ واسْتُغْفِرَ"<br />
وإن كان مضارعاً يُضمّ اوَّلهُ، ويُفتح ما قبلَ آخره، فتقول في يَكسِرُ ويُكرِمُ ويَتعلمُ ويَستغفِرُ "يُكسَرُ ويُكرَمُ ويُتعلَّمُ ويستغفَرُ".<br />
أما فعلُ الأمرِ فلا يكونُ مجهولاً أبداً.<br />
بناء ما قبل آخره حرف علة للمجهول<br />
إذا أُريدَ بناءُ الماضي - الذي قبلَ آخره ألفٌ - للمجهول (إن لم يكن سُداسيّاً) تُقلبُ ألفه ياءً، ويُكسَرُ كلُّ متحرَّكٍ قبلَها، فتقولُ في باعَ وقال "بِيع وقيلَ"، وفي ابتاعَ واقتادَ واجتاحَ "ابتِيعَ واقتيدَ واجْتِيحَ"؛ والأصل "يُبِيعَ وقُوِلَ وابتِيعَ واقتُوِدَ واجتُوِح".<br />
<br />
فإِن كان على ستة أحرفٍ - مثل استتابَ واستماحَ - تُقلَب ألِفُه ياءً، وتُضَمّ همزتُه وثالثُه، ويُكسَر ما قبلَ الياءِ، فتقول "أَستُتيبَ وأُستُميحَ".<br />
وإن اتصلَ بنحو "سِيمَ ورِيمَ وقِيدَ" من كل ماضٍ مجهول ثلاثيٍّ أجوفَ - ضميرُ رفعٍ متحركٌ، فإن كان يُضَمُّ أوَّلُه في المعلوم نحو "سُمتُه الأمرَ، ورُمتُ الخيرَ، وقُدْتُ الجيشَ" كُسِرَ في المجهول، كيلا يَلتبسَ معلوم الفعل بمجهوله، فتقولُ "سِمتُ الأمر، ورِمتُ بخيرٍ، وقِدتُ للقضاءِ".<br />
وإن كان يُكسَرُ أَوَّله في المعلوم - نحو "بعته الفرَسَ وضمتُه، ونِلته بمعروفٍ" ضُمَّ في المجهول، فتقول "بُعت الفرَسَ، وضُمت، ونُلْتُ بمعروفٍ".<br />
وإذا اريدج بناءُ المضارع - الذي قبلَ آخرِه حرفُ مدٍّ - للمجهول، يُقلَب حرفُ المدِّ ألفا، فتقول في يقولُ ويبيعُ "يُقالُ ويُباعُ"، وفي يستطيعُ ويَستتيبُ يُستطاعُ ويُستتابُ".<br />
(10/1)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( الصحيح والمعتل )<br />
ينقسم الفعلُ - باعتبار قوةِ أحرفه وضَعفها - إلى قسمينِ صحيحٍ، ومُعتلٍّ.<br />
فالصحيح ما كانت أحرُفه الأصلية أحرفاً صحيحة مثل "كتبَ وكاتبَ".<br />
وهو ثلاثة أقسامٍ سالِمٌ، ومهموزٌ، ومُضاعَفٌ.<br />
فالسالم ما لم يكن أحدُ أحرفهِ الأصليّةِ حرفَ علّة. ولا همزة، ولا مضعَّفاً، مثل "كتب وذهب وعلمَ".<br />
والمهموز ما كان أحدُ أحرفِه الأصليةِ همزة.<br />
وهو ثلاثة أقسامٍ مهموزُ الفاء كأخذ، ومهموزُ العين كسألَ، ومهموزَ اللام كقرَأ.<br />
والمضاعفُ ما كان أحدُ أحرفِه الأصليةِ مُكرّراً لغيرِ زيادة.<br />
وهو قسمان مضاعَفٌ ثُلاثيٌّ كمدَّ ومَرَّ، ومضاعَفٌ رُباعيّ كزَلزَلَ ودمدمَ.<br />
فإن كان المكرَّرُ زائداً - كعظَّمَ وشَذَّبَ واشتدَّ وادهامَّ واعشوشبَ - فلا يكون الفعل مضاعفاً.<br />
والفعلُ المعتلُّ ما كان أحد أحرفهِ الأصليَّة حرفَ عِلَّة، مثل "وَعَدَ وقالَ ورَمى".<br />
<br />
وهو أربعةُ أقسام مثالٌ، وأجوفٌ، وناقصٌ، وَلفيفٌ.<br />
فالمثال ما كانت فاؤُهُ حرفَ علَّة كوَعَدَ ووَرِثَ.<br />
والأجوفُ ما كانت عينُه حرفَ علة كقالَ وباع.<br />
والناقصُ ما كانت لامُه حرف علة كرَضِيَ ورمى.<br />
واللَّفيفُ ما كان فيه حرفانِ من أحرف العلة أصليَّان، نحو "طَوى ووَفى".<br />
وهو قسمانِ لفيفٌ مقرونٌ، ولفيفٌ مفروق.<br />
فاللَّفيف المقرون ما كان حَرفا العلةِ فيه مُجتمعينِ، نحو "طوى ونوى".<br />
واللفيفُ المفروقُ ما كان حرفا العلةِ فيه مُفترقينِ، نحو "وَفى ووَقى".<br />
ويُعرَفُ الصحيحُ والمعتلُّ من الأفعالِ - في المضارع والمزيدِ فيه - بالرُّجوع إلى الماضي المجرَّد.<br />
(11/1)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( المجرد والمزيد فيه )<br />
الفعلُ - بِحسَبِ الأصلِ - إما ثلاثيّ الأحرفِ، وهو ما كانت أحرفهُ الأصلية ثلاثةً. ولا عِبرةَ بالزائد، مثل حَسُنَ وأَحسَّنَ، وهَدى واستهدى".<br />
وإما رُباعيَّها وهو ما كانت أَحرفهُ الأصليه أربعةً ولا عبرةَ بالزائد، مثل "دحرَجَ وَتدَحرجَ وَقشعرَ واقشعرَّ".<br />
وكلٌّ منهما إما مجرَّدٌ وإما مزيدٌ فيه.<br />
فالمجردُ ما كانت أحرفُ ماضيه كلُّها أصلية (أي، لا زائدَ فيها)، مثل "ذهبَ ودحرجَ".<br />
والمزيدُ فيه ما كان بعضُ أحرفِ ماضيهِ زائِداً على الأصل، مثل "أذهبَ وَتدحرجَ".<br />
وحروفُ الزيادة عشَرَةٌ يجمعها قولك "سألتُمونيها".<br />
ولا يُزادُ من غيرها إلاَّ كان الزائدُ من جنس أحرف الكلمة كعَظَّمَ واحمَرَّ.<br />
وأقلُّ ما يكونُ عليه الفعلُ المجرَّدُ ثلاثة أحرف. واكثر ما يكون عليه أربعة أحرف. وأكثر ما ينتهي بالزيادة إلى ستَّة أحرف.<br />
والفعل المجرَّد قسمانِ<br />
مجرَّدٌ ثلاثيّ، وهو ما كانت أحرف ماضيه ثلاثةً فقطْ من غير زيادةٍ عليها، مثل "ذهبَ وقرأ وكتبَ".<br />
مجرَّدٌ رباعيٌّ، وهو، ما كانت أحرفُ ماضيه أربعةً أصلية فقطْ، لا زائدَ عليها مثل "دحرجَ ووسوسَ وزلزلَ".<br />
<br />
والمَزيدُ فيه قسمان أيضاً<br />
مزيدٌ فيه على الثُّلاثي، وهو ما زيدَ على أحرف ماضيه الثلاثة حرفٌ واحدٌ، مثل "أكرمَ"، أو حرفانِ، مثل "انطلقَ"، أو ثلاثة أحرفٍ مثل "استغفرَ".<br />
ومَزيدٌ فيه على الرُّباعي، وهو ما زيدَ فيه على أحرف ماضيه الأربعة الأصليةِ حرفٌ واحدٌ نحو "تَزلزلَ"، او حرفان، نحو "احرنجمَ".<br />
(12/1)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( الجامد والمتصرف )<br />
الفعلُ - من حيث أداؤُهُ معنىً لا يتعلَّقُ بزمان، أو يَتعلقُ به - قسمان جامدٌ ومُتصرفٌ.<br />
(لأنه، ان تعلق بزمان؛ كان ذلك داعياً الى اختلاف صوره، لافادة حدوثه في زمان مخصوص. وإن لم يتعلق بزمان، كان هذا موجباً لجموده على صورة واحدة).<br />
الفعل الجامد<br />
الفعلُ الجامد هو ما أشبهَ الحرفَ، من حيث أداؤه معنًى مُجرَّداً عن الزمان والحدَثِ المُعتبرينِ في الأفعال، فلزِمَ مِثله طريقةٍ واحدةٌ في التعبير، فهو لا يَقبَلُ التحوُّلَ من صورةٍ إلى صورة، بل يلزَمُ صورةً واحدةً لا يُزايِلُها وذلك مثل "ليسَ وعَسى وهَبَّ ونِعمَ وبِئسَ".<br />
(فالفعل الجامد - كما علمت - لا يتعلق بالزمان، وليس مراداً به الحدث. فخرج بذلك عن الأصل في الأفعال من الدلالة على الحدث والزمان، فأشبه الحرف من هذه الجهة، فكان مثله في جموده ولزومه صيغة واحدة في التعبير. وإذا كان مجرداً عن معنى الحدث والزمان لم يحتج الى التصرف، لان معناه لا يختلف باختلاف الازمنمة الداعي الى تصريف الفعل على صور مختلفة، لأداء المعاني فى أزمنتها المختلفة، فمعنى الترجّي المفهوم من (عسى) ومعنى الذم المفهوم من (بئس) ومعنَى المدح المفهوم من (نعم)، ومعنى التعجب المفهوم من (ما أشعر زهيراً)، لا يختلف باختلاف الزمان, لان الحدوث فيها غير مراد ليصح وقوعه في أزمنة مختلفة تدعو إلى تصرفه على حسبها.<br />
<br />
فشبه الفعل بالحرف يمنعه التصرف ويلزمه الجمود، كما أن شبه الاسم بالحرف يمنعه أن يتأثر ظاهراً بالعوامل، فلزم آخره طريقة واحدة لا ينفك عنها، إن اختلفت العوامل الداعية إلى تغير الآخر. فالجمود في الفعل كالبناء في الإسم، كلاهما مسبب عن الشبه بالحرف).<br />
وهو، إما ان يُلازمَ صيغةَ الماضي، مثل "عسى وليسَ ونِعْمَ وبِئس وتبارك اللهُ" (أي تقدَّسَ وتنزَّهَ)، أو صيغةَ المضارع، مثل "يَهبطُ" (بمعنى يصيحُ ويَضِجُّ)، أو صيغةَ الأمر، مثل "هَبْ وهاتِ وتعالَ"، ومثل "هلُمَّ" في لغة تَمِيمٍ.<br />
(هلم - في لغة تميم - فعل أمر، لأنه عندهم يقبل علامته، فتلحقه الضمائر، نحو "هلمي وهلما وهلموا وهلمين". أما في لغة الحجاز فهي اسم فعل أمر لأنها تكون عندهم بلفظ واحد للجميع، فلا تلحقها الضمائر، فتقول "هلم" بلفظ واحد للواحد والواحدة والاثنين والاثنتين والجمع المذكر والمؤنث. وبها نزل القرآن الكريم، قال تعالى "هلم شركاءكم").<br />
ومن الأفعال الجامدة "قَلَّ" - بصيغة الماضي - للنفي المَحضِ، فترفعُ الفاعلَ مَتلُوًّا بصفةٍ مُطابقةٍ له نحو "قَلَّ رجلٌ يفعلُ ذلك، وَقلَّ رجلانِ يفعلانِ ذلك"، بمعنى "ما رجلٌ يفعلُ ذلك".<br />
(ذكر ذلك السيوطي في "همع الهوامع" غير أن الكثير في استعمالها للنفي إذا كانت ملحقة بما الزائدة الكافة كمنا سيأتي).<br />
قال سِيبويه "كما في القاموس وشرحهِ"، يقال "قُلُّ رجلٍ (بِضمِّ القاف) وأَقلُّ رجلٍ يقول ذلك إِلاَّ زيدٌ"، أي ما رجلٌ يقوله إِلا هو.<br />
(ومما حينئذ اسمان مرفوعان بالابتداء، ولا خبر لهما، لمضارعتهما حرف النفي. والجملة بعدهما في محل جر صفة للمجرور بالاضافة لهما).<br />
وإذا لحِقته (ما) الزائدةُ كفَّتهُ عن العمل، فلا يَليه حينئذ إلا فعلٌ. ولا فاعلَ له، لجريانهِ مجرى حرف النفي، نحو "قلَّما فعلتُ هذا، وقَلما أفعلهُ"، أي ما فعلت، ولا أفعل، ومنه قول الشاعر<br />
<br />
*قَلَّما يَبْرَح اللَّبيبُ، إِلى ما * يُورِثُ المجدَ، داعياً أو مُجيبا*<br />
أي لا يزالُ اللبيب داعياً. وقد يليه الاسم في ضرورة الشعر، كقوله<br />
*صدَدْتِ، فأطوَلتِ الصُّدودَ، وقَلَّما * وِصالٌ على طُول الصُّدود يَدُومُ*<br />
(وقد يراد بقولك "قلما أفعل" اثبات الفعل القليل (كما في الكليات لأبي البقاء) غير ان الكثير استعمالها للنفي الصرف).<br />
ومما يدل على أنها للنفي المحض أداؤها معنى (لا) النافية في البيت السابق "قلما يبرح اللبيب ... لأن (برح) وأخواتها لا تعمل عمل (كان) الناقصة إلا إذا تقدمها نفي أو شبهه، كما هو معروف. ومما يدل على ذلك أيضاً أنها إذا سبقت فاء السببية أو المعية نصب الفعل بعدهما، كقولك "قلّ رجل يهملُ فينجحَ، ومما يدل على ما ذكر صحة الاستثناء بعدهما كما يستثنى من المنفي نحو "قلما يفعل هذا إلا كريم" - كما تقول "لا يفعله إلا كريم". وهذا اللفظ كما في النهاية - مستعمل في نفي أصل الفعل، كقوله تعالى "قليلا ما يؤمنون". أي فهم لا يؤمنون. ومنه الحديث "إنه كان يقلّ اللغو" أي كان لا يلغو).<br />
ومثل "قلَّما" في عدم التَّصرُّفِ "طالما وكثُرَ ما، وقَصُرَ ما، وشَدَّ ما فإنَّ (ما) فيهنَّ زادة للتوكيد، كافةٌ لهنَّ عن العمل، فلا فاعلَ لهنَّ. ولا يَليهنّ إلا فعلٌ، فَهُنَّ كقلما.<br />
(13/1)<br />
________________________________________<br />
(قال في لسان العرب "فارقت (طل وقلّ) بالتركيب الحادث فيهما ما كانتا عليه من طلبهما الأسماء ألا ترى أن لو قلت طالما زيد عندنا، أو قلما محمد في الدار لم يجز. والتركيب يحدث في المركبين معنى لم يكن قبل فيهما" اهـ. وقال ابو علي الفارسي "طالما وقلما ونحوهما افعالٌ لا فاعل لها مضمراً ولا مظهراً، لان الكلام لما كان محمولا على النفي سوّغَ ذلك أن لا يحتاج إليه. و (ما) دخلت عوضاً عن الفاعل" اهـ. وقال بعض العلماء ان (ما) في مثل ذلك مصدرية فما بعدها في تأويل مصدر فاعل. فان قلت "طالما فعلت" كان التأويل "طال فعلي". ولو كان الأمر كما قال لوجب فصلها عن الفعل في الخط، لأنها لا توصل باسم ولا فعل ولا حرف إلا إذا كانت زائدة، إلا ما اصطلحوا عليه من وصلها ببعض حروف الجر. ولم نرهم كتبوها موصولة بهذه الافعال قطّ. فدل ذلك على ما ذكرناه. على ان قوله لا يخلوا من رائحة الصحة، لأن ما بعدها صالح للتأويل بالمصدر).<br />
ومن الأفعال الجامدة قولهم "سُقِط في يده" بمعنى "نَدِم، وَتحيَّرَ، وزلَّ، وأخطأ". وهو مُلازمٌ صورةَ الماضي المجهول، قال تعالى "ولَمَّا سُقِطَ في أيديهم". وقد يُقال "سَقَط في يده"، بالمعلوم.<br />
(وهذا من باب الكناية لا الحقيقة. ويقال لكل من ندم أو تحير أو عجز أو حزن أو تحسر على فائت من فعل أو ترك "قد سقط فى يده". وهذا الكلام لم يسمع قبل القرآن الكريم، ولا عرفته العرب. كما في شرح القاموس نقلا عن هذا الباب).<br />
ومنها "هَدَّ" في قولهم "هذا رجُلٌ هَدَّكَ من رجل" أى كفاك من رجل. وقيل معناه أثقلَكَ وصفُ محاسنه. وقال الزمخشري في الأساس "هذا رجلٌ هَدَّكَ من رجلٍ". إذا وُصِفَ بِجَلدٍ وشدَّةٍ، أي "غَلبك وكسرك". وهو يُثنى ويُجمَعُ ويُذكّر ويُؤنث، إذا كان ما هو له كذلك، تقول "هذا رجلٌ هدَّك من رجل. وهذه امرأةٌ هَدَّتكَ من امرأَة"، كما تقول "كفاك وكفَتْك" وقِسْ على ذلك أمثلةَ المثنى والجمع.<br />
<br />
(ومن العرب من يُجريه مجرى المصدر الموصوف به، فيجعله مصدراً لهدّ يهد هدّاً. وإذا كان كذلك بقي بلفظ واحد للجميع. ويتبع ما قبله في اعرابه على أنه نعت له - تقول "هذا رجل هدّك من رجل" (بالرفع)، و "مررت بأمرأة هدك من امرأة" (بالجر) و "أكرمت رجلين هدّك من رجلين" (بالنصب). كما تقول "هذا رجل حسبك من رجل" (بالرفع) و "مررت بامرأة حسبك من امرأة" (بالجر)؛ و "أكرمت رجلين حسبك من رجلين (بالنصب).<br />
ويُقالُ "لَهَدَّ الرجل"، للمدحِ، بمعنى "نِعْمَ"، وذلك إذا أُثنيَ عليهِ بجَلدٍ وشِدَّة. ويقال "لَهَدَّ الرجلُ!"، للتَّعجُّب، بمعنى "ما أجلَدَه!" وفي الحديث "إن أَبا لهَبٍ قال لَهَدَّ ما سَحَركم صاحبُكم!"، أراد التعجُّبَ. واللاَّم فيها للتأكيد.<br />
(وفي (الفائق) للزمخشري عند شرح هذا الحديث إن معناه لنعم ما سحركم، وفي (النهاية) لابن الأثير إن معناه التعجب. قال"لهدّ" كلمة يتعجب بها يقال لهدّ الرجل! أي ما أجلده. ثم ذكر أنها تكون ايضاً بمعنى "نعمَ" وفي لسان العرب وتاج العروس نحو ذلك. وكونها هنا للتعجب أقرب إلى واقعة الحال، لأن أبا لهب (تبت يداه) إنما يتعجب من مصيرهم وجلدهم على تصديقهم النبي صلى الله عليه وسلم في كل ما جاءهم به، حتى زعم أنه قد سحرهم، فكأنه قال ما أصبركم وما أجلدكم على سحر صاحبكم إِياكم).<br />
<br />
ومن الأفعال الجامدة "كذَبَ"، التي تُستعمَلُ للاغراءِ بالشيء والحث عليه، ويرادُ بها الأمر به ولزومهُ وإِتيانُهُ، لا الإخبارُ عنه. ومنه قولهم "كذَبك الأمرُ، وكذَبَ عليك". يُريدونَ الإغراءَ به والحملَ على إتيانه، أي عليكَ به فالزَمهُ وائتهِ، وقولهم "كذبَك الصَّيدُ أي أَمنك فارْمِه. وأصلُ المعنى كذبَ فيما أَراكَ وخدَعكَ ولم يَصدُقك، فلا تُصدِّقه فيما أَراك، بل عليك به والزَمه وائته. قال ابن السّكَّيت "تقول للرجل إذا أَمرتهُ بشيءٍ وأَغريتهُ. كذَبَ عليك كذا وكذا، أي "عليك به، وهي كلمةٌ نادرة"اهـ.<br />
ثم جرى هذا الكلامُ مَجرى الأمر بالشيء والإغراء به والحثِّ عليه والحضِّ على لزومه وإِتيانه، من غير التفاتٍ إلى أصل المعنى، لأنه جرى مَجرى المثل، والأمثالُ لا يُلاحَظُ فيها أصلُ معناها وما قيلتْ بسَببه، وإنما يُلاحظُ فيها المعنى المجازيُّ الذي نُقِلت إليه وأشرِبتهُ.<br />
(وهذا الكلام، إما من قولهم "كذبته عينه"، أي أرته ما لا حقيقة له.كما قال الأخطل<br />
*كذَبَتْكَ عَيْنُكَ؟ أَم رأَيتَ بِواسطٍ * غَلَسَ الظلاَمِ من الرَّبابِ خيالاً*<br />
(وإما من قولهم "كذَب نفسه، وكذبته نفسه". إذا غرّها أو غرته، وحدثها او حدثته بالأماني البعيدة والأمور التي يبلغها وسعه ومقدرته. ومنه قيل النفس "الكذوب"، وجمعها "كُذُب" - بضمتين - قال الشاعر "حتى إِذا صدقته كُذبه"، أي نفوسه، جعل له نفوساً لتفرّق رأيه وتشتته وانتشاره. وقالوا ضد ذلك "صدقته نفسه" أي ثبطته واضعفت عزيمته كما قال الشاعر<br />
*فأقبَلَ يجري على قَدرِهِ * فَلَما دَنا صَدَقتْهُ الكَذُوبُ*<br />
(13/2)<br />
________________________________________<br />
أي فلما دنا من الامر الذى وطد عزيمته عليه ثبطته نفسه وكسرت من همته وقال لبيد<br />
*واكْذِب النَّفْسَ، إِذا حَدَّثْتَها * إِنّ صدْقَ النَّفْسِ يُزْري بالأَمَلْ*<br />
<br />
(والمعنى نشطها وقوِّها ومَتّنْها، ولا تثبطها، فانك، إن صدقتها، (أي ثبطتها وفترتها) كان ذلك داعياً إلى عجزها وكلالها وفتورها، خشية التعب في سبيل ما أنت تريده).<br />
ومن ذلك حديثُ "فمنِ احتجمَ، فيومُ الخميس والأحدِ كذَباك، أي عليك بهذين اليومين، فاحتجمْ فيهما.<br />
ومنه قولُ أعرابيّ، وقد نظرَ إلى جمل نِضْو كذبَ عليك البزْرُ والنَّوى، وفي رواية "القَتُّ والنَّوى"، أي عليك بهما والزَمهما فإنهما يُسمّنانِكَ. وفي حديث عُمَرَ "شَكا إليه عَمْرو بنُ مَعد يكرِبَ، أوغيرهُ، النّقْرِسَ فقال "كذَب عليك الظهائرُ"، أي عليك بالمشي فيها. وفي روايةٍ "كذَب عليك الظواهرُ". وفي جديثٍ له آخر إنَّ عَمْروَ بنَ مَعد يِكرِب شكا إليه المَعَص، فقال "كذَبَ عليك العَسَلُ"، يُريدُ العَسلانَ، (وهو مشى الذِّئبِ) أي عليك بِسُرْعة المشي. وفي حديثٍ له غيرِه أنهُ قال كذَب عَليكمُ الحَجُّ، كذب عليكم العُمْرةُ، كذب عليكُم الجِهادُ، ثلاثةُ أسفارٍ كذبْن عليكم" أي الزمُوا ذلك وعليكم به.<br />
<br />
(وهذا كلام يراد به الاغراءُ بالشيء والحث عليه ولزومه، كما قدمناه، وهو خبر في معنى الأمر، كما في قولك "رحمه الله" أي اللهم ارحمه، ونحو "امكنتك الفرصة، وأمكنك الصيد، يريد الاغراءُ بهما والأمر باتيهانهما. والمعنى عليكم بالحج والعمرة والجهاد، فأتوهن، فانهن واجبات عليكم. قال الزمخشري في (الفائق) (إنها كلمة جرت مجرى المثل في كلامهم. ولذلك لم تنصرف، ولزمت طريقة واحدة في كونها فعلا ماضياً معلقاً بالمخاطب ليس إلا. وهي في معنى الأمر، كقولهم في الدعاء رحمك الله، والمراد بالكذب الترغيب والبعث، من قول العرب كذبته نفسه إذا منته الأماني، وخيلت من الآمال ما لا يكاد يكون. وذلك ما يرغب الرجل في الأمور، ويبعثه على التعرض لها. ومن ثمة قالوا للنفس "كذوب" اهـ. وقال (الاعلم) العرب تقول "كذبك التمر واللبن"، أي عليك بهما. وأصل الكذب الامكان. وقولك للرجل "كذبتَ" اي امكنت من نفسك وضعفت فلهذا اتسع فأغريَ به، لأنه متى أغريَ بشيء فقد جعل المغرى به ممكناً مستطاعاً إن رامه المغري"اهـ. وقال الجوهري "كذب" معناه هنا وجب.<br />
وقد ذكرنا لك من قبل ما فيه الكفاية في الكشف عن حقيقة هذا الكلام. فاعتصم به فانه يقول هو القول. فلا غاية وراءَه والله اعلم).<br />
ومن الأفعال الجامدة فِعلا التَّعجُّبِ وأفعالُ المدْحِ والذَّمّ وسيأتي الكلام عليها.<br />
الفعل المتصرف<br />
الفعلُ المتصرِّف هو ما لم يُشبِه الحرفَ في الجُمود، أي في لُزومه طريقةً واحدةً في التعبير لانه يدُلُّ على حَدث مقترن بزمان، فهو يَقبَل التحوُّلَ من صورة إلى صورة لأداءِ المعاني في أزمنتها المختلفة. وهو قسمان<br />
تامُّ التصرُّف وهو ما يأتي منه الأفعال الثلاثةُ باطِرادٍ، مثل<br />
"كتبَ ويكتُبُ واكتُبْ". وهو كلُّ الأفعال، إِلا قليلا منها.<br />
<br />
ونَاقصُ التَّصرُّفِ وهو ما يأتي منه فعلانِ فقط. إما الماضي والمضارع، مثل "كادَ يَكادُ، وأوشكَ يُوشكُ، وما زالَ وما يزالُ، وما انفكَّ وما ينفكُّ، وما بَرِحَ وما يَبرحُ". وكلُّها من الأفعال الناقصة. وإما المضارع والأمر، نحو "يَدَعُ ودَعْ ويَذَرُ وذَرْ".<br />
(وقد سمع سماعاً نادراً الماضي من "يَدَعُ ويذَرُ"، فقالوا (ودَع ووَذر)، بوزن (وضع)، إلا ان ذلك شاذ في الاستعمال، لأن العرب كلهم، إلا قليلا منهم، فقد اميت هذا الماضي من لغاتهم. وليس المعنى انهم لم يتكلَّما به البتة، بل قد تكلموا به دهراً طويلا، ثم أماتوه باهمالهم استعماله فلما جمع العلماء ما وصل إليهم من لغات العرب وجدوه مماتاً، إلا ما سمع منه سماعاً نادراً. ومن هذا النادر حديث "دَعوا الحبشة وما وَدَعوكم". وقرئ شذوذاً {ما ودّعك ربك وما قلى} ، بتخفيف الدال. وسمع المصدر، من (يدعُ) كحديث "لينتهينّ أقوام عن ودعهم الجمعات"، اي عن تركهم إياها، وسمع منها اسم الفاعل واسم المفعول في أبيات الشعر وكل ذلك نادر في الاستعمال.<br />
وذكر السيوطي في (همع الهوامع). ان (ذر ودع) يُعدان في الجواد، إذ لم يستعمل منهما إلا الأمر. وهذا غفلة منه (رحمه الله) فان (يدع) مضارع (دع) مستعمل كثيراً. وأما المضارع من (ذر) فقد جاء مستفيضاً في افصح الكلام واشرفه وقد احصيت ما ورد منه في القرآن الكريم، فكان عشرين ونيفاً).<br />
(13/3)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( فعلا التعجب )<br />
التَّعجُّبُ ه�$88 استعظامُ فعلِ فاعلٍ ظاهر المزية.<br />
ويكونُ بالفاظٍ كثيرةٍ، كقوله تعالى {كيفَ تكفرون بالله! وكنتم أمواتاً فأحياكم}، وكحديث "سُبحانَ اللهِ! المؤمن لا يَنجَسُ حيًّا ولا ميْتاً"، ونحو "للهِ دَرُّهُ فارساً! ولله أنت!" ونحو "يا لك من رجل! وحَسبُكَ بخالدٍ رجلاً ونحو ذلك.<br />
<br />
وكلُّ ذلك إنما يُفهمُ من قرينة الكلام، لا بأصل الوضع. والذي يُفهم التعجُّبَ بصيغته الموضوعةِ للتعجب، إنما هو "فعلا التعجب".<br />
وهُما صيغتانِ للتعجب من الشيءِ ويكونان على وزن "ما أفعل" و "أفعِلْ بِ" نحو "ما أحسنَ العِلم! وأقبِحْ بالجهل!".<br />
وتُسمى الصيغةُ الأولى (فعل التعجب الأوَّل)، والصيغةُ الثانية (فعل التعجبِ الثانيّ). وهما فعلان ماضيان. وقد جاءت الثانية منهما على صيغة الأمر، وليست بفعل أمرٍ.<br />
ومَدلولُ كلا الفعلين واحدٌ، وهو إنشاءُ التعجُّب.<br />
شروط صوغهما<br />
فعلا التعجُّب، كاسم التفضيل، لا يُصاغان إلا من فعلٍ ثلاثي الأحرف، مُثبتٍ، متصرّفٍ، معلومٍ، تامٍّ، قابلٍ للتفضيل، لا تأتي الصفة المُشبَّهةُ منه على وزن "أفعلُ".<br />
<br />
فلا يُبنيان مما لا فعل له. كالصخر والحمار ونحوهما. وشذّ قولهم. "ما أرجله!" فقد بنوه من الرجولية ولا فعلَ لها، ولا من غير الثلاثي المجرد. وشذّ قولهم، ما اعطاه للدراهم، وما أولاه للمعروف!"، بنوهما من "أعطى وأولى" وهما رباعيا الأحرف. وقولهم "ما اتقاه! وما املاء القربة! وما اخصره!" بنوها من (اتقى وامتلاء واختُصر)، وهي خماسية الأحرف، وفي اختصر (بالبناء للمجهول) شذوذ وهو انه فعل مجهول. وكذلك لا يبنيان من فعل منفي، خشية التباس النفي بالاثبات، ولا من فعل مجهول، خشية التباس الفاعلية بالمفعولية. لأنك ان بنيته من (نُصر) المجهول، فقلت (ما انصره!) التمس الأمر على السامع، فلا يدري أتتعجب من نصره أم من منصوريته. فان أمن اللبس بأن كان الفعل مما لا يرد إلا مجهولا، نحو (زُهِي علينا، وعُنيت بالأمر) جاز التعجب به على الأصح، فتقول (ما أزهاه علينا وما أعناه بالأمر!) ولا يبنيان من فعل ناقص. ككان وأخواتها، وكاد واخواتها. واما قولهم "ما أصبح أبرَدَها! وما أمسى أدفأها!" ففعل التعجب إنما هو أبرد وادفأ" واصبح وامسى زائدتان، كما تزاد (كان) بين (ما) وفعل التعجب، كما سيأتي. غير أن زيادتهما نادرة، وزيادتها كثيرة، ولا يبنيان مما لا يقبل المفاضلة. كمات وفني، إلا أن يراد بمات معنى البلادة، فيجوز نحو "ما أمْوت قلبه!". ولا مما تأتي الصفة المشبهة منه على وزن (أفعلَ) كأحمرَ واعرجَ واكْحل واشيب وشذ قولهم (ما اهوجه، وما احمقه وما ارعنه! لأن الصفة منها هي اهوج واحمق وارعن).<br />
وإذا أردتَ صوْغَ فِعلي التعجب مما لم يستوف الشروط، أتيت بمصدره منصوبا بعد "أشدّ" أو "أكثر" ونحوهما، ومجروراً بالباءِ الزائدة بعد "أشدِدْ" أو "أكثرْ" ونحوهما، تقول "ما أشدَّ إيمانهُ، أَو ابتهاجَهُ، أَو سوادَ عينيه!"، وتقول "أَبْلِغ بعورِه، أَو كحلهِ، أَو اجتهاده!".<br />
صيغة (ما افعله!)<br />
<br />
يَلي صيغةَ "ما أفعلَ" في التعجُّبِ المُتعجَّبُ منه منصوباً على المفعولية لأفعل.<br />
والهمزةُ في "ما أفعلَ" للتَّعدية. فمعنى قولك "ما أجملَ الفضيلةَ" شيءٌ جعل؇ا جميلةً، كما تقولُ "أمرٌ أقعدَهُ واقامه!"، تريدُ أنَّ قُعودَه وقيامَهُ لم يكونا إلاّ لأمرٍ. ثمَّ حُملَ الكلامُ على معنى التعجب، فجرى مَجرى المَثل، فلزِمَ طريقاً واحدةً في التعبير. و (ما) اسمٌ نكرةٌ تامةٌ بمعنى "شيءٌ"، وقيلَ هي (ما) الاستفهايةُ خرجت عن معناها إلى معنى التعجب.<br />
(وعلى كل فهي في موضع رفع على الابتداء. وجاز الابتداء بها مع أنها نكرة، لتضمنها معنى التعجب. والفعل بعدها فعل ماض للتعجب، وفاعله ضمير مستتر وجوباً يعود اليها. والمنصوب مفعوله. والجملة في محل رفع المبتدأ الذي هو (ما).<br />
و(ما) النكرة التامة، هي التي تكون مكتفية بنفسها، فلا تحتاج أي صلة او صفة، نحو "أَكرم رجلا ما". ومنه المثل "لأمر ما جدع قصير انفه". ومنها (ما) قبل فعل التعجب.<br />
فان احتاجت (ما) إلى جملة توصل بها فهي، معرفة موصولة. نحو "افعل ما تراه خيراً" وان احتاجت إلى ما توصف به من مفرد او جملة، فهي نكرة موصوفة، نحو "اعمل ما نافعاً للأمة" اي شيئاً نافعاً لها، ونحو "اعمل ما من الأمور ينفع"، اي "شيئاً من الأمور نافعاً"، فجملة (ينفع) في موضع نصب نعت لما.<br />
وسيأتي القول على الموصولية والموصوفية مبسوطاً في الكلام على الاسماء الموصولة واسماء الاستفهام).<br />
وتُزادُ (كان) كثيراً بين (ما). وفعلِ التعجب، نحو "ما (كان) أعدَلَ "عمَرَ!" ومنهُ قولُ الشاعر<br />
*ما (كانَ) أَسْعَدَ مَنْ أَجابكَ آخِذاً * بِهُداكَ، مُجْتَنِباً هَوىً وعِنادا*<br />
وقل الآخر<br />
*حَجَبَتْ تَحِيَّتَها، فقلتُ لصاحبي * ما كانَ أَكثرها لنا وأَقَلّها!*<br />
(14/1)<br />
________________________________________<br />
(فكان تامة رافعة ما بعدها على الفاعلية و (ما) مصدرية والفعل بعدها في تأويل مصدر منصوب على انه مفعول به لفعل التعجب والمصدر المؤول هو المتعجب منه فإنه اردت الإستقبال قلت "ما احسن ما يكون البدر ليلة الغد".<br />
صيغة (افعل به!)<br />
كما يَلي المُتعجَّبُ منهُ صيغةَ "ما أفعَلَ"، منصوباً على المفعولية، يلي صيغة "أفعِلْ" المُتعجَّبُ منه، مجروراً بباءٍ زائدةٍ لفظاً، مرفوعا على الفاعلية مَحلاًّ.<br />
ويبقى الفعل بلفظٍ واحد للجميع، تقول "يا رجلُ أكرمْ بسعادَ! ويا رجلان ويا امرأتان أكرمْ بها! ويا رجالُ أكرمْ بها ويا نساء أكرِم بها!".<br />
فقولُك "أقبحْ بالجهل" أصله أقبحَ الجهلُ" أي صار ذا قُبحٍ. فالهمزةُ للصَّيرورة، كما قالوا أغدَّ البعير"، أي صار ذا غُدَّةٍ. ثم أُخرِجَ عن لفظ الخبر إلى لفظ الأمر، لإفادة التعجُّب، كما أُخرِجَ الأمر بمعنى الدعاءِ عن لفظه إلى لفظ الخبر في قولهم "رحمه الله، ويرحمك الله".<br />
والباء هنا زائدة في الفاعل، كما في "كفى بالله شهيداً". وذلك أنه لما غُيِّرتْ صورة الماضي إلى الأمر، لارادة التعجب، قَبُحَ إسنادُ صيغة الأمر إلى الإسم الظاهر إسناداً صريحاً، فزيدت الباءُ في "أكرمْ" زيادةً مُلتزمة، ليكون على صورة المفعول به المجرور بحرف الجر الزائد لفظاً، كما في قوله تعالى "ولا تُلقوا بأيدكم إلى التَّهلكة" وزيادتُها هنا بخلافها في فاعل "كفى" فهي غيرُ مُلتزمةٍ فيه، فيجوز حذفها، كما قال الشاعر<br />
*عُمَيْرَةً ودِّعْ، إِنْ تَجَهَّزْتَ عاديا * كفى الشَّيْبُ والإِسلامُ لِلمَرْءِ ناهيا*<br />
(وأما اعراب "اقبح بالجهل، فأقبح فعل ماض، جاء على صيغة الأمر، لإنشاء التعجب. وهو مبني على فتح مقدر على آخره منع من ظهوره السكون الذي اقتضته صيغة الأمر، والباء حرف جر زائد، والجاهل فاعل (أقبح) وهو مجرور لفظاً بالباء الزائدة، مرفوع محلا لأنه فاعل.<br />
<br />
وقال الزمخشري في (المفصل) في قولهم "اكرم بزيد" "إِنه أمر لكل احد بأن يجعل زيداً كريماً"، اي بأن يصفه بالكرم والباء مزيدة - مثلها في قوله تعالى {ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة} للتأكيد والاختصاص او هو أمر بأن يصيره ذا كرم والباء للتعدية هذا اصله ثم جرى مجرى المثل فلم يغير عن لفظ الواحد في قولك يا رجلان اكرم بزيد ويا رجال اكرم بزيد) أهـ.<br />
فعلى هذا فمجرور الباء في موضع المفعول به لأنه في موضع الفاعل ويكون فاعل (اكرم) مستتراً تقديره انت مثله في كل امر للواحد وما هذا ببعيد وهو قول جماعة من العلماء غير الزمخشري كالفراء والزجاج وابن كيسان وابن خروف.<br />
(وثمرة الخلاف بين جعله امرا صورة ماضياً حقيقة وجعله امراً صورة وحقيقة انه لو اضطرّ شاعر الى حذف هذه الباء الداخلة على المتوجب منه لزمه ان ينصب ما بعدها على رأي الفراء ومن تابعه لأنه مفعول به وان يرفعه على رأي الجمهور لانه فاعل).<br />
ولا يجوزُ حذفُ الباءِ الداخلة على المُتعجَّب منه في نحو قولك أجملْ بالفضيلة!"، وإن كانت زائدةً، لأنّ زيادتها مُلتزِمةٌ، كما قدَّمنا، إلا ان تكون قبل "أنْ وأنَّ"، فيجوز حذفُها، لاطِّراد حذف حرف الجرِّ قبلهما، كقول الشاعر<br />
*وقال نَبيُّ المُسْلمين تَقَدَّموا * وأَحبِبْ إِلينا أَن يكون المُقَدَما*<br />
أي أحببْ إلينا بأن يكون المُقدَّم.<br />
احكام فعلي التعجب<br />
(1) لا يكون المُتعجَّبُ منه (منصوباً كان، أو مجروراً بالباءِ الزائدة) إلا معرفةً أو نكِرةً مُختصَّة، لتحصُل الفائدةُ المطلوبة، وهي التعجب من حال شخصٍ مخصوص فلا يُقالُ "ما أحسنَ رجلاً!"، ولا أحسنْ بقائمٍ"، لعدم الفائدة. فإن قلت "ما أحن رجلاً يفعلُ الخير!" و "أحسنْ بقائمٍ بالواجب!" جاز، لحصول الفائدة.<br />
(2) يجوز حذفُ المُتعجَّب منه - وهو المنصوب بعد "ما أفعلَ". والمجرورُ بالباءِ بعد "أفعلْ" - إن كان الكلام واضحاً بدونه، فالأول كقوله<br />
<br />
*جزى اللهُ عني، والجزاءُ بفضله، * بِيعةَ خَيراً، ما أَعفَّ وأَكْرما*<br />
أي "ما أعفَّهم! وما أكرمهم!" والثاني كقوله تعالى "أسْمِعْ بهم! وأبصِرْ بِهمْ!، وقول الشاعر<br />
*أعزِزْ بنا وأَكْفِ! إن دُعِينا * يوماً إِلى نُصْرةِ مَنْ يَلِينا*<br />
أي وأكفِ بنا! والمعنى ما أعزَّنا! وما أكفانا لهذاالأمر!.<br />
ويُشترَطُ في حذفه بعد "أفعِلْ" أن يكون معطوفاً على أفعِلْ آخرَ مذكورٍ معه مِثلُ ذلك المحذوف، كما رأيتَ في الآية الكريمة والبيت. ولا يجوز حذفه إن لم يكن كذلك. وشذَّ قول الشاعر<br />
*فَذَلك، إِن يَلْقَ الْمَنِيَّةَ يَلْقَها * حَمِيداً، وإِنْ يَسْتَغْنِ يوماً فَأَجْدِر*<br />
أي فأجدِرْ به أَن يستغنيَ!<br />
(3) إذا بُنيَ "فِعْلا التعجب" من مُعتل العين، وجب تصحيح عينهما، فلا يجوز إعلالها، نحو ما أطوَلهُ! وأطوِلْ به!".<br />
وكذلك يجبُ فَكُّ الإدغام في "أَفعِلْ"، نحو أَعزِزْ علينا بأن تفارقَنا!" و "أشدِدْ بسوادِ عينيه!".<br />
(14/2)<br />
________________________________________<br />
(4) لا يُتصرَّفُ في الجملة التعجّبية بتقديمٍ ولا تأخيرٍ ولا فصل، إلا الفصلَ بين فعلِ التعجُّبِ والمتعجَّبِ منه بالظَّرف، أَو المجرور بحرف الجرّ (بشرط أَن يتعلقا بفعل التعجب)، أَو النداء، فالفصل بها جائز. فالفصلُ بالظرف نحو أَن تقول "ما أَجملَ ليلةَ التَّمَ البدرَ!" ونحو قول الشاعر<br />
*أُقيمُ بِدارِ الحَزْمِ، ما دامَ حَزْمُها * وأَحرِ إِذا حالتْ، بأَن أَتحوَّلا*<br />
والفصلُ بالجارِّ والمجرور نحو "أَحسنْ بالرجلِ أَن يصدُقَ! وما أَقبح أَن يَكذِبَ!"، ومنه وأحببْ إلينا أن يكونَ المُقدِّما"، وقول الآخر<br />
*خَلِيلَيَّ، ما أَحْرَى بِذِي اللبِّ أَن يُرى * صَبوراً، ولكنْ لا سَبِيلَ إِلى الصَّبْر*<br />
وقولُ عَمْرِو بن مَعد يكرِب نَثْراً للهِ دَرُّ بني سُلَيم! ما أحسنَ في الهيجاء لِقاءَها! وأَكرمَ في اللَّزبات عَطاءها! وأثبت في المَكرمات بَقاءها!".<br />
<br />
والفصلُ بالنداءِ كقولِ أمير المؤمنين عليِّ بن أبي طالب (عليه السلامُ) "أعزِزْ عليَّ، أبا اليقطَانِ، أن أراك صريعاً مُجدَّلا!".<br />
(5) إن تَعلَّق بِفعلَي التعجب مجرورٌ هو فاعلٌ في المعنى، جُر بإلى، نحو "ما أحبَّ زُهيراً إلى أبيه!" ونحو "ما أبغضَ الخائنَ إليَّ". ولا يكونُ هذا إلا إذا دَلَّ فعلُ التعجب على حُبٍّ أو بُغضٍ، كما رأيتَ.<br />
فإن كان في المعنى مفعولا، وكان فعلُ التعجب في الأصل مُتعدياً بنفسه، غير دالٍّ على عِلْمٍ أو جهلٍ، جُرَّ بالَّلام نحو "ما أحب زُهَيراً لأبيه! وما أبغضَني للخائن! وما أكسبَني للخير!".<br />
فإن دلَّ على علمٍ أو جهلٍ جرَرْتُ المفعول بالباءِ، نحو "ما أعرفني بالحقِّ! وما أجهلَهُ بالصدق! وما أبصَرك بمواقع الصواب! وما أعلمَهُ بطرُقِ السّداد!".<br />
وإن كان فعلُ التعجب في الأصل مُتعدِّياً بحرف جر، جرَرتَ مفعولهُ بما كان يَتعدّى به من حرفٍ، نحو "ما أغضبَني على الخائن! وما ارضاني عن الأمين! وما أمسكني بالصدق، وما أكثرَ إذعاني للحقّ".<br />
(6) وقد وَرَدَ تصغيرُ "ما أفعلُ" شُذوذاً، وهو فعلٌ لا يُصغّرُ، لأنَّ التصغير من خصائص الأسماءِ. غير أنه لما أشبهَ اسم التفضيل وزناً وأَصلا ودلالةً على المبالغة، سهلَ عليهم ذلك، كقوله<br />
*يا ما أَمَيْلَحَ غِزْلاناً، شَدَنَّ، لنا * مِنْ هؤُليّائِكُنَّ الضّالِ والسَّمُرِ*<br />
قالوا "ولم يُسْمعُ إلا في ما أملحَ، وما أحسن". غير أنه يجوز القياسُ على هذا الشُّذوذ، إِذا أريدَ به مع التعجب التَّحبُّبُ كما رأيتَ في البيت. وعليه يجوز أن تقول ما أحَيلاهُ! وما أُدَيناهُ إِلى قلبي! وما أَطَيرِف حديثهُ! وما أُظيرِفَ مجلسه!".<br />
(14/3)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( أفعال المدح والذم )<br />
أفعال المدح هي "نعْمَ وحبّ وحبّذا".<br />
وأفعالُ الذمِّ هي "بئس وساء ولا حبّذا".<br />
<br />
وهي أفعالٌ لإنشاءِ المدح أو الذم فجُملها إنشائيةٌ غير طلبية، لا خبرية، ولا بُدَّ لها من مخصوصٍ بالمدح أو الذم.<br />
(فإّا قلت "نعم الرجل خالد، وبئس الرجل فلان". فالمخصوص بالمدح هو (خالد)، والمخصوص بالذم هو (زيد).<br />
وهي غير محتاجة إلى التصرف، للزومها اسلوباً واحداً في التعبير، لأنها تدل على الحدث المتطلب للزمان، حتى تحتاج إلى التصرف بحسب الازمنة. فمعنى المدح والذم لا يختلف باختلاف الزمان).<br />
حبذا وحب ولا حبذا<br />
حَبَّذا وحَبَّ فعلان لإنشاءِ المدح.<br />
فأما "حبَّذا" فهي مُركبةٌ من "حَبَّ" و "ذا" الإشارية، نحو "حبذا رجلاً خالدٌ".<br />
(فحبّ فعل ماض، و "ذا" اسم اشارة فاعلة، ورجلا تمييز لذا رافع ابهامه. وخالد مبتدأ مرفوع مؤخر، خبره جملة "حبذا" مقدمة عليه).<br />
ولا يتقدم عليها المخصوصُ بالمدح، ولا التّمييزُ فلا يُقالُ "خالدٌ حبّذا رجلا" ولا "رجلاً حبّذا خالدٌ".<br />
أما تقديم التّمييز على المخصوص بالمدح فجائزٌ، كما رأيت، بل هو الأوَّل، ومنه قول الشاعر<br />
*أَلا حَبَّذا قوماً سُلَيْمٌ، فإِنهم * وفَوْا، وتَواصوْا بالإِعانةِ والصَّبْر*<br />
ويجوزُ أن يكون بعدهُ، كقول الآخر<br />
*حَبَّذا الصَّبْرُ شِيمَةً لامرىءٍ رامَ - * مُباراةَ مُولَع بالْمَغاني*<br />
و (ذا) في "حبذا" تَلتزم الأفرادَ والتذكيرَ في جميع أحوالها، وإن كان المخصوصُ بخلاف ذلك. قال الشاعر<br />
*يا حَبَّذا جَبَلُ الرَّيّانِ من جَبَلٍ * وحَبَّذا ساكِنُ الرَّيّانِ، مَنْ كانا*<br />
*وحَبَّذا نَفَحاتٌ من يَمانيَةٍ * تأتِيكَ من قِبَلِ الرَّيّانِ أَحيانا*<br />
فذا مفردٌ مذكر، والمخصوصُ - وهو "النَّفَحات" - جمعٌ مؤنث، وقال الآخر<br />
*حبَّذا أَنتُما خَلِيلَيَّ إِنْ لم * تعْذُلاني في دَمْعِيَ المُهراق*<br />
فالمخصوص هنا مثنى، و "ذا" مفرد. وقال غيره ألا حبَّذا هندٌ وأرضٌ بها هندُ، فذا مذكر. وهذا مؤنث.<br />
وقد تدخلُ "لا" على "حبذا" فتكون مثلَ "بِئسَ" في إفادة الذَّمِ كقول الشاعر<br />
<br />
*أَلا حَبَّذا عاذري في الهَوى * ولا حَبَّذا الجاهلُ العاذِل*<br />
وقل الآخر<br />
*أَلا حَبَّذا أَهلُ الْمَلا، غيرَ أنَّهُ * إِذا ذُكرَتْ هِنْدٌ، فلا حَبَّذا هِيا*<br />
ولا يجوز أن تدخلَ على مخصوص "حبَّذا" نواسخُ المبتدأ والخبر، وهي "كان وأخواتُها، وظنَّ وأخواتُها، وإنَّ وأخواتها"، فلا يقال "حبَّذا رجلاً كان خالدٌ" ولا "حبَّذا رجلاً ظننتُ سعيداً".<br />
ويجوز حذفُ مخصوصها إن عُلمَ كأن تُسأل عن خالدٍ مثلا، فتقول "حبَّذا رجلاً" أي حبَّذا رجل هو، أي خالدٌ. ومنه قول الشاعر<br />
*ألا حَبَّذا، لَوْلا الحَياءُ. ورُبَّما * مَنَحْتُ الهَوى ما لَيْسَ بِالمتَقارِبِ*<br />
وأما "حبَّ" ففاعله هو المخصوص بالمدح، نحو "حبَّ زُهيرٌ رجلاً". وقد يُجرُّ بباءٍ زائدة، نحو حبَّ به عاملا، ومنه قول الشاعر<br />
*فَقُلْتُ اقتلوها عنكم بِمِزاجها * وحَبَّ بها مقتولةً حينَ تُقْتَلُ*<br />
وأصلُه "حَبُبَ" بضم الباء، بمعنى صار محبوباً، ولذا يجوز أن يقالَ فيه "حُبَّ"، بضمِّ الحاءِ، بنقلِ حركةِ الباءِ إلى الحاءِ وهو كثيرٌ في الاستعمال.<br />
نعم وبئس وساء<br />
نعم فعلٌ لإنشاء المدح. وبِئس وساءَ فِعلان لإنشاءِ الذَّم.<br />
(قال في المختار "نعم منقول من نعم فلان بفتح النون وكسر العين"؛ اذا اصاب النعمة. وبئس "منقول من بئس، بفتح الباء وكسر الهمزة" اذا اصاب بؤساً فنقلا الى المدح والذم - فشابها الحروف، "فلم يتصرفا" اهـ واما (ساء) فهول منقول من (ساء يسوء سواء) بفتح السين في المصدر) ذا قبح. تقول "ساء عمله، وساءت سيرته". ثم نقل إلى الذم، فلم تنصرف كما تنصرف (بئس)).<br />
<br />
وفي "نِعْمَ وبِئْسَ"، أربعُ لغاتٍ "نِعْمَ وبِئْس" بكسر فسكونٍ - وهي أَفصحهُنَّ، وهي لغةُ القرآن الكريم. ثمَّ "نِعِمَ وبِئسَ" - بكسر أوَّلهما وثانيهما -، غير أنَّ الغالبَ في "نِعِمَ" أن يجيء بعدهُ (ما)، كقوله تعالى {نِعمّا يَعِظُكم به}. ثم "نَعْمَ وبأس بفتحٍ فسكونٍ - ثمَّ "نِعْمَ وبَئِسَ"، - بفتحٍ فكسرٍ - وهي الأصلُ فيهما.<br />
ولا بُدَّ لهذه الأفعال من شيئين فاعل ومخصوصٍ بالمدح أو الَّم نحو "نِعْمَ الرجلُ زُهَيرٌ". فالرجلُ هو الفاعلُ والمخصوصُ بالمدح هو زهيرٌ.<br />
أحكام فاعل هذه الافعال<br />
فاعلُ هذه الأفعالِ نوعانِ<br />
الأوَّل اسمٌ ظاهرٌ مُعرَّفٌ بأل الجِنسيَّةِ، التي تُفيد الاستغراق (أي شُمولَ الجنس) حقيقةً، أو اسمٌ مُضافٌ إلى ما اقترنَ بها، أو مُضافٌ إلى اسمٍ أضيفَ إلى مُقترنٍ بها.<br />
فالأولُ نحوُ "نِعْمَ التلميذُ زهيرٌ" و "بئسَ الشراب الخمرُ". والثاني، نحو {وَلنِعْمَ دارُ المتَّقِينَ}، و {بِئسَ مثوى المُتكبِّرينَ}. والثالثُ، نحو "نِعمَ حكيمُ شُعراءِ الجاهليةِ زهيرٌ"، ومنه قول الشاعر<br />
*فنِعْمَ ابنُ أُختِ الْقومِ، غَيرَ مُكذِّبٍ * زُهَيْرٌ، حُسامٌ مُفْرَدٌ من حمائِلِ*<br />
(15/1)<br />
________________________________________<br />
(والحق أن (أل)، التي تسبق فاعل هذه الأفعال، للجنس على سبيل الاستغراق حقيقة، كما قدّمنا. فهي مفيدة للاحاطة والشمول حقيقة لا مجازاً، فيكون الجنس كله ممدوحاً أو مذموماً، والمخصوص مندرج تحت الجنس، فيشمله المدح أو الذم. فاذا قلت "نعم الرجل زهير" فالمدح قد وقع أولا على جنس الرجل كله على سبيل الشمول حقيقة. ثم على سبل المخصوص بالمدح، وهو زهير، فيكون المخصوص قد مدح مرتين مرة مع غيره، لدخوله في عموم الجنس، لأنه فرد من افراد ذلك الجنس، ومرة على سبيل التخصيص، لأنه قد $D8�ص بالذكر، ولذلك يسمى المخصوص.<br />
<br />
والغرض من جعلها للاستغراق والشمول على سبيل الحقيقة هو المبالغة في اثبات المدح للمدوح "الذم للمذموم، بجعلك المدح والذم للجنس، الذي هو المخصوص فرد منه. ثم يأتي المخصوص مبيناً المدار من الاجمال في مدح الجنس على سبيل الحقيقة.<br />
ولك أن تجعل (أل) هذه للاستغراق لا على سبيل الحقيقة. بل على سبيل المجاز. مدعياً أن هذا المخصوص هو جميع الجنس لجمعه ما تفرَّق في غيره من الكمالات أو النقائص فان قلت "نعم الرجل زهير"، فقد جعلت زهيراً هو جميع الجنس مبالغة، لاستغراقه جميع كمالاته، ولم تقصد من ذلك الا مدحه. ونظير ذلك أن تقول "أنت الرجل"، أي اجتمعت فيك كل صفات الرجال).<br />
وقد يقومُ الاسمُ الموصولُ، إذا اريدَ به الجنسُ لا العَهدُ مَقام المُعرَّف بألِّ الجنسيَّةِ، فيكون فاعلا لهذه الأفعال، كما تكون هي، نحو "نِعْم الذي يفعلُ الخيرَ زهيرٌ" و "بِئسَ من يخون أمتهُ فُلانٌ".<br />
(فان الاسم الموصول، اذا لم يرد به المهد، بل اريد به العموم، أشبه المقترن بأل الجنسية فيصحُ أن تسند إليه هذه الأفعال، كما تسند إلى المقترن بأل الجنسية).<br />
الثاني أن يكون فاعلُها ضميراً مستتراً مُفَسّراً بنكرةٍ منصوبة على التَّمييز، واجبةِ التأخير عن الفعل والتقديمِ على الممدوح أو المذموْم، مطابقةٍ لهما إفراداً وتَثنيةً وجمعاً وتذكيراً وتأنيثاً. ويأتي بعد ذلك المخصوص بالمدح أو الذَّم مرفوعاً على الابتداء، والجملةُ قبلَه خبرُهُ، نحو "نِعْمَ رجلاً زهيرٌ".<br />
والتمييزُ هنا مُحَموَّلٌ عن فاعلٍ مُقترنٍ بِـ (ألْ)، لذا يجوز تحويلُه إلى فاعلٍ مُقترنٍ بها، فتقول "نعم الرجلُ زهيرٌ".<br />
<br />
وقد تكون النكرةُ كلمة (ما) - التي هي اسمٌ نكرة بمعنى "شيء" - فتكون فى موضع نصبٍ معلى التمييز، على ما اختارَهُ المُحققون من النُّحاة. وهو أقربُ الأقوال فيها. سَواءٌ أتُليتْ باسمٍ، نحو "نِعمَّا التَّقوى، ومنه قولُه تعالى {إن تبدوا الصَّدقاتِ فَنعما هي}، أم تُليت بجملةٍ فعليَّةٍ، كقوله تعالى {نِعِمًّا يَعظُكم به}" أم لم تُتْلى بشيءٍ نحو "أكرمته إكراماً".<br />
ومتى كان فاعلها ضميراً وجبَ فيه ثلاثةُ أشياء<br />
الأول والثاني إفرادُه وأستتارُه، كما رأيت فلا يجوز إبرازُه في تثنيةٍ ولا جمع، استغناءً عنه بتثنية تمييزه أو جمعه، سواءٌ أتأخرَ المخصوصُ أم تقدَّم. فلا يقالُ "نِعما رجلين خالدٌ وسعيدٌ"، ولا "خالدٌ وسعيدٌ نِعما رجلين".<br />
الثالث وجوبُ أن يُفسّرَهُ اسمٌ نكرةٌ يُذكرُ بعده منصوباً على التمييز كما قدَّمنا.<br />
وإذا كان الفاعلُ مُؤنثاً جازَ أن تلحقَ الفعلَ تاءُ التأنيث، سواءٌ أكان مُظهَراً، نحو "نِعْمت المرأةُ فاطمةُ"، وجاز أن لا تلحقه هذه التاءُ استغناء عنها بتأنيث التمييز المُفسّر، ذَهاباً إلى أن هذه الأفعالَ لما أشبهت الحرفَ في الجمود لزِمت طريقة واحدةً في التعبير، فتقول "نعمَ المرأةُ فاطمةُ، ونعمَ امرأةً فاطمةُ. ومنه قول الشاعر<br />
*تَقولُ عِرسِي، وهي لي عَوَمَرهْ * بِئس امرَأ، وإِنَّني بِئسَ المَرَهْ*<br />
وقول الآخر<br />
*نِعْمَ الْفتاةُ فَتاةً هِنْدُ، لَوْ بَذَلتْ * رَدَّ التَّحِيةِ نُطْقاً، أو بإِيماءِ*<br />
وكذا، إذا كان المخصوصُ مؤنثاً، يثوز تذكير الفعلِ وتأنيثُهُ، وإن كان الفاعلُ مُذكراً، فتقولُ "بِئْسَ أو بِئستِ الشَّرابُ الخمرُ" و "نِعمَ أو نِعمت الثْوابُ الجنّةُ، وعليه قول الشاعر<br />
*نِعْمَتْ جزاءُ المُتَّقينَ الجنَّهْ * دارُ الأَمانِ والمُنى والمِنَّهْ*<br />
احكام المخصوص بالمدح والذم<br />
<br />
لا يجوز أن يكون المخصوصُ بالمدح أو الذَّم إلا معرفةً، كما رأيتَ في الأمثلة المتقدمة، أو نكرةً مُفيدةً، نحو "نِعمَ الرجلهُ رجلٌ يُحاسبُ نفسهُ". ولا يقاله "نِعْمَ العاملُ رجل"، لعدَم الفائدة.<br />
وهذا المخصوصُ مرفوعٌ أبداً، إما على الابتداءِ، والجملةُ قبلَهُ خبرُهُ.<br />
وإما على أنه خبرٌ لمبتدأٍ محذوفٍ وجوباً، لا يجوزُ ذكرُهُ، ويكونُ التقديرُ في قولك "نِعمَ الرجلُ زهيرٌ". "نِعمَ الرجلُ هو زهيرٌ".<br />
(والكلام حينئذ يكون كأنه جواب لسائل سأل "من هو؟" حين قلت "نعم الرجل"، فقلت مجيباً "زهير"، اي هو زهير. ولا يجوز ذكر هذا المبتدأ، لأنه احد المواضع التي يجب بها حذفه. كما ستعلم في الجزء الثاني من هذا الكتاب).<br />
(15/2)<br />
________________________________________<br />
وقد يُحذفُ المخصوصُ، إِذا دلَّ عليه دليل، كقوله تعالى "نِعْمَ العبدُ، إنه أَوَّابٌ"، أي نعم العبد أيوبُ. وقد عُلم من ذكره قبلُ. وقوله سبحانه {والأرض فرشاناها، فنعمَ الماهدون"، أي فنعم الماهدون نحنُ. ومنه قول الشاعر<br />
*نِعْمَ الفَتى فَجعَتْ به إِخوانَهُ * يومَ البَقيعِ حوادِثُ الأَيَّامِ*<br />
أي نِعْم الفتى فتى فجعتْ حوادث الأيام به إخوانَهُ يومَ البقيع. فجملةُ "فجعت" في موضع رفعِ صفةٍ لفتًى المحذوف، وهو المخصوصُ المحذوف.<br />
ومن حق المخصوص أن يُجانس الفاعلَ. فإن جاء ليس من جنسه، كان في الكلام مجازٌ بالحذف، كأن تقول "نِعْمَ عَمَلاً زهيرٌ"، فالكلام على تقدير مُضافٍ نابَ فيه عنه المضافُ إليه، إذ التقديرُ "نِعمَ عملاً عملُ زهيرٍ"، ومنه قوله تعالى {ساء مثلاً القومُ الذين كذَّبوا بآياتنا}. والتقديرُ "ساء مَثلاً مثلُ القومِ".<br />
ويجوز أن يُباشِرَ المخصوصَ، في هذا الباب، نَواسخُ المبتدأ والخبر، سواءٌ أتقدَّم المخصوصُ، نحو كان زهيرٌ نِعمَ الشاعرُ، ونحو قوله<br />
*إِنَّ ابنَ عَبدِ الله نِعْمَ * أخُو النَّدَى وابنُ العشيرَهْ*<br />
أم تَأخرَ، نحو "نِعْم الرجلُ ظننتُ سعيداً"، ومنه قول زهير<br />
<br />
*يَميناً، لنِعْمَ السَّيِّدانِ وُجدْتُما * على كُلِّ حالٍ من سَحيلٍ ومُبرَمِ*<br />
وقول الآخر<br />
*إِذا أَرسلوني عندَ تَعذيرِ حاجةٍ * أُمارِسُ فيها، كُنتُ نِعْم الْمُمارِسُ*<br />
أحكام التمييز في هذا الباب<br />
يجبُ في تمييز هذا الباب خمسةُ أمور<br />
(1) أن يتأخرَ، فلا يُقالُ "رجلاً نِعْمَ زهيرٌ". وقد يتأخرُ عنه نادراً، نحو "نعم زهيرٌ رجلا".<br />
(3) أَن يكون مُطابقاً للمخصوص إفراداً وتَثنيةً وجمعاً وتذكيراً وتأنيثاً، نحو "نِعمَ رجلاً زهيرُ"، ونعمَ رجلينِ زهيرٌ وأخوهُ"، و "نعمَ رجالا أنتمْ"، ونِعمتْ فتاةً فاطمةُ"، و "نعمتْ فتاتَينَ فاطمةُ وسُعادُ"، "ونِعمت فَتَياتٍ المجتهداتُ"، ومن ذلك قولِ الشاعر<br />
*نِعْ$D9�َ امْرأَين حاتمٌ وكَعْبٌ * كِلاهُما غَيْثٌ، وسَيْفٌ عَضْبُ*<br />
(4) أن يكونَ قابلاً لألْ، لأنه محوَّلٌ عن فاعلٍ مُقترِنٍ بها، كما تقدَّمَ، فإن قلتَ "نِعمَ رجلاً زهيرٌ"، فالأصلُ "نعمَ الرجل زهيرٌ". فإن لم يَقبلها كمِثْلٍ وأيٍّ وغير وأفعلَ في التَّفضيل، فلا يُمَّيزُ به هذا الباب.<br />
(اذا اريد بأفعل معنى التفضيل فلا يُميز به، فلا يقال "نعم أَكرم منك خالد"، ولا "نعمَ أفضل رجل علي"، لانه حينئذ لا يقبل (أل) اذا حوّله فاعلا. أما ان لم يرد به معنى التفضيل، فجائز التعبير به نحو "نِعْمَ أعلم زهير" اي نِعْم عالماً زهير" لأنه يصح أن تباشره (أل) في هذه الحالة، فنقول "نِعْمَ الاعلم زهير").<br />
(5) أنه لا يجوز حذفُهُ، إذا كان فاعلُ هذه الأفعال ضميراً يعودُ عليه، وقد يُحذَف نادراً كقولك "إن قلت كذا فَبِها ونعْمتْ"، أي "نِعمتْ فِعلةً فعلتُك" ومنه حديثُ "مَنْ توَضأ يوم الجمعة فَبِها ونِعمتْ"، أي "فبالسُّنةِ أخذَ، ونِعمت سُنَّةُ الوَضوء".<br />
أما إن كان فاعله اسماً ظاهراً، فلا يحتاج الكلام إلى ذكر التمييز، نحو "نعمَ الرجلُ عليٌّ" لأنَّ التمييزَ إنما هو لرفعِ الإبهام، ولا إبهامَ مع الفاعل الظاهر.<br />
<br />
وقد يجتمع التمييز مع الفاعل الظاهر، تأكيداً له، فإنَّ التمييزَ قد يُذكرُ للتأكيد، لا لرفعِ الإبهام، كقول الشاعر "نِعمَ الفتاةُ فتاةً هند..." (البيتَ السابقَ).<br />
وقد يُجرُّ التمييزُ، في هذا الباب، بِمنْ كقولِ الشاعر<br />
*تخَيَّرَهُ، فلم يَعْدِل سِواهُ * فَنعْمَ الْمَرءُ من رجلٍ تِهامِي*<br />
ومِثله تمييزُ "حَبّذا وحَبَّ"، كقول الشاعر<br />
*يا حَبَّذا جَبلُ الرَّيانِ من جَبَلٍ * وحبَّذا ساكِنُ الرّيان، مَنْ كانا*<br />
الملحق بنعم وبئس<br />
قد يجري مَجرى (نِعْمَ وبئسَ) - في إنشاء المدح أو الذمّ - كل فعلٍ ثلاثي مجرَّد، على وزن (فَعُلَ) - المضمومِ العين - على شرط أن يكون صالحاً لأنْ يُبنى منه فعلُ التعجب، نحو "كرُمَ الفتى زهيرٌ!" و "ولَؤمَ الخائنُ فلانٌ!".<br />
فإن لم يكن في الأصل على وزن (فَعُلَ)، حوَّلته إليه، لأنَّ هذا الوزن يَدُلُّ على الخِصال والغرائز التي تستحق المدح أو الذَّم، فتقولُ في المدح من (كتبَ وفهِمَ) "كتُبَ الرجلُ خالدٌ! وفَهُم التلميذُ زهيرٌ!"، وتقول في الذم من "جَهِل وكذَبَ" "جَهُل الفتى فلانٌ! وكذُبَ الرجلُ فلانٌ!".<br />
فإن كان الفعلُ مُعتَلَّ الآخر، مثلُ "قضى ورمى وغزا ورضِيَ وصَدِي"، قلْتَ آخرَهُ واواً عندَ نقله إلى باب (فَعُلَ)، لتُناسبَ الضمة قَبلها، فتقول "قضُوَ ورَمُوَ وغَزُوَ ورَضُوَ وصدُوَ"<br />
وإن كان معتلَّ العين، مثل "جادَ وسادَ"، بقيَ على حاله، وقُدِّرَ النّقل إلى باب (فَعُلَ)، لأنك لو قلتَ "جَوُدَ وسَوُد"، لَعادت الواوُ ألفاً، لتحرُّكها وانفتاح ما قبلها.<br />
(15/3)<br />
________________________________________<br />
ومن هذا الباب (ساء) - المتقدّمُ ذكرُه مع (نِعْمَ وبِئس) - فإنه لما أُريدَ به معنى (بئس)، حُوّل إلى باب (فَعُلَ) فصار "سَوْاَ"، ثم قُلِبَتِ الواوُ أَلفاً لأنها متحركةٌ مفتوحٌ ما قبلها، فَرَجعَ إلى "ساءَ". وإنما يُذكرُ مع "نِعْمَ وبِئسِ"، لأنهُ يجريّ مَجراهما في كل أمر، يُخالفُهما في حُكم.<br />
<br />
واعمل أنه يجوزُ فيما يجري مَجرى "نِعْمَ وبِئسَ"، سواءٌ أكان مضمون العين أصالةً أو تَحويلاً، أن تَسكُنَ عينُهُ، مثل "ظَرْفَ وفُهْمَ" وأن تُنقَلَ حركتُها إلى فائِه، نحو "ظُرْفَ وفُهْمَ"، وعليه قولُ الشاعر<br />
*لا يَمْنَعُ الناسُ مني ما أرَدْتُ، ولا * أُعطيهِم ما أرادوا! حُسْنَ ذا أدَبا!<br />
(أي حسن هذا أدباً، فذا اسم إشارة فاعل. وأدباً تمييز، والواو في قوله "ولا أعطيهم" واو المعية التي ينتصب الفعل بعدها بأن مضمرة، فأعطيهم منصوب بأن مضمرة وجوباً بعد واو المعية المسبوقة بنفي. وكان حقه أن يظهر الفتحة على الياء لخفتها لكنه أضمرها ضرورة. يقول "ما أحسن ان لا يمنع الناس مني ما أردت من مالهم ومعونتهم مع بذلي لهم ما يريدون مني من مال ومعونة". يقول ذلك منكراً على نفسه أن يعينه الناس ولا يعينهم. فحسن للمدح والتعجب. وأراد بها هنا التعجب الإنكاري. وقيل في معناه يريد أن يقهر الناس فيمنعهم ما يريدون منه، ولا يستطيعون أن يمنعون ما يريد منهم لعزته وسطوته. وجعل هذا أدباً حسناً. والصواب ما قدمناه، لأن ما قبله من القصيدة يدل على ذلك وهو قوله<br />
*قَد يَعْلَمُ الناسُ أني من خيارِهم * في الدِّينِ ديناً، وفي أحسابهمْ حَسبَا*<br />
(واعلم أن الأدب الذى كانت تعرفه العرب هو ما يحسن من الأخلاق وفعل المكارم؛ كترك السفه، وبذل المجهود، وحسن اللقاء. واصطلح الناس بعد الاسلام بمدة طويلة على أن يسموا العالم بالنحو والشعر وعلوم العرب "أديبا" وأن يسموا هذه العلوم "الأدب". وذلك كلام مولدٌ لم تعرفه العرب بهذا المعنى، لأن هذه العلوم قد حدثت في الاسلام).<br />
<br />
ويُفيدُ ما يجري مجرى "نِعْمَ وبِئسَ" - معَ المدحِ أو الذَّم - التَّعَجُّبَ، ومعنى التعجب فيه قويٌّ ظاهرٌ، كما رأيتَ. حتى إن بعضَ العلماءِ ألحقهُ بباب التعجب. والحقُّ أنه مُلحقٌ بالبابين، لتضمُّنهِ المعنيين، لذلك تجري عليه أحكامُ ها البابِ وأحكام ذلك من بعض الوجوه كما ستعلم.<br />
حكم الملحق بنعم وبئس<br />
يجري ما يُلحقُ بِنعم وبِئسَ مَجراهما، من حيثُ الجُمودِ وإنِشاء المدحُ والذَّم، (إلا أنهُ يَتضمَّنُ أيضاً معنى التعجب، كما تقدّم)، وكذلك من حيثُ الفاعلِ والمخصوصِ.<br />
فيكونُ فاعلهُ، كفاعلهما، إِمّا اسماً ظاهراً مُعرّفاً بألْ نحوُ "عَقُلَ الفتى زهيرٌ!"، أو مَضافاً إلى مُقترنٍ بها، نحو قَرُؤ غلامُ الرجل خالدٌ!".<br />
وإما ضميراً مستتراً بنكرةٍ بعدَهُ منصوبة على التمييز، نحو "هَدُوَ رجلا عليٌّ!".<br />
غير أنَّ فاعله الظاهرَ يُخالفُ فاعلهما الظاهر في أمرين<br />
الأول جوازُ خُلُوِّهِ من (ألْ) نحو "خطُبَ عليٌّ!" ولا يجوز ذلك في فاعلِ "نِعْمَ وبِئسَ".<br />
الثاني أنه لما أَفادَ فعلهُ - مع المدح أو الذْمّ - التعجُّبَ جاز أن يُجرَّ بكسرةِ باءٍ زائدةٍ تشبيهاً له "بأفعِلْ به" في التعجُّب، نحو "شَجُع بخالدٍ!". ولا يجوز ذلك في فاعلهما.<br />
أَما فاعله المَضمَرُ العائدُ على التمييز بعده فَيوافقُ فاعلَها المُضمر في أَنَّ الفعل معه يجوز أن يكون بلفظٍ واحدٍ للجميع، نحو "المجتهدةُ حسُن فتاةً، والمجتهدانِ حَسُن فَتَييْنِ والمجتهدون حَسُن فِتياناً"، والمجتهداتُ حَسُنَ فتياتٍ". كما تقول "المجتهدةُ نعمَ فتاةً، والمجتهدانِ نعمَ فتَييْن" الخ.<br />
<br />
ويُخالفُه في جواز أن يكون على وَفقِ ما قبله إفراداً وتثنية وجمعاً وتذكيراً وتأنيثاً، نحو المجتهدُ حَسُن فتًى، والمجتهدةُ حَسُنتْ فتاةً، والمجتهدانِ حَسُنا فَتَييْنِ والمجتهدونَ حَسنُوا فِتياناً، والمجتهداتُ حَسُنَ فَتياتٍ". ولا يجوز في "نعم وبئس" إلا أن يكونا بلفظٍ واحد، وذلك بأن يكون فاعلهما المَمضمرُ مفرداً عائداً على التمييز بعده إلا ما كان من جواز تأنيثه، اذا عاد على مؤنثٍ، كما تقدَّم.<br />
(15/4)<br />
________________________________________<br />
( الفعل وأقسامه ) ضمن العنوان ( نونا التوكيد مع الفعل )<br />
نونا التوكيد، إحداهما ثقيلةٌ مفتوحة، والاخرى خفيفةٌ ساكنة. وقد اجتمعتا في قوله تعالى لَيُسجَنننَّ وَليكوناً من الصاغرين".<br />
(ويجوز ان تكتب النون المخففة بالألف مع التنوين كما في الآية الكريمة، (وهو مذهب الكوفيين) فان وقفتَ عليها وقفت بالألف. ويجوز أن تكتب النون، كما هو شائع، وهو مذهب البصريين).<br />
ولا يُؤكدُ بهما إِلا فعلُ الأمرِ، والمضارع.<br />
فأمّا فعلُ الأمر، فيجوز توكيدُهُ مُطلقاً، مثل "اجتهدَنَّ، وَتعلَّمَنَّ".<br />
وأَما الماضي لا يجوز توكيدُهُ مطلقاً. وقال بعضُهم إن كان ماضياً لفظاً، مُستقبلاً معنىً، فقد يُؤكدُ بهما على قلَّةٍ.<br />
ومنه الحديث "فإما أدركنَّ أَحدٌ منك الدَّجالَ"، فإنه على معنى "فإما يُدرِ كنَّ". ومنه قول الشاعر<br />
*دَامَنَّ سَعْدُكِ، لو رَحِمْتِ مُتَيّماً * لولاكِ لم يَكُ للصَّبابَةِ جائحا*<br />
لأنَّه على معنى "لِيدُومَنَّ" فهو في معنى الأمر، والأمر مستقبل.<br />
وأما المضارعُ فلا يجوز توكيدُه، إِلا أن يَقعَ بعد قَسَمٍ، أو أَداةٍ من أَدوات الطَّلبِ أو النفي أَو الجزاء، أَو بعد (ما) الزائدة.<br />
وتأكيدُه في هذه الأحوال جائز، إلا بعد القسم، فيجبُ تارة، ويمتنع تارة أُخرى، كما ستعلم.<br />
تأكيد المضارع بالنون وجوباً<br />
<br />
يُؤكدُ المضارعُ بالنون وجوباً، إذا كان مُثبَتاً مستقبلا، واقعاً في جواب القسَمِ غيرَ مفصولٍ من لامِ الجواب بفاصل، كقوله تعالى {تاللهِ لأكيدَنَّ أَصنامَكم}.<br />
وتوكيده بالنون، ولزوم اللام في الجواب - في مثل هذه الحال - واجبٌ لا مَعدِل عنهُ.<br />
وما ورد من ذلك غير مُؤكدٍ، فهو على تقدير حرف النفي. ومنه قوله تعالى "تاللهِ تَفتأ تذكرُ يوسف" أَي "لا تفتأ". وعلى هذا فمن قال "والله أَفعلُ"، أثِمَ إن فَعَلَ، لأنَّ المعنى واللهِ لا أَفعل" فإن أَراد الإثبات وجبَ أَن يقول "واللهِ لافعلَنَّ". وحينئذٍ يأثَمُ إن لم يفعل.<br />
التوكيد بها جوازاً<br />
يُؤكدُ المضارعُ بالنون جوازاً في أربع حالات<br />
(1) أن يَقعَ بعد أداةٍ من أدوات الطَّلب، وهي "لامُ الأمر" مو "لا" الناهيةُ، وأَدوات الإستفهام والتَّمنّي والتّرجي والعَرْضِ والتّحضيض. وهذه أمثلتُها "اجتهدنَّ. لا تَكسلَنَّ. هل تَفعلنَّ الخيرَ؟ ليتكَ تَجدنَّ. لَعلَّكَ تَفوزَنَّ. أَلا تَزروَنَّ المدارس الوطنية. هَلاَّ يرعوِنَّ الغاوي عن غَيّه".<br />
(2) أَن يقعَ شرطاً بعد أداة شرطٍ مصحوبة بِـ (ما) الزائدة.<br />
فإن كانت الأداة "إِنْ" فتأكيدُه حينئذٍ قريبٌ من الواجب، حتى قال بعضهم بوجوبه. ولم يَرِد في القرآن الكريم غير مؤكد، كقوله تعالى {فإِما يَنزَغنَّك من الشيطان نَزغٌ فاستعِذْ بالله}، وقوله {فإمّا تَرَينَّ من البَشر أَحداً}. وَندَرَ استعْمالهُ غير مُؤكدٍ، كقول الشاعر<br />
*يا صاح، إِمَّا تَجِدْني غيرَ ذي جِدَةٍ * فما التَّخلِّي عن الإِخوانِ من شِيمي*<br />
وإن كانت الأداةُ غير "إن" فتأكيدُه قليل، نحو "حينما تكونَنَّ آتِكَ. متى تُسافِرَنَّ أُسافرْ".<br />
وأقلُّ منه أن يقع جواب شرطٍ، أو بعد أَدتةٍ غيرِ مصحوبة بِـ (ما) الزائدة .. فالأول كقول الشاعر<br />
*ومَهْما تَشأْ منهُ فَزارةُ تُعْطِكمْ * ومَهْما تَشَأْ منهُ فَزارةُ تَمْنَعاً*<br />
والآخرُ كقول الآخرُ<br />
<br />
*مَنْ نَثْقَفَنْ منهم فَلَيسَ بآيبٍ * أَبَداً. وقَتْلُ بَني قُتيبَةَ شافي*<br />
(3) أن يكون منفيًّا - بِـ (لا) - بشرطِ أن يكون جواباً للقسم - كقوله تعالى {واتقوا فِتنةً لا تُصيبَنَّ الذين ظلموا منكم خاصةً}.<br />
وأَقل منه أَن يكون منفيًّا بِـ (لم) كقول الشاعر، يَصفُ جبلاً عَمَّهُ الخِصبُ وحفَّهُ النبات.<br />
* يَحسَبُهُ الجاهلُ - ما لَمْ يَعْلَما - شيخاً على كُرسِيِّهِ مُعَمَّما*<br />
وإنما سَوَّغَ توكيدَ المنفيّ بِـ (لم) مع أَنه في معنى الماضي، والماضي لا يُؤكدُ بالنون - كونه منفيًّا، وأنه مضارع في اللفظ.<br />
(4) أن يقعَ بعد (ما) الزائدة، غير مسبوقةٍ بأداة شرط. ومنه قولهم "بِعينٍ ما أرَيَنَّك"، وقَولهم بِجَهدٍ ما تَبْلُغنَّ!"، وقولهم "بألمٍ ما تُخْتَنِنَّهُ"، ويروى أيضاً تُخْتَتَنَّ" وقول الشاعر<br />
*إذا ماتَ منهُم مَيِّتٌ سُرِقَ ابنُه * ومِن عَضَةٍ ما يَنْبُتَنَّ شَكيرُها<br />
امتناع توكيد المضارع بالنون<br />
يمتنع تأكيدُ المضارع بالنون في أربع حالات<br />
(1) أن يكون غيرَ مسبوقٍ بما يُجيزُ توكيدَه كالقسم وأدوات الطلب والنفي والجزاء و (ما) الزائدةِ.<br />
(2) أن يكون منفيًّا وافعاً جواباً لقَسمٍ، نحو "واللهِ لا أنقُضُ عهدَ امتي". ولا فرق بين أن يكون حرفُ النفي ملفوظاً - كهذه الأمثلة - وأن يكون مُقدَّراً، كقوله تعالى {تاللهِ تفتأ تَذكُرُ يوسفَ}، أَي "لا تفتأُ".<br />
(3) أن يكون للحال، نحو "واللهِ لتذهبُ الآنَ"، ومنه قول الشاعر<br />
*يَميناً لأُبغِضُ كُلَّ امرئ * يُزَخرِفُ قولاً ولا يَفْعَل*<br />
وقل الآخر<br />
*لئِنْ تَكُ قد ضاقتْ عليكمْ بُيوتُكمْ * ليعلمُ رَبِّي أَنَّ بيتَي واسعُ*<br />
(16/1)<br />
________________________________________<br />
(4) أن يكون مفصولا من لام جواب القسَم، كقوله تعالى<br />
{لئن مُتُّمْ، أو قُتِلْتُمْ لإِلى اللهِ تُحشرون} وقوله {ولَسَوفَ يُعْطيكَ رَبُّكَ فَتَرْضى}.<br />
احكام النون والفعل المؤكد بها<br />
<br />
(1) لا تَقعُ نون التوكيدِ الخفيفةُ بعد ضمير التَّثنية، فلا يقالُ "واللهِ لَتذهباننْ" ولا بعد نونِ النسوة فلا يقال "لا تَذهبننْ" أَما بعد واو الجماعة وياءِ المخاطبة فتقَعُ، نحو "هل تذهبونَنْ؟ هل تذهبيَننْ؟" ونحو "لا تذهبُنْ. اذهبُن. لا تذهِبنْ. إذهِبنْ.<br />
(2) إِذا وقعت النون المشدَّدة بعد ضمير التَّثنية، ثبتت الألفُ، وكُسِرت النونُ تشبيهاً لها بنون التثنية في الأسماء نحو "اكتُبانِّ، لِيكتُبانِّ". فإن كان الفعل مضارعاً مرفوعاً، حُذفت نون الرفع أيضاً، كيلا تَتوالى ثلاثُ نونات، نحو "هل تكتُبانِّ؟" والأصل "تكتباننَّ".<br />
(وإنما ثبتت الألف مع اجتماع ساكنين - هي النون الأولى من النون المشددة - سهولة النطق بالألف مع ساكن بعدها).<br />
(3) وإذا وقعت نونُ التوكيد بعد واوِ الجماعة - المضمومِ ما قبلها - أو ياء المخاطبة - المكسورِ ما قبلها - حُذفت واوُ الجماعة وياءُ المخاطبة، حَذَر التقاء الساكنين، وبقيتْ حركةُ ما قبلهما على حالها، نحو "أَكتُبُنَّ، أَكتُبِنَّ. لِيكتُبُنَّ، - أَدْعُنَّ. ادْعِنَّ. لِيَدْعُنَّ - إِرْمُنَّ إِرْمِنَّ لِيَرْمُنَّ"، والأصلُ "اكتُبونَّ. اكتُبينَّ. لِيكتُبونَّ - أدْعُونَّ، أُدْعِينَّ. لِيَدعُونَّ - إِرْمُونَّ. إِرْمِينَّ. لِيَرْمُونَّ".<br />
فإن كان الفعلُ مضارعاً مرفوعاً تُحذف نونُ الرفع أولاً، ثم تُحذفُ الواوُ والياءُ لاجتماع ساكنينِ بعد حذف النون، نحو "هل تَذهبُنَّ، هل تَذهِبنَّ" والأصل "تذهبونَنَّ تذهبينَنَّ".<br />
(حذفت نون الرفع كراهية اجتماع ثلاث نونات، فاجتمعت بعد حذفها ساكنان واو الجماعة أو ياء المخاطبة والنون الأولى من النون المشددة، فحذفت الواو والياء حذر التقاء الساكنين).<br />
<br />
(4) إن كان ما قبلَ واو الجماعة وياء المخاطبة - المتّصلينِ بالنون - مفتوحاً، ثبتت الواوُ والياءُ، نحو "هل نَخشَوُنَّ؟ اخشَوُنَّ؟ هل ترْضَيِنَّ؟ إِرْضِينَّ" غير أن واو الجماعة تضمُّ، وياءَ المخاطبة تكسر، ويبقى ما قبلهما على حالة من الفتح، كما رأيت.<br />
(وحق الواو والياء أن تكونا ساكنتين وإنما حرّكت الواو بالضمة والياء بالكسرة تخلصاً من اجتماع ساكنين - وهما الواو أو الياء والنون الأولى من النون المشددة.<br />
واعلم أن النون المشددة حرفان أولهما ساكن. فان الحرف المشدد حرفان في اللفظ وان كان حرفاً واحداً في الخط).<br />
(5) إذا لَحِقت نون التوكيد آخر الفعل المُسندِ إلى ضميرٍ مستترٍ أو اسمٍ ظاهر، فُتح آخرُهُ، نحو "هل تكتبَنَّ؟ لِيكتُبِنَّ زهيرٌ. أَكتبن" فإن كان مُعتلَّ الآخر بالألف قلَبتها ياءً، نحو "هل تَسعَينَّ؟ إِسعينَّ".<br />
(6) إذا أَكدتَ بالنون الأمرَ المبنيّ على حذف آخره، والمضارعَ، المجزوم نحذف آخره، رَددتَ إليه آخرهُ - إن كان واواً أَو ياءً - مبنيًّا على الفتح، فتقول في "ادعُ ولا تدعُ وامشِ ولا تمش" "ادْعونّ. لا تَدْعُونّ - إمشيَنَّ. لا تمشينَّ". فإن كان المحذوفُ ألفاً قلبتها ياءً، فتقول في "اخش وليخش" "إخشينَّ، ليخشينَّ".<br />
(7) إذا ولي نون النَّسوة نون التوكيد المُشدَّدةُ، وجب الفصل بينهما بألف، كراهية اجتماع النونات، نحو "يكتُبَنانِّ واكتُبْنانِّ". وحينئذٍ تُكسرُ نون التوكيد وجوباً، كما رأيت، تشبيهاً لها بالنون بعد ألف المثنى.<br />
أما النون المخفّفة فلا تَلحقُ نون النّسوة، كما تقدم.<br />
(8) النون المخفّفةُ ساكنةٌ كما علمت، فإن وَلِيها ساكنٌ حُذفت فراراً من اجتماع الساكنين، نحو "أكرم الكريم". والأصلُ "أكرِمَنْ". ومنه قول الشاعر<br />
*ولا تُهينَنَّ الفقيرَ، عَلَّكَ أنْ * تَرْكَعَ يوماً، والدَّهرُ قد رَفَعَه*<br />
والأصل "لا تَهينَنْ".<br />
<br />
ويجوز قلبُها ألفاً عند الوقف، فتقول في اكتُبَنْ" - إذا وقفت عليه - "اكتُباً". ومنه قول الشاعر<br />
*أقصِرْ، فَلَسْتَ بَمُقْصِرٍ، جُزْتَ الْمَدَى * وَبْلَغتَ حيثُ النَّجْمُ تَحْتَكَ، فارْبَعا*<br />
وقول الآخر<br />
وإِيّاك والْمَيْتاتِ، لا تَقْرَبَنَّها * ولا تَعْبُدِ الشيطانَ والله فاعبُدا<br />
(16/2)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( الموصوف والصفة )<br />
الاسمُ على ضربين موصوفٍ وصفة.<br />
فالاسمُ الموصوفُ ما دلَّ على ذات الشيء وحقيقتهِ. وهو موضوعٌ لتُحملَ عليه الصفةُ كرجل وبحرٍ وعلمٍ وجهلٍ.<br />
ومنه المصدر وإسما الزمانِ والمكان وإسمُ الآلة.<br />
وهو قسمان اسمُ عينٍ، واسمُ معنىً.<br />
فاسم العين ما دلَّ على معنى يقومُ بذاتهِ كفرسٍ وحجرٍ.<br />
واسمُ المعنى ما دلَّ على معنى لا يقومُ بذاته، بل يقوم بغيره.<br />
ومعناه، إما وُجوديٌّ كالعلمِ والشجاعة والجُودِ وإما عَدَميٌّ كالجنلِ والجُبنِ والبُخل.<br />
والاسمُ الصفةُ ما دلَّ على صفة شيءٍ من الأعين أو المعاني، وهو موضوعٌ ليُحمَلُ على ما يوصفُ به.<br />
وهو سبعةُ أنواعٍ اسمُ الفاعلِ، واسمُ المفعولِ، والصفةُ المشبّهة، واسمُ التّفضيل، والمصدرُ الموصوفُ به، والاسمُ الجامدُ المتضمنُ معنى الصفةِ المشتقّةِ، والاسمُ المنسوب.<br />
(17/1)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( المذكر والمؤنث )<br />
الاسم إما مذكرٌ وإما مؤنثٌ.<br />
فالمذكرُ ما يَصحُّ أن تُشيرَ إليه بقولك "هذا" كرجلٍ وحصانٍ وقمرٍ وكتابٍ.<br />
وهو قسمانِ حقيقيٌّ وهو ما يَدُلُّ على ذكرٍ من الناس أو الحيوان كرجل وصبيّ وأسد وجمل، ومجازيٍّ وهو ما يُعامَلُ مُعاملةَ الذّكر من الناس أو الحيوانِ وليس منها كبدرٍ وليلٍ وبابٍ.<br />
والمؤنثُ ما يصحُّ أن تشير إليه بقولك "هذه" كامرأةٍ وناقةٍ وشمسٍ ودارٍ.<br />
<br />
وهو أربعةُ أقسامٍ لفظيٌّ ومعنويٌّ، وحقيقيٌّ ومجازيٌّ.<br />
فالمؤنثُ اللفظيُّ ما لحقتهُ علامةُ التأنيثِ، سواءٌ أدل على مؤنث كفاطمةَ وخديجةَ، أم على مذكرٍ مطلحة وحمزة وزكريَّاء وبُهْمة. والمؤنّثُ الحقيقيُّ ما دلَّ على انثى من الناسِ أو الحيوانِ كامرأةٍ وغُلامةٍ وناقةٍ وأتانٍ.<br />
والمؤنثُ المجازيُّ ما يُعاملُ مُعاملةَ الأنثى من الناسِ أو الحيوانِ، وليس منها كشمسٍ ودارٍ وعينٍ ورجلٍ.<br />
ومن الأسماءِ ما يُذكَّرُ ويُؤنَّثُ كالدَّلوِ والسكين والسبيلِ والطريق والسوقِ واللسانِ والذِّراعِ والسلاحِ والصَّاعِ والعُنُقِ والخمرِ، وغيرها.<br />
ومنها ما يكون للمذكر والمؤنثِ، وفيه علامة التأنيث كالسَّخلةِ والحيّةِ والشاةِ والرّبعةِ.<br />
علامات التأنيث<br />
للتأنيثِ ثلاثُ علاماتٍ �$A7لتاءُ المربوطةُ، وألفُ التأنيثِ المقصورةُ، وألفهُ الممدودةُ كفاطمة وسلمى وحَسناء.<br />
فالتاءُ المربوطةُ تَلحقُ الصفاتِ تَفْرِقةً بين المذكرِ منها، والمؤنث كبائع وبائعةٍ، وعالمٍ وعالمةٍ، ومحمودٍ ومحمودةٍ، ولِحاقُها غير الصِّفات سَماعيٌ كتَمْرةٍ وغُلامةٍ وحمارةٍ.<br />
والأوصافُ الخاصةُ بالنساءِ لا تلحقها التاءُ إلا سماعاً، فلا يُقال "حائضةٌ وطالقةٌ وثَيّبةٌ ومُطفِلةٌ ومُتْئمةٌ"، بل "حائضٌ وطالقٌ وثيبٌ ومُطفلٌ ومُتْئمٌ". وسُمع "مُرْضِعةٌ"، قال تعالى {يومَ تذهلُ كلُّ مُرضعةٍ عمّا أرْضَعَتْ}.<br />
والأصلُ في لحاق التاءِ الأسماءَ إنما هو تمييزُ المؤنثِ من المذكرَ. وأكثرُ ما يكون ذلك في الصفات ككريم وكريمة وفاضل وفاضلة. وهو في الأسماءِ قليلٌ كإمريء وإمرأةٍ، وإنسانٍ وإنسانةٍ، وغُلامٍ وغلامةٍ، وفتىً وفتاةٍ ورَجُل ورَجُلةٍ.<br />
وتكثُرُ زيادةُ التاءِ لتمييز الواحد من الجنس في المخلوقات كَثمَرٍ وثمَرةٍ وتمرٍ وتَمرةٍ، ونخلٍ ونخلةٍ، وشجرٍ وشجرةٍ. وتقل في الموضوعات كجرٍّ وجرَّةٍ. ولِبنٍ ولبنةٍ وسفينٍ وسفينة.<br />
<br />
وقد يُؤتى بها للمبالغة كعلاَّمة وفهّامة ورحّالة.<br />
وقد تكون بدلا من ياءِ (مفاعيلَ) كجحاجِحةٍ ويكثر ذلك في المُعرَّب كزنادقةٍ، أو بدَلا من ياءِ النّسبة كدَماشقة ومشارقة ومغاربة، أو للتعويض من فاءِ الكلمة المحذوفة كعِدَة (وأصلُها وَعْدٌ)، أو من عينها المحذوفة كإقامةٍ (وأصلُها إقوامٌ)، أو من لامها المحذوفة كلُغةٍ (أصلُها لُغوٌ).<br />
ما يستوي فيه المؤنث والمذكر<br />
ما كان من الصفات على وزن (مِفْعل) كمغْشَمٍ ومِقْوَلٍ أو (مِفعالٍ) كمِعْطارٍ ومِقْوالٍ، أو (مِفْعيلٍ) كمِعطيرٍ ومِسكيرٍ، أو (فَعولٍ) بمعنى فاعل كصَبورٍ وغَيورٍ، أو (فَعيل) بمعنى مفعولٍ. كقتيلٍ وجريحٍ، أو على وزن (فِعْلٍ) بمعنى مفعول كذِبْجٍ و طِحْنٍ، أو (فَعَلٍ) بمعنى مفعول كجَزرٍ وسَلبٍ أو مصدراً مُراداً به الوصفُ كعَدْلٍ وحَقٍّ - يستوي فيه المذكرُ والمؤنث، فلا تلحقهُ علامةُ التأنيث، يقال "رجلٌ مِغْشمُ ومِقوالٌ ومِسكيرٌ وغيورٌ وقتيلٌ وعدلٌ، وجمَلٌ ذِبْحٌ وجزَرٌ، وإمرأَةٌ مقْوالٌ ومِعْطارٌ ومِعطيرٌ وجَريحٌ وعَدْلٌ، وناقةٌ وذبحٌ وجزرٌ".<br />
وما لحِقتهُ التاءُ من هذه الأوزان كعدُوَّةٍ ومِيقانةٍ ومِسكينة ومِعطارة، فهو شاذٌّ.<br />
وإن كان (فَعولٌ) بمعنى (مفعول) تَلحقهُ التاءُ كأكولةٍ بمعنى مأكولة، وركوبة بمعنى مركوبة، وحلوبة بمعنى محلوبةٍ. ويقال أيضاً أكولٌ وركوبٌ وحلوبٌ.<br />
وإن كان (فعيلٌ) بمعنى (فاعلٍ) لحِقتهُ التاءُ ككريمة وظريفة ورحيمة. وقد يُجرَّدُ منها كقوله تعالى {إنَّ رحمةَ اللهِ قريبٌ من المُحسنين}.<br />
وإن كان بمعنى (مفعول)، فإن أُريدَ به معنى الوصفية، وعُلمَ الموصوفُ، لم تلحقهُ في الأكثر الأغلب "كإمرأةٍ جريحٍ، وقد تلحقهُ على قلةٍ كخَصلةٍ حميدةٍ وفعلةٍ ذميمة.<br />
<br />
وإن استُعملَ استعمالَ الأسماء لا الصفات لحِقتهُ التاءُ كذبيحة وأَكيلة ونطيحة. وكذا إن لم يُعلمِ الموصوفُ أَمذكرٌ هو أم مؤنثٌ؟ مثل "رأيتُ جريحة". أما إذا عُلمَ فلا، نحو "رأيتُ امراةً جريحاً" أو "رأيتُ جريحا مُلقاةً في الطريق"، ونحو "كوني صبوراً على المصائبِ، حمولاً للنَّوائبِ".<br />
(18/1)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( المقصور والممدود والمنقوص )<br />
الإسمُ، إِما صحيحُ الآخر وهو ما ليس آخرُه حرفَ علَّة، ولا ألفاً ممدودة كالرجلِ والمرأة والكتابِ والقلمِ.<br />
وإما شِبهُ الصحيحِ الآخر وهو ما كان آخرُه حرفَ علَّة ساكناً ما قبلهُ كدلْو وظبيٍ وهدْيٍ وسعيٍ.<br />
(سمي بذلك لظهور الحركات الثلاث على آخره، كما تظهر على الصحيح الآخر، مثل "هذا ظبي يشرب من دلوٍ" و "رأيت ظبياً، فملأت له دلواً").<br />
وإما مقصورٌ، وإما ممدودٌ، وإما منقوص.<br />
الاسم المقصور<br />
الإسم المقصورُ هم اسمٌ مُعربٌ آخرُه ألفٌ ثابتةٌ، سواءٌ أكتبتْ بصورة الألف كالعصا، أم بصورة الياء كموسى.<br />
ولا تكونُ ألفُهُ أصليَّة أبداً وإنما تكونُ منقبلة، أو مزيدة.<br />
والمنقلبةُ، إما منقلبةٌ عن واوٍ كالعصا، وإما منقلبةٌ عن ياءٍ كالفتى، فإنك تقولُ في تثنيتهما "عصَوانِ، وفتيانِ".<br />
والمزيدةُ، إما أن تُزادَ للتأنيث كحُبلى وعطشى وذكرى، فإنها من الحبَل والعطشِ والذكر.<br />
وإما أن تُزادَ للإلحاق كأرْطى وذِفرى. الأولى مُلحَقَةٍ بجعفر والأخرى ملحقةٍ بِدِرهم.<br />
وتسمى هذه الألف "الألفَ المقصورة".<br />
وهي ترسم بصورة الياء، إن كانت رابعةً فصاعداً كبُشرى ومُصطفى ومُستشفىً، أو كانت ثالثةً أصلها الياء كالفتى والهدى والندى؛ وترسم بصورة اللف إن كانت ثالثة أَصلها الواو كالعصا، والعلا، والرُّبا.<br />
وإذا نُوِّنَ المقصورُ حُذِفت ألفُه لظفاً، وثَبتت خطًّا مثل "كنْ فتىً يدعو إلى هدىً".<br />
<br />
والمقصورُ على نوعينِ قِياسيٌّ وسماعيٌّ.<br />
الاسم المقصور القياسي<br />
الإسمُ المقصورُ القياسيُّ يكون في عشرةِ أنواع من الأسماء المعتلَّةِ الآخر، وهي<br />
الأول مصدرُ الفعل اللازِم الذي على وزنِ (فَعِلَ)، بكسر العين، فإنَّ وزنَه "فَعَلٌ"، بفتحتين مثل جَوِيَ جَوىً، ورَضِيَ رِضاً، وغَنِيَ غِنىً".<br />
الثاني ما كان على وزن (فِعَلٍ) بكسرٍ فَفتحٍ، ممَّا هو جمعُ "فِعْلة" بكسرٍ فسكونٍ، مثل "مِرىً وحِلىً"، جمع "مِرْية وحِلية". الثالثُ ما كان على وزن (فُعَل) بضمٍّ ففتحٍ، ممَّا هو جمعُ "فُعْلة" بضمٍّ فسكونٍ مثل "عُراً ومُدى ودُمى" جمع "عُرْوة ومُدْية ودُمْية".<br />
الرابعُ ما كان على وزن (فَعَل) بِفتحتينِ، من أسماء الأجناس، التي التي تدُلُّ على الجمعيَّة، إذا تجرَّدتْ من التَّاء، وعلى الوحدة إذا لحِقتها التّاء، مثل "حصاةٍ وحصىً، وقطاةٍ وقطاً".<br />
الخامِسُ اسمُ المفعول الذي ماضيه على ثلاثة أحرف، مثل "معطىً ومصطفىً ومستشفىً".<br />
السادسُ وزنُ (مَفْعَل) بفتحِ الميم والعين، مدلولا به على مصدر أو زمان أو مكان؛ مثل "المحْيا والمأتى والمرْقى".<br />
السابعُ وزن (مِفْعِل) بكسر الميم والعين، مدلولا به على آلة، مثل "المِكوى والمِهدى والمْرْمى".<br />
الثامنُ وزن (أفعلَ) صفة للتَّفضيل، مثل "الأدنى والأقصى" أو لغير التفضيل، مثل الأحوى والأعمى".<br />
التاسعُ جمعُ المُؤنثِ من (أَفعلَ) للتفضيل مثل "الدنا والقِّصا" جمع الدُّنيا والقُصوى".<br />
العاشرُ مؤنثُ "أَفعلَ" للتَّفضيل من الصحيح الآخرِ أو معتلّةِ مثل "الحُسنى والفُضلى" تأنيثِ "الأحسن والأفضل" والدُّنيا والقُصوى تأنيثِ "الأدنى والأقصى".<br />
الاسم المقصور السماعي<br />
الاسمُ المقصورُ السماعيُّ يكون في غير هذه المواضعِ العشرة ممَّا ورَدَ مقصوراً، فيْحفَظُ ولا يقاسُ عليه، وذلك مثل الفتى وألحِجا والثَّرى والسَّنا والهُدى والرَّحى".<br />
الاسم الممدود<br />
<br />
الاسم الممدودُ هو اسمٌ مُعربٌ، آخرُهُ همزةٌ قَبلها ألفٌ زائدةٌ، مثل "السَّماءِ والصَّحراءِ".<br />
(فان كان قبل آخره ألفٌ غير زائدة فليس باسمٍ ممدودٍ، وذلك مثل "الماء والداء". فهذه الألفُ ليست زائدة، وانما هي منقلبة. والاصل "مَوَء ودَوَء". بدليل جمعهما على "أمواء وأدواء").<br />
وهمزتُهُ إمَّا أن تكون أصليةً، كقُرَّاءٍ، وَوُضّاءٍ لأنهما من "قرأَ وَوُضوءَ".<br />
وإمَّا أنْ تكون مُبدَلة من واو أو ياء. فالمبدلةُ من الواو مثل "سَماءٍ وعدّاءٍ" وأَصلُهما "سَماوٌ وعدّوٌ" لأنهما من "سما يَسمو، وعدا يعدو". والمبدَلةُ من الياءِ، مثل "بنَّاء ومَشَّاء"، وأَصلُهما "بِنايٌ ومَشايٌ" لأنهما من "بنى يَبني، ومشى ويمشي". وإما أن تكون مزيدة للتأنيث كحسناءَ وحمراء، لأنهما من الحُسنِ والحُمرة.<br />
وإما أن تكون مزيدة للإلحاق كحِرباءِ وقوباءِ.<br />
والممدودُ قسمان قياسيٌّ وسماعيٌّ.<br />
الممدود القياسيُّ<br />
الإسمُ الممدودُ القياسيُّ في سبعة أنواع من الاسماء المعتلَّة الآخر.<br />
والأولُ مصدرُ الفعلِ المزيد في أوله همزةٌ، "آتى إيتاء، وأعطى إعطاء، وانجلى انجلاءً، وارعوى ارعواء، وارتأى ارتئاء، واستقصى استقصاء".<br />
الثاني ما دلّ على صوت، من مصدرِ الفعل الذي على وزن "فَعلَ يَفْعُلُ" (بفتح العين في الماضي وضمها في المضارع) مثل "رَغا البعيرُ يرغو رغاءً، وثَغَثِ الشّاةُ تَثغو ثُغاء".<br />
(19/1)<br />
________________________________________<br />
الثالثُ ما كان من المصادر على "فِعال" (بكسر الفاءِ) مصدراً لِفاعلَ مثل "والى ولاء" "وعادي عِداء، ومارى مِراء، وراءى رِئاء، ونادى نداء، ورامى رِماء".<br />
الرابعُ ما كان من الأسماء على أربعة أحرف، مما يُجمعُ على (أَفعِلة) مثل كِساء وأَكسية ورِداء وأردية، وغطاء وأغطية، وقباء وأقبية".<br />
الخامسُ ما صِيغ من المصادر على وزن (تَفْعال) أو (تِفْعال)، مثل "عدا يعدو تعداء، ومشى يمشي تمشاء".<br />
<br />
السادسُ ما صيغ من الصفاتِ على وزن (فَعَال) أو (مِفْعال) للمبالغة، مثل "العدَّاءِ والمِعطاء".<br />
السابعُ مؤنثُ "أفعلَ" لغيرِ التفضيل، سواءٌ أكان صحيحَ الآخر، مثل "أحمرَ وحمراء، وأعرجَ وعرجاء؛ وأنجلَ ونجلاء، أم مُعتلّة، مثل أحوى وحَوَّاء، وأعمى وعَمياء، وألمى ولمياء".<br />
الممدود السماعي<br />
الاسمُ الممدودُ السّماعيُّ يكون في غير هذه المواضِع السبعة مما ورَدَ ممدوداً، فَيُحفَظُ ولا يُقاسُ عليه. وذلك مثل "الفَتاءِ والسَّناءِ والغَناءِ والثّراءِ.<br />
قصر الممدود ومد المقصور<br />
يجوزُ قَصرُ الممدود، فيقال في دُعاء "دُعا" وفي صفراء "صفرا".<br />
ويَقبُحُ مدُّ المقصور فيقبُحُ أن يقالَ في عصا "عصاء. وفي غِنى "غِناء".<br />
الاسم المنقوص<br />
الاسمُ المنقوصُ هو اسمٌ معرَب آخرُه ياءٌ ثابتةٌ مكسورٌ ما قبلها، مثل "القاضي والرَّاعي".<br />
(فان كانت ياؤه غير ثابتة فليس بمنقوص، مثل "أحسن الى أخيك". وكذا ان كان ما قبلها غير مكسور. مثل "ظبي وسعي").<br />
وإذا تَجرَّدَ من (ألْ) والإضافةِ حذفتْ ياؤهُ لفظاً وخطًّا في حالتي الرَّفع والجرِّ، نحو "حكمَ قاضٍ على جانٍ"، وثبتتْ في حال النصب، نحو "جعلك اللهُ هادياً إلى الحق، داعياً إليه".<br />
أما معَ (أل) والإضافة فَتثبُتُ في جميع الأحوال، نحو "حكم القاضي على الجاني" و "جاء قاضي القُضاة".<br />
وترد إليه ياؤُهُ المحذوفة عند تثنيته، فتقول في قاضٍ "قاضيان"<br />
(19/2)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( اسم الجنس واسم العلم )<br />
الاسمُ أيضاً على نوعين اسمُ جنس، واسمُ عَلَم.<br />
اسم الجنس<br />
اسمُ الجنسِ هو الذي لا يختصُّ بواحد دون آخرَ من أفراد جنسه كرجل وامرأة ودار وكتاب وحصان.<br />
ومنه الضمائرُ، وأسماءُ الاشارة، والأسماءُ الموصوله، وأسماءُ الشرط، وأسماءُ الاستفهام. فهي أسماءُ أجناس، لأنها لا تختصُّ بفرد دون آخر.<br />
<br />
ويُقابلهُ العَلَمُ، فهو يختصُّ بواحد دون غيره من أفراد جنسه.<br />
(وليس المرادُ بإسم الجنس ما يقابل المعرفة، بل ما يجوز اطلاقه على كل فرد من الجنس. فالضمائر، مثلا، معارف، غير أنها لا تختص بواحد دون آخر. فإنّ "أنت" ضمير للواحد المخاطب. ويصح أن تخاطب به كل من يصلح للخطاب.و "هو" ضمير للغائب. ويصح أن يكنى به عن كل مذكر غائب. و "أنا" ضمير للمتكلم الواحد. ويصح أن يكنى به عن نفسه كل متكلم. فأنت ترى أن معناها يتناول كل فرد. ولا يختص بواحد دون آخر. وقس على ذلك أسماء الإشارة والأسماء الموصولة.<br />
فإسم الجنس انما يقابل العلم فذاك موضوع ليتناول كل فرد. وهذا مختص بفرد واحد لا يتناول غيره وضعاً).<br />
اسم العلم<br />
العَلَمْ اسمٌ يَدُلُّ على معيّن، بحسَب وضعه، بلا قرينة كخالد وفاطمةَ ودِمَشقَ والنّيلِ.<br />
ومنه أسماء البلاد والأشخاص والدُّولِ والقبائل والأنهار والبحار والجبال.<br />
(وإنما قلنا "بحسب وضعه"، لأن الاشتراك بحسب الإتفاق لا يضر؛ كخليل المسمى به أشخاص كثيرون، فاشتراكهم في التسمية انما كان بحسب الإتفاق والتصادف، لا بحسب الوضع، لأن كل واحد من الواضعين انما وضع هذا الاسم لواحد بعينه. أما النكرة كرجل، فليس لها اختصاص بحسب الوضع بذات واحدة، فالواضع قد وضعها شائعة بين كل فرد من أفراد جنسها، وكذا المعرفة من أسماء الأجناس كالضمائر وأسماء الإشارة، كما قدمنا.<br />
والعلم يعين مسماه بلا قرينة أما بقية المعارف، فالضمير يعين مسماه بقرينة التكلم أو الخطاب أو الغيبة. واسم الإشارة يعينه بواسطة إشارة حسية أو معنوية. واسم الموصول يعينه بواسطة الجملة التي تذكر بعده. والمعرّف بأل يعينه بواسطتها. والنكرة المقصودة بالنداء تعينه بواسطة قصدها به. والنكرة المضافة إلى معرفة تعينه بواسطة إضافتها إليها).<br />
<br />
وينقسمُ العَلمُ إلى علم مفرد كأحمد وسليم، ومُركّب إضافيّ. كعبدِ الله وعبد الرحمن، ومركب مزجيّ كبعلبكّ وسيبويهِ، ومركب إسناديّ كجادَ الحقُّ وتأبط شرًّا (عَلَمينِ لرجلينِ) وشابَ قَرْناها (عَلَماً لامرأة).<br />
وينقسم أيضاً إلى اسم وكنية ولقب، وإلى مُرتجل ومنقول، وإلى علَم شخص وعلمِ جنس. ومن أنواعه العَلمُ بالغَلبة.<br />
الاسم والكنية واللقب<br />
العَلمُ الإسمُ ما وُضعَ لتعيينِ المُسمّى أولاً، سواءٌ أدلَّ على مدح، أم ذم، كسعيد وحنظَلةَ، أمْ كان لا يَدُلُّ، كزيد وعمرو. وسواءٌ أُصدّرَ بأب أو أم، أم لم يُصدَّر بهما، فالعبرةُ بإسميَّةِ العلم إنما هو الوضعُ الأوَّليُّ.<br />
والعلمُ الكُنيةُ ما وضعَ ثانياً (أي بعد الاسم) وصُدّرَ بأب أو أمّ كأبي الفضلِ، وأُمَّ كلُثوم.<br />
والعلمُ اللّقبُ ما وُضعَ ثالثاً (أي بعد الكُنية) وأشعرَ بمدح كالرَّشيد وزَينِ العابدين، أو ذمٍّ كالأعشى والشَنْفري، أو نسبة إلى عشيرة أو قبيلة أو بلدة أو قُطر كأن يُعرَفَ الشخصُ بالهاشميّ أو التَمميَ أو البغداديٍّ أو المِصريِّ.<br />
ومن كان لهُ علمٌ مُصدَّر بأب أو ام، ولم يُشعِر بمدح أو ذمّ، ولم يوضع له غيرُه كان هذا العلمُ اسمَهُ وكُنيتهُ. ومن كان له علمٌ يدلُّ على مدح أو ذمّ، ولم يكن مصدَّراً بأب أوْ أمٍّ، ولم يكن له غيرُه، كان اسمَهُ ولقبه. فإن صُدِّرَ - مع إِشعارِه بمدح أو ذمّ - بأب أو أُمّ، كان اسمه وكنيته ولقبه. فالمشاركةُ بين الاسم والكُنية واللّقب قد تكون، إن وضِعَ ما يَصلحُ للمشاركةِ وضعاً أوَّليًّا.<br />
أحكام الاسم والكنية واللقب<br />
إذا اجتمع الاسمُ واللّقبُ يُقدَّم الاسمُ ويؤخرُ اللّقب كهارون الرشيد، وأُوَيس القَرنيّ. ولا ترتيب بين الكنية وغيرها تقول "أبو حفْصَ عُمَرُ أو عمرُ أبو حفصٍ".<br />
<br />
وإذا اجتمع علمانِ لِمُسمًّى واحد، فإن كانا مفردَين أَضفتَ الأولَ إلى الثاني، مثل "هذا خالد تميم". ولك أَن تتبع الآخر الاولَ في إعرابه على أنه بدلٌ منه أَو عطفُ بيان له، فتقول "هذا خالدٌ تميمٌ"، إلا إن كان الاول مسبوقاً بأل، أو كان الثاني في الاصلِ وصفاً مُقترناً بأل، فيجب الاتباع، مثل "هذا الحارث زيدٌ، ورحمَ الله هارون الرَّشيدَ، وكان حاتمُ الطّائيُّ مشهوراً بالكرم".<br />
وإِن كانا مُركبين، أَو كان أَحدُهما مفرداً والآخر مُركباً، أَتبعت الثانيَ الأوَّل في إعرابه وجوباً، تقول "هذا أبو عبدِ الله محمدٌ" ورأيتَ أَبا عبد الله محمداً، ومررتُ بأبي عبد الله محمد"، وتقول "هذا عليٌّ زينُ العابدينَ، ورأَيت عليًّا زينَ العابدين، ومررت بعليّ زينِ العابدين"، وتقول "هذا عبدُ الله عَلمُ الدِّين، ورأَيت عبدَ الله علمَ الدِّين، ومررت بعبد الله علمِ الدين".<br />
(20/1)<br />
________________________________________<br />
العلم المرتجل والعلم المنقول<br />
العَلمُ المُرتجل مالم يسبِق له استعمالٌ قبل العلميّة في غيرها بل استُعمل من أول الأمر علماً كسعادَ وعُمرَ.<br />
والعلمُ المنقول (وهو الغالب في الأعلام) ما نقل عن شيء سبق استعماله فيه قبل العلميّة.<br />
وهو إما منقولٌ عن مصدر كفضل وإِما عن اسم جنس كأسد وإما عن صفة كحارث ومسعود وسعيد، وإما عن فعل كشمَّر وأبان ويَشكر ويحيى واجذِمْ وقُمْ وإما عن جملة كجاد الحقُّ، وتأبط شرًّا.<br />
علم الشخص وعلم الجنس<br />
العلَمُ الشَّخصي ما خُصِّصَ في أصل الوضع بِفردٍ واحدٍ، فلا يتناولُ غيرَهُ من أفراد جنسه كخالدٍ وسعيدٍ وسعادَ. ولا يَضره مشاركةُ غيرِهِ إيَّاهُ في التَّسمية، لانَّ المشاركة إنما وقعت بحسَب الإتفاق، لا بحسبِ الوضع. وقد سبقَ الكلامُ عليه.<br />
<br />
والعَلم الجنسيُّ ما تناولَ الجنسَ كلَّهُ غيرَ مُختصٍّ بواحدٍ بعينهِ كأسامةِ (عَلماً على الاسدِ)، وأبي جَعْدةَ (على الذئب)، وكسرى (على من مَلَكَ الفُرسَ)، وقيصرَ (على من ملكَ الرُّومَ)، وخاقان (على من ملكَ التُّركَ)، وتُبَّعٍ (على من ملك اليمنَ)، والنَّجاشي (على من ملك الحبشة)، وفِرْعَونَ (على من ملكَ القبطَ)، والعزيز (على من ملكَ مصرَ).<br />
وهو يكونُ اسماً كثُعالى، (للثَّعلب)، وذُؤالة، (للذئب). ويكونُ كُنيةً كأمِّ عِرْيَطٍ (للعقربِ)، وأمِّ عامر (للضَّبُعِ)، وأبي الحارثِ (للأسد)، وأبي الحُصَين (للثَّعلبِ). ويكون لقباً كالأخطلِ (للهِرِّ)، وذي النَّابِ (للكلب).<br />
وقد يكونُ علماً على المعاني كبرَّةَ (علماً على البِرّ) وفَجارِ على الفَجْرةِ، وكَيْسانَ (على الغَدرِ)، وأمِّ قَشْعمٍ (على الموت)، وأمِّ صَبورٍ (على الأمر الشديد)، وحَمادِ للمَحْمَدة، ويَسارِ (للمَيسرة).<br />
(وعلم الجنس نكرة في المعنى، لانه غيرُ مختص بواحد من افراد جنسه كما يختصُ علم الشخص. وتعريفُه انما هو من جهة اللفظ، فهو يعامل معاملة علم الشخص في أحكامه اللفظية والفرق بينهما هو من جهة المعنى، لان العلم الشخصي موضوع لواحد بعينه، والموضوع الجنسي موضوع للجنس كله. أما من جهة اللفظ فهو كعلم الشخص من حيث أحكامه اللفظية تماماً، فيصح الابتداء به مثل "ثعالة مراوغ"؛ ومجيء الحال منه، مثل "هذا أسامة مقبلا". ويمتنع من الصرف إذا وجد مع العلمية علة أُخرى، مثل "ابتعد من ثعالة". ولا يسبقه حرف التعريف؛ فلا يقال "الأسامة"، كما يقال "الأسد". ولا يضاف، فلا يقال "أسامة الغابة"؛ كما تقول "أسد الغابة". وكل ذلك من خصائص المعرفة. فهو بهذا الإعتبار معرفة.<br />
<br />
والفرق بينه وبين اسم الجنس النكرة، أن اسم الجنس نكرة لفظاً ومعنى. أما معنىً فلعدم اختصاصه بواحد معين، وأما لفظاً فلانه تسبقه "أل" فيعرف بها، ولانه لا يبتدأ به ولا تجيء منه الحال. وأما علم الجنس فهو نكرة من حيث معناه، لعدم اختصاصه، معرفة من حيث لفظه، فله أحكام العلم اللفظية كما قدمنا.<br />
ولا فرق بينه وبين المعرف بأل الجنسية من حيث الدلاة على الجنس برمته، ومن حيث التعريف اللفظي، تقول "أسامة شجاع، كما تقول "الاسد شجاع"، فهما نكرتان من جهة المعنى، معرفتان من جهة اللفظ. فعلم الجنس عند التحقيق كالمعرف بأل الجنسية من حيث المعنى والإستعمال اللفظي).<br />
العلم بالغلبة<br />
وقد يَغلِبُ المُضافُ إلى معرفةٍ والمُقترِنُ بأل العهديةِ على ما يُشارِكُهما في الدَّلالة، فيصيرانِ عَلمينِ بالغَلبة، مُختصَّينِ من بين سائر الشُّركاء بواحدٍ، فلا ينصرفان إلى غيره. وذلك كابنِ عباسٍ وابنِ عُمرَ وابن مالك والعَقَبةِ والمدينة والألفيّة، فهيَ أعلامٌ بغَلبَةِ الإستعمال، وليستْ أعلاماً بحَسَبِ الوضعِ.<br />
(فابن عباس هو عبد الله بن العباس بن عبد المطلب. وابن عمر هو عبد الله بن عمر بن الخطاب. وابن مالك هو محمد بن مالك صاحب الأرجوزة الألفية المشهورة في النحو. والعقبة ميناء على ساحل البحر الاحمر. والمدينة مدينة الرسول (صلى الله عليه وآله وسلم) وكان اسمها يثرب، والالفية هي الأرجوزة النحوية التي نظمهاابن مالك. وكل هذه الأعلام يصح إطلاقها في الأصل على كل ابن للعباس وعمر ومالك، وعلى كل عقبة ومدينة وألفية. لكنها تغلبت بكثرة الإستعمال على ما ذكر فكانت عليها بالغلبة).<br />
إعراب العلم<br />
الَعلمُ المُفردُ يُعرَبُ كما يقتضيه الكلامُ من رفعٍ أو نصبٍ أو جرٍّ، نحو "جاء زهيرٌ، ورأيتُ زهيراً ومررتُ بزهيرٍ".<br />
والمركّبُ الإضافيُّ يُعرَبُ جُزؤهُ الأوَّلُ كما يقتضيه الكلامُ، ويُجبر الجزءُ الثاني بالإضافة.<br />
(20/2)<br />
________________________________________<br />
والمركبُ المزجيُّ يكون جزؤهُ الاول مفتوحاً دائماً، وجزؤهُ الثاني، إن لم يكن كلمةَ "وَيْهِ"، يُرفعُ بالضمة، وينصبُ ويُجرّ بالفتحة، لأنه ممنوعٌ منَ الصّرف للعلميّة والتركيب المزجيّ، مثل "بعلبكُّ بلدةٌ طيبةُ الهواء، ورأيتُ بعلبكَّ، وسافرت إِلى بعلبكَّ وإن كان جزؤهُ الثاني كلمةَ "وَيْهِ" يكنْ مبنيًّا على الكسر دائماً، وهو في محلّ رفعٍ أو نصبٍ أو جرٍّ، كما يقتضيه مركزهُ في الجملة؛ مثل "رُحِم سِيبويهِ، ورَحِم اللهُ سيبويهِ، ورَحمةُ اللهِ على سيبويهِ".<br />
والمركَّبُ الإسناديُّ يبقى على حاله فيُحكى على لفظه في جميع الأحوال، ويكونُ إعرابهُ تقديريًّا، تقول "جاء جادَ الحقُّ، ورأيتُ جادَ الحقُّ، ومررتُ بجادَ الحقُّ".<br />
والمركَّبُ العَدَيّ كخمسةَ عشرَ، وما جرى مجراهُ كحَيْصَ بَيْصَ، وبيْتَ بَيْتَ، إن سَمَّيتَ بهما، أبقيتهما على بنائهما، كما كانا قبل العلمية. ويجوزُ إعرابُهما إِعرابَ مالا ينصرفُ. كأنهما مُركَّبانِ مَزجيَّانِ. فيجرِيانِ مجرى "بعلبكَّ وحَضرموت". والأول أَولى.<br />
(20/3)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( الضمائر وأنواعها )<br />
الضميرُ ما يُكنى به عن مُتكلمٍ أو مخاطبٍ أو غائبٍ، فهو قائمٌ مَقامَ ما يُكنى به عنه، مثل "أنا وأنتَ وهو"، وكالتاءِ من "كتبتُ وكتبتَ وكتبتِ" وكالواوِ من "يكتبون".<br />
وهو سبعةُ أنواعٍ مُتَّصلٌ، ومنفصلٌ، وبارزٌ، ومستترٌ، ومرفوعٌ، ومنصوبٌ، ومجرور.<br />
الضمير المتصل<br />
الضَّميرُ المتصلُ ما لا يُبتدأُ به، ولا يقعُ بعد "إلا" إلاَّ في ضَرورة الشعر. كالتاءِ والكاف من "أكرمتُكَ"، فلا يُقالُ "ما أكرمتُ إلاّكَ". وقد وردَ في الشعر ضَرورةً، كما قال الشاعر<br />
*وما عَليْنا إذا ما كُنتِ جارَتَنا * ألاَّ يُجاوِزنا إلاَّكِ دَيَّارِّ*<br />
وكما قال الآخر<br />
<br />
*أَعوذُ بِرَبِّ العَرشِ من فِئَةٍ بَغَتْ * عليَّ، فمالي عَوْضُ إِلاَّاهُ ناصِرُ*<br />
وهو، إما أن يتصلَ بالفعل كالواو من "كتبوا"، أو بالإسم كالياءِ من "كتابي"، أو بالحرف كالكاف من "عليك".<br />
والضمائرُ المتصلةُ تسعةٌ، وهي "التاءُ ونا والواوُ والألفُ والنونُ والكافُ والياءُ والهاءُ وها".<br />
فالألفُ والتاءُ والواوُ والنونُ، لا تكونُ إلاَّ ضمائرَ للرفع، لانها لا تكون إلا فاعلاً أو نائبَ فاعل، مثل "كتبا وكتبت وكتبوا وكتبْنَ".<br />
"نا والياءُ" تكونانِ ضميرَيْ رفعٍ، مثل كتَبْنا وتكتُبين واكتُبي"، وضميرَيْ نصبٍ، مثل "أكرمني المعلم، وأكرَمَنا المعلمُ" وضميرَيْ جَرٍّ، مثل "صرفَ اللهُ عنّي وعنّا المكروَ".<br />
"والكافُ والهاءُ وها" تكونُ ضمائرَ نصبٍ، مثل "أكرمتك وأكرمته وأكرمتها"، وضمائرَ جرّ، "أحسنتُ إليكَ وإليه وإليها". ولا تكونُ ضمائرَ رفعٍ، لأنها لا يُسند إليها.<br />
فوائد ثلاث<br />
(1) واو الضمير والهاء المتصلة بها ميم الجمع خاصتان بجمع الذكور العقلاء، فلا يستعملان لجمع الإناث ولا لجمع المذكر غير العاقل.<br />
(2) الضمير في نحو "جئتما وجئتم وجئتن" إنما هو التاء وحدها، وفي نحو "أكرمكما وأكرمكم وأكرمكن" إنما هو الكاف وحدها، وفي نحو "أكرمهما وأكرمهم وأكرمهن" إنما هو الهاء وحدها. والميم والألف اللاحقتان للضمير حرفان هما علامة التثنية. ومن العلماء من يجعل الميم حرف عماد، والالف علامة التثنية. وسميت الميم حرف عماد، لاعتماد المتكلم والسامع عليها في التفرقة بين ضمير التثنية وضمير الواحدة، وليس هذا القول ببعيد. والميم وحدها اللاحقة للضمير، حرف هو علامة جمع الذكور والعقلاء. والنون المشددة، اللاحقة للضمير؛ حرف هو علامة جمع المؤنث. ومن العلماء من ينظر الى الحال الحاضرة، فيجعل الضمير وما يلحقه من العلامات كلمة واحدة بإعراب واحد. وهذا أقرب، والقولان الأولان أحق.<br />
<br />
(3) تضم هاء الضمير، إلا إن سبقها كسرة أو ياء ساكنة فتكسر، تقول "من عثر فأقله عثرته، وخذه بيده إشفاقاً عليه، وإحساناً إليه" وتقول "هذا أبوهم، وأكرمت أباهم، وأحسنت إلى أبيهم".<br />
(4) يجوز في ياء المتكلم السكون والفتح، إلا إن سبقها ساكن، كألف المقصور وياء المنقوص وألف التثنية ويائي التثنية والجمع، فيجب فتحها دفعاً لالتقاء الساكنين، مثل "هذه عصاي، وهذا راجيّ، وهاتان عصواي، ورفعت عصويّ، وهؤلاء معلميّ".<br />
(5) تبدل ألف "إلى وعلى ولدى" ياءً، إذا اتصلت بضمير مثل "إليّ، وعليه، ولديك".<br />
نون الوقاية<br />
إذا لحقت ياءُ المتكلم الفعلَ أو اسمَ الفعل، وجب الفصلُ بينهما بنونٍ تُسمى (نون الوقاية)، لأنها تَقي ما تَتَّصلُ به من الكسر (أي تَحْفَظُهُ منهُ). تقول "أكرَمنِي، ويُكرمني، وأكرمني، وتكرمونني، وأَكرمتَني، وأكرَمتْني فاطمةُ"، ونحو "رُوَيْدَني، وعليكَني".<br />
وإن لحقت الأحرفَ المُشبَّهةَ بالفعل، فالكثيرُ إثباتُها معَ "ليتَ" وحذفُها مع "لعلّ"، وبه وردَ القرآن الكريم، قال تعالى "يا ليتني كنتُ معهم فأفوزَ فوزاً عظيما"، وقال جلَّ شأنُهُ "لعَلّي أبلُغُ الأسبابَ". وندَر حذفها مع "ليتَ" وإثباتُها مع "لعلَّ"، فالأول كقول الشاعر<br />
*كمُنيةِ جابِرٍ إِذ قال لَيْتي * أُصادفُهُ وأُتلِفَ جُلَّ مالي*<br />
والثاني كقول الآخر<br />
فَقُلتُ أَعيراني الْقُدومَ، لَعَلَّني * أَخُطُّ بها قَبراً لأَبيضَ ماجِدِ*<br />
أما مع "إنَّ وأنَّ ولكنَّ" فأنت بالخيار إِن شئت أثبتَّها وإن شئت حذفتها.<br />
وإن لحقتْ ياءُ المتكلم "من وعن" من حروف الجرّ، فصلت بينهما بنون الوقاية وجوباً، وشذَّ قول الشاعر<br />
أَيُّها السائِلُ عنْهُم وعَني * لَسْتُ من قَيْسٍ ولا قَيْسُ مِني*<br />
أما ما عداهما فلا فصل بها.<br />
الضمير المنفصل<br />
<br />
الضميرُ المنفصل ما يَصحُّ الابتداءُ به، كما يصحُّ وقُوعهُ بعد "إلاّ" على كلِّ حال. كأنا من قولك "أنا مجتهدٌ، وما اجتهد إلاَّ أنا".الضميرُ ما يُكنى به عن مُتكلمٍ أو مخاطبٍ أو غائبٍ، فهو قائمٌ مَقامَ ما يُكنى به عنه، مثل "أنا وأنتَ وهو"، وكالتاءِ من "كتبتُ وكتبتَ وكتبتِ" وكالواوِ من "يكتبون".<br />
وهو سبعةُ أنواعٍ مُتَّصلٌ، ومنفصلٌ، وبارزٌ، ومستترٌ، ومرفوعٌ، ومنصوبٌ، ومجرور.<br />
الضمير المتصل<br />
(21/1)<br />
________________________________________<br />
الضَّميرُ المتصلُ ما لا يُبتدأُ به، ولا يقعُ بعد "إلا" إلاَّ في ضَرورة الشعر. كالتاءِ والكاف من "أكرمتُكَ"، فلا يُقالُ "ما أكرمتُ إلاّكَ". وقد وردَ في الشعر ضَرورةً، كما قال الشاعر<br />
*وما عَليْنا إذا ما كُنتِ جارَتَنا * ألاَّ يُجاوِزنا إلاَّكِ دَيَّارِّ*<br />
وكما قال الآخر<br />
*أَعوذُ بِرَبِّ العَرشِ من فِئَةٍ بَغَتْ * عليَّ، فمالي عَوْضُ إِلاَّاهُ ناصِرُ*<br />
وهو، إما أن يتصلَ بالفعل كالواو من "كتبوا"، أو بالإسم كالياءِ من "كتابي"، أو بالحرف كالكاف من "عليك".<br />
والضمائرُ المتصلةُ تسعةٌ، وهي "التاءُ ونا والواوُ والألفُ والنونُ والكافُ والياءُ والهاءُ وها".<br />
فالألفُ والتاءُ والواوُ والنونُ، لا تكونُ إلاَّ ضمائرَ للرفع، لانها لا تكون إلا فاعلاً أو نائبَ فاعل، مثل "كتبا وكتبت وكتبوا وكتبْنَ".<br />
"نا والياءُ" تكونانِ ضميرَيْ رفعٍ، مثل كتَبْنا وتكتُبين واكتُبي"، وضميرَيْ نصبٍ، مثل "أكرمني المعلم، وأكرَمَنا المعلمُ" وضميرَيْ جَرٍّ، مثل "صرفَ اللهُ عنّي وعنّا المكروَ".<br />
"والكافُ والهاءُ وها" تكونُ ضمائرَ نصبٍ، مثل "أكرمتك وأكرمته وأكرمتها"، وضمائرَ جرّ، "أحسنتُ إليكَ وإليه وإليها". ولا تكونُ ضمائرَ رفعٍ، لأنها لا يُسند إليها.<br />
فوائد ثلاث<br />
(1) واو الضمير والهاء المتصلة بها ميم الجمع خاصتان بجمع الذكور العقلاء، فلا يستعملان لجمع الإناث ولا لجمع المذكر غير العاقل.<br />
<br />
(2) الضمير في نحو "جئتما وجئتم وجئتن" إنما هو التاء وحدها، وفي نحو "أكرمكما وأكرمكم وأكرمكن" إنما هو الكاف وحدها، وفي نحو "أكرمهما وأكرمهم وأكرمهن" إنما هو الهاء وحدها. والميم والألف اللاحقتان للضمير حرفان هما علامة التثنية. ومن العلماء من يجعل الميم حرف عماد، والالف علامة التثنية. وسميت الميم حرف عماد، لاعتماد المتكلم والسامع عليها في التفرقة بين ضمير التثنية وضمير الواحدة، وليس هذا القول ببعيد. والميم وحدها اللاحقة للضمير، حرف هو علامة جمع الذكور والعقلاء. والنون المشددة، اللاحقة للضمير؛ حرف هو علامة جمع المؤنث. ومن العلماء من ينظر الى الحال الحاضرة، فيجعل الضمير وما يلحقه من العلامات كلمة واحدة بإعراب واحد. وهذا أقرب، والقولان الأولان أحق.<br />
(3) تضم هاء الضمير، إلا إن سبقها كسرة أو ياء ساكنة فتكسر، تقول "من عثر فأقله عثرته، وخذه بيده إشفاقاً عليه، وإحساناً إليه" وتقول "هذا أبوهم، وأكرمت أباهم، وأحسنت إلى أبيهم".<br />
(4) يجوز في ياء المتكلم السكون والفتح، إلا إن سبقها ساكن، كألف المقصور وياء المنقوص وألف التثنية ويائي التثنية والجمع، فيجب فتحها دفعاً لالتقاء الساكنين، مثل "هذه عصاي، وهذا راجيّ، وهاتان عصواي، ورفعت عصويّ، وهؤلاء معلميّ".<br />
(5) تبدل ألف "إلى وعلى ولدى" ياءً، إذا اتصلت بضمير مثل "إليّ، وعليه، ولديك".<br />
نون الوقاية<br />
إذا لحقت ياءُ المتكلم الفعلَ أو اسمَ الفعل، وجب الفصلُ بينهما بنونٍ تُسمى (نون الوقاية)، لأنها تَقي ما تَتَّصلُ به من الكسر (أي تَحْفَظُهُ منهُ). تقول "أكرَمنِي، ويُكرمني، وأكرمني، وتكرمونني، وأَكرمتَني، وأكرَمتْني فاطمةُ"، ونحو "رُوَيْدَني، وعليكَني".<br />
<br />
وإن لحقت الأحرفَ المُشبَّهةَ بالفعل، فالكثيرُ إثباتُها معَ "ليتَ" وحذفُها مع "لعلّ"، وبه وردَ القرآن الكريم، قال تعالى "يا ليتني كنتُ معهم فأفوزَ فوزاً عظيما"، وقال جلَّ شأنُهُ "لعَلّي أبلُغُ الأسبابَ". وندَر حذفها مع "ليتَ" وإثباتُها مع "لعلَّ"، فالأول كقول الشاعر<br />
*كمُنيةِ جابِرٍ إِذ قال لَيْتي * أُصادفُهُ وأُتلِفَ جُلَّ مالي*<br />
والثاني كقول الآخر<br />
فَقُلتُ أَعيراني الْقُدومَ، لَعَلَّني * أَخُطُّ بها قَبراً لأَبيضَ ماجِدِ*<br />
أما مع "إنَّ وأنَّ ولكنَّ" فأنت بالخيار إِن شئت أثبتَّها وإن شئت حذفتها.<br />
وإن لحقتْ ياءُ المتكلم "من وعن" من حروف الجرّ، فصلت بينهما بنون الوقاية وجوباً، وشذَّ قول الشاعر<br />
أَيُّها السائِلُ عنْهُم وعَني * لَسْتُ من قَيْسٍ ولا قَيْسُ مِني*<br />
أما ما عداهما فلا فصل بها.<br />
الضمير المنفصل<br />
الضميرُ المنفصل ما يَصحُّ الابتداءُ به، كما يصحُّ وقُوعهُ بعد "إلاّ" على كلِّ حال. كأنا من قولك "أنا مجتهدٌ، وما اجتهد إلاَّ أنا".<br />
والضمائرُ المنفصلةُ أربعةٌ وعشرون ضميراً إثنا عشر منها مرفوعةٌ وهي "أنا ونحنُ وأنتَ وأنتِ وأنتما وأنتم وأنتنَّ وهو وهي وهما وهم وهُنَّ".<br />
واثنا عشر منها منصوبةٌ، وهي "إيايَ وإيانا وإياكَ وإياكِ وإياكما وإياكم وإياكنَّ وإياهُ وإياها وإياهما وإياهمْ وإياهنَّ".<br />
ولا تكون (هُم) إلا لجماعة الذُّكورِ العقلاءِ.<br />
ويجوزُ تسكينُ هاءِ (هُوَ) بعد الواو والفاءِ نحو {وهْوَ الغفور الوَدُود}. ونحو {فهْوَ على كلِّ شيءٍ قدير}. وهو كثيرٌ شائع. وبعد لامِ التأكيد، كقولك "إنَّ خالداً لَهْوَ شُجاعٌ". وهو قليلٌ.<br />
فائدة<br />
(21/2)<br />
________________________________________<br />
الضمير في (أنت وأنتِ وأنتما وأنتنّ) إنما هو (أن). والتاءُ اللاحقة لها هي حرف خطاب. والضمير في (هم وهما وهنّ) إنما هو (الهاء) المخففة من (هو). والميم والألف في (أنتما وهما) حرفان للدلالة على التثنية. أو الميم حرف عماد. والألف علامة التثنية. (كما سبق). والميم في (أنتم وهم) حرف هو علامة جمع الذكور العقلاء. والنون المشددة في (أنتنّ وهنّ) حرف هو علامة جمع الإناث. ومن النحاة من يجعل الضمير وما يلحق به من العلامات كلمة واحدة بإعراب واحد، كما سبق في الضمير المتصل).<br />
اتصال الضمير وانفصاله<br />
الضَّميرُ قائمٌ مقامَ الاسمِ الظاهر. والغرَضُ من الإتيان بِه الاختصارُ. والضمير المتصلُ أخصرُ من الضمير المنفصل.<br />
فكلُّ موضع أمكنَ أن يُؤتى فيه بالضمير المتصل لايجوزُ العدولُ عنهُ إلى الضمير المنفصل، فيقال "أكرمتك"، ولا يقال "أكرمتُ إياك". فإن لم يُمكن اتصالُ الضميرِ تعيّن انفصالهُ، وذلك إذا اقتضى المقامُ تقديمه. كقوله تعالى {إِياكَ نَعبُدُ}، أو كان مبتدأ، نحو "أنت مجتهد"، أو خبراً، نحو "المجتهدونَ أنتم"، أو محصوراً بإلاّ أو إنما، كقوله تعالى {أمر أن لا تبعدوا إلا إياهُ}، وقولِ الشاعر<br />
*أَناالذائذُ الحامي الذِّمارَ، وَإِنمَّا * يُدافِعُ عن أحسابِهِم أنا أَو مِثْلي*<br />
أو كان عاملهُ محذوفاً، مثل، "إياكَ وما يُعتذَرُ منه"، أو مفعولاً لمصدرٍ مُضافٍ إلى فاعله، مثل "يَسُرُّني إِكرام الأستاذِ إِياك" أو كان تابعاً لما قبله في الإعراب، كقوله تعالى {يُخرِجون الرَّسولٍ وإِياكم}.<br />
ويجوزُ فصل الضميرِ ووصله، إذا كان خبراً لكان أو إحدى أخواتِها، مثل "كنتُه" و كنْتُ إياهُ"، أو كان ثاني ضميرينِ منصوبين بِعامل من باب "أعطى، أو ظنّ"، تقول "سألتُكه، وسألتك إياه، و "ظَنَنتكه، وظَنَنْتك إياه".<br />
وضمير المتكلم أخصُّ من ضمير المخاطب أي "أعرَفُ منه".<br />
وضمير المخاطب أخصُّ من ضمير المخاطب أي "أعرَفُ منه".<br />
<br />
وضمير المخاطب أخصُّ من ضمير الغائب. فإذا اجتمع ضميرانِ متَّصلان، في باب "كان وأعطى وظنَّ"، وجب تقديمُ الأخصّ منهما، مثل "كُنتُه، وسَلْنيه، وظَنَنْتكه". فإن انفصل أحدُهما فَقدِّمْ ما شئتَ منهما، إن أمِن اللَّبسُ، مثل "الدرهمُ أعطيته إياكَ". فإن لم يُؤمَن التباسُ المعنى وجبَ تقديم ما يزيل اللَّبسَ، وإن كان غير الأخصّ، فتقول "زهيرٌ مَنعتكَ إياه"، إن أردْت منع المخاطبِ أن يَصل إلى الغائب، و "مَنعته إياك"، إن أردت منع الغائب أن يصل إلى المخاطب. ومنه الحديث "إن الله ملَّككم إِياهمْ ولو شاء لملَّكهم إياكم".<br />
وإذا اتحد الضّميران في الرُّتبة - كأن يكونا للمتكلّم أو المخاطب أو الغائب - وجب فصلُ أحدَهما، مثل "أعطيته إياه، وسألتني إياي، وخلْتك إياك".<br />
الضميران البارز والمستتر<br />
الضمير البارز ما كان له صورةٌ في اللَّفظ كالتاءِ من "قمت" والواوِ من "كتبوا"، والياءِ من "اكتبي"، والنون من "يَقُمْنَ".<br />
والضميرُ المستترُ ما لم يكن له صورةٌ في الكلام، بل كان مُقدَّراً في الذّهن ومَنْويًّا، وذلك كالضمير المستتر في "اكتُبْ"، فإنَّ التقدير "اكتُبْ أنت".<br />
وهو إما للمتكلمِ "كأكتبُ، ونكتب"، وإما للمفرد المذكر المخاطب، نحو "اكتُبْ، وتَكتبُ"، وإما للمفرد الغائب والمفردة الغائبة، نحو "عليٌّ كتبَ، وهندُ تَكتبُ".<br />
وهو على قسمين مستترٌ وجوباً. ويكونُ في ستة مواضع<br />
الأول في الفعل المُسنَدِ إلى المتكلم، مفرداً أو جمعاص، مثل اجتهدُ وتجتهدُ".<br />
الثاني في الفعل المسند إلى الواحد المخاطب، مثل "اجتهد".<br />
الثالث في اسم الفعل المسند الى متكلم، أو مخاطب، مثل "أفٍّ وصَهْ".<br />
الرابع في فعل التعجُّب الذي على وزن "ما أَفعلَ"، مثل "ما أحسنَ العِلم!".<br />
الخامس في أفعال الإستثناءِ، وهي "خلا وعدا وحاشا وليس ولا يكون"، مثل "جاء القومُ ما خلا زهيراً، أو ليس زهيراً أو لا يكون زهيرا".<br />
<br />
"فالضمير فيها مستتر وجوباً تقديره "هو" يعود على المستثنى منه. وقال قوم إنه يعود على البعض المفهوم من الإسم السابق. والتقدير "جاء القوم خلا البعضُ زهيراً". وقال قوم انه يعود الى اسم الفاعل المفهوم من الفعل قبله، والتقدير "جاء القوم خلا الجائي أو لا يكون الجائي زهيراً". و$D9�ال آخرون انه يعود على مصدر الفعل المتقدم، والتقدير جاءوا خلا المجيءُ زهير". والقولان الأولان، أقرب إلى الحق والصواب. ومن العلماء من جعلها أفعالاً لا فاعل لها ولا مفعول، لأنها محمولة على معنى "إلاّ"، فهي واقعة موقع الحرف، والحرف لا يحتاج الى شيء من ذلك، فما بعدها منصوب على الاستثناء. وهو قول في نهاية الحذف والتدقيق. وسيأتي بسط ذلك في الجزء الثالث من هذا الكتاب".<br />
السادس في المصدر النائب عن فعله نحو "صبراً على الشدائد".<br />
ومستترٌ جوازاً. ويكون في الفعل المُسنَدِ الى الواحد الغائب والواحدة الغائبة، مثل "سعيدٌ اجتهدَ، وفاطمة تجتهد".<br />
(21/3)<br />
________________________________________<br />
(ومعنى استتار الضمير وجوباً أنه لا يصح إقامة الإسم الظاهر مقامه. فلا يرفع الا الضمير المستتر. ومعنى استتاره جوازاً أنه يجوز أن يجعل مكانه الاسم الظاهر. فهو يرفع الضمير المستتر تارة والاسم الظاهر تارة أخرى. فاذا قلت "سعيد يجتهد" كان الفاعل ضميراً مستتراً جوازاً تقديره "هو" يعود الى سعيد، واذا قلت "يجتهد سعيد" كان سعيد هو الفاعل. أما إن قلت "نجتهد" كان الفاعل ضميراً مستتراً وجوباً تقديره "نحن"، ولا يجوز أن يقوم مقامه اسم ظاهر ولا ضمير بارز، فلا يقال "نجتهد التلاميذ". فإن قلت "نجتهد نحن"، فنحن ليست الفاعل، وإنما هي توكيد للضمير المستتر الذي هو الفاعل وانما لم يجز أن تكون هي الفاعل لأنك تستغني عنها تقول "نجتهد"، والفاعل عمدة، فلا يصح الاستغناء عنه).<br />
ضمائر الرفع والنصب والجر<br />
<br />
الضميرُ قائم مقامَ الاسم الظاهر، فهو مثله يكون مرفوعا أو منصوباً أو مجروراً، كما يَقتضيه مركزُه في الجملة، لأنَّ له حُكمه في الإعراب.<br />
فالضمير المرفوعُ ما كان قائماً مقامَ اسم مرفوع، مثل قُمتَ، وقمتِ، وتَكتبان، وتكتبون".<br />
والضمير المنصوبُ ما كان قائماً مقام اسم منصوب، مثل "أكرَمتُكَ، وأكرَمتهنَّ، وإياكَ نعْبُدُ وإياكَ نستعين".<br />
والضمير المجرور ما كان قائماً مقام اسم مجرور نحو "أحسِنْ تربيةً أولادك، أحسَنَ اللهُ إِليك".<br />
وإذا وقع الضمير موقع اسمٍ مرفوعٍ أو منصوبٍ أو مجرور، يُقال في إعرابه إنه كان في محلّ رفعٍ، أو نصبٍ، أو جرٍّ، أو إنه مرفوعٌ محلاًّ، أو منصوبٌ محلاًّ، أو مجرورٌ محلاًّ.<br />
عود الضمير<br />
إن كان الضمير للغَيبة فلا بد له من مرجعٍ يُرجع إليه.<br />
فهو إِما أن يعودَ إِلى اسم سبقه في اللَّفظ. وهو الأصل، مثل "الكتاب أخذتُه".<br />
وإما أن يعود إلى متأخرٍ عنه لفظاً، متقدّمٍ عليه رُتبةً (أي بحسَب الأصل)، مثل "أخذَ كتابه زهيرٌ"؛ فالهاءُ تعود إلى زهير المتأخر لفظاً، وهو في نِيَّة التقديم، باعتبار رُتبته؛ لأنه فاعل.<br />
وإما أن يعود إلى مذكور قبله معنىً لا لفظاً، مثل "اجتهِدْ يكن خيراً لك" أَى يكن الاجتهاد خيراً لك، فالضمير يعود الى الاجتهاد المفهوم من "اجتهِدْ".<br />
وإما أن يعود الى غير مذكور، لا لفظاً ولا معنىً، إن كان سياقُ الكلام يُعيِّنُهُ، كقوله تعالى {واستوَت على الجُوديّ}، فالضمير يعود الى سفينة نوحٍ المعلومة من المقام، وكقول الشاعر<br />
*إذا ما غَضِبْنا غضْبَةً مُضْرِيةً * هَتكْنا حِجابَ الشَّمْس، أو قَطرت دَما*<br />
فالضمير في "قطرَت" يعودُ الى السُّيوف، التي يدُل عليها سياق الكلام.<br />
<br />
والضمير يعود الى أقرب مذكور في الكلام، ما لم يكن الأقرب مضافاً اليه، فيعود الى المضاف. وقد يعود الى المضاف اليه، إن كان هناكَ ما يعيِّنه كقوله تعالى "كمثَل الحمارِ يَحمِلُ أسفاراً". وقد يعود الى البعيد بقرينةٍ دالَّةٍ عليه، كقوله سبحانه {آمِنوا بالله ورسوله، وأنفِقوا مِمّا جعلَكُم مُستخلَفينَ} فيه؛ فالضميرُ المستترُ في "جعلكم" عائدٌ الى الله، لا الى الرسول.<br />
ضمير الفصل<br />
قد يتوسطُ بين المبتدأ والخبر، أو ما أصله مبتدأ وخبرٌ، ضميرٌ يسمى ضميرَ الفَصْل، ليؤذَنَ من أوَّل الأمر بأنَّ ما بعدَه خبرٌ لا نعتٌ. وهو يُفيدُ الكلام ضرباً من التوكيد، نحو "زهيرٌ هو الشاعر" و "ظننتُ عبدَ الله هو الكاتبَ".<br />
وضمير الفصل حرفٌ لا محلَّ له من الإعراب، على الأصح من اقوال النُّحاة. وصورته كصورة الضمائر المنفصلة. وهو يَتصرَّفُ تَصرُّفها بِحسَبِ ما هو له، إلا أنه ليس إِياها.<br />
ثم إنَّ دخوله بين المبتدأ والخبر المنسوخَتَيْنِ بِـ "كانَ وظَنَّ وإنَّ" وأخواتِهنَّ، تابعٌ لدخوله بينهما قبل النسخِ. ولا تأثير له فيما بعدهُ من حيثُ الإعرابُ، فيما بعدهُ متأثرٌ إعراباً بما يسبِقه من العوامل، لا بهِ. قال تعالى {فلما تَوَفيتَني كنتَ أنتَ الرَّقيبَ عليهم}، وقال {إن كان هذا هو الحقّ}، وقال {إن تَرَني أنا أقلَّ منك مالاً وولداً"}.<br />
(وضمير الفصل حرف كما قدمنا، وانما سمي ضميراً لمشابهته الضميرَ في صورته. وسمي (ضميرَ فصلٍ) لأنه يؤتى به للفصل بين ما هو خبر أو نعت. لانك إن قلت "زهير المجتهد"، جاز انك تريد الإخبار، وانك تريد النعت. فان أردت أن تفصل بين الأمرين أول وهلة، وتبين ان مرادك الاخبار لا الصفة، أتيت بهذا الضمير للاعلام من اول الأمر بأن ما بعده خبر عما قبله، لا نعت له.<br />
ثم ان ضمير الفصل هذا يفيد تأكيدَ الحكم، لما فيه من زيادة الربط.<br />
<br />
ومن العلماء من يسميه عمادا"، لاعتماد المتكلم أو السامع عليه في التفريق بين الخبر والنعت).<br />
(21/4)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( أسماء الاشارة )<br />
اسمُ الإشارةِ ما يدُلُّ على مُعينٍ بواسطة إشارةٍ حِسّيَّةٍ باليدِ ونحوها، إن كان المشارُ إليه حاضراً، أو إشارة معنويَّة إذا كان المشارُ اليه معنىً، أو ذاتاً غيرَ حاضرة.<br />
وأسماءُ الإشارة هي "ذا" للمفرد المذكر، و "ذانِ وَتْينِ" للمثنى، المذكر، و "ذِهْ وتِهْ" للمفرد المؤنثة، و "تانِ وتَيْنِ" للمثنى المؤنث و "أُولاءِ واولى" (بالمدِّ والقَصر، والمدُّ أفصحُ) للجمع المذكر والمؤنث، سواءٌ أكان الجمعُ للعقلاءِ، كقوله تعالى {إنَّ السمعَ والبصَرَ والفؤادَ، كل اولئكَ كان عنه مسؤُولا}، وقول الشاعر<br />
*ذُمّ الْمَنازِلَ بَعْدَ مَنْزِلةِ اللِّوى * والعَيْشَ بَعْد أُولئكَ الأَيَّامِ*<br />
لكنَّ الأكثرَ أن يشارَ بها الى العقلاءِ، ويستعمل لغيرهم "تلك"، قال الله تعالى {وتلك الأيامُ نداولها بين الناس}<br />
ويجوز تشديدُ النون في مثنّى "ذا وتا". سواءُ أكان بالألف أم بالياءِ، فتقول "ذانِّ وَذَينِّ وتَينِّ". وقد قُرىء {فذانِّكَ برهانانِ}"، كما قرئ {إحدى ابنَتيِّ هاتينِّ}، بِتشديد النون فيهما.<br />
ومن أسماءِ الإشارة ما هو خاصٌّ بالمكان، فيشارُ إلى المكان القريبِ بهُنا، وإلى المتوسط بهُناك وإلى البعيد بهنالك وثُمَّ.<br />
ومن أسماءِ الإِشارة كثيراً "ها" التي هي حرفٌ للتَّنبيه، فيقال "هذا وهذه وهاتان وهؤلاء".<br />
وقد تلحقُ "ذا وتي" الكافُ، التي هي حرفٌ للخطاب، فيقال "ذاك وتِيكَ" وقد تلحقهما هذه الكافُ معَ اللاّمِ فيقال "ذلكَ وتِلك".<br />
وقد تلحقُ "ذانِ و ذَيْنِ وتانِ وتَينِ وأولاءِ" كافُ الخطاب وحدها، فيقال "ذانِكَ وتانِكَ وأُولئكَ".<br />
<br />
ويجوز أن يُفضلَ بين (ها) التَّنبيهيَّةِ واسمِ الإشارة بضمير المُشار إليه، مثل "ها أنا ذا، وها أنت ذي، وها أنتما ذانِ، وها نحن تانِ، وها نحن أُولاءِ". وهو أولى وأفصحُ، وهو الكثيرُ الواردُ في بليغِ الكلامِ، قال تعالى {ها أنتم أُولاءِ تحبُّونهم ولا يُحبُّونكم}. والفصلُ بغيره قليلٌ، مثل "ها إنَّ الوقتَ قد حان" والفصل بكافِ التَّشبيه في نحو (هكذا) كثيرٌ شائعٌ.<br />
مراتب المشار إليه<br />
للمشارِ إليه ثلاثُ مَراتِبَ قريبةٌ وبعيدةٌ ومتوسطةٌ. فيُشار لذي القُربى بما ليس فيه كافٌ ولا لامٌ كأكرمْ هذا الرجلَ أو هذه المرأةَ ولِذي الوسطى بما فيه الكافُ وحدها كاركبْ ذاك الحصانَ، أو تِيكَ الناقةَ، ولِذي البُعدى بما فيه الكافُ واللام معاً، كخُذْ ذلكَ القلمَ، أو تلك الدَّواةَ.<br />
فوائد ثلاث<br />
(1) "ذانِ وتانِ" يستعملان في حالة الرفع؛ مثل جاء هذان الرجلان؛ وهاتان المرأتان"؛ و "ذين وتين"؛ ومررت بهذين الرجلين وهاتين المرأتين". وهما في حالة الرفع مبنيان على الألف، وفي حالتي النصب ولاجر مبنيان على الياءِ. وليسا معربين بالألف رفعاً - وبالياء نصباً وجراً، كالمثنى، لأن أسماء الإشارة مبنية لا معربة فمن العلماء من يعربها، اعراب المثنى، فلم يخطئ محجة الصواب. أما قوله تعالى {إنّ هذان لساحران} (في قراءة من قرأ (انّ) مشددة فقالوا انه جاء على لغة من يلزم المثنى الألف في أحوال الرفع والنصب والجر.<br />
(2) (ذه وته) هما بسكون الهاء وكسرها وإن كسرت فلك أن تختلس الكسرة، وان تشبعها فتمدّها.<br />
(3) كاف الخطاب حرف، وهو ككاف الضمير في حركتها وما يلحق بها من العلامات، تقول "ذاك كتابك يا تلميذ، وذاك كتابك يا تلميذة، وذلكما كتابكما يا تلميذان، ويا تلميذتان وذلكم كتابكم يا تلاميذ، وذلكنّ كتابكنّ يا تلميذات".<br />
(22/1)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( الأسماء الموصولة )<br />
<br />
الإسمُ الموصولُ ما يَدلُّ على مُعَينٍ بواسطة جملة تُذكر بعده. وتُسمّى هذه الجملةُ (صِلةَ الموصول).<br />
والأسماءُ الموصولةُ قسمان خاصة ومشتركة.<br />
الموصول الخاص<br />
الأسماءُ الموصولةُ الخاصةُ، هي التي تُفرَدُ وتُثنَّى وتُجمَعُ وتُذكِّرُ وتُؤنَّثُ، حسبَ مقتضي الكلام.<br />
وهي (الذي) للمفردْ المذكر، (واللَّذان واللّذَينِ) للمثنى المذكر، و (الّذينَ) للجمع المذكر العاقل، و (التي) للمفردة المؤنثة، و (اللّتانِ واللّتَينِ) للمثنّى المؤنَّث، و (اللاّتي واللّواتي والّلائي) - بإثبات الياءِ وحذفِها - للجمع المؤنث، و (الأُلى) للجمعِ مُطلقاً، سواءٌ أَكان مذكراً أم مؤنثاً، وعاقلاً أم غيرَه، تقولُ "يُفح الذي يجتهدُ، واللذانِ يجتهدانِ والّذين يَجتهدون. وتفلحُ التي تجتهد، واللّتانِ تجتهدانِ، واللاّتي، أو اللّواتي، أو اللاّئي، يجتهدْنَ. ويُفلحُ الألى يجتهدون. وتُفلح الألى يجتهدْنَ. واقرأ من الكتبِ الألى تنفعُ".<br />
(و "الّلذان والّلتان" تستعملان في حالة الرفع، مثل جاءَ الّلذان سافرا، والّلتان سافرتا". والّذين واللتين تستعملان في حالتي النصب والجر، مثل "أكرمت اللذين اجتهدا، واللتين اجتهدتا، وأحسنت الى اللذين تعلما، واللتين تعلمتا" وهما في حالتي الرفع مبنيان على الألف، وفي حالتي النصب والجر مبنيان على الياء. وليستا معربتين بالألف رفعاً، وبالياء نصباً وجراً، كالمثنى، لأن الأسماء الموصولة مبنية لا معربة، ومن العلماء من يعربها إِعراب المثنى. وليس ببعيد عن الصواب).<br />
ويجوزُ تشديدُ النونٍ في مثنى (الذي والتي)، سواءٌ أكان بالألف أم بالياءِ. وقد قُريء "والّلذانِّ يأتيِانِها منكم"، كما قُريء {رَبّنا أرِنا الّلذَيْنِّ}، بتشديد النُّون فيهما.<br />
وأكثرُ ما يُستعمَلُ (الأُلى) لجمع الذكورِ العقلاءِ. ومن استعماله للعاقل وغيره قول الشاعر<br />
<br />
*وتُبْلي الأُلى يُسْتَلْئِمون على الأُلى * تَراهُنَّ يومَ الرَّوْعِ كالْحِدَإِ الْقُبْلِ*<br />
ومن استعماله في جمع المؤنث قولُ الآخر<br />
*مَحا حُبُّها حُبَّ الأُلى كُنَّ قبلها * وحَلَّتْ مكاناً لم يكنْ حُلَّ من قَبْلُ*<br />
وكذلك "اللاّئي"، فقد تُستعملُ لجماعة الذكور العقلاءِ نادراً كقول الشاعر<br />
*هُمُ الّلائِي أُصيبوا يومَ فَلْجٍ * بِداهِيَةٍ تَميدُ لها الجِبال*<br />
وقول الآخر<br />
*فَما آباؤُنا بأَمَنَّ مِنْهُ * عَلَيْنا، اللاّءِ قد مَهَدوا الحُجورا*<br />
الموصول المشترك<br />
الأسماء الموصولةُ المُشتركةُ هي التي تكونُ بلفظٍ واحدٍ للجميع. فيشترك فيها المفردُ والمثنى والجمعُ والمذكرُ والمؤنثُ.<br />
وهي "مَنْ وما وذا وأيُّ وذُو" غيرَ أنَّ "مَنْ" للعاقل و "ما" لغيره. وأما "ذا وأيُّ وذُو" فتكون للعاقل وغيره. تقول "نجحَ مَن اجتهدَ، ومنِ اجتهدتْ، ومنِ اجتهدا، ومنِ اجتهدتا، ومنِ اجتهدوا، ومنِ اجتهدْن". وتقول "اركبْ ماشئتَ من الخيلِ، واقرأ من الكتب ما يفيدك نفعاً". وتقول "من ذا فتح الشامَ؟" أي "من الذي فتحها"؟ و "ماذا فتحَ ابو عُبَيدةَ؟". وتقول "أكرِمْ أيَّهم أكثرُ اجتهاداً". أي "الذي هو أكثرُ اجتهاداً"، و "اركبْ من الخيل أيّها هو أقوى"، أي "الذي هو أقوى". وتقول "أكرمْ ذو اجتهدَ، وذو اجتهدتْ"، أي "أكرم الذي اجتهد والتي اجتهدت".<br />
(من وما) الموصوليتان<br />
قد تُستعمل "مَنْ" لغير العقلاءِ، وذلك في ثلاث مسائل<br />
الأولى أن يُنزَّلُ غيرُ العاقلِ مُنزِلةَ العاقل كقوله تعالى {ومَن أضلُّ مِمَّنْ يدعو من دون اللهِ مَنْ لا يستجيبُ لهُ إلى يومِ القيامة}، وقولِ امرئ القَيس<br />
*أَلا عِمْ صَباحاً، أيُّها الطَلَلُ الْبالي * وهَلْ يَعِمَنْ منْ كانَ في العُصُرِ الخالي*<br />
وقولِ العباسِ بنِ الأحنف<br />
*بكيْتُ على سِرْبِ الْقَطا إِذْ مَرَرْنَ بي * فَقُلتُ، ومِثْلي بالبُكاء جُديرُ *<br />
<br />
أَسِرْبَ الْقَطا، هلْ مَنْ يُعيرُ جَناحَهُ * لَعلِّي إِلى من قَد هَويتُ أَطِيرُ*<br />
(فدعاء الاصنام التي لا تستجيب الدعاء في الآية الكريمة، ونداءُ القط والطلل في البيتين سوّغا تنزيلها منزله العاقل إِذ لا ينادى إلا العقلاء).<br />
الثانية أن يندمجَ غيرُ العاقل مع العاقل في حُكمٍ واحدٍ، كقوله تعالى {أَفَمَنْ يَخلُقُ كمنْ لا يَخْلقُ} وقوله {ألم تَرَ أنَّ الله يَسجُدُ لهُ مَنْ في السَّموات ومَنْ في الأرض}.<br />
(فعدم الخلق يشمل الآدميين والملائكة والأصنام من المعبودات من دون الله. والسجود لله يشمل العاقل وغيره ممن في السماوات والأرض).<br />
الثالثة أن يقترنَ غيرُ العاقلِ بالعاقل في عمومٍ مُفَصَّلٍ بـ "مِنْ" كقوله عزَّ شأنه "واللهُ خلقَ كلَّ دابةٍ مِنْ ماءٍ، فمنهم من يمشي على بطنهِ، ومنهم من يمشي على رِجلَين، ومنهم من يمشي على أربع".<br />
(فالدابة تعم أصناف من يدب على وجه الأرض. وقد فصلها على ثلاثة أنواع الزاحف على بطنه، والماشي على رجلين، والماشي على أربع).<br />
(23/1)<br />
________________________________________<br />
وقد تُستعملُ (ما) للعاقل)، كقوله تعالى {فانكِحوا ما طاب لكم من النساءِ}، وكقولهم "سبحان ما سخَّركنَّ لنا"، وقولهم "سُبحانَ ما يُسبِّحُ الرعدُ بحمده". وذلك قليل. وأكثر ما تكون (ما) للعاقل، إذا اقترن العاقِلُ بغير العاقل في حكم واحد، كقوله سبحانه {ويُسبِّح لله ما في السَّمواتِ وما في الأرض}.<br />
(فان ما فيهما ممن يعقل وما لا يعقل في حكم واحد وهو التسبيح، كما قال تعالى {وان من شيء إلا يُسبح بحمده. ولكن لا تفقهون تسبيحهم}.<br />
(ذا) الموصولية<br />
<br />
لا تكونُ (ذا) اسمَ موصولٍ إلا بشرطٍ أن تقعَ بعد (مَنْ) أَو "ما" الاستفهاميَّتين؛ وأن لا يُرادَ بها الإشارةَ، وأن لا تُجعلَ معَ "مَنْ" أو "ما" كلمةً واحدةً للإستفهام. فإن أُريد بها الإشارة مثل "ماذا التواني؟ مَنْ ذا القائم؟" أي ما هذا التواني؟ من هذا القائم؟ فهيَ اسمُ إشارة. وإن جُعلتْ معَ "مَنْ" أو "ما" كلمةً واحدةً للإستفهام، مثل "لماذا أَتيتَ؟"، أي لِمَ أَتيتَ؟ وقوله تعالى {مَنْ ذا الذي يَشفعُ عِندَه إلا بإِذنِهِ؟}. كانت معَ ما قبلها اسمَ استفهامٍ.<br />
وقد تقعُ "ذا" في تركيب تحتمل أن تكونَ فيه موصوليَّةً وما قبلها استفهاماً، وأَن تكونَ معَ "مَنْ" أو "كلمةً واحدةً للإستفهام، نحو "ماذا أَنفقتَ؟" إِذْ يجوز أن يكون المعنى "ما أَنفقتَ؟ وأَن يكون "ما الذي أَنفقتَهُ؟".<br />
ويظهرُ أَثر ذلك في التَّابعِ، فإن جعلت "ذا" معَ "مَنْ" أَو "ما" كلمة واحدةً للإستفهام، قلتَ "ماذا أَنفقتَ؟ أَدرهماً أَم ديناراً؟" و "مَنْ ذا أَكرمتَ؟ أَزُهيراً أم أَخاهُ؟، بالنصب. وإن جعلتَ "ما" أَو "مَنْ" للإستفهام، و "ذا"، موصوليَّة، قلتَ "ماذا أَنفقتَ؟ أَدرهمٌ أم دينارٌ" و "مَنْ ذا أَكرمتَ؟ أَزهيرٌ أَم أَخوه بالرفع".<br />
ومِنْ جَعْلِ "ما" للإِستفهام و "ذا" موصوليَّةٌ قولُ لَبيدٍ<br />
*ألا تَسْأَلانِ المرءَ ماذا يُحاوِلُ * أنَحبٌ فَيُقضى؟ أمْ ضَلالٌ وباطِلُ*<br />
(اي) الموصولية<br />
"أيٌّ" الموصوليَّةُ تكونُ بلفظٍ واحدٍ للمذكر والمؤنث والمفرد والمثنى والجمع. وتُستعمل للعاقل وغيره.<br />
والأسماءُ كلها مبنيوٌ، إِلا (أيًّا) هذه، فهي مَعربَة بالحركات الثلاث، مثل "يُفلحُ أَيُّ مجتهدٌ، وأَكرمتُ أَيًّا هي مجتهدةٌ، وأَحسنتُ إلى أَيٍّ هم مجتهدون".<br />
<br />
ويجوز أن تُبنى على الضمِّ (وهو الأفصحُ)، إذا أُضيفت وحُذِفَ صدْرُ صلتها، مثل "أَكرِمْ أَيُّهُمْ أَحسنُ أَخلاقاً"، قال تعالى {ثُمَّ لَنَنْزِعَنَّ من كلِّ شيعةٍ أَيُّهُمْ أَشدُّ على الرحمنِ عتِيًّا}.<br />
وقول الشاعر<br />
*إِذا ما لَقيتَ بَني مالِكٍ * فَسَلِّم على أيُّهُم أفضَلُ*<br />
كما يجوزُ في هذه الحالةِ إِعرابُها بالحركات الثلاثِ أيضاً، تقولُ "أَكرِمْ أَيُهمْ أحسنُ أَخلاقاً". وقد رُويَ الشعرُ بجرِّ "أَيّ" بالكسرة أَيضاً، كما قُريء "أَيَهمْ" بنصب "أيّ" في الآية الكريمة.<br />
فإن لم تُضَفْ أَو اضيفت وذُكِرَ صدرُ صلتها، كانت مُعرَبةً بالحركاتِ الثلاث لا غيرُ، فالأولُ مثل "أَكرِمْ أَيًّا مُجتهدٌ، وأَيًّا هو مجتهدٌ"، الثاني مثل "أَكرِمْ أَيَّهم هو مجتهدٌ".<br />
(ذو) الموصولية<br />
تكون (ذُو) اسمَ موصول بلفظٍ واحدٍ للمفرد والمثنى والجمع والمذكر والمؤنث، وذلك في لغة طَيِّء من العرب، ولذلك يُسمُّونها (ذُو الطائية)، تقول "جاء ذُو اجتهدَ، وذُو اجتهدتْ، وذُو اجتهدا، وذُو اجتهدتا، وذُو اجتهدوا، وذُوا اجتهدْنَ"، قال الشاعر<br />
*فإِنَّ الماءَ ماءُ أبي وجَدِّي * وبِئْري ذُو حَفَرْتُ وذو طَوَيْتُ*<br />
أي بئْري التي حَفرتها والتي طويتُها، أي بنيتُها. وقول الآخر<br />
*فإمّا كرامٌ مُوسِرونَ لَقيتُهُم * فَحَسْبيَ مشنْ ذُو عِنْدَهُمْ ماكفانِيا*<br />
أي من الذي عندهم.<br />
صلة الموصول<br />
يحتاج الإسمُ الموصولُ إلى صِلَةٍ وعائد ومحلّ من الإعراب.<br />
فالصلةُ هي الجملةُ التي تُذكرُ بعدهُ فَتُمتَمُ معناهُ، وتُسمى (صلةَ الموصول)، مثل "جاء الذي أكرمتُهُ". ولا محلَ لهذه الجملة من الإعراب.<br />
والعائدُ ضميرٌ يعودُ إلى الموصولِ وتَشتملُ عليه هذه الجملة، فإن قلتَ "تعلْمْ ما تنتفعُ به"، فالعائدُ الهاءُ، لأنها تعود إلى "ما". وإن قلتَ "تعلّم ما ينفعك"، فالعائدُ الضميرُ المستترُ في "ينفعُ" العائدُ إلى "ما".<br />
<br />
ويُشترَطُ في الضميرِ العائدِ إلى الموصول الخاصّ أن يكون مطابقاً لهُ إفراداً وتثنيةً وجمعاً وتَذكيراً وتأنيثاً، تقول "أَكرِمِ الذي كتبَ، والتي كتبتْ، والَّلذَينِ كتبا، واللتّين كتبتا، والذينَ كتبوا، واللاَّتي كتَبْنَ".<br />
أما الضمير العائدُ إلى الموصول المشترَك، فلك فيه وجهان مراعاةُ لفظِ الموصول، فَتُفرِدهُ وتَذكرُه مع الجميع، وهو الأكثرُ، ومراعاةُ معناهُ فَيطابقُه إفراداً وتثنيةً وجمعاً وتذكيراً وتأنيثاً، تقول "كرّمْ من هذَّبكَ"، للجميع، إن راعيتَ لفظَ الموصول، وتقول "كرّمْ من هذَّبَكَ، ومن هذَّباك، ومن هَّبَتاكَ، ومن هَذبوك، ومن هذَّبْنك" إن راعيتَ معناهُ.<br />
(23/2)<br />
________________________________________<br />
وإن عاد عليه ضميرانِ جاز في الأول اعتبارُ اللفظِ، وفي الآخر اعتبارُ المعنى. وهو كثيرٌ. ومنه قوله تعالى {ومنَ الناس من يقول آمنّا بالله وباليوم الآخر، وما هم بؤمنين}، فقد أَعاد الضميرَ في "يقول" على "من" مفرداً، ثم أَعاد عليه الضميرَ في قوله {وما هم بمؤمنين} جمعاً.<br />
وقد يُعتبرُ فيه اللفظُ، ثم المعنى، ثم اللفظُ، ومنه قوله تعالى {ومنهم مَنْ يشتري لَهْوَ الحديث}، فأفرد الضمير. ثم قال "أُولئك لهم عذاب مُهينٌ"، فجمعَ اسم الإشارة. ثم قال {وإذا تُتلى عليه آياتُنا}، فأفردَ الضمير.<br />
ومحلُّ الموصولِ من الإعراب يكون على حسبِ موقعه في الكلام، فتارة يكون في محلّ رفعٍ مثل {قد أَفلحَ مَنْ تَزكّى}. وتارةً يكون في محلّ نصبٍ مثل "أَحبِبْ من يُحبُّ الخيرَ". وتارةً يكون في محل جرٍ، مثل "جُدْ بما تَجِدُ".<br />
ويُشتَرطُ في صلة الموصول أن تكون جملةً خَبريةً مُشتملةً على ضميرٍ بارزٍ أو مُستترٍ يعودُ إلى الموصول. ويسمى هذا الضميرُ (عائداً)، لعَوده عل الموصولِ. فمثال الضمير البارز "لا تُعاشر الذينَ يُحَسِّنون لك المُنكرَ" ومثال الضمير المستتر "صاحبْ من يدُلك على الخير".<br />
<br />
(والمراد بالجملة الخبرية ما لا يتوقف تحققُ مضمونها على النطق بها. فاذا قلت "كرمت المجتهد أو سأكرمه" فتحقق الإكرام لا يتوقف على الإخبارَ به. فما كان كذلك من الجمل صحّ وقوعه صلةً للموصول. أما الجمل الإنشائية، وهي ما يتوقف تحققُ مضمونها على النطق بها، فلا تقع صلة للموصول، كجمل الأمر والنهي والتمني والترجي والاستفهام، فان قلت (خذ الكتاب)، فتحقق أخذه لا يكون إلا بعد الأمر به. أما الجملتان الشرطية والقسمية، فهما إنشائيتان، ان كان جوابهما إِنشائياً مثل "إِن اجتهد علي فأكرمه، وبالله أكرم المجتهد"، وخبريتان إن كان جوابهما خبرِياً، مثل "إن اجتهد علي كرَّمته، وبالله لأكرمنَّ المجتهد".<br />
فوائد ثلاث<br />
(1) يجبُ أن تقعَ صلةُ الموصول بعده، فلا يجوز تقديمها عليه. وكذلك لا يجوز تقديمُ شيءٍ منها عليه أيضاً. فلا يقال "اليومَ الذينَ اجتهدوا يُكرَمون غداً". بل يقال "الذين اجتهدوا اليومَ"، لأنَّ الظرف هنا من متممات الصلة.<br />
(2) تقع صلةُ الموصولِ ظرفاً وجارًّا ومجروراً، مثل "أكرِم مَنْ عنده أدبٌ، وأحسنْ إلى مَنْ في دار العجزة"، لأنهما شبيهتان بالجملة، فإنَّ التقدير "منِ استقرَّ أو وُجِدَ عنده أدبٌ، ومن استقرَّ أو وُجِدَ في دار العجزة". والصلة في الحقيقة إنما هي الجملة المحذوفة، وحرف الجرّ والظرفِّ متعلقانِ بفعلها.<br />
(3) يجوز أن يُحذَفَ الضميرُ العائد إلى الموصول، إن لم يقع بحذفه التباسٌ كقوله تعالى {ذَرْني ومَنْ خلقتُ وحيداً}، أي خلقتهُ، وقوله {فاقضِ ما أنتَ قاضٍ}، أي قاضيه، وقولهم "ما أنا بالذي قائلٌ لك سوءًا، أي بالذي هو قائلٌ.<br />
(23/3)<br />
________________________________________<br />
( الاسم وأقسامه ) ضمن العنوان ( أسماء الاستفهام )<br />
إسمُ الإستفهامِ هو اسمٌ مُبْهَمٌ يُستعلَمُ به عن شيءٍ، نحو "مَنْ جاء؟ كيفَ أنتَ؟".<br />
<br />
وأسماءُ الإستفهامِ هي "مَنْ، ومَنْ ذا، وما، وماذا، ومتى، وأيّانَ، وأَينَ، وكيفَ، وأنّى، وكمْ، وأَيُّ".<br />
وإِليكَ شرحها<br />
من ومن ذا<br />
(مَنْ ومَنْ ذا) يُستفهَمُ بهما عن الشخص العاقل، نحو "مَنْ فعلَ هذا. ومَنْ ذا مُسافرٌ؟"، قال تعالى {مَنْ ذا الذي يُقرِضُ اللهَ قرْضاً حَسناً، فَيُضاعفه له؟}.<br />
وقد تُشربَانِ معنى النّفيِ الإنكاريّ، كقولك "مَنْ يستطيع أن يَفْعَلَ هذا؟"، أي لا يستطيعُ أن يفعله أحد. ومنه قولهُ تعالى {ومَنْ يَغفِرُ الذنوبَ إِلا اللهُ؟!} أي لا يغفرها إلا هو، وقوله {مَنْ ذا الذي يَشفَعُ عندَهُ إِلا بإِذنه؟!} أي لا يشفع عنده أحدٌ إلا بإِذنه.<br />
ما وماذا<br />
(ما وماذا) يُستفَهمُ بهما عن غير العاقلِ من الحيوانات والنبات والجماد والأعمال، وعن حقيقةِ الشيءِ أو صفتهِ، سواءٌ أكان هذا الشيءُ عاقلاً أم غيرَ عاقلٍ، تقولُ "ما أو ماذا ركبتَ، أو اشتريتَ؟ ما أو ماذا كتبتَ؟"، وتقول "ما الأسدُ؟ ما الإنسانُ؟ ما النَّخل؟ ما الذهبُ؟"، تستفهمُ عن حقيقة هذه الأشياء، وتقول "زهيرٌ من فُحول شعراءِ الجاهلية"، فيقولُ قائلٌ "ما زهيرٌ!" يستعلمُ عن صفاته ومُمَيزاته.<br />
(وقد تقع "من ذا وماذا" في تركيب يجوز أن تكونا فيها إستفهاميتين. وأن تكون "من وما" للاستفهام. و "ذا" بعدهما اسم موصول. وقد تتعين "من وما" للإستفهام؛ فتتعين "ذا" للموصولية أو الإشارة. وقد تقدم شرح ذلك في الكلام على "ذا" الموصولية في الفصل السابق).<br />
(من وما) النكرتان الموصوفتان<br />
كما تقعُ "مَنْ وما" مَوصوليَّتينِ وإستفهاميَّتين"، كما تقدَّم، تقعانِ شرطيتين، كقوله تعالى مَنْ يفعلْ سُوءًا يُجزَ بشه"، وقوله "وما تنفقوا من خيرٍ يُوَفَّ إليكم".<br />
<br />
وقد تقعانِ نكرتين موصوفتين. ويتعينُ ذلك، إذا وُصِلتا بمفرد، أو سبقتهما "رُبَّ الجارَّةُ"، لأنها لا تُباشرُ إلاًَّ النّكراتِ. فمن وصفهما بمفردٍ أن تقولَ "رأيتُ مَنْ مُحبًّا لك، وما سارًّا لك، أي شخصاً مُحبًّا لك، وشيئاً سارًّا لك، و "جئتُك بمنْ مُحِبٍّ لك، وبما سارٍّ لك" أي بشخصٍ مُحبٍّ لك، وشيءٍ سارٍّ لك، ومنه قولُ حَسَّان بنِ ثابت<br />
*فكفَى بِنا فَضلاً على مَنْ غيرِنا * حُبُّ النَّبيِّ مُحمَّدٍ إِيّانا*<br />
أي على قومٍ غيرِنا، وقولُ الآخر<br />
*لِما نافِعٍ يَسْعى اللَّبيبُ، فَلا تكُن * لشيءٍ بعيدٍ نَفْعُهُ، الدَّهْرَ ساعيا*<br />
(ولا يجوز أن تكون "من وما" فيما تقدم موصولتين، لأن الاسم الموصول يحتاج إلى جملة توصل به، وهو هنا موصول بمفرد. فان رفعت ما بعدها على انه خبر لمبتدأ محذوف تقديره (هو) جاز فتكونان حينئذ إما نكرتين موصوفتين بجملة المبتدأ والخبر، وإما موصولتين، وجملة المبتدأ والخبر صلة لهما. فاذا قلت "جاءَني من محب لي، وما سار لي"، جاز أن تكونا موصوفتين بمفرد، فيكون (محب وسار) صفتين لهما، وان تكونا موصوفتين بجملة، فيكون محب وسار خبرين لمبتدأين محذوفين، وجاز أن تكونا موصولتين بجملة المبتدأ والخبر).<br />
ومِن سبقِ (رُبَّ) إيَّاهما قول الشاعر<br />
*رُبَّ مَنْ أنضجْتُ غَيظاً قَلْبَهُ * قَدْ تَمَنَّى لِيَ مَوْتاً لم يُطَعْ*<br />
أي رُبَّ رجلٍ، وقولُ الآخر<br />
*رُبَّ ما تَكْرَهُ النُّفوسُ من الأَمرِ - * - لَهُ فَرْجةٌ كَحَلِّ الْعِقالِ*<br />
أي رُبَّ شيءٍ من الأمر.<br />
(ولا يجوز أن تكون (من وما) هنا موصولتين، لأن الاسم الموصول معرفة، و (ربَّ) لا تباشر شيئاً من المعارف. فلا تدخل إلا على النكرات).<br />
وإذا قلتَ "اعتصمْ بمن يَهديكَ سبيلَ الرَّشاد، وتَمسَّكْ بما تَبلُغُ به السَّداد، جاز أن تكونا موصولتين، فالجملة بعدهما صلةٌ لهما، وأن تكونا نكرتين موصوفتين، فالجملة بعدهما صِفةُ لهما.<br />
<br />
(فان كان المراد بمن يهدي شخصاً معهوداً، وبما تبلغ أمراً معهوداً، كانتا موصولتين، وإن كان المراد شخصاً ما هادياً، وأمراً مبلغاً، كانتا نكرتين موصوفتين).<br />
وأما قوله تعالى "ومن الناسِ مَنْ يقول آمنَّا" فجزمَ قومٌ بأنها موصوفةٌ، وجماعةٌ بأنها موصولةٌ. والأول أقربُ. وقال الزمخشريُّ "إن قَدَّرتَ (ألْ) أي (في الناس) للعَهدِ، فموصولةٌ، أو للجنس، فموصوفةٌ".<br />
(يريد أن المعرّف بأل العهدية تعريفه معنوي كما هو لفظي، فيناسبه أن تجعل "من" موصولية، لأن الموصول معرفٌ تعريفٌ ما تسبقه "أل" العهدية. وأما المعرفُ بأل الجنسية فتعريفه لفظي، وهو في معنى النكرة، فيناسبه أن تجعل "من" معه نكرة موصوفة).<br />
(متى) الاستفهامية<br />
متى ظرفٌ يُستفهم به عن الزَّمانين الماضي والمُستقبل، نحو "متى أتيتَ؟ ومتى تذهبُ؟"، قال تعالى {متى نصرُ الله؟} ويكون اسمَ شرطٍ جازماً؛ كقول الشاعر<br />
*أنا ابنُ جَلا، وطَلاّعُ الثَّنايا * متى أضعِ الْعِمامةَ تَعْرفُوني*<br />
(أين) الاستفهامية<br />
(24/1)<br />
________________________________________<br />
أين ظرفٌ يُستفهم به عن المكان الذي حلَّ فيه الشيءُ، نحو "أين أخوكَ؟ أينَ كنتَ؟ أينَ تتعلَمُ؟".<br />
وإذا سبقته "مِنْ" كان سُؤالاً عن مكان بُروزِ الشيءِ، نحو "من أينَ قَدِمتَ؟!".<br />
وإن تَظمَّنَ معنى الشرط جزم الفعلين مُلحقاً بِـ "ما" الزائدة للتوكيد، كقوله تعالى {أينما تكونوا يُدرككُم الموتُ}، أو مجرداً منها، نحو "أينَ تَجلسْ أَجلسْ".<br />
(أيان) الاستفهامية<br />
أيَّانَ ظرفٌ بمعنى الحين والوقت. ويقاربُ معنى "متى". ويُستفهم به عن الزَّمان المستقبل لا غيرُ، نحو "أيَّانَ تُسافرُ؟" أي في أيّ وقت سيكونُ سفرُك؟ وأكثر ما يُستعمل في مواضع التَّفخيم أو التَّهويل، كقوله تعالى {يَسألُ أيَّانَ يومُ الدِّين؟} أي في أيّ وقتٍ سيكونُ يومُ الدين، أي يومُ الجزاءِ على الأعمال، وهو يومُ القيامة.<br />
<br />
وقد تَتضمَّنُ "أيَّانَ" معنى الشرط فتجزم الفعلينِ، مُلحَقةً بـ (ما) الزائدة، أو مجرَّدةً عنها، نحو "أيَّانَ، أو أيَّانَ ما تَجتهدْ تَنجحْ".<br />
(كيف) الاستفهامية<br />
كيفَ اسمٌ يُستفهمُ به عن حالةِ الشيء، نحو "كيفَ أنتَ؟"، أي على أيَّة حالةٍ أنتَ؟.<br />
وقد تُشرَبُ معنى التَّعجُّبِ، كقوله تعالى {كيفَ تكفرون بالله!}، أو معنى النفي والإنكار، نحو "كيف افعلُ هذا!"، أَو معنى التوبيخ، كقوله تعالى {وكيفَ تكفرون! وأنتم تُتلى عليكم آياتُ الله، وفيكم ورسولهُ}.<br />
و (كيفَ) اسمٌ مبنيٌّ على الفتح، ومحلُّهُ من الإعراب، إما خبرٌ عما بعده، إن وقع قبل ما لا يُستغنى عنه، نحو "كيفَ أنتَ؟ وكيفَ كنتَ؟" ومنه أن تقعَ ثاني مفعوليْ "ظَنَّ" وأخواتها، لأنه في الأصل خبرٌ، نحو "كيفَ تَظُنُّ الأمرَ؟". وإِما النصبُ على الحال مما بعدهُ، إن وقع قبل ما يُستغنى عنه، نحو "كيفَ جاءَ خالدٌ؟" أي على أيّ حالٍ جاء؟ وإما النصبُ على المفعوليَّةِ المُطلقةِ، كقوله تعالى {ألم تَرَ كيفَ فعلَ ربُّكَ بأصحاب الفيل؟}، أي أيَّ فعلٍ فعل؟pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-42570397970762795132012-03-18T18:54:00.001-07:002012-03-18T18:54:36.482-07:00FADHILAH-FADHILAHBerisi fadhilah-fadhilah yang tersingkap dalam amalan-amalan keseharian yang kita lakukan<br />
<br />
7 FADHILAH<br />
MEMBACA SHOLAWAT NABI SAW<br />
1. Mendapat sepuluh kebaikan dan didoakan oleh rosullulloh SAW.<br />
2. Diangkat derajatnya oleh Alloh Swt.<br />
3. Didoakan oleh para malaikat .<br />
4. Diampuni segala dosanya .<br />
5. Dihindarkan dari siksa kubur.<br />
6. Mendapat syafata di hari kiamat.<br />
7. Dicukupi semua kebutuhannya .<br />
<br />
KEUTAMAAN <br />
MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MENGAJAR AL-QURAN<br />
(A) Keutamaan Membaca Al-Quran<br />
1. Mendapatkan syafaat di hari kiamat<br />
2. Mendapatkan darjat yang tinggi<br />
3. Merupakan ciri keimanan seseorang<br />
4. Allah akan mengangkat darjatnya<br />
5. Mendapat kebaikan<br />
6. Mendapatkan kedudukan yang tinggi pada hari Kiamat<br />
(B) Keutamaan Belajar Dan Mengajar Al-Quran<br />
1. Merupakan amal terbaik<br />
2. Terhindar dari kehancuran<br />
3. Mendapat sebaik-baik anugerah Allah<br />
4. Mendapat keistimewaan di hadapan makhluk<br />
<br />
KEUTAMAAN MEMBACA AL-QURAN<br />
YANG LAIN<br />
1. Ibadat yang paling utama dari segi bacaan, dibandingkan sholat sunnah<br />
2. sebesar-besar ibadah dari segi gerak laku atau perbuatan.<br />
3. Pahala membaca A-Quran : 1 huruf 10 kebajikan, dan menurut Ibnu Majah digandakan sampai 400 dan menurut Ibnu Al Jauzi diganda sampai 700 kali.<br />
4. Balasan satu huruf yang dibaca ialah bidadari di syurga.<br />
5. Juga dikatakan balasan sebatang pokok di syurga.<br />
6. Pahala membaca satu huruf dari Al-Quran Dalam sholat adalah - 100 kebajikan<br />
7. Di luar sembahyang berwudhu' dibalas 50 kebajikan<br />
8. Tanpa wudhu' dibalas 10 kebajikan<br />
9. Pembaca Al-Quran adalah hartawan. Pahala membacanya tidak akan putus,<br />
10. Medapat Keselamatan dari api neraka.<br />
11. Mendapat kedudukan yang tinggi dan mulia bersama para Malaikat.<br />
12. Di hari kiamat, Al-Quran menjadi pembela.<br />
13. Pembaca akan memperolehi keamanan.<br />
14. Membaca sebelum tidur akan mendapat kawalan malaikat.<br />
15. Pembaca dimasukan ke dalam golongan Siddiqin' Syuhada' dan Sholihin.<br />
16. Membaca Al-Quran secara berkumpulan akan diampuni dosa mereka.<br />
17. Pembaca akan mendapat kemuliaan di syurga.<br />
18. Mendapat cahaya di bumi dan menjadi sebutan oleh malaikat di langit.<br />
19. Jika dibaca dirumah, akan memberi cahaya kepada rumah itu.<br />
20. Membaca secara tadarus (bergilir-gilir) mendapat ketenangan, rahmat dan dikelilingi oleh malaikat.<br />
21. Seutama-utama manusia ialah yang mempelajari dan mengajar Al-Quran.<br />
22. Mempelajari satu ayat Al-Quran lebih baik dari sholat sunat 1000 raka'at.<br />
23. Mempelajari dan membaca Al-Quran mendapat keberkahan dan keharmonisan hidup.<br />
24. Mendapat perlindungan di padang Mahsyar.<br />
25. Pembaca akan dilindungi dari godaan syaitan.<br />
<br />
KEUTAMAAN-KEUTAMAAN <br />
BERDO'A PADA ALLAH SWT<br />
1. Do'a merupakan ibadah dan sebuah ketaatan atas perintah Allah<br />
2. Merupakan perbuatan yang paling mulia dan dicintai oleh Allah<br />
3. Do'a menghalangi kemurkahan Allah<br />
4. Do'a menunjukkkan kecerdasan dan kekuatan batin seseorang<br />
5. Do'a bisa mencegah bencana yang belum terjadi dan menghilangkannya bila sudah terjadi<br />
6. Do'a menjadi perekat tali cinta dan kasih sayang sesama mukmin<br />
7. Berdo'a merupakan sifat orang-orang muttaqin. <br />
8. Do'a menjadikan seseorang tsabat (teguh/kokoh) dalam menghadapi musuh dan sarana untuk mendapatkan pertolongan<br />
9. Do'a sebagai pelarian dan tumpuan harapan orang-orang yang teraniaya <br />
<br />
FADHILAH-FADHILAH <br />
DZIKIR ATAU WIRIDAN<br />
1. Orang yang lidahnya senantiasa sibuk dengan dzikrullah akan memasuki surga sambil tersenyum.<br />
2. Dzikrullah adalah amalan yang dapat meninggikan derajat ke peringkat paling tinggi dan lebih mulia disisi Allah swt daripada menafkahkan emas dan perak dijalan Allah swt dan lebih utama daripada menghadapi musuh di tengah-tengah medan jihad.<br />
3. Dzikrullah lebih utama 700.000 kali daripada membelanjakan sesuatu pada jalan Allah swt.<br />
4. Barangsiapa berdzikir sebanyak-banyaknya maka akan selamat dari kemunafikan dan akan mengecap nikmat-nikmat surga dengan sepuas-puasnya.<br />
5. Jamaah yang duduk sambil berdzikir akan diberikan sakinah, dicucuri rahmat, dikelilingi oleh malaikat dan mereka disebut-sebut oleh Allah swt dihadapan majlis para malaikat.<br />
6. Orang yang berkumpul untuk berdzikrullah agar mendapatkan ridha Allah swt, maka malaikat akan berseru dari langit bahwa dosa-dosa mu telah diampunkan dan kejahatan-kejahatanmu telah digantikan dengan kebaikan.<br />
7. Orang yang datang berkumpul di suatu tempat lalu mencintai allah swt dengan berdzikrullah, akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan muka cemerlang menyilaukan mata dan mereka berada di mimbar-mimbar mutiara sementara orang ramai memcemburui dan beriri hati, sedangkan mereka bukan nabi atu syahid <br />
8. Jika seseorang tidak berani untuk beramal di malam hari, tidak dapat membelanjakan hartanya di jalan Allah swt dan tidak dapat berjuang di jalan Allah karena takut, maka hendaklah berdzikir sebanyak-banyaknya.<br />
9. Barangsiapa yang mengingat Allah swt sebanyak-banyaknya di tengah-tengah jalan, di rumah dan ketika berada di keramaian atau diperkampungan, maka ia akan mempunyai pembela-pembela yang ramai sekali dihari hisab.<br />
10. Dzikir di dalam hati yang tidak terdengar oleh malaikat sekalipun adalah 70 x lebih utama dari pada dzikir jahri ( terdengar jelas ).<br />
11. Barangsiapa ingat kepada Allah swt dalam kesenangan, maka Allah swt akan ingat kepadanya ketika dia dalam kesusahan / kesempitan.<br />
12. Barangsiapa setelah shalat subuh dan ashar membaca istighfar 3 kali , maka dosa- dosanya akan diampuni.<br />
13. Barangsiapa mengucapkan : Sebanyak 7 kali maka akan dibuatkan satu menara untuknya di dalam surga.<br />
14. Malaikat akan memohonkan ampunan bagi orang yang selalu berdzikir. <br />
15. Tiada seseorang yang mengerjakan suatu amalan yang lebih selamat dari siksa kubur baginya daripada dzikrullah.<br />
16. Dengan dzikrullah lidah akan terpelihara dari mengumpat, mencela dan berdusta serta dari berbicara sia-sia <br />
17. Fadloil : <br />
a. 100 x baca Alhamdulillah, pahalanya seperti bersedekah 100 kuda untuk fisabilillah.<br />
b. 100 x baca Subhanallah, pahalanya seperti memerdekakan budak bani isra`il.<br />
c. 100 x baca Allahu akbar, pahalanya seperti mengorbankan 100 unta yang maqbul / diterima<br />
d. 100 x Laailaahaillallaah, pahalanya seperti antara bumi dan langit penuh tanda kasih sayang pada Allah swt <br />
e. 100 x bertsbih pada pagi dan petang hari adalah tanda sayang / cinta pada Allah swt<br />
f. 100 x bershalawat pada pagi dan petang hari adalah tanda sayang / cinta pada Rasulullah saw dan banyak bershalawat akan mendapatkan lidah hikmah sert` tidak akan haus dab lapar di hari kiamat.<br />
g. 100 x beristighfar pada pagi dan petang hari sebagai tanda kasing sayang pada diri kita dan merasa banyak dosa.<br />
<br />
18. Majlis dzikrullah adalah sumber kekuatan agama yang akan bersinar, kekusutan dan keraguan hatinya akan lenyap sehingga hatinya akan kuat.<br />
19. Dzikir yang termulia adalah Laailaahaillallaah dan do`a yang terbaik adalah Alhamdulillah. <br />
20. Orang yang mengucapkan kalimah Laailaahaillallaah dengan hati yang ikhlash adalah orang yang akan mencapai kebahagiaan dan keuntungan akhirat. <br />
21. Sebaik-baiknya dzikir ialah dzikir khafi dan sebaik-baik rizki ialah yang mencukupi ( tidak kurang sampai membukakan pintu kepapaan dan tidak lebih yang akan bisa mendatangkan takabur dan melemparnya dalam kejahatan). <br />
22. Barangsiapa membaca laailaahaillallaah pada waktu malam dan siang hari niscaya segala dosa dari perbuatannya akan terhapus dan digantikan dengan kebaikan. <br />
23. Bacaan laailaahaillallaah adalah suatu kebaikan yang afdhal. <br />
24. Jika 7 lapis langit dan 7 lapis bumi ditimbang dengan kalimat laailaahaillallaah, maka timbangan kalimat itu akan lebih berat. <br />
25. Yang akan mencapai kebahagiaan dan keuntungan melalui syafaatku ialah orang yang mengucapkan kalimah laailaahaillallaah. <br />
26. Barangsiapa yang mengucapkan kalimah laailaahaillallaah dengan ikhlas maka akan dimasukkan ke alam surga ( ikhlas yang mencegah dari melakukan perbuatan-perbuatan yang haram dan yakin pada kalimat itu. <br />
27. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat laailaahaillallaah tanpa campur aduk, maka wajiblah surga baginya ( campur aduk mencintai dunia dan berusaha dengan sungguh hati untuk mendapatkannya / orang yang berbicara seperti orang `alim tapi berbuat seperti orang dzalim dan sombong ).<br />
28. Tiada seorang hamba yang mengucapkan laailaahaillallaah melainkan dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga kalimat itu terus menuju arasy, kecuali orang yang terlibat dalam dosa besar.<br />
29. Kalimat laailaahaillallaah mempunyai tempat disamping arasy yang tak terhingga luasnya dan Allahuakbar adalah cahaya yang mengisi seluruh bumi dan langit. <br />
30. Kalimah laailaahaillallaah adalah kunci surga. <br />
31. Ahli laailaahaillallaah tidak akan berduka cita di dalam kubur dan padang mahsyar. <br />
32. Ada sebuah tiang nur dihadapan arasy Illahi, manakala seorang hamba mengucapkan laailaahaillallaah maka tiang itu bergoyang-goyang, kamudian Allah swt menyuruh tiang itu berhenti tapi tiang itu berkata, bagaimana aku akan berhenti sedangkan yang mengucapkan kalimat itu belum lagi diampunkan, maka Allah swt berfirman : “sesungguhnya Aku telah mengampuninya.”, lalu tiang itupun berhenti. <br />
33. Barangsiapa mengucapkan laailaahaillallaah 100 kali, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah swt didalam keadaan yang mukanya bercahaya seperti bulan purnama. <br />
<br />
FADHILAH DAN KEUTAMAAN<br />
BERWUDLU’<br />
1. Orang yang berwudhu akan mendapatkan cahaya pada wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya dengan sebab dia mencuci wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya dalam berwudhu.<br />
2. Jika seseorang menyempurnakan wudhunya maka dosa-dosa yang diperbuat oleh anggota wudhunya akan keluar (terhapus) bersamaan dengan keluarnya tetesan air wudhunya -sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat yang lain<br />
3. Barangsiapa yang berwudhu seperti yang Nabi -alaihishshalatu wassalam- ajarkan maka akan diampuni semua dosanya yang telah berlalu<br />
4. Setiap langkah kakinya ke masjid akan dihitung sebagai amalan sunnah. Demikian pula shalat (sunnah wudhu) yang dia lakukan setelahnya<br />
5. Orang yang berwudhu dalam keadaan dingin yang sangat akan diangkat derajatnya oleh Allah dihapuskan dosa-dosanya dan pahalanya bagaikan dia tengah berjihad di jalan Allah.<br />
<br />
FADHILAH DAN KEUTAMAAN<br />
SIWAK<br />
Berikut beberapa rahasia dan manfaat mengamalkan Sunnah siwak seperti dijelaskan oleh Al-Bajuri dalam kitabnya:. <br />
1. Memudahkan pelajar dalam memahami pelajarannya<br />
2. Menajamkan pandangan mata, dan tidak mudah terkena penyakit mata<br />
3. Mempermudah keluarnya ruh saat izrail mencabut nyawa <br />
4. Melipatgandakan pahala ibadah<br />
5. Menjauhkan diri dari setan dan membuat mereka sedih<br />
6. Mendapat ridho Allah swt<br />
7. Menjadikan awet muda<br />
8. Memperkuat gigi dan gusi<br />
9. Memperkuat hapalan<br />
10. Memperlambat tumbuhnya uban dirambut kepala<br />
11. Memutihkan gigi <br />
12. Menghilangkan bau mulut yang tidak sedap<br />
13. Melancarkan pembicaraan sehingga mudah difaham pendengar<br />
14. Membuat senang Rasulullah karena mengikuti sunnahnya<br />
<br />
RAHASIA<br />
DI BALIK ZAKAT DAN SEDEKAH<br />
Untuk mendorong kesadaran zakat, seseorang harus mengetahui rahasia di balik kewajiban zakat tersebut. <br />
1) Zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir<br />
2) Mengobati hati dari cinta dunia. <br />
3) Mengembangkan kekayaan batin. <br />
4) Mengembangkan harta. <br />
5) Menarik simpati masyarakat. <br />
6) Merupakan perintah Allah<br />
7) Sedekah sebagai bukti keimanan yang sehat dan kuat.<br />
8) Sesungguhnya pelaku sedekah sangat merasakan nikmat iman<br />
9) Mensucikan jiwa<br />
<br />
KEUTAMAAN<br />
MALAM LAILATUL QADAR<br />
1. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang dimuliakan Allah ta’ala.<br />
2. menurut sebagian pendapat pada malam itu Allah Ta’ala mentakdirkan ajal, rizki dan apa yang terjadi selama satu tahun dari aturan-aturan Allah ta’ala<br />
3. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.<br />
4. amalan di malam yang barakah ini menyamai pahala amal seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar padanya. Seribu bulan sama dengan 83 tahun lebih. <br />
5. “Barang siapa shalat di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka dia akan diampuni dosanya yang telah lampau ataupun yang akan datang.”<br />
6. Allah Ta’ala juga mmemberi berita bahwa pada malam itu malaikat Jibril dan ruh turun. Ini menunjukkan betapa besar dan pentingnya malam ini karena turunnya malaikat tidak terjadi kecuali untuk perkara yang besar<br />
7. “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”<br />
FADHILAH DAN KEUTAMAAN <br />
SHOLAT SUNNAH ROWATIB<br />
1. Rosulullah tidak pernah meninggalkan sholat sunnah ini selain dalam perjalanan.<br />
2. Sholat Sunnah Rawatib sangat dianjurkan / ditekankan untuk dilakukan. <br />
3. Menurut pendapat beberapa ulama, orang yang terus menerus meninggalkannya maka ketakwaannya tidak bisa dipercaya dan ia pun berdosa. <br />
4. Adapun keistimewaan sholat sunnah rowatib adalah merupakan penambal kekurangan dan kesalahan seseorang ketika melaksanakan sholat fardlu.<br />
5. Sholat sunnah di rumah menghindari riya’ (sikap pamer), ujub (membanggakan diri sendiri), dan untuk tidak memperlihatkan amal baik kepada khalayak ramai.<br />
6. Shlat sunnah di rumah Lebih mudah untuk khusyuk dan ikhlas lantaran suasananya yang sepi.<br />
7. menghidupkan rumah dan tempat tinggalnya.<br />
8. Yang paling utama dari sholat-sholat sunnah rowatib ini adalah sholat sunnah sebelum fajar. <br />
9. Dua rokaat sholat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya<br />
10. Rosulullah selalu memendekkan sholat dua rokaat sebelum sholat subuh<br />
11. Dapat menjadi Penambal (Penyempurna) kekurangan - kekurangan atau ketidak sempurnaan sholat wajib (fardhu).<br />
12. Orang yang membiasakan diri melaksanakan sholat sunat, maka akan menjadi teman Rosullullah di surga.<br />
<br />
FADHILAH<br />
AYAT KURSI<br />
<br />
1. Barang siapa yang membaca ayat Kursi dengan istiqamah setiap kali selesai sholat fardhu, setiap pagi dan petang, setiap kali masuk kerumah atau kepasar, setiap kali masuk ke tempat tidur dan musafir, insyaallah akan diamankan dari godaan syaitan dan kejahatan raja-raja (pemerintah) yang kejam, diselamatkan dari kejahatan manusia dan kejahatan binatang yang memadharatkan. Terjaga dirinya dan keluarganya, anak-anak nya, hartanya, rumahnya dari kecurian, kebakaran dan kekaraman.<br />
2. Terdapat keterangan dalam kitab Assarul Mufidah, barang siapa yang mengamalkan membaca ayat kursi, setiap kali membaca sebanyak 18 kali, inyaallah ia akan hidup berjiwa tauhid, dibukakan dada dengan berbagai hikmat, dimudahkan rezekinya, dinaikkan martabatnya, diberikan kepadanya pengaruh sehingga orang selalu segan kepadanya, diperlihara dari segala bencana dengan izin Allah s.w.t.<br />
3. Salah seorang ulama Hindi mendengar dari salah seorang guru besarnya dari Abi Lababah r.a, membaca ayat Kursi sebanyak anggota sujud (7 kali) setiap hari ada benteng pertahanan Rasulallah s.a.w.<br />
4. Syeikh Abul ‘Abas al-Bunni menerangkan: “ Barang siapa membaca ayat Kursi sebanyak hitungan kata-katanya (50 kali), di tiupkan pada air hujan kemudian diminumnya, maka inysya allah tuhan mencerdaskan akalnya dan memudahkan faham pada pelajaran yang dipelajari.<br />
5. Barang siapa yang membaca ayat Kursi selepas sembahyang fardhu, Tuhan akan mengampunkan dosanya. Sesiapa yang membacanya ketika hendak tidur, terpelihara dari gangguan syaitan, dan sesiapa yang membacanya ketika ia marah, maka akan hilang rasa marahnya.<br />
6. Syeikh al-Buni menerangkan: Sesiapa yang membaca ayat Kursi sebanyak hitungan hurufnya (170 huruf), maka insyaallah, Tuhan akan memberi pertolongan dalam segala hal dan menunaikan segala hajatnya, dam melapangkan fikiranyan, diluluskan rezekinya, dihilangkan kedukaannya dan diberikan apa yang dituntutnya.<br />
7. Barang siapa membaca ayat Kursi ketika hendak tidur, maka Tuhan mewakilkan dua malaikat yang menjaga selama tidurnya sampai pagi.<br />
8. Abdurahman bin Auf menerangkan bahwa, ia apabila masuk kerumahnya membaca ayat Kursi pada empat penjuru rumahnya dan mengharapkan dengan menjadi penjaga dan pelindung syaitan.<br />
9. Syeikh Buni menerangkan: barang siapa yang takut terhadap serangan musuh hendaklah ia membuat garis lingkaran dengan isyarat nafas sambil membaca ayat Kursy. Kemudian ia masuk bersama jamaahnya kedalam garis lingkaran tersebut menghadap kearah musuh, sambil membaca ayat Kursi sebayak 50 kali, atau sebanayk 170 kali, insyaallah musuh tidak akan melihatnya dan tidak akan memudharatkannya.<br />
10. Syeikhul Kabir Muhyiddin Ibnul Arabi menerangkan bahwa; barang siapa yang membaca ayat Kursi sebayak 1000 kali dalam sehari semalam selama 40 hari, maka demi Allah, demi Rasul, demi alQuran yang mulia, Tuhan akan membukakan baginya pandangan rohani, dihasilkan yang dimaksud dan diberi pengaruh kepada manusia.<br />
(dari kitab Khawasul Qur’an)<br />
<br />
<br />
FADHILAH GERAKAN ATAU RUKUN DALAM WUDHU<br />
Di bawah ini merupakan beberapa rahasia wudhu yang terbukti secara ilmiah maupun medis:<br />
1. Berkumur<br />
Sains modern membuktikan bahwa berkumur dapat:<br />
a. Menjaga mulut dan tekak dari bermacam peradangan; <br />
b. Melindungi gusi dari penanahan, memlindungi gigi dari keroposan; <br />
c. Membersihkannya dengan menghilangkan sisa-sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi';<br />
d. Memperkuat sebagaian otot wajah; <br />
e. Menjaga kesegaran wajah; dan <br />
f. Memberikan ketenangan jiwa bagi seseorang jika dia mahir mengerakkan otot-otot mulutnya ketika berkumur.<br />
<br />
2. Membasuh Hidung <br />
Sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan tim dokter dari Universitas Alexandria (Mesir) membuktikan bahwa membasuh hidung dapat :<br />
a) Membersihkan dan terbebas dari debu, mikroba, dan dan bakteri+<br />
b) Mensterilkan dari peradangan dan bakteri; dan<br />
c) Melindungi dari bahaya perpindahan mikroba dari hidung ke organ-organ tubuh lainnya.<br />
<br />
3. Membasuh Wajah dan Kedua Tangan<br />
Membasuh muka dan tangan sampai siku memiliki manfaat yang sangat besar yaitu:<br />
a. Melenyapkan mikroba dan debu;<br />
b. Menghilangkan keringat dari permukaan kulit; dan<br />
c. Membersihkan kulit dari bahan-bahan berminyak yang dikeluarkan oleh kelenjar-kelenjar kulit<br />
<br />
4. Membasuh Kedua Kaki<br />
Membasuh kedua kaki disertai gosokan yang baik akan menimbulkan <br />
• rasa tenang dan kedamaian karena kaki memilki reflektor yang bisa memantul ke seluruh sitem atau jaringan tubuh.<br />
<br />
5. Rahasia-Rahasia Lain<br />
Penelitian ilmiah membuktikan bahwa sirkulasi darah di ujung-ujung bagian atas tangan dan kedua lengan, ujung bawah dua kaki dan betis lebih lemah daripada organ-organ lainnya karena letaknya jauh dari pusat pengatur sirkulasi darah (jantung). Karena itu membasuh semua ujung ini setiap kali wudhu, disertai dengna gosokan dengan hati-hati bisa memperkuat sirkulasi darah, sehingga lebih lanjut bisa meningkatkan semangat dan vitalitas tubuh. Selain itu, berwudhu dapat melindungi lapisan kulit dari berbagai efek berbahaya sinar matahari terutama sinar ultraviolet.<br />
<br />
FADHILAH GERAKAN DALAM SHOLAT <br />
1) Takbiratul Ihram <br />
Berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah mempunyai manfaat untuk :<br />
• Melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan kekuatan otot lengan<br />
• Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancer ke seluruh tubuh<br />
• Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar<br />
• Kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah dapat menghindarkan diri dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.<br />
2) Ruku’ <br />
Posisi kepala lurus dengan tulang belakang mempunyai manfaat untuk <br />
• menjaga kesempurnaan posisi serta fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf<br />
• Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah<br />
• Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk merelaksasikan otot-otot bahu hingga ke bawah<br />
• Rukuk adalah sarana latihan bagi kemih sehingga gangguan prostate dapat dicegah<br />
<br />
3) I’tidal <br />
Tubuh tegak setelah mengangkat kedua tangan setinggi telinga mempunyai manyfa’at : <br />
• Sebagai latihan yang baik bagi organ-organ pencernaan<br />
• Organ-organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian<br />
• Memberi efek melancarkan pencernaan<br />
<br />
4) Sujud <br />
Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai. Mempunyai fadhilah :<br />
• memompa getah bening ke bagian leher dan ketiak<br />
• Posis jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak<br />
• Berpengaruh pada daya pikir seseorang <br />
• darah mencukupi kapasitasnya di otak<br />
• menghindarkan seseorang dari gangguan wasir<br />
• Khusus bagi wanita, ruku’ maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan<br />
<br />
5) Duduk<br />
a. Duduk iftirosy (duduk di antara dua sujud dan tahiyat awal) <br />
Dapat menghindarkan tubuh dari nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan<br />
b. Duduk tawarru’ (tahiyat akhir)<br />
• Duduk tawarru’ sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (uretra), kelenjar kelamin pria (prostate) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar, posisi seperti ini mampu mencegah impotensi<br />
• Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarru’ menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali<br />
• Menjaga kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita<br />
<br />
6) Salam <br />
Gerakan memutar kepala ke kanan dank e kiri secara maksimal bermanfaat untuk merelaksasikan otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala sehingga mencegah sakit kepala serta menjaga kekencangan kulit wajah<br />
<br />
FADLILAH<br />
IBADAH HAJI<br />
Haji memiliki banyak rahasia, kami akan menyebutkan di antaranya sebagai berikut:<br />
1. Menjadi Sebab masuk ke sorga<br />
2. Berbagi manfaat pada manusia<br />
3. Ikatan persaudaraan yang terkuat dalam Islam, sebab ia mewujudkan saling sayang dan cinta sesama kaum muslimin <br />
4. Mewujudkan cirri dan keistimewaan Islam<br />
5. Pengagungan syiar-syiar Allah yang merupakan tanda ketakwaan dalam hati<br />
6. Zikir mengingat Allah<br />
7. Meneladani Rasulullah saw <br />
8. Taqarrub kepada Allah dengan berbagai macam ibadah<br />
<br />
FADHILAH<br />
MENUNTUT ILMU<br />
1) Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim<br />
2) Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah<br />
3) Dalam Kitab Ihya ‚Uluumuddiin susunan Imam Al Ghazali disebut bahwa Nabi berkata: „Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama.<br />
4) Menuntut ilmu itu pahalanya sangat besar<br />
5) Penuntul ilmu akan dimudahkan jalannya menuju syurga<br />
6) Menuntut ilmu termasuk berjuan di jalan Allah SWT<br />
7) Ilmu menjadi amalan yang terus menerus mengalir pahalanya<br />
8) Menuntut ilmu dapat mendekatkan diri pada Allah SWT<br />
9) Barang siapa belajar satu Ilmu maka akan diajari oelh Allah satu ilmu lain yang ia tidak tau <br />
10) Ilmu atau ayat Al Qur’an yang tidak diamalkan akan jadi beban bagi kita di akhirat<br />
11) lmu agama itu berlandaskan Al Qur’an dan Hadits yang shahih <br />
12) Ilmu adalah kunci sukses dunia akhirat<br />
13) Seorang ‘alim lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu-waktu bisa tersesat karena kurangnya ilmu <br />
14) Nabi juga mengatakan, bahwa ilmu yang bermanfaat akan mendapat pahala dari Allah SWT, dan pahalanya berlangsung terus-menerus selama masyarakat menerima manfaat dari ilmunya.<br />
15) “Siapa yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari pengetahuan, ia berada di jalan Allah”, <br />
16) “Tinta seorang ulama adalah lebih suci daripada darah seorang syahid ”<br />
17) Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar. (HR. Bukhari)<br />
18) Para ulama fiqih adalah pelaksana amanat para rasul selama mereka tidak memasuki (bidang) dunia. Mendengar sabda tersebut, para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa arti memasuki (bidang) dunia.<br />
19) Rasulullah Saw bersabda : "Ya Allah, rahmatilah khalifah-khalifahku." Para sahabat lalu bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah khalifah-khalifahmu?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang datang sesudahku mengulang-ulang pelajaran hadits-hadits dan sunahku dan mengajarkannya kepada orang-orang sesudahku." (HR. Ar-Ridha) <br />
20) Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada shalat seribu raka'at. (HR. Ibnu Majah)<br />
21) Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang. (HR. Abu Dawud )<br />
22) Duduk bersama para ulama adalah ibadah. (HR. Ad-Dailami)<br />
23) Apabila kamu melewati taman-taman surga, minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?" Nabi Saw menjawab, "Majelis-majelis taklim." (HR. Ath-Thabrani)<br />
24) Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. …… (Mutafaq'alaih)<br />
25) Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. ……(HR. Ath-Thabrani)<br />
<br />
Dirangkum dari berbagai tulisan seperti “Ilmu yang bermanfaat” (Aa Gym), “Ihya ‘Uluumuddiin” (Imam Al Ghazali), http://muslim.or.id/manhaj/ilmu-melahirkan-amalan.html, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath, Gema Insani Press<br />
<br />
RAHASIA-RAHASIA BULAN HIJRIYAH<br />
DAN KEUTAMAAN SYARIAT PUASA DI DALAMNYA<br />
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّم؏ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ <br />
Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan<br />
Nama-nama kedua belas bulan dimaksud urutannya adalah sebagai berikut:<br />
1. Al-Muharram (yang diharamkan/yang dimuliakan). <br />
2. Shafar (kosong, nol). <br />
3. Rabi'ul Awwal (musim semi pertama). <br />
4. Rabi'ul Akhir (musim semi kedua). <br />
5. Jumadal Ula (membeku yang pertama). <br />
6. Jumadal Akhirah (membeku yang kedua). <br />
7. Rajab (mulia, agung). <br />
8. Sya'ban (bergerombol, berkelompok). <br />
9. Ramadhan (sangat panas). <br />
10. Syawwal (mengangkat, meninggikan). <br />
11. Dzul Qa'dah (duduk, berhenti). <br />
12. Dzul Hijjah (berhaji). <br />
<br />
KEUTAMAAN BULAN MUHARROM ( SUROH )<br />
Bulan muharram adalah permulaan bulan dalam Kalender hijriyah. Dalam bulan ini terkandung beberapa keutamaan. Diantaranya adalah:<br />
1. Salah satu bulan yang diharamkan Allah (dimuliakan Allah)<br />
2. Bulan Allah <br />
3. Disunnahkan berpuasa ‘Asyuro<br />
Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :<br />
• Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda : “ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)<br />
• Ibnu Abbas ra berkata : “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)<br />
• Abul-Laits Asssamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi SAW. bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Asyura’ yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa’, maka akan diberikan pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah, dan 10, 000 orang mati syahid; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa’, maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat. Dan barangsiapa yang memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa’, maka seolah-olah memberi buka puasa semua umat Muhammad SAW. dan mengenyangkan perut mereka”.<br />
4. Tonggak sejarah Islam<br />
5. Bulan Yatim<br />
<br />
KEUTAMAAN BULAN ROBI’UL AWAL (MULUD)<br />
1) Merupakan bulan Lahirnya Rosulullah Muhammad SAW<br />
2) Mesjid Quba’ dibangun pertama kali oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya, pada tahun 14 Robiul awwal atau 23 September 622 M.<br />
3) Pembangunan pertama Mesjid Nabawi di Madinah oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.<br />
4) Rasulullah saw wafat, hari Senin Rabi’ul Awwal tahun 11 H atau sekitar 634 M.<br />
5) Wafatnya Sayyidah Sukainah binti al-Husain, putri Imam Husain, tahun 117 H.<br />
6) Berakhirnya Dinasti Umayyah, pada tanggal 3 Rabiul Awwal tahun 123 H atau 750 M. Setelah itu, berdirilah Dinasti Abbasiyyah.<br />
7) Lahir dan Wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal, salah satu dari empat tokoh Imam Madzhab (pendiri Madzhab Hanbali). Imam Ahmad lahir bulan Rabiul Awwal tahun 164 H. Wafat pada Malam Jum’at, 12 Rabiul Awwal tahun 241 H, karena sakit.<br />
<br />
KEUTAMAAN BULAN ROJAB<br />
1. Sesungguhnya Rojab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Romadlon adalah bulan umatku ( dari Rosulullah )<br />
2. Barang siapa membaca sholawat dalam bulan itu maka besok di hari kiamat ia akan diberi telaga yang airnya lebih manis daripada madu, lebih dingin dari pada salju dan lebih wangi daripada minyak misik (al-hadits)<br />
3. Pelipatgandaan Pahala kebaikan :<br />
• Di hari biasa itu dilipatgandakan menjadi sepuluh<br />
• Di hari Bulan Rojab dilipatgandakan menjadi 70 kali lipat<br />
• Di hari Bulan Sya’ban dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat<br />
• Di hari Bulan Romadlon dilipatgandakan menjadi 1000 kali lipat<br />
4. Barang siapa yang ingin mati enak, membawa iman, selamat dari syaitan, maka muliakan lah bulan Rojab dengan :<br />
• Memperbanyak puasa<br />
• Memperbanyak menyesal atas dosa-dosanya<br />
• Banyak dzikir<br />
( al-hadits )<br />
5. Barang siapa membaca “laa ilaha illallah “ dengan ikhlas maka ia akan masuk surga dan barang siapa berpuasa satu hari di bulan Rojab maka ia akan masuk surga dengan ridlo Allah ( bertemu dengan Allah ) . HR. Anas bin Malik<br />
6. Diharamkannya perang pada bulan itu<br />
7. Barang siapa berpuasa satu hari di bulan Rojab maka ia diberi telaga ( di kasih minum oleh Allah ) yang airnya sangat putih , lebih manis daripada madu, lebih dingin dari pada salju dan lebih wangi daripada minyak misik (al-hadits)<br />
8. Di dalam surga itu ada istana ( bangunan ) bagi orang yang puasa di bulan Rojab. ( HR. Qotadah )<br />
9. Puasa di bulan Rojab dan Sya’ban itu sangat disenangi Rosul dan Allah.<br />
10. Ketika telah lewat sepertiga malam jum’at pertama dalam bulan Rojab semua malaikat langit dan bumi berkumpul di ka’bah, kemudian Allah berkata pada mereka “ wahai malaikat mintalah apa yang kamu harapkan ?” . Maka malaikat meminta “ ya Allah permohonan kami adalah engkau mengampuni dosa-dosanya orang yang berpuasa di bulan Rojab” maka Allah berkata : sungguh aku telah mengampuni mereka. ( HR Abu Bakar )<br />
11. Besok di hari kiamat semua orang akan kelaparan kecuali para Nabi, dan keluarganya serta orang yang mau puasa dalam bulan Rojab, Sya’ban dan Romadlon.<br />
12. Barang siapa menghidupkan permulaan malam bulan Rojab maka hatinya tidak akan mati, jika hatinya mati maka Allah akan menuangkan kebaikan dari atas kepalanya sehingga semua dosanya keluar dari dirinya seperti masa ia dilahirkan ( alhadits )<br />
13. Barang siapa sholat ba’da maghrib (sunnah) 20 roka’at dalam bulan Rojabah dan di tiap roka’atnya ia membaca al-fatihah dan al ikhlas dan salam sebanyak 10x maka ia dan keluarganya akan dijaga oleh Allah SWT bala’ dunia dan siksa akhirat. ( Hr . Anas bin Malik )<br />
14. Hadits Nabi :<br />
“ ingatlah sesungguhnya bulan Rojab adalah bulan Allah yang penuh dengan puasa.<br />
• Barang siapa puasa 1 hari dengan iman maka ia akan maka ia akan mendapat ridlo Allah yang paling agung<br />
• Barang siapa puasa 2 hari maka semua makhluk langit bumi akan mensifati dia dengan kemulaiaan dan karomah<br />
• Barang siapa puasa 3 hari maka ia akan diberi ampunan dari bala’ dunia dan siksa akhirat serta bebas dari penyakit gila, lepra, baros dan selamat dari fitnah dajjal<br />
• Barang siapa puasa 7 hari maka tujuh pintu neraka akan ditutup<br />
• Barang siapa puasa 8 hari maka delapan pintu surga akan dibuka<br />
• Barang siapa puasa 10 hari maka semua permintaannya akan dikabulkan oleh Allah SWT<br />
• Barang siapa puasa 15 hari maka semua dosa ia yang dahulu akan diampuni oleh Allah dan semua kejelekanya akan diganti dengan kebaikan.<br />
• Siapa yang menambah maka akan ditambah oleh Allah<br />
15. Rojab itu ada tiga huruf<br />
• Ro’ adalah Rohmat Allah SWT<br />
• Jim adalah Jirmul ‘abdi ( dosanya hamba )<br />
• Ba’ adalah Birrullah ( sifat baiknya Allah )<br />
Maka Allah berkata wahai hambaku engkau berbuat dosa diantara Rohmat dan Birru ku maka tidak ada dosa bagimu dengan kemuliaan dan fadhol bulan Rojab.<br />
16. Dari Abu Muhammad dari Ibnu Abbas dari Rosulullah<br />
• Puasa hari pertama bulan Rojab bisa melebur dosa 3 tahun<br />
• Puasa hari kedua bisa melebur dosa 2 tahun<br />
• Puasa hari ketiga bisa melebur dosa 1 tahun<br />
• Puasa hari keempat dan seterusnya bisa melebur dosa 1 bulan dan 1 bulan sampai seterusnya. (kitab Jami’ as Shoghir )<br />
17. Orang yang memuliakan bulan Rojab maka besok di kuburnya ia tidak akan sendiri.<br />
18. Barang siapa puasa satu hari dan tidak tidur dalam satu malam di bulan Rojab maka ia tidak akan disiksa dalam kuburnya.<br />
<br />
BULAN SYA’BAN <br />
DAN KEUTAMAANNYA<br />
1. Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang disunnahkan bagi kaum muslimin untuk banyak berpuasa. Hal ini ditegaskan dalam hadits shahih berikut:<br />
• Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:<br />
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم، فما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان، وما رأ�$8Aته أكثر صياما منه في شعبان.<br />
• “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa sehingga kami mengatakan dia tidak pernah berbuka, dan dia berbuka sampai kami mengatakan dia tidak pernah puasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyempurnakan puasanya selama satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat dia berpuasa melebihi banyaknya puasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1868)<br />
• Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha juga, katanya:<br />
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ<br />
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah berpuasa dalam satu bulan melebihi puasa pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1869)<br />
• Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:<br />
شعبان بين رجب ورمضان يغفل الناس عنه ترفع فيه أعمال العباد فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم<br />
“Bulan Sya’ban, ada di antara bulan Rajab dan Ramadhan, banyak manusia yang melalaikannya. Saat itu amal manusia diangkat, maka aku suka jika amalku diangkat ketika aku sedang puasa.” (HR. An Nasai, 1/322 dalam kitab Al Amali. Status hadits: Hasan (baik). Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1898. Lihat juga Tamamul Minnah Hal. 412. DarAr Rayyah)<br />
<br />
KEUTAMAAN<br />
MALAM NISHFU SYA’BAN<br />
Diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, bahwa Beliau bersabda:<br />
يطلع الله تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن<br />
“Allah Ta’ala menampakkan diriNya kepada hambaNya pada malam nishfu sya’ban, maka Dia mengampuni bagi seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki.” <br />
Allah mengampuni semua makhluk kecuali yang menyekutukanNya dan para pendengki. <br />
<br />
KEUTAMAAN & FADHILAH<br />
BULAN ROMADLON<br />
1. " كل عمل اٍبن ادم له اٍلاّ الصوم فاٍنه لي وأنا أجزى به " <br />
Catatan : <br />
Rosul Bersabda : “ Umatku diberi 5 perkara yang hal itu tidak diberikan kepada umat sebelumku ” :<br />
• Pada malam 1 bulan Romadhon Allah memandang mereka dengan rohmat. Dan barang siapa dipandang Allah dengan Rohmat akan terbebas dari adzab selamanya.<br />
• Allah memerintah Malaikat untuk memintakan ampunan atas mereka.<br />
• Bau mulut orang puasa itu lebih harum disisi Alloh dari pada bau minyak misik.<br />
• Allah berkata pada surga<br />
اٍتخذى زينتك طوبي لعبادى المؤمنين هم أوليائ......................<br />
• Allah mengampuni semua dosa mereka.<br />
<br />
2. Bisa mengekang nafsu mata dan nafsu farji<br />
3. Barang siapa bahagia dengan datangnya bulang Romadhon maka jasadnya diharamkanm masuk neraka.<br />
4. Barang siapa mau melakukan puasa dengan iman maka dosa-doanya yang telah lalu akan diampuni oleh Allah SWT.<br />
5. Sesungguhnya Allah SWT di tiap masa ( jam ) nya pada Bulan Romadhon membebaskan 600.000 penduduk dari neraka.<br />
6. Pada malam lailatul qdr Allah SWT membebaskan penduduk neraka sebanyak bilangan dari awal romadhon sampai akhir.<br />
7. Ketika akhir Romadhon akan tiba langit, bumi dan para malaiakt menagis.<br />
8. Di bulan Romadhon Allah SWT menyuruh malaikat kiromul katibin mencatat kebaikan-kebaikan umat Muhammad, menghapus dosa-dosa mereka dan tidak mencatat kesalahan mereka sebagai dosa.<br />
9. Puasa bisa memutus wasilah godaan syaithon.<br />
10. Mulai awal bulan Romadhon Allah SWT berkata :<br />
• Barang siapa cinta kepadaku maka aku akan cinta kepadanya.<br />
• Barang siapa meminta kepadaku maka aku akan memberinya.<br />
• Barang siapa memohon ampunan kepadaku maka aku akan mengampuninya.<br />
11. Rosulullah perna bersabda : andaikan Umatku mengetahi fadhilah Romadhon pasti mereka berangan-angan satu tahun ini menjadi bulan Romadhon.<br />
12. Bulan Romadhon adalah bulan taubat, bulan Maghfiroh, bulan Rohmat, dan bulan berkah.<br />
13. Barang siapa menghadiri satu majlis ilmu pada bulan Romadhon maka disetiap langkahnya akan dicatat sebagai ibadah satu tahun. Dan di hari akhir esok akan duduk di bawah Arsy bersama Rosulullah. <br />
14. Barang siapa sholat jama’ah pada bulan Romadhon, maka di setiap roka’at akan diberi satu kota keni’matan.<br />
15. Barang siapa berbuat baik pada orang tua di bulan Romadhon maka akan di pandang Allah dengan pandangan Rohmat.<br />
16. Barang siapa memenuhi hajat saudaranya di bulan Romadhon maka hari esok akan dipenuhi hajatnya Oleh Allah SWT.<br />
17. Ketika datang bulan Romadhon :<br />
• Syaithon-syaithon dipenjara<br />
• Pintu Surga dibuka lebar-lebar<br />
• Pintu Neraka ditutup rapat-rapat<br />
<br />
18. “Barang siapa yang bergembira menyambut kehadiran bulan Ramadhan, pasti Allah mengharamkan tubuhnya atas neraka apa saja.”<br />
19. Pada malam pertama bulan Ramadhan Allah berfirman, “Siapa mencintai-Ku, pasti Aku mencintainya, siapa mencari rahmat-Ku, pasti rahmat-Ku pun mencarinya, dan siapa beristighfar kepada-Ku, pasti Aku mengampuninya, berkat hormat bulan Ramadhan, lalu Allah menyuruh malaikat mulia pencatat amal, khusus dalam bulan Ramadhan supaya menulis amal kebaikan semata, tidak mencatat perbuatan kejahatan mereka, dan Allah menghapus dosa-dosa terdahulu bagi mereka.”<br />
20. Dalam kitab Hayah diceritakan, bahwasannya shuhuf Ibrahim AS diwahyukan awal malam bulan Ramadhan, kitab Taurat malam ke-6 Ramadhan (terpaut 700 tahun dengan Shuhuf Ibrahim AS), kitab Zabur malam ke-12 Ramadhan (terpaut 500 tahun dengan Taurat), Kitab Injil Malam ke-18 Ramadhan (terpaut 1200 tahun dengan Zabur), sedangkan kitab Al Quran malam ke-27 Ramadhan (terpaut 620 tahun dengan Injil).<br />
21. Ketika awal hari (hilal) bulan Ramadhan telah tampak berserulah ‘Arasy, Kursi, dan para malaikat serta makhluk lainnya dengan keras, kata mereka, ”Beruntunglah sekalian umat Muhammad, dengan kemuliaan disisi Allah Swt, karena segenap makhluk memohonkan ampun bagi mereka, mulai dari makhluk besar seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan burung-burung di langit, serta ikan-ikan di lautan, hingga setiap hewan dan binatang melata di bumi yang bernafas, semua tiada tertinggal memohonkan ampun buat mereka di siang dan malam hari, kecuali setan-setan terkutuk. Maka pagi-pagi tiada seorangpun yang dibiarkan hidup penuh dosa, mereka diampuni oleh Allah Swt. Bahkan Allah menyeru para malaikat, “Hadiahkanlah semua pahala shalawat dan tasbihmu selama bulan Ramadhan bagi umat Muhammad Saw.”<br />
22. Bahwasannya seorang pria bernama Muhammad, ia tiada pernah shalat sama sekali, kemudian di saat bulan Ramadhan tiba, tersentuhlah hatinya untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah Swt. Sejak awal Ramadhan ia berhias diri dengan pakaian indah dan minyak harum, lalu ia kerjakan shalat dan mengqadha seluruh shalat yang ia tinggalkan selama hidupnya. Tiba-tiba datanglah seorang kawan bertanya, “Kenapa anda lakukan yang demikian ini?” Jawabnya, “Ketahuilah kawan, bahwa bulan ini adalah bulan taubat, bulan penuh rahmat dan kebaikan, semoga dengan demikian (bertaubat dan beribadah) sebagaimana layaknya manusia berikhtiar, Allah mengampuni segala dosaku.” Kemudian, setelah sekian tahun pria yang bernama Muhammad itu meninggal dunia. Seorang kawan bertemu dengannya didalam mimpi dan ketika ditanya, “Balasan apakah yang selama ini kau rasakan dalam alam baka dari Allah Swt?” Jawabnya, “Allah mengampuni segala dosaku dengan kemuliaan-Nya, berkat menghormat bulan suci Ramadhan, dan aku menyambutnya dengan bertaubat serta beribadah didalamnya.”<br />
23. Dari Sayyidina Umar bin Khattab, Nabi Saw bersabda, “Di bulan Ramadhan, apabila seorang terbangun dari tidurnya lalu menggerakkan tubuhnya di atas ranjangnya, maka malaikat berkata, “Bangunlah segera, semoga Allah memberkati dan memberikan rahmat kepadamu.” Kemudian apabila ia tegak hendak melakukan shalat (ibadah di malam hari), maka ranjang tempat ia tidur pun berdoa, “Ya Allah, gantikanlah ranjang-ranjang (kasur) tinggi tebal baginya.” Dan ketika ia memakai pakaian, maka pakaian itupun berdoa, “Ya Allah, berilah ia pakaian indah dari surga.” Disaat memakai sandal, sandalpun berdoa, “Ya Allah, teguhkanlah kedua kakinya di atas shirat.” Ketika menuju (kolam) tempat air, maka tempat airpun berdoa, “Ya Allah, berilah ia tempat-tempat minum dari surga.” Ketika ia berwudhu, airpun berdoa,”Ya Allah, bersihkanlah ia dari segala noda dan dosa.” Akhirnya ketika ia tegakkan shalat di dalam rumah, maka rumahnya ikut berdoa, “Ya Allah, lapangkanlah kuburnya dan terangilah liangmya, serta tingkatkanlah rahmat, kasih saying-Mu padanya.”<br />
24. Doa mereka dikabulkan dan Allah memandang orang tersebut penuh kasih sayang, firman-Nya, “Hai hamba-Ku, kamu yang berdoa dan Aku-lah yang mengabulkan, kamu meminta dan Akulah yang memberi, kamu beristighfar dan Aku yang memberi ampunan.”<br />
25. Bahwasannya kelak di hari kiamat, Ramadhan bakal menghadap Allah dengan paras indah, seraya bersujud kepada-Nya, lalu Allah berfirman, “Ya Ramadhan mohonlah apa yang menjadi keinginanmu, dan tolonglah orang yang mengenal (memenuhi) hakmu,” kemudian ia berputar menelusur padang luas mencari mereka yang telah memenuhi haknya, ia ajak mereka dan menolong mereka, akhirnya sampailah dihadapan Allah Swt. Dan Allah berfirman, “Ya Ramadhan apa yang kau inginkan?” Jawabnya, “Aku menginginkan supaya mereka diberi mahkota kebesaran.” Maka Allah berkenan memberi 1000 mahkota, dan selanjutnya memberi syafaat kepada 70.000 yang berbuat dosa besar, dan memberi 1000 bidadari sebagai pasangan mereka, dimana setiap bidadari membawahi 70.000 orang gadis, kemudian dinaikkan ke atas kendaraan Buraq yang mewah, firman Allah, “Ya Ramadhan apa lagi yang kau inginkan dari-Ku?” Jawabnya, “Tempatkanlah mereka disisi Nabi-Mu.” Maka Allah tempatkan mereka di surga Firdaus. Firman Allah, “Apa lagi yang kau inginkan dari-Ku? Jawabnya, “ Ya Allah Engkau telah memenuhi keinginanku, dimanakah kemuliaan-Mu?” Lalu Allah memberi mereka 100 negeri yang terbuat dari batu permata merah indah dan batu pualam hijau, dimana 1000 bangunan istana megah terdapat di setiap negeri tersebut.”<br />
26. Dari Ibnu Abbas Ra, Nabi Saw bersabda, “Adalah di awal Ramadhan, angin Matsirah berhembus dari bawah “Arasy, dan bergoyanglah daun-daun pohon surga, lalu mengeluarkan bunyi irama suara merdu yang belum pernah didengar siapapun, hingga serombongan bidadari tercengang mendengarnya dan memperhatikan sumber bunyi suara merdu tersebut, sambil berdoa, “Ya Allah, jadikanlah bagi kami pasangan suami istri dengan hamba-Mu dalam Ramadhan ini.” Maka tiada seorang yang puasa di bulan Ramadhan kecuali menjadi pasangan para bidadari pingitan tersebut.” Sebagaimana firman Allah Swt, “Para bidadari cantik jelita menggiurkan, putih bersih, dipingit dalam kemah.” (Ar Rahman: 72). Pada setiap bidadari tersebut berhias dengan 70 aneka perhiasan warna-warni, dan bagi setiap wanita ranjang tidur terbuat dari permata merah indah bersulam mutiara, dan di setiap ranjang dipasang 70 kasur tebal berikut perabot lainnya, disamping 70 buah meja makan penuh aneka hidangan lezat-lezat yang dipersiapkan buat mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan, selain kebaikan amal perbuatannya.<br />
27. Dari Anas bin Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Di bulan Ramadhan, bagi orang yang mengikuti majelis ilmu untuk mendengarkan pengajian, maka Allah mencatat baginya setiap langkah menjadi ibadah penuh setahun, dan ia bakal menyertaiku di bawah naungan ‘Arasy, siapa aktif berjamaah selama Ramadhan, maka Allah memberinya setiap rakaat menjadi suatu kota penuh kenikmatan, dan siapa berbakti kepada bapak ibunya selama Ramadhan, maka ia diberi pandangan penuh rahmat Allah Swt, dan aku (Nabi Muhammad Saw) memberi jaminan penuh di surga padanya. Kemudian tiada seorang wanita (istri) berbakti kepada suaminya selama Ramadhan, kecuali pahalanya seimbang dengan pahala yang diperoleh Siti Maryam ibu Nabi Isa dan Siti Asiah istri raja Firaun, yang teguh beriman sekalipun dihadapkan pada hidup dan kehidupan penuh ujian, dan siapa membantu sesama saudara muslim dalam rangka memenuhi hajat hidupnya selama Ramadhan, maka Allah menggantinya dengan memenuhi 1000 hajatnya di hari kiamat.”<br />
28. Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Siapa memberi lampu penerang di masjid Allah mana saja dalam bulan Ramadhan, maka Allah mengganti lampu penerang baginya di alam kubur, dan Allah memberi pahala baginya sebesar pahala para jamaah yang shalat di masjid tersebut, ditambah dengan shalawat sekalian para malaikat kepadanya, serta para petugas penanggung ‘Arasy memohonkan ampun baginya, selama lampu penerang tersebut dimanfaatkan di dalam masjid.”<br />
<br />
<br />
FADHILAH-FADHILAH<br />
SHOLAT TARAWIH<br />
1) Malam 1: Dosa-dosanya dihapus ( Seperti Bayi baru lahir ).<br />
2) Malam 2 : Dosa-dosanya juga orang tuanya ( Mu’min ) diampuni.<br />
3) Malam 3 : Malaikat memanggil-manggil dibawah Arsy mengumumkan bahwa dosa yang telah lalu diampuni.<br />
4) Malam 4 : Medapatkan Pahala seperti membaca Kitab “ Taurot, Zabur, Injil, al- Qur’an. ”<br />
5) Malam 5 : Mendapatkan Pahala seperti pahala Sholat diMasjidil Harom, Nabawi, dan Masjidil Aqso.<br />
6) Malam 6 : diberi Pahala seperti Pahalanya Orang yang Thowaf. <br />
7) Malam 7 : Mendapatkan Pahala seperti menolong Nabi Musa dari kejaran Fir’aun dan Haman.<br />
8) Malam 8 : Memberi sesuatu seperti Allah membari nabi Ibrohim ( segala sesuatu ).<br />
9) Malam 9 : Seperti beribadah kepada Allah menyamai Nabi-nabi allah.<br />
10) Malam 10 : Diberi Rizqi Dunya, Akhirot.<br />
11) Malam 11 : Keluar dari dunya seperti bayi baru lahir.<br />
12) Malam 12: Tiba dihari Kiamat dengan wajah yang Bersinar seperti Bulan ( malam Badr ).<br />
13) Malam 13 : Tiba dihari Kiamat dengan selamat dari segala kejelekan.<br />
14) Malam 14 : Malaikat akan menjadi saksi atas Sholat Trawihnya dan Allah tidak akan Menghisabnya.<br />
15) Malam 15 : Para Malaikat dan penyangga Arsy dan Kursi memintakan Ampun.<br />
16) Malam 16 : Dicatat bebas dari Neraka dan bebas memilih Masuk Surga. <br />
17) Malam 17 : Diberi pahala seperti pahala Para Nabi.<br />
18) Malam 18 : Malaikat berkata<br />
يا عبد الله اٍن الله رضى عنك وعن والديك<br />
19) Malam 19 : Allah mengangkat derajatnya ke Surga Firdaus.<br />
20) Malam 20 : Diberi pahala semisal شهداء dan صالحين.<br />
21) Malam 21 : Dibangunkan Rumah dari cahaya diSurga.<br />
22) Malam 22 : Tiba dihari Kaiamat dengan bebas dan selamat dari غمّ dan همّ .<br />
23) Malam 23 : dibangunkan sebuah Kota diSurga.<br />
24) Malam 24 : Mempunyai 24 Do’a Mustajab.<br />
25) Malam 25 : Allah menghilangkan Siksa Kubur.<br />
26) Malam 26 : Allah mengangkat 40 Pahala orang Awam untuknya.<br />
27) Malam 27 : Melewati Syirot seperti Buroq dan حاطف.<br />
28) Malam 28 : Allah Meluhurkan 1000 Derajat diSurga.<br />
29) Malam 29 : Allah memberi pahala 1000 orang Haji Maqbul kepadanya.<br />
30) Malam 30 : Allah berkata<br />
• يا عبادى – كل من ثمارة الجنة<br />
• اٍغتسل من ماء السلسل<br />
• اٍشرب من الكوثر<br />
• أنا ربّك وأنت عبدى<br />
<br />
KEUTAMAAN <br />
BULAN SYAWAL<br />
<br />
1) Bulan Kembali ke Fitrah<br />
2) Bulan Takbir<br />
3) Bulan Silaturahmi<br />
4) Bulan Ceria<br />
5) Bulan Penghitung Puasa Satu Tahun<br />
6) Bulan Nikah<br />
7) Bulan Peningkatan <br />
8) Bulan Pembuktian Takwa<br />
<br />
KEUTAMAAN DAN FADHILAH<br />
BULAN DZULHIJAH<br />
Hadis Shahih tentang bulan Dzulhijjah<br />
1. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ<br />
“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim)<br />
2. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ شَهْرَا عِيدٍ رَمَضَانُ وَذُو الْحَجَّةِ<br />
“Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak pernah berkurang, kedua bulan itu adalah bulan id: bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Al Bukhari & Muslim)<br />
3. Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْر قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ الله : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ<br />
“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi)<br />
4. Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَه<br />
“…puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim)<br />
5. Dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
يوم عرفة ، ويوم النحر ، وأيام التشريق ، عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل وشرب<br />
“Hari Arafah, hari berqurban, dan hari tasyriq adalah hari raya kita, wahai kaum muslimin. Itu adalah hari makan dan minum.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, & Turmudzi)<br />
6. Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ<br />
“Tidak satu hari dimana Allah paling banyak membebaskan seseorang dari neraka melebihi hari arafah. Sesungguhnya Dia mendekat, kemudian Dia membangga-banggakan mereka (manusia) di hadapan malaikat. Dia berfirman: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim, An Nasa’i, dan Al Hakim)<br />
<br />
Hadis Dhaif Seputar Dzulhijjah<br />
1. Siapa yang berpuasa hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram, berarti dia telah mengakhiri penghujung tahun dan mengawali tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasanya ini sebagai kaffarah selama lima tahun.<br />
2. Ada seorang pemuda yang suka berpuasa di bulan Dzulhijjah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Untuk setiap hari puasamu, seperti membebaskan seratus budak<br />
3. Jangan mengqadla bulan Ramadhan pada sepuluh pertama Dzulhijjah<br />
4. Tidak ada satu hari yang lebih dicintai Allah untuk dijadikan sebagai waktu beribadah melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Puasa sehari pada hari tersebut senilai dengan puasa setahun, sedangkan beribadah di malam hari pada 10 hari pertama Dzulhijjah senilai beribadah pada saat Lailatul Qadar<br />
5. Orang yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala puasa satu tahun<br />
6. Siapa yang shalat pada hari arafah (9 Dzulhijjah) empat rakaat pada waktu antara dluhur dan asar, setiap rakaat dia membaca Al Fatihah sekali dan surat Al Ikhlas 50 kali, maka Allah akan mencatat untuknya sejuta kebaikan<br />
7. Barangsiapa yang shalat dua rakaat pada hari arafah, di setiap rakaat dia membaca Al Fatihah tiga kali …. maka Allah akan berfirman: Saya bersaksi di hadapan kalian, bahwa saya telah mengampuni orang ini<br />
8. Siapa yang shalat pada malam idul adha dua rakaat. Setiap rakaat dia membaca Al Fatihah 15 kali dan surat Al Ikhlas 15 kali maka Allah akan jadikan namanya termasuk penghuni surga<br />
9. Apabila datang hari arafah maka Allah mengampuni orang yang melaksanakan haji. Dan apabila datang malam Muzdalifah, Allah mengampuni para pedagang<br />
<br />
FADHILAH-FADHILAH PUASA<br />
SECARA KESELURUHAN<br />
<br />
1) Puasa 6 Hari di Bulan Syawal<br />
• Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam pernah bersabda : "Barangsiapa berpuasa Romadhon dan kemudian meneruskannya dengan 6 hari pada bulan Syawal, maka seolah-olah dia berpuasa sepanjang hidupnya." (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nisaa'i dan Ibn Maajah).<br />
<br />
2) Puasa tanggal 9 Dzulhijjah (Arofah) bagi selain orang yang melaksanakan Haji.<br />
• Dari Abu Qotadah Radhiyallohu 'Anhu bahwa Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam bersabda, "Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang." (HR Jama'ah kecuali Bukhory dan Tirmidzi).<br />
• Dari Hafshah Radhiyallohu 'Anhuu, dia berkata, "Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam, yaitu puasa Asyura, puasa sepertiga bulan (yakni bulan Dzulhijjah), puasa tiga hari dari tiap bulan, dan salat dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan Nasa'i).<br />
• Dari Uqbah bin Amir Radhiyallohu 'Anhu bahwa Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam bersabda, "Hari Arafah, hari Kurban dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya umat Islam dan hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum." (HR Khomsah (lima imam hadis) kecuali Ibnu Majah dan dinyatakan Shohih oleh Tirmidzi).<br />
• Dari Ummu Fadhal Radhiyallohu 'Anha, dia berkata, "Mereka merasa bimbang mengenai puasa Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam di Arafah, lalu Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam saya kirimi susu. Kemudian Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam meminumnya, sedang ketika itu beliau berkhotbah di depan umat manusia di Arafah." (HR Bukhory dan Muslim).<br />
<br />
3) Puasa Bulan Muharrom dan Sangat Dianjurkan pada Tanggal 9 dan 10 (Tasu'a dan 'Asyuro).<br />
• Dari Abu Hurayroh Radhiyallohu 'Anhu dia berkata, "Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam ditanya, 'Salat apa yang lebih utama setelah salat fardhu?' Nabi menjawab, 'Salat di tengah malam'. Mereka bertanya lagi, 'Puasa apa yang lebih utama setelah puasa Romadhon?' Nabi menjawab, 'Puasa pada bulan Alloh yang kamu namakan Muharrom'." (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Daud).<br />
• Dari Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiyallohu 'Anhu, dia berkata, aku mendengar Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam bersabda, "Hari ini adalah hari 'Asyuro dan kamu tidak diwajibkan berpuasa padanya. Sekarang, saya berpuasa, maka siapa yang mau, silahkan puasa dan siapa yang tidak mau, maka silahkan berbuka." (HR Bukhory dan Muslim).<br />
• Dari Aisyah Radhiyallohu 'Anha, dia berkata, "Hari 'Asyuro' adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy di masa jahiliyah, Rosululloh juga biasa mempuasakannya. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, tatkala diwajibkan puasa Romadhon beliau bersabda, 'Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya, hendaklah ia berbuka'." (Muttafaq alaihi).<br />
• Dari Ibnu Abbas Radhiyallohu 'Anhu, dia berkata, "Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam datang ke Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyuro', maka Nabi bertanya, 'Ada apa ini?' Mereka menjawab, hari 'Asyuro' itu hari baik, hari Alloh Subhaanahu wa Ta'aala menyelamatkan Nabi Musa Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam dan Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa as berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam bersabda, 'Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu', lalu Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang agar berpuasa pada hari itu." (Muttafaq alaihi).<br />
• Dari Abu Musa al-Asy'ari Radhiyallohu 'Anhu, dia berkata, "Hari 'Asyuro' itu diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam bersabda,"Berpuasalah pada hari itu." (Muttafaq alaihi).<br />
<br />
4) Berpuasa pada Sebagian Besar Bulan Sya'ban (separuh bulan yang pertama)<br />
• Dari Aisyah Radhiyallohu 'Anha berkata, "Saya tidak melihat Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali pada bulan Romadhon dan tidak satu bulan pun yang Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam banyak melakukan puasa di dalamnya daripada bulan Sya'ban." (HR Bukhory dan Muslim).<br />
• Dari Usamah bin Zaid Radhiyallohu 'Anhu berkata, Aku berkata, "Ya Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam , tidak satu bulan yang Anda banyak melakukan puasa daripada bulan Sya'ban!". Nabi menjawab: "Bulan itu sering dilupakan orang, karena letaknya antara Rajab dan Romadhon, sedang pada bulan itulah amal-amal manusia diangkat (dilaporkan) kepada Tuhan Rabbul 'Alamin. Maka, saya ingin amal saya dibawa naik selagi saya dalam berpuasa." (HR Nasa'i dan dinyatakan Shohih oleh Ibnu Khuzaimah).<br />
• Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,<br />
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ<br />
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).<br />
• Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,<br />
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.<br />
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)<br />
<br />
5) Berpuasa pada Hari Senin dan Kamis<br />
• Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Hurayroh Radhiyallohu 'Anhu, bahwa Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam lebih sering berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai sebab puasa tersebut, lalu Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam menjawab, "Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap Senin dan Kamis, maka Alloh berkenan mengampuni setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan, maka Alloh berfirman, "Tangguhkanlah kedua orang (yang bermusuhan ) itu!" (HR Ahmad dengan sanad yang Shohih). <br />
• Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ<br />
“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).<br />
<br />
• Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,<br />
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.<br />
• “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)<br />
• Dalam Shohih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam ditanya orang mengenai berpuasa pada hari Senin, maka beliau bersabda, "Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim).<br />
<br />
6) Berpuasa Selang-seling (Seperti Puasa Daud)<br />
• Dari Abdullah bin Amr Radhiyallohu 'Anhu berkata, Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam telah bersabda, "Puasa yang paling disukai Alloh adalah puasa Daud dan salat yang paling disukai Alloh adalah salat Daud. Ia tidur seperdua (separuh) malam, bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari."<br />
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا<br />
• “Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)<br />
• Dari 'Abdullah bin 'Amru radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,<br />
أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنِّى أَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « أَنْتَ الَّذِى تَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ » قُلْتُ قَدْ قُلْتُهُ . قَالَ « إِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ ، وَقُمْ وَنَمْ ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ » . فَقُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ » . قَالَ قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا ، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَهْوَ عَدْلُ الصِّيَامِ » . قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ » .<br />
Disampaikan kabar kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa aku berkata; "Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang hidupku." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya ('Abdullah bin 'Amru): "Benarkah kamu yang berkata; "Sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan shalat malam sepanjang hidupku?". Kujawab; "Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, sungguh aku memang telah mengatakannya". Maka Beliau berkata: "Sungguh kamu pasti tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun." Aku katakan; "Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah". Beliau berkata: "Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari". Aku katakan lagi: "Sungguh aku mampu yang lebih dari itu". Beliau berkata: "Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa*Nabi Allah Daud 'alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama". Aku katakan lagi: "Sungguh aku mampu yang lebih dari itu". Maka beliau bersabda: "Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu". (HR. Bukhari no. 3418 dan Muslim no. 1159)<br />
• Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “Puasa seperti puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak adalah lebih afdhol dari puasa yang dilakukan terus menerus (setiap harinya).”<br />
• Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. ... Wallahul Muwaffiq.”<br />
<br />
7) Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah<br />
• Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,<br />
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ<br />
“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”( HR. Bukhari no. 1178)<br />
• Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,<br />
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ<br />
“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih)<br />
<br />
• Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,<br />
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ<br />
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).<br />
<br />
• Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,<br />
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ<br />
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)<br />
• Dari Abu Dzarr al-Ghiffari Radhiyallohu 'Anhu berkata, "Kami diperintah Rosululloh Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam untuk melakukan puasa tiga hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan, yakni tanggal 13, 14 dan 15, sembari Rasul Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam bersabda, 'Puasa tersebut seperti puasa setahun (sepanjang masa)'." (HR Nasa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).<br />
<br />
8) Puasa di Awal Dzulhijah<br />
• Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».<br />
"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih). Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.<br />
• Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,<br />
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.<br />
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[10], ...” (HR. Abu Daud no. 2437. Shahih).<br />
9) Puasa ‘Arofah<br />
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,<br />
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ<br />
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162). Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,<br />
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَفْطَرَ بِعَرَفَةَ وَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ أُمُّ الْفَضْلِ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ<br />
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya.” (HR. Tirmidzi no. 750. Hasan shahih).<br />
<br />
FADHILAH DAN KEUTAMAAN<br />
ASM’UL HUSNA (ASAMA’-ASMA’ ALLAH SWT)<br />
Fadhilah Ini Dipetik Dari Tajuk Buku Khasiat Asmaul-Husna & Himpunan Ayat-Ayat Al-Quran, Susunan : Abu Nur Husnina, Keluaran Pustaka Ilmi.<br />
1. "Ya Allah!" apabila dizikirkan 500 x setiap malam, lebih-lebih lagi selepas solat tahajjud atau solat sunat 2 rakaat mempunyai pengaruh yang besar di dalam mencapai segala yang dihajati.<br />
2. "Ya Rahman!" apabila dizikirkan sesudah solat 5 waktu sebanyak 500x, maka hati kita akan menjadi terang, tenang & sifat-sifat pelupa & gugup akan hilang dengan izin Alla<br />
3. "Ya Rahim!" apabila dizikirkan sebanyak 100 x setiap hari, InsyaAllah kita akan mempunyai daya penarik yang besar sekali hingga manusia merasa cinta & kasih serta sayang terhadap kita.<br />
4. "Ya Malik!" apabila dizikirkan sebanyak 121 x setiap pagi atau setelah tergelincirnya matahari, segala perkerjaan yang dilakukan setiap hari akan mendatangkan berkat & kekayaan yang diredhai Allah.<br />
5. "Ya Quddus!" apabila dizikirkan sebanyak 100 x setiap pagi setelah tergelincir matahari, maka hati kita akan terjaga dari semua penyakit hati seperti sombong, iri hari, dengki dll.<br />
6. "Ya Salam!" apabila dizikirkan sebanyak 136 x, InsyaAllah jasmani & rohani kita akan terhindar dari segala penyakit sehingga badan menjadi segar sihat & sejahtera.<br />
7. "Ya Mukmin!" apabila dizikirkan sebanyak 236 x, InsyaAllah diri kita, keluarga & segala kekayaan yang dimiliki akan terpelihara & aman dari segala macam gangguan yang merosakkan.<br />
8. "Ya Muhaimin!" apabila dizikirkan sebanyak 145 x sesudah solat fardhu<br />
Isyak, Insyaallah fikiran & hati kita akan menjadi terang & bersih.<br />
9. "Ya 'Aziz!" apabila dizikirkan sebanyak 40 x sesudah solat subuh, InsyaAllah, kita akan menjadi orang yang mulia, disegani orang kerana penuh kewibawaan.<br />
10. "Ya Jabbar!" apabila dizikirkan sebanyak 226 x pagi & petang, semua musuh akan menjadi tunduk & patuh dengan izin Allah.<br />
11. "Ya Mutakabbir!" apabila dizikirkan sebanyak 662 x, maka dengan kebijaksanaan bertindak, kita akan dapat menundukkan semua musuh, bahkan mereka akan menjadi pembantu yg setia.<br />
12. "Ya Khaliq!" dibaca mengikut kemampuan atau sebanyak 731x, InsyaAllah yang ingin otak cerdas, cepat menerima sesuatu pelajaran , amalan ini akan memberikan otak kita cerdas dan cepat tangkap (faham).<br />
13. "Ya Baarii'!" sekiranya kita berada didalam kesukaran atau sedang sakit, dibaca sebanyak 100 x selama 7 hari berturut-turut, InsyaAllah kita akan terlepas dari kesukaran & sembuh dari penyakit tersebut.<br />
14. "Ya Musawwir!" sekiranya seorang isteri yang sudah lama belum mempunyai anak, maka cubalah ikhtiar ini dengan berpuasa selama 7 hari dari hari Ahad hingga Sabtu. Di waktu hendak berbuka puasa, ambil segelas air & dibacakan "Ya Musawwir" sebanyak 21 x, kemudian diminum air tersebut untuk berbuka puasa. Bagi sang suami, hendaklah berbuat perkara yang sama tetapi hanya dengan berpuasa selama 3 hari. Kemudian pada waktu hendak berjimak, bacalah zikir ini sebanyak 10 x, InsyaAllah akan dikurniakan anak yang soleh.<br />
15. "Ya Ghaffaar!" sambil beri'tikaf (diam dalam masjid dalam keadaan suci) bacalah zikir ini sebanyak 100 x sambil menunggu masuknya waktu solat Jumaat, InsyaAllah akan diampunkan dosa-dosa kita.<br />
16. "Ya Qahhaar!" dizikir menurut kemampuan atau sebanyak 306 x, maka hati kita akan dijaga dari ketamakkan & kemewahan dunia & InsyaAllah orang-orang yang selalu memusuhi kita akan sedar & tunduk akhirnya.<br />
17. "Ya Wahhaab!" dizikir sebanyak 100 x sesudah solat fardhu, barang siapa yang selalu didalam kesempitan, Insya Allah segala kesulitan atau kesempitan dalam soal apa pun akan hilang.<br />
18. "Ya Razzaq!" dizikir mengikut kemampuan sesudah solat fardhu khususnya solat subuh, Insya Allah akan dipermudahkan rezeki yang halal & membawa berkat. Rezeki akan datang tanpa diduga!! tetapi perlulah dilakukan dengan ikhtiar yang zahir.<br />
19. "Ya Fattah!" dizikir sebanyak 71 x sesudah selesai solat subuh, InsyAllah hati kita akan dibuka oleh Allah, sehingga mudah menerima nasihat agama.<br />
20. "Ya 'Aalim!" dizikir sebanyak 100 x setiap kali selesai solat Maktubah, Insya Allah akan mendapat kemakrifatan yang sempurna.<br />
21. "Ya Qaabidhu!" dizikirkan 100 x setiap hari, maka dirinya akan semakin dekat dengan Allah & terlepas dari segala bentuk ancaman.<br />
22. "Ya Baasithu!" Bagi mereka yg berniaga atau mempunyai usaha2 lain, kuatkanlah usaha & berniaga itu dengan memperbanyakkan membaca zikir ini setiap hari, InsyaAllah rezeki akan menjadi murah<br />
23. "Ya Khaa'fidh!" dizikirkan sebanyak 500 x setiap hari, dalam keadaan suci, khusyuk & tawaduk, InsyaAllah segala maksud akan ditunaikan Allah. Juga apabila mempunyai musuh, musuh itu akan jatuh martabatnya.<br />
24. "Ya Raafi!" dizikirkan setiap hari, baik siang atau malam sebanyak 70 x, InsyaAllah keselamatan harta benda di rumah, di kedai atau di tempat-tempat lain akan selamat & terhindar dari kecurian.<br />
25. "Ya Mu'izz!" dizikirkan sebanyak 140 x setiap hari, Insya Allah akan memperolehi kewibawaan yang besar terutama ketua-ketua jabatan atau perniagaan.<br />
26. "Ya Muzill!" Perbanyakkanlah zikir ini setiap hari, sekiranya ada orang berhutang kepada kita & sukar untuk memintanya, InsyaAllah si penghutang akan sedar & membayar hutangnya kembali.<br />
27. "Ya Samii'!" Sekiranya inginkan doa kita makbul & pendengaran telinga kita tajam, biasakanlah zikir ini setiap hari menurut kemampuan, lebih-lebih lagi sesudah solah Dhuha, InsyaAllah doa akan mustajab.<br />
28. "Ya Bashiir!" Dizikirkan sebanyak 100 x sebelum solat Jumaat, InsyaAllah akan menjadikan kita terang hati, cerdas otak & selalu diberikan taufik & hidayah dari Allah.<br />
29. "Ya Hakam!" dizikirkan sebanyak 68 x pada tengah malam dalam keadaan suci, InsyaAllah dapat membuka hati seseorang itu mudah menerima ilmu-ilmu agama & membantu kecepatan mempelajari ilmu-ilmu agama.<br />
30. "Ya Adllu!" dizikirkan sebanyak 104 x setiap hari sesudah selesai solat 5 waktu, InsyaAllah diri kita selalu dapat berlaku adil.<br />
31. "Ya Lathiif!" Dengan memperbanyakkan zikir ini mengikut kemampuan, InsyaAllah bagi para peniaga, ikhtiar ini akan menjadikan barangan jualannya menjadi laris & maju.<br />
32. "Ya Khabiir!" Dengan memperbanyakkan zikir ini setiap hari, terkandung faedah yang teramat banyak sekali sesuai dengan maksud zikir ini antara lain faedahnya ialah dapat bertemu dengan teman atau anak yang telah terpisah sekian lama.<br />
33. "Ya Haliim!" Dizikirkan sebanyak 88 x selepas solat lima waktu, bagi mereka yang mempunyai kedudukan di dalam pemerintahan, syarikat atau apa saja, InsyaAllah dipastikan kedudukannya tidak akan dicabar atau diungkit-ungkit atau tergugat.<br />
34. "Ya 'Aziim!" dizikirkan sebanyak 12 x setiap hari untuk orang yang sekian lama menderitai sakit, InsyaAllah akan sembuh. Juga apabila dibaca 12 x kemudian ditiupkan pada tangan lalu diusap-usap pada seluruh badan, maka dengan izin Allah akan terhindar dari gangguan jin, jin syaitan & sebagainya.<br />
35. "Ya Ghafuur!" bagi orang yang bertaubat, hendaklah memperbanyakkan zikir ini dengan mengakui dosa-dosa & beriktikad untuk tidak mengulanginya, InsyaAllah akan diterima taubatnya oleh Allah.<br />
36. "Ya Syakuur!" dizikirkan sebanyak 40 x sehabis solat hajat, sebagai pengucapan terima kasih kepada Allah, InsyaAllah semua hajat kita akan dimakbulkan Allah. Lakukanlah setiap kali kita mempunyai hajat yang penting & terdesak.<br />
37. "Ya 'Aliy!" Untuk mencerdaskan otak anak kita yang bebal, tulislah zikir ini sebanyak 110 x (** di dalam bahasa Arab bukan Bahasa Malaysia!!) lalu direndam pada air yang dingin & diberikan si anak meminumnya, InsyaAllah lama kelamaan otak si anak itu akan berubah cemerlang & tidak dungu lagi. InsyaAllah mujarab.<br />
38. "Ya Kabiir!" Bagi seseorang yang kedudukannya telah dirampas atau dilucut gara-gara sesuatu fitnah, maka bacalah zikir ini sebanyak 1,000 x selama 7 hari berturut-turut dalam keadaan suci sebagai pengaduan kepada Allah. Lakukanlah sesudah solat malam (tahajud atau hajat).<br />
39. "Ya Hafiiz!" dizikir sebanyak 99 x, InsyaAllah diri kita akan terlindung dari gangguan binatang buas terutamanya apabila kita berada di dalam hutan.<br />
40. "Ya Muqiit!" Sekiranya kita berada di dalam kelaparan seperti ketika sesat di dalam hutan atau di mana sahaja sehingga sukar untuk mendapatkan bekalan makanan, maka perbanyakkan zikir ini. InsyaAllah badan kita akan menjadi kuat & segar kerana rasa lapar akan hilang.<br />
41. "Ya Hasiib!" Untuk memperteguhkan kedudukan yang telah kita jawat, amalkan zikir ini sebanyak 777 x sebelum matahari terbit & selepas solat Maghrib, InsyaAllah akan meneguhkan kedudukan kita tanpa sebarang gangguan<br />
42. "Ya Jaliil!" Barangsiapa mengamalkan zikir ini pada sepertiga malam yang terakhir, InsyaAllah kita akan mendapati perubahaan yang mengkagumkan - perniagaan akan bertambah maju. Andai seorang pegawai, maka tanpa disedari kedudukan kita akan lebih tinggi dan terhormat & begitulah seterusnya dengan izin Allah.<br />
43. "Ya Kariim!" Untuk mencapai darjat yang tinggi & mulia di dunia mahupun di akhirat kelak, maka amalkan zikir ini sebanyak 280 x ketika hendak masuk tidur. Nescaya Allah akan mengangkat darjat mereka yang mengamalkan zikir ini.<br />
44. "Ya Raqiib!" Bagi meminta pertolongan kepada Allah terhadap penjagaan barang yang dikhuatirkan, maka zikirkan sebanyak 50 x setiap hari dengan niat agar barang-barang yang dikhuatirkan yang berada di tempat yang jauh & sukar dijaga terhindar dari sebarang kecurian mahupun gangguan lainnya. Bertawakkal & yakinlah kepada Allah. InsyaAllah.<br />
45. "Ya Mujiib!" Sesungguhnya Allah adalah Zat yang menerima doa hambaNya & agar doa kita mustajab & selalu diterima Allah, hendaklah mengamalkan zikir ini sebanyak 55 x sesudah solat subuh. Insyaallah Tuhan akan mengabulkan doa kita.<br />
46. "Ya Waasi!" Apabila di dalam kesulitan maka amalkan zikir ini sebanyak 128 x setiap pagi & petang, InsyaAllah segala kesulitan akan hilang berkat pertolongan Allah. Andai zikir ini sentiasa diamalkan, InsyaAllah Tuhan akan menjaga kita dari hasad dengki sesama makhluk.<br />
47. "Ya Hakiim!" Bagi pelajar atau sesiapa sahaja yang memperbanyakkan zikir ini setiap hari, InsyaAllah akalnya akan menjadi cerdas & lancar didalam menghafal & mengikuti pelajaran. Amalkanlah sekurang-kurangnya 300x setiap hari.<br />
48. "Ya Waduud!" Amalkan zikir ini sebanyak 11,000 x pada setiap malam. InsyaAllah kita akan menjadi insan yang sentiasa bernasib baik, disayangi & rumahtangga kita akan sentiasa berada didalam keadaan harmoni.<br />
49. "Ya Majiid!" Untuk ketenteraman keluarga di mana setiap anggota keluarga sentiasa menyayangi & menghormati & khasnya kita sebagai ketua keluarga, maka amalkan zikir ini sebanyak 99 x, sesudah itu hembuskan kedua belah tapak tangan & usap ke seluruh muka. InsyaAllah semua anggota keluarga kita akan menyayangi & menghormatinya<br />
50. "Ya Baa'its!" Zikirkan sebanyak 100 x dengan meletakkan kedua tangan ke dada, InsyaAllah akan memberi kelapangan dada dengan ilmu & hikmah.<br />
51. "Ya Syahiid!" Apabila ada di kalangan anggota keluarga kita yang suka membangkang dan sebagainya, maka zikirkan sebanyak 319 x secara berterusan setiap malam sehingga si pembangkang akan sedar & berubah perangainya.<br />
52. "Ya Haq"! Perbanyakkan zikir ini, InsyaAllah ianya sangat berfaedah sekali untuk menebalkan iman & taat di dalam menjalankan perintah Allah.<br />
53. "Ya Wakiil" Sekiranya terjadi hujan yang disertai ribut yang kuat, atau terjadi gempa, maka ketika itu perbanyakkan zikir ini, InsyaAllah bencana tersebut akan menjadi reda & kembali seperti sediakala.<br />
54. "Ya Qawiy!" Amalkan zikir ini sebanyak mungkin agar kita tidak gentar apabila berdepan dengan sebarang keadaan mahupun berdepan dengan si zalim.<br />
55. "Ya Matiin!" Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin kerana ianya mempunyai fadhilat yang besar sekali, antaranya untuk mengembalikan kekuatan sehingga musuh merasa gentar untuk mengganggu.<br />
56. "Ya Waliy!" Barangsiapa yang menjawat sebarang jawatan atau kedudukan, maka amatlah elok sekali mengamalkan zikir ini sebanyak mungkin kerana dengan izinNya,kedudukan kita akan kukuh & terhindar dari sebarang gangguan oleh orang-orang yang bersifat dengki.<br />
57. "Ya Hamiid!" Perbanyakkan zikir ini sebagai pengakuan bahawa hanya Allah sahaja yang paling berhak menerima segala pujian.<br />
58. "Ya Muhshiy!" Sekiranya kita inginkan diri kita digolongkan didalam pertolongan yang selalu dekat dengan Allah (muraqabah), maka amalkan zikir ini sebanyak mungkin sesudah solat 5 waktu.<br />
59. "Ya Mubdiu!" Agar segala apa yang kita rancangkan akan berhasil, maka zikirkan sebanyak 470 x setiap hari. InsyaAllah....<br />
60. "Ya Mu'id!" Andai ada anggota keluarga yang menghilangkan diri dan sebagainya, amalkan zikir ini sebanyak 124 x setiap hari sesudah solat. InsyaAllah dipertunjukkan akan hasilnya.<br />
61. "Ya Muhyiy!" amalkan zikir ini sebanyak 58 x setiap hari, InsyaAllah kita akan diberikan kemuliaan darjat dunia & akhirat kelak.<br />
62. "Ya Mumiit!" Barangsiapa memperbanyakkan zikir ini, InsyaAllah akan dipermudahkan didalam perniagaan, berpolitik dan sebagainya.<br />
63. "Ya Hayyu!" Untuk mencapai kekuatan mental/batiniah didalam menjalani kehidupan, perbanyakkanlah zikir ini.<br />
64. "Ya Qayyuum!" Telah berkata Imam Ghazali bahawa barangsiapa yang ingin memperolehi harta yang banyak lagi berkat, ingin dikasihi oleh setiap manusia, ingin berwibawa, ditakuti musuh & ingin menjadi insan yang terhormat, maka berzikirlah dgn "Ya Hayyu Ya Qayyuum..." sebanyak 1,000 x setiap malam atau siang hari. Hendaklah melakukannya secara berterusan, Insya Allah akan tercapai segala hajat.<br />
65. "Ya Waajid!" Andai berkeinginan keperibadian yang kukuh, tidak mudah terpengaruh & teguh pendirian, maka perbanyakkan zikir ini.<br />
66. "Ya Maajid!" Demi kecerdasan otak dan agar dipermudahkan hati untuk menerima pelajaran, maka hendaklah pelajar tersebut memperbanyakkan zikir ini setiap hari.<br />
67. "Ya Waahid!" Bagi pasangan yang belum mempunyai cahayamata & tersangat ingin untuk menimangnya, amalkanlah zikir ini sebanyak 190 x setiap kali selesai menunaikan solat 5 waktu selama satu bulan & selama itu juga hendaklah berpuasa sunat Isnin & Khamis, Insya Allah.<br />
68. "Ya Somad! Ketika dalam kelaparan akibat sesat atau kesempitan hidup, maka pohonlah kepada Allah dengan zikir ini sebanyak mungkin. InsyaAllah, diri akan berasa segar & sentiasa.<br />
69. "Ya Qaadir!" Apabila kita berhajatkan sesuatu namun ianya selalu gagal, maka amalkan zikir ini sebanyak 305 x setiap hari, Insya Allah segala hajat akan berhasil.<br />
70. "Ya Muqtadir!" Agar tercapai tujuan yang dikehendaki, selain dari berikhtiar secara lahariah, maka berzikirlah dengan zikir ini seberapa mampu sehingga ikhtiar kita itu berhasil kerana zikir ini akan mempercepatkan keberhasilan hajat kita.<br />
71. "Ya Muqaddim!" Menurut Imam Ahmad bin Ali Al-Buuniy, beliau berkata "Barangsiapa yang berzikir dengan zikir ini sebanyak 184 x setiap hari, InsyaAllah, nescaya segala usahanya akan berhasil".<br />
72. "Ya Muahkhir"! Bagi meninggikan lagi ketaatan kita kepada Allah, perbanyakkanlah zikir ini.<br />
73. "Ya Awwal!!" Barangsiapa yang mengamalkan zikir ini sebanyak 37 x setiap hari, InsyaAllah segala apa yang dihajati akan diperkenankan Allah.<br />
74. "Ya Aakhir!" Amalkan berzikir sebanyak 200 x sesudah solat 5 waktu selama satu bulan, InsyaAllah Tuhan akan membuka pintu rezeki yang halal.<br />
75. "Ya Dhaahir!" Amalkanlah zikir ini sebanyak 1,106 x selesai solat waktu di tempat yang sunyi (khalwat), nescaya Allah akan membuka hijab padanya dari segala rahsia yang pelik & sukar serta diberi kefahaman ilmu.<br />
76. "Ya Baathinu!" Seperti no. 75 jugak, tetapi amalkan sebanyak 30 x sesudah solat fardhu. <br />
77. "Ya Waaliy!" Memperbanyakkan zikir ini setiap pagi & petang boleh menyebabkan seseorang itu menjadi orang yang ma'rifat, iaitu hatinya dibuka oleh Allah. Difahamkan para wali Allah selalu memperbanyakkan zikir ini.<br />
78. "Ya Muta'aAliy!" Sekiranya kita akan berjumpa dengan mereka yang berkedudukan tinggi atau mereka yang sukar untuk ditemui, maka bacalah zikir ini sebanyak mungkin sewaktu mengadap. InsyaAllah dengan mudah kita akan berjumpa dengannya & segala hajat yang penting-penting akan berhasil.<br />
79. "Ya Bar!" Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin setiap hari, InsyaAllah segala apa yang kita hajati akan terlaksana dengan mudah.<br />
80. "Ya Tawwaab!" Bagi orang yang selalu membuat dosa & ingin bertaubat maka hendaklah memperbanyakkan zikir ini supaya dengan mudah diberikan petunjuk kembali ke jalan yang lurus.<br />
81. "Ya Muntaqim!" Jika kita berhadapan dengan orang yang zalim, supaya dia tidak melakukan kezalimannya terhadap kita, maka hendaklah kita memperbanyakkan zikir ini setiap kali sesudah solat fardhu. Insyaallah, kita akan mendpt pertolongan Allah.<br />
82. "Ya 'Afuww!" Barangsiapa memperbanyakkan zikir ini, nescaya dia akan diampuni segala dosanya oleh Allah.<br />
83. "Ya Rauuf!" Bagi sesiapa yang inginkan dirinya disenangi oleh teman atau sesiapa sahaja yang memandangnya, amalkan zikir ini seberapa mampu samada pada waktu siang mahupun malam.<br />
84. "Ya Maalikul Mulki!" Seseorang pengarah atau ketua yang ingin kedudukan yang kekal & tetap tanpa diganggu gugat, hendaklah selalu mengamalkan zikir ini sebanyak 212 x sesudah solat fardhu & 212 pada setiap malam selama sebulan. InsyaAllah akan mendapat pertolongan Allah.<br />
85. "Ya Zul Jalaali wal Ikraam!" Amalkanlah zikir ini sebanyak 65 x setiap hari selama sebulan, InsyaAllah segala hajat kita akan tercapai dengan pertolongan Allah.<br />
86. "Ya Muqsith!" Berzikirlah dengan zikir ini mengikut kemampuan, InsyaAllah Tuhan akan menganugerahkan sifat adil kepada mereka yang mengamalkannya.<br />
87. "Ya Jaami'!" Sekiranya ada dikalangan keluarga kita atau isteri kita yang lari dari rumah, maka amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin pada setiap hari dengan niat semoga Allah menyedarkan orang tersebut. Dengan izin Allah orang yang lari itu akan pulang dalam jangka waktu yang singkat.<br />
88. "Ya Ghaniy!" Amalkanlah zikir ini pada setiap hari sebanyak mungkin, InsyaAllah apa yang kita usahakan akan cepat berhasil & kekayaan yang kita perolehi itu akan mendapat berkat.<br />
89. "Ya Mughniy!" Mintalah kekayaan yang bermanfaat untuk kehidupan dunia & akhirat kepada Allah dengan memperbanyakkan zikir ini, InsyaAllah segala hajat kita akan tercapai.<br />
90. "Ya Maani'!" Andai kita selalu mengamalkan zikir ini sebanyak 161 x pada waktu menjelang solat subuh setiap hari, InsyaAllah kita akan terhindar dari orang-orang yang zalim & suka membuat angkara.<br />
91. "Ya Dhaarr!" Asma ini sangat berguna didalam ikhtiar kita untuk menyembuhkan sesuatu penyakit yang mana sudah lama dihidapi & telah puas dihidapi & telah puas diubati. Amalkanlah zikir ini sebanyak 1001 x pada setiap hari, InsyaAllah dengan ikhtiar ini penyaki itu akan cepat sembuh.<br />
92. "Ya Naafi' "! Menurut Imam Ahmad Al-Buuniy, barangsiapa mengamalkan zikir ini setiap hari, maka bagi orang yang sakit, sakitnya akan sembuh, & bagi orang yang susah akan dihilangkan kesusahannya dengan izin Allah.<br />
93. "Ya Nuur!" Menurut Sheikh Ahmad bin Muhammad As Shawi, barangsiapa yang menghendaki kemuliaan yang agung & memperolehi apa yang dimaksudkan baik kebaikan dunia mahupun kebaikandi akhirat kelak, maka hendaklah selalu berzikir dengan zikir ini setiap pagi & petang.<br />
94. "Ya Haadiy!" Bagi sesiapa yang dalam perjalanan ke suatu tempat tertentu, kemudian ia tersesat, hendaklah ia memohon petunjuk Allah dengan memperbanyakkan zikir ini, Insya Allah akan diberikan pertolongan Allah akan cepat lepas dari kesesatan tersebut.<br />
95. "Ya Baadii!" Andai kita mempunyai rancangan yang sangat penting & bagi memastikan rancangan kita itu berjaya & berjalan lancar, maka berzikirlah dengan zikir ini sebanyak 500 x selepas solat fardhu. InsyaAllah Tuhan akan memberikan pertolongan hingga rancangan kita berjaya & berjalan lancar<br />
96. "Ya Baaqy!" Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin tanpa mengira batas waktu, InsyaAllah dengan ikhtiar ini semua perkerjaan yang telah menjadi punca rezeki tidak akan mudah terlepas, perniagaan tidak akan rugi atau bankrap dengan berkat zikir ini.<br />
97. "Ya Waarits!" Sekiranya kita berzikir sebanyak 500 x selepas solat fardhu atau sebagainya, supaya segala urusan kita itu berjalan lancar, maka hendaklah pada setiap malam berzikir dengan zikir ini sebanyak 707 x. InsyaAllah berkat zikir ini Allah akan memberi petunjuk sehingga usaha kita akan berhasil dengan baik & memberangsangkan.<br />
98. "Ya Rasyiid!" Walaupun kita tergolong didalam golongan yang cerdas otak, namun biasakanlah zikir ini sebanyak mungkin, nescaya otak kita akan menjadi bertambah cerdas.<br />
99. "Ya Shabuur!" Agar kita diberi kesabaran oleh Allah dalam segala hal, maka perbanyakkanlah zikir ini menurut kemampuan. Dengan sifat sabar & penuh pengharapan kepada Allah, maka segala usaha & upaya akan mencapai kejayaan.<br />
<br />
KEUTAMAAN DAN FADHILAH<br />
SHOLAT TAHAJUD<br />
Adapun lima keutamaan didunia itu ialah :<br />
1. Akan dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.<br />
2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.<br />
3. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh semua manusia.<br />
4. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah.<br />
5. Akan dijadikan orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama.<br />
Sedangkan yang lainnya adalah keutamaan di akhirat, yaitu :<br />
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti<br />
2. Akan mendapat keringanan ketika di hisab<br />
3. Ketika menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim, bisa melakukannya dengan sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar.<br />
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan<br />
5. “Jika suami membangunkan istrinya untuk shalat malam hingga keduanya shalat dua raka’at, maka tercatat keduanya dalam golongan (perempuan/laki-laki) yang selalu berdzikir.”(HR Abu Daud)<br />
6. “Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun untuk shalat malam, lalu membangunkan istrinya. ……… (HR Abu Daud)<br />
7. “Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim )<br />
8. “ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )<br />
9. “Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam” ( HR. Muslim )<br />
10. “ Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Sorga dengan selamat.”(HR Tirmidzi)<br />
<br />
(Bahan (materi) di ambil dari buku “RAHASIA SHALAT SUNNAT” (Bimbingan Lengkap dan Praktis) Oleh: Abdul Manan bin H. Muhammad S<br />
<br />
KEUTAMAAN DAN FADHILAH<br />
SHOLAT DLUHA<br />
<br />
1. Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda “Bagi masing-masing ruas dari anggota tubuh salah seorang di antara kalian harus dikeluarkan sedekah. Setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa Ilaaha Illallaah) adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat baik pun juga sedekah, dan mencegah kemunkaran juga sedekah. Dan semua itu bisa disetarakan ganjarannya dengan dua rakaat shalat Dhuha”. (Diriwayatkan oleh Muslim)<br />
2. Hadits Abud Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Allah SWT Dia berfirman.“Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku mencukupimu di akhir siang” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi<br />
3. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, dia berkata :”Tidak ada yang memelihara shalat Dhuha kecuali orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaab)”. Dan dia mengatakan, “Dan ia merupakan shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabin)”. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim. <br />
4. “Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian mengerjakan shalat dua raka’at, maka pahala shalat itu baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya”<br />
<br />
KEUTAMAAN DAN FADHILAH<br />
SHOLAT TASBIH<br />
Tentang fadhilah atau keutamaan Shalat Sunnat Tasbih perhatikan Hadist tersebut ini, bersabda Rosulullah SAW :<br />
“Hai Abbas ! Wahai paman ! Sukakah kamu apabila aku beri, maukah kamu apabila aku pameri, bolehkan (kiranya) aku memberi petunjuk kepadamu yaitu : Sepuluh hal yang penting, yang apabila kamu lakukan akan diampuni Allah dosamu, yang awal dan yang akhir, yang lama dan yang baru, yang disengaja maupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang nyata. Sepuluh hal yang penting yaitu : Agar kamu melakukan Shalat empat rakaat, membaca dalam tiap-tiap rakaat surah Al-Fatihah dan surah lainnya apa saja, apabila selesai dari yang dibaca itu (yakni surah), dalam rakaat pertama, bacalah kamu dalam berdiri “Subhanallahi wal hamdulillahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar”, lima belas kali lalu ruku’ dan bacalah kamu dalam ruku’ sepuluh kali tasbih. Lalu angkat kepalamu dari ruku’ (I’tidal) dan bacalah tasbih sepuluh kali. Lalu turun bersujud dan bacalah dalam sujud sepuluh kali tasbih. Lalu angkat kepalamu dari sujud (duduk antara dua sujud) dan bacalah sepuluh kali tasbih. Lalu sujud lagi dan ucapkanlah sepuluh kali tasbih. Lalu angkat kepalamu (dari sujud) dan ucapkanlah sepuluh kali tasbih. Ini jumlahnya tujuh puluh lima dalam tiap-tiap satu rakaat. Apabila kamu dapat melakukan shalat ini dalam sehari sekali maka lakukanlah, dan apabila tidak maka dalam tiap-tiap jum’at sekali. Apabila tidak dapat maka dalam sebulan sekali, apabila tidak dapat maka dalam seumur hidup sekali. (HR. Ibnu Majah)<br />
<br />
KEUTAMAAN <br />
SHALAT MALAM<br />
Shalat malam memiliki beberapa keutamaan yang besar, diantaranya adalah :<br />
1. Nabi SAW sangat memperhatikan shalat malam hingga dalam riwayat beliau sampai pecah-pecah kedua telapak kaki.<br />
2. Sungguh Nabi SAW shalat malam hingga merekah kedua telapak kakinya. Aisyah berkata kepada beliau :”Mengapa engkau melakukan hal ini, wahai Rosulullah, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?”, Beliau menjawab, “Apa aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhori dan Muslim)<br />
3. Shalat malam merupakan sebab utama bagi sesorang untuk bisa masuk syurga.<br />
4. Rosulullah besadbda “Wahai manusia, sebarkan salam, berilah makan, sambunglah kekerabatan dan shalatlah di saat manusia terlelap tidur pada saat malam niscaya engkau masuk syurga, kampung keselamatan (HR Ibnu Majah)<br />
5. Shalat malam merupakan salah satu cara untuk menaikkan derajat dalam kamar-kamar syurga<br />
6. Diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari RA bahwasanya Rosulullah SAW pernah bersabda : “Sungguh dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam. Kamar-kamar itu Allah sediakan untuk orang yang memberi makan, melembutkan perkataan, mengiringi puasa Ramadhan, menebar salam dan asyik shalat malam di saat manusia terlelap tidur”. (HR. Ahmad, Ibnu hibban dan At-tirmidzi)<br />
7. Orang-orang yang membiasakan shalat malam adalah orang-2 yang berbuat ihsan dalam ibadah sehingga layak untuk mendapatkan rahmat dan syurga.<br />
8. Shalat malam merupakan penutup kesalahan dan penghapus dosa<br />
9. Shalat malam merupakan shalat paling utama setelah shalat fardhu<br />
10. Kemuliaan orang beriman ada dengan shalat malam<br />
Sumber : Tahajud Nabi oleh sa’id bin ali al qaththani<br />
<br />
KEUTAMAAN <br />
SHOLAT WITIR<br />
1. Shalat Witir adalah shalat sunat muakkad yang dianjurkan serta disemangatkan benar-benar oleh Rasulullah saw. Dari Ali ra, katanya: “Sebenarnya Witir itu bukan fardlu sebagaimana shalat-shalat lima waktu yang diwajibkan. Hanya saja Rasulullah saw setelah berwitir, pernah bersabda: ‘Wahai ahlul Quran, kerjakanlah shalat Witir sebab Allah itu Witir (Maha Esa) dan suka sekali kepada Witir.” (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan dan oleh Turmudzi).<br />
2. Pendapat Imam Abu Hanifah bahwa shalat Witir itu wajib, maka itu adalah pendapat yang lemah. Ibnu Mudzir berkata: ” Tidak pernah saya mengetahui seorangpun yang menyetujui pendapat Abu Hanifah dalam hal ini.”<br />
3. Dari Abu Mas`ud Al-Anshari ra katanya: “Rasulullah saw itu sholat Witir pada awal malam, kadang-kadang pula pada panghabisan malam itu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang sah)<br />
4. Dari Jabir ra bahwasannya Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang merasa tidak akan sanggup bangun pada akhir malam, baiklah ia berwitir pada permulaan malam, tetapi barang siapa yang merasa sanggup bangun pada akhir malam, baiklah berwitir pada akahir malam itu, sebab shlat pada akhir malam itu diahadiri (disaksikan oleh Malaikat) dan itulah yang lebih utama”. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Musli, Turmudzi, dan Ibnu Majah)<br />
5. Dari Jabir ra pula bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar: “Kapankah engkau sholat witir? Abu Bakar menjawab: ‘Pada permulaan malam sesudah shalat Isya’. Beliau saw lalu bersabda kepada Umar: ‘Engkau Umar, Kapankah engkau sholat witir?’ Umar menjawab: ‘Pada akhir malam’. Kemudian Rasulullah saw bersabda: ‘Engkau ini wahai Abu Bakar suka berlaku hati-hati, sedangkan engkau wahai Umar menunjukkan keteguhanmu’.” (Diwirayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Hakim dan katanya hadits ini sah menurut Syart Muslim)<br />
<br />
SHOLAT HAJAT<br />
KEUTAMAANNYA<br />
1. "Barangsiapa yang mempunyai kebutuhan (hajat) kepada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian shalat dua rakaat (shalat Hajat), lalu memuji kepada Allah, mengucapkan salawat kepada Nabi ? Setelah itu, mengucapkan "Laa illah illallohul haliimul kariimu, subhaana.... (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)<br />
2. Diriwayatkan dari Abu Sirah an-Nakho'iy, dia berkata, "Seorang laki-laki menempuh perjalanan dari Yaman. Di tengah perjalan keledainya mati, lalu dia mengambil wudhu kemudian shalat dua rakaat, setelah itu berdoa. Dia mengucapkan, "Ya Allah, sesungguhnya saya datang dari negeri yang sangat jauh guna berjuang di jalan-Mu dan mencari ridha- Mu. Saya bersaksi bahwasanya Engkau menghidupkan makhluk yang mati dan membangkitkan manusia dari kuburnya, janganlah Engkau jadikan saya berhutang budi terhadap seseorang pada hari ini. Pada hari ini saya memohon kepada Engkau supaya membangkitkan keledaiku yang telah mati ini." Maka, keledai itu bangun seketika, lalu mengibaskan kedua telinganya." (HR Baihaqi)<br />
3. "Ada seorang yang buta matanya menemui Nabi saw, lalu ia mengatakan, "Sesungguhnya saya mendapatkan musibah pada mata saya, maka berdoalah kepada Allah (untuk) kesembuhanku." Maka Nabi saw bersabda, "Pergilah, lalu berwudhu, kemudian shalatlah dua rakaat (shalat hajat). Setelah itu, berdoalah...." Dalam waktu yang singkat, laki-laki itu terlihat kembali seperti ia tidak pernah buta matanya." Kemudian Rasulullah saw bersabda, "Jika kamu memiliki kebutuhan (hajat), maka lakukanlah seperti itu (shalat hajat)." (HR Tirmidzi)pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-43823630881918765192012-03-18T18:53:00.001-07:002012-03-18T18:53:41.204-07:00WIRIDANBUKU<br />
<br />
<br />
Berisi<br />
Kumpulan Wiridan, Dzikir, Do’a, amalan-amalan dan Fadlo’ilul a’mal<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Pustaka Kyai Mojo<br />
Petengan Tambakrejo Jombang<br />
Indonesia<br />
<br />
<br />
<br />
اَلْلَهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍعَبْدِكَ وَنَبِيِكَ وَرَسُوْلِكَ اْلنَّبِيِّ الْاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا بِقَدْرِ عَظَمَةِ ذَاتِكَ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ<br />
<br />
<br />
<br />
المستحق هذه الكتاب<br />
<br />
:<br />
:<br />
:<br />
: الاسم<br />
الفصل<br />
المعهد<br />
المسكن<br />
BUKU<br />
<br />
<br />
Team Redaksi :<br />
Pengasuh : Romo Drs. KH. Imron Djamil<br />
Penanggung jawab : Dewan Pengajar PP. Kyai Mojo<br />
<br />
Penyusun :<br />
Team Pustaka Kyai Mojo<br />
<br />
Setting/layout/design :<br />
Moh. Ali Ridwan al-Bashory<br />
<br />
Penerbit :<br />
PUSTAKA KYAI MOJO<br />
Jl. KH. Abd. Wahab Chasbullah no. 216<br />
Petengan Tambakrejo Jombang<br />
Jawa Timur Indonesia<br />
<br />
Team Pembantu : Saeful Bahri, Syamsul Arifin, Abd. Wachid Mubarok, Fiska Hidayatun Nikmah, dan Nurul Puji Astuti.<br />
SEKAPUR SIRIH<br />
الحمد لله الذي قوى بدلائل دينه أركان الشريعة وصحح بأحكامه فروع الملة الحنيفية أحمده سبحانه*على ما علم وأشكره على ما أنعم وأشهد أن لا إله إلا الله الملك الحق المبين وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله المبعوث رحمة للعالمين القائل من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه صلاة تنشرح بها الصدور وتهون بها الأمور وتنكشف بها الستور وسلم تسليما كثيرا ما دامت الدهور<br />
أما بعد :<br />
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rohmat,hidayah dan inayahNya pada kita semua sehingga sampai saat ini kita semua masih dalam keadaan sehat, wal ‘afiyat, kuat dan yang terpenting dalam keadaan iman dan islam.<br />
Sholawat dan salam semoga tetap terhaturkan pada junjungan kita nabi agung, penebar rohmat dan penyebar benih kesucian cinta Yaitu Nabi Muhammad SAW. Pun kepada keluarga, para sahabat, tabi’in dan semua kaum muslimin muslimat.<br />
Kami team penyusun mengucapkan beribu-ribu terimakasih kepada :<br />
1. Kedua orang tua kami yang tidak perna lelah mendidik dan membekali kami sehingga masih bisa meneruskan perjalanan kiprah kami semua sampai detik ini.<br />
2. Kepada pengasuhh PP. Kyai Mojo ( Abah Drs. KH. Imron Djamil & Bu Nyai Hj. Dra. Titi Maryam) yang telah banyak memberi inspirasi serta pendidikan lahir maupun batin.<br />
3. Pada semua santri pondok pesantren Kyai mojo yang telah memberi inspirasi dan bantuan, baik dukungan, support atau pun material sehingga kami team penyusun bisa menyeleseikan pembuatan buku wiridan ini. <br />
<br />
Semoga amal kalian semua diterima disisi Allah SWT dan dicatat sebagai amal hasanah yang menjadi syafa’at di hari kiamat nanti.<br />
<br />
Sebagai latar belakang, kami merasa terilhami untuk membuat buku atau cetakan yang berisi wirid-wirid, dzikir atau pun amalan-amalan baik itu semisal terjemah ataupun penjelasan-penjelasan akan hal tersebut yang ada di lingkungan kita semua khususnya Pondok Pesantren Kyai Mojo. Karena merasa merasakan betapa pentingnya sebuah literatur sekaligus penjelasan akan hal-hal yang terkait dengan agama terkhusus di dunia pesantren mengingat banyaknya santri di era-era baru ini kesulitan dalam memahami kitab-kitab kuning yang notabenya menjadi makanan pokok di dunia pesantren. Selain itu kami juga menyadari betapa pentingnya hal itu dicapai karena wajibnya memahami pengetahuan - pengetahuan agama tersebut.<br />
Kami team penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan buku cetakan ini. Baik dari segi bahasa, keindahan atau uslub-uslub yang ada. Maka dari itu kami crew penyusun sangat berharap saran, masukan serta bimbingan dari para pembaca untuk menyumbangkan idenya, partisipasinya dan pikiran-pikiran guna untuk lebih memperbaiki buku cetakan ini.<br />
Akhirnya kami hanya mohon pada Allah SWT semoga buku ini memberi manfa’at pada kita semua dan khususnya pada semua santri terkhusus santri pondok pesantren Kyai Mojo Tambakberas Jombang. Sehingga dapat mengantar dan mengkader anak-anak didik yang bermanfa’at, berguna bagi masyarakat, agama, bangsa dan Negara. Aamiin ya Robbal “alamin.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Jombang, 10 Maret 2012<br />
Penulis :<br />
<br />
<br />
<br />
Team Penyusun<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Sambutan Pengasuh Ponpes Kyai Mojo<br />
Drs. KH. Imron Djamil Masyhury<br />
بسم الله الرحمن الر حيم<br />
ان الحمد لله جميعا والصلاة والسلام علي سيدنا محمد اشرف الخلق جمعا وعلي اله وصحبه الذي ننال السعادة الحقيقية في الد نيا و العقبي اللهم صل علي محمد عبدك و نبيك ورسولك النبي الامي وعلي اله وصحبه و سلم تسليما بقدر عظمة ذاتك في كل وقت وحين .<br />
Segala puji bagi Allah sekaligus sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Agung Mohammad SAW.<br />
Alhamdu lillahi Robb al-‘alamin Pondok Pesantren Kyai Mojo makin hari semakin mengembangkan sayap-sayapnya untuk semakin melangkah ke depan. Bukti yang mendasar anak-anak Kyai Mojo sudah semakin menanjakkan pemikiran dan kekreatifitasanya.Terkhusus pada terbitnya buku cetakan wiridan ini. <br />
Saya ucapkan banyak terimakasih pada semua santri-santriku khususnya pada para mustahiq dan jajaran dewan guru yang senantiasa memberi bimbingan pada para santri walau melewati tanjakan-tanjakan batu serta tikungan-tikungan tajam dalam melangkah.<br />
Pesan saya pada semuanya, “Jadilah kalian orang yang suka laden-laden ilmu”. Artinya kemanapun kalian melangkah dan dimanapun kalian berada jadilah orang yang memberikan manfa’at dengan “ intisyaru al-ilmi” seperti dalam prinsip Kyai Mojo yang ada 5 poin :<br />
1. Dzikir<br />
2. Sebarkan manfa’at dan hindarkan madlorot<br />
3. Selalu suci<br />
4. Laksanakan sesuai aturan, dan <br />
5. Tanya bila tidak tahu<br />
Semoga dengan terbitnya buku cetakan pertama ini para santri semakin terdorong untuk lebih berkeatif, berkarya dan yang terpenting adalah selalu dan selalu menambah wawasaan ilmu pengetahuan sekaligus menyebarkan ilmu-ilmu itu lewat kekreatifitasannya.<br />
Semoga buku ini memberikan manfa’at pada kita semua baik di dunia maupun di akhirat, terkhusus pada penulis.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Jombang,10 Maret 2012<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
5 PRINSIP PP. KYAI MOJO<br />
<br />
<br />
1. Ingat Allah<br />
2. Sebarkan manfaat hindarkan madhorot<br />
3. Usahakan selalu suci<br />
4. Laksanakan sesuai aturan<br />
5. Tanya bila tidak tahu <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Pengasuh<br />
<br />
<br />
<br />
Drs. KH. Imron Djamil<br />
<br />
<br />
A. Pendahuluan<br />
طلب العلم فريضة علي كل مسلم<br />
Menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi tiap orang islam. Ilmu itu bermacam-macam dan dimana pun serta kapan pun kita bisa mancari atau mendapatkan ilmu. Dalam hal ini ada lahan tholabul ilmi yang berupa madrasah, TPQ, sekolah dan Pondok Pesantren.<br />
Kyai mojo termasuk salah satu dari sekian pondok yang ada di Jombang yang bisa dikatakan baru baru ini kita mengetahuinya. Baru-baru ini begitu semerbak di telinga kita. Di jombang , khususnya di Tambak beras terdapat ±31 pondok yang menyatu dengan satu yayasan podok pesantren Bahrul Ulum (PPBU) Tambak beras jombang. Semua berinisial sudah bertahun-tahun berdiri dan exist di tambak beras. Di sebelah utara Tambak beras yang keluar dari tatanan Yayasan serta keluar dari batas Tambakberas tepatnya di petengan tembelang Jombang yang ditengarai kemajuan iptek berdirilah Pondok pesantren Kyai Mojo.<br />
Beberapa upaya dilakukan untuk meng-existkan nama Kyai Mojo salah satu diantaranya Kyai Mojo menerapkan tiga pokok dasar yaitu :<br />
1) Ibadah<br />
Santri Kyai Mojo, modal pertama yang harus ditanamkan pada pribadinya adalah ubudiyah dengan progam yang ada dan dijalankan di Kyai Mojo seperti jama’ah, Wiridan Ba’da Sholat, Asyfa’, wiridan estafet, shalat malam, dan lain sebagainya. <br />
2) Belajar mengajar<br />
Sesuai dengan pendidikan-pendidikan yang lain, baik formal maupun non formal, Kyai Mojo juga tidak meninggalkan aktifitas belajar mengajar. Hampir tiap usai jama’ah di Kyai Mojo ada Halaqah atau Majlis Ta’lim , seperti pengajian kitab kuning pagi, siang, sore, Diniyah, belajar bersama musyawarah dan lain-lain.<br />
3) Bekerja<br />
Santri-santri pada umumnya atau lebih khusus santri yang tidak mengikuti pendidikan formal (sekolah) telah disediakan area untuk melatih diri bekerja, beraktifitas dan mengembangkan kemahirannya mulai dari merawat kambing, ayam, burung, latihan tukang bangunan, membantu pak tukang, sampai pada merawat sawah sendiri.<br />
Atas dasar itulah berkembang dan berjalan seiring dengan dinamika globalisasi dan kemajuan iptek serta budaya-budaya modern. Serta Tidak meninggalkan kesalafiyahan dan prinsip-prinsip ahli sunnah wal-jama’ah , juga tidak mau ketinggalan atas kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). <br />
<br />
B. Prinsip PP. Kyai Mojo<br />
1. Ingat Allah ( Dzikrullah )<br />
2. Usahakan Selalu Suci<br />
3. Searkan Manfa’at Hindarkan Madlorot<br />
4. Laksanakan Sesuai Aturan<br />
5. Tanya Bila Tidak Tahu<br />
<br />
C. Lokasi pondok pesantren Kyai Mojo <br />
Kyai mojo memiliki dua lokasi yang agak berjauhan :<br />
1. Kyai Mojo selatan <br />
Terletak di dusun Petengan (sebelah utara tambakberas) Jl. KH Wahab Chasbullah no. 216 Desa Tambakrejo, kecamatan tembelang, kabupaten jombang, provinsi Jawa Timur, lebih tepat lagi 50 meter sebelah utara lapangan Untung Suropati Tambakberas jombang yang secara keseluruhan mempuyai area yang diantaranya pondok putra 16x30 meter sebanyak empat tingkat, pondok putri 5x25 meter sebanyak tiga tingkat serta ruang dapur dan kebun 17x25 meter di sebelah timur jalan raya.<br />
<br />
2. Kyai Mojo utara<br />
Terletak di Desa Tembelang, kecamatan Tembelang, kabupaten Jombang. Tepatnya ±300 meter sebelah barat pom bensin Tembelang Jombang. disini terfokus pada anak-anak dlu’afa’, anak yang tidak sekolah, atau pun orang-orang dewasa yang berminat untuk suluk, serta anak-anak yang tidak mampu Yang di existkan dengan wiridan dan bekerja (mergawe : red). <br />
<br />
D. Latar belakang berdirinya Kyai Mojo<br />
Sekitar tahun 1991 Masehi, Di sebuah dusun kecil di tengah-tengah antara Tembelang dan Tambakberas. Tepatnya di petengan tembelang jombang datang seorang Kyai muda yang tampan dan gemilau pikirannya, beliau bernama kyai Imron Djamil. Kedatangannya di desa itu semula ingin mencari rumah kontrakan sebagai tempat tinggal beliau sekaligus istri tercintanya (ibu nyai Hj. Dra. Titi Maryam ). Mengingat beliau baru saja usai merantau dan menuntut ilmu di pondk psantren KH. Moh. Djamaludin Ahmad tambak beras sekaligus lulusan pendidikan-pendidikan formal di Tambak beras seperti MI BU, MMA BU, STIT BU maka beliaupun tidak mau jauh-jauh dari Tambakberas. Pun juga beliau masih melanjutkan pendidikannya di STIT BU yang sekarang bernama STAI BU.<br />
Akhirnya beliau pun tinggal di rumah sebelah timur warung Mak Ti (sekarang). Selama ±2 tahun beliau tinggal disitu. Setelah itu beliau pindah dan nge-kost di sebelah mushalah Authon petengan Jombang.<br />
Di tempat itulah beliau mulai menampung anak-anak, dlu’afa’ dan teman-teman sederajatnya yang ingin sekaligus berminat belajar*pada beliau.<br />
Pada tahun 1994 beliau sudah memiliki ±8 santri yang berasal dari berbagai daerah atau kota seperti Tuban, Lamongan, Blora, Tulung Agung, dan lain-lain. Santri-santri itu pun kebanyakan kuliah sekaligus ngawulo (mengabdi) pada kyai Imron. Walaupun saat itu Kyai Imron juga belum memiliki rumah sendiri.<br />
Awal yang cemerlang bagi sesosok kyai mudah yang pada saat tu juga masih mengajar di MAN Tambakberas. Kyai Imron cenderung memiliki pemikiran yang nyeleneh (aneh). Setiap apapun yang beliau hadapi, baik masalah, tantangn atau problem-problem kehidupan beliau lebih menitik beratkan pada solusi yang lebih menyendiri dan berliku, “Intine seng penting nyampe pada tujuane” begitu kata beliau.<br />
Sebab itulah tak heran jika sosok kyai muda itu di idolakan oleh para muridnya juga para temannya, sehingga tak ayal makin lama santri dan peminat untuk belajar pada beliau semakin banyak.<br />
Karena banyaknya santri yang berminat belajar padanya, beliaupun mempuyai niatan untuk membeli tanah sekaligus mendirikan rumah sendiri. Pada tahun 1997/1998 beliau mencari tanah kosong yang dijual. Singkat cerita beliau menemukan tanah yang berdiri rumah kosong, dan cenderung mistis.<br />
Konon rumah itu sangat angker dan tak satu pun orang berani membelinya. Akhirnya Kyai Imron datang dan mengajukan diri untuk membeli tanah itu. Dengan biaya yang terjangkau Kyai Imron pun membeli tanah seluas 16x30m2 yang letaknya sebelah timur jalan raya KH Wahab Chasbullah tambak beras Jombang Lebih tepat lagi 50 M sebelah utara lapangan tambak beras.<br />
Di situ lah Kyai Imron membangun Ndalemnya dan memboyong semua santrinya ke rumah itu. Semakin lama para peminatnya sekaligus anak mudah yang ingin belajar padanya pun kian bertambah. Hal itu membuat beliau berfikir dan berniat mendirikan pondok/asrama. Beliaupun akhirnya sowan pada guru mursyidnya (KH. Abdul Jalil Mustaqim) guru mursyid thorekot syadziliyah atas izin syeh Abdul Jalil akhirnya Kyai Imron membangun pondok Di sisi kanan kiri rumahnya<br />
Sampai tahun 1999 Kyai Imron sudah mempuyai ±20 santri. Ketika itu pondok itu pun belum memilki nama tersendiri, hanya dikenal sebagai “pondoknya Kyai Imron”. Pada akhir tahun 1999 atas inisiatif dari KH. Abdul Jalil Mustaqim pondok itu diberi nama “Kyai Mojo”.<br />
Ketika ditanya bagaimana asal-usul nama Kyai Mojo. Maka Kyai Imron pun menawab bahwa Kyai Mojo adalah sebuah pengenal serta pengingat, tempat asal lahirnya Kyai Imron adalah Mojowetan Blora, dari situ lah adanya nama Kyai Mojo, selain itu letak Kyai Mojo adalah di pojok Lapangan serta Desa tambakberas, sehingga dikenal Mojok, selain itu juga Lokasi Pondok Kyai Mojo adalah diapit oleh beberapa daerah yang ber-inisial Mojo, seperti Mojokrapak, Tamping Mojo, Mojo Agung, Mojopahit dan Mojokerto, Alasan yanglain, Bahwasanya Nama Kyai Mojo diambil dari nama panglima perang, ahli strategi sekaligus orang kepercayaan pangeran diponegoro. Dengan Tasyabbuh dan Tafaul pada nama pangeran Kyai Mojo. Kyai Imron berharap kelak di akhir nanti para santri Kyai Mojo menjadi pemikir kondang, ahli strategi, kuat dan tangguh dalam menghadapi semua tantangan seperti pangeran Kyai Mojo.<br />
Pangeran Kyai Mojo lahir pada tahun 1792 masehi dan wafat pada tahun 20 Desember 1849. Beliau belajar ilmu agama di gading klaten dan belajar ilmu kanuragan di Ponorogo. Nama aslinya adalah Imam Muslim Mohammad Kholifah. Beliau menjadi ulama’ dan mendirikan pesantren di desa Mojo sehingga masyhur dengan Kyai Mojo (kyai dari Mojo).<br />
Dengan resminya nama pondok pesantren Kyai Mojo pada tahun 1999 tersebut mulailah semua santri, masyarakat dan para pendatang mengenal dan melekatkan nama Kyai Mojo sebagai nama pondok pesantren asuhan KH. Drs. Imron Djamil <br />
<br />
E. Manejemen pondok pesantren Kyai Mojo<br />
1. Gambaran mekanisme pembelajaran<br />
Bermula dari penampungan serta penerimaan para dlu’afa’ sekaligus teman – teman yang ingin belajar . Kyai Imron pun mulai mengakaji beberapa ilmu agama dan mengajar para santri dengan kajian nahwu, shorof, hikam dan tafsir. Beliau membekali santri-santrinya dengan ilmu-ilmu itu hampir tiap usai jama’ah sholat beliau mengajar santrinya dengan sistem sima’i, karena saat itu belum ada papan tulis.<br />
Sampai akhirnya mulai ada satu dua santri yang terlihat menonjol sehingga diutus (disuruh) membantu mengajar.<br />
Sampai saat ini system pembelajaran dan pengkajian di Pondok pesantren Kyai Mojo masih exist seperti dulu. Tiap usai jamaah sholat lima waktu dibuka / didakan halaqoh dan majlis ta’lim.<br />
A) Setelah sholat subuh : <br />
Setoran Al Qur’an<br />
Kajian kitab kuning<br />
B) Setelah Sholat dhuhur<br />
Kajian kitab kuning (Tafsir) oleh Kyai H. Imron Djamil Masyhuri<br />
C) Setelah sholat ashar<br />
Kajian kitab kuning<br />
D) Setelah sholat magrib<br />
Kajian tajwid<br />
Kajian Al Qur’an<br />
E) Setelah sholat isya’<br />
Diniyah <br />
Takroruddurus ( Belajar bersama)<br />
<br />
2. Aktifitas keseharian Kyai Mojo<br />
Sebagai lembaga informal yang berstruktur dengan prosedur-prosedur yang valid, Kyai Mojo mempuyai rentetan kegiatan sebagai pelatihan santri menjalani kehidupan mendatang.<br />
No Waktu Kegiatan<br />
1 04.00 Bangun tidur + jama’ah sholat shubuh<br />
2 05.00 – 06.00 Setoran Al-qur’an<br />
Pengajian kitab kuning<br />
3 06.00 Sarapan dan Persiapan sekolah<br />
4 06.30 – 13.00 • Sekolah (Bagi siswa)<br />
• Ngaji dan bekerja(Bagi non siswa)<br />
5 13.00 Jama’ah sholat dzuhur<br />
6 13.30 Istirahat +makan siang dan persiapan ngaji<br />
7 14.00 – 15.00 Pengajian Abah (Tafsir Munir)<br />
8 15.00 Jama’ah sholat ashar<br />
9 15.30 – 16.15 Istirahat<br />
10 16.15 – 17.30 Pengajian kitab kuning<br />
11 17.30 Jama’ah sholat maghrib<br />
12 18.00 – 19.00 Aurodan rutinitas<br />
Setoran Al-qur’an<br />
Pengajian tajwid<br />
Makan malam<br />
13 Istirahat (makan malam) Ket: sebelum isya<br />
14 19.00 Jama’ah sholat isya<br />
15 19.30 – 21.30 Diniyyah (lihat jadwal)<br />
10 menit : Muroja’ah bil kitabah<br />
16 21.00 – 22.00 Sholat malam+ Wiridan<br />
17 22.00 Istirahat (Tidur)<br />
<br />
3. Data personalia guru dan faknya<br />
No Nama Bidang study<br />
1 KH. Imron Djamil Tafsir dan tasawuf<br />
2 Bu Nyai Hj. Dra Titi Maryam Al Qur’an<br />
3 Bu Rosyidah Al Qur’an,Qowa’idul dan nahwu<br />
4 Bu Bi’ah Al Qur’an<br />
5 Nur Cholis S.Pd Al Qur’an<br />
6 Munib S.Pd Al Qu;an<br />
7 Fathul Barri S.Pd Shorof<br />
8 Gus Badi’ Al-Qur’an<br />
9 Pak Marsekhon Nahwu Shorof<br />
10 Moh. Lahuddin Pembimbing Jurumiyah I<br />
11 Hamam Nur Kholiq Pembimbing Jurumiyah I<br />
12 Hafidh Sasmita Pembimbing Jurumiyah I<br />
13 Fiska Hidayatun Nikmah Pembimbing Jurumiyah I<br />
14 Nasyirotun Nur H Pembimbing Jurumiyah I<br />
15 Afifur Rozi S.Pd Pembimbing Jurumiyah II<br />
16 M. Ihsan Pembimbing Jurumiyah II<br />
17 Ikhsanul Kholil Pembimbing Jurumiyah II<br />
18 Nurul Huda Pembimbing Jurumiyah II<br />
19 Syamsul Arifin Pembimbing Jurumiyah II<br />
20 Yusnia Binti Kholifah Pembimbing Jurumiyah II<br />
21 Lailatul Fajriyah Pembimbing Jurumiyah II<br />
22 Khoirul Bariyah Pembimbing Jurumiyah II<br />
23 M. Ihsanul Arifin Shorof, Al Qur’an, dan tajwid<br />
24 Khusnul Khuluq Tauhid dan Al Qur’an<br />
25 Moh. Wahab Akhlaq, dan fiqih<br />
26 Moh. Ali Ridwan Fiqih,nahwu,shorof,tajwid,Tasawuf<br />
27 Sudrajat Akhlaq dan Nahwu<br />
28 M. Afif Al-Ayyubi Nahwu<br />
29 Moh. Wahib Nahwu<br />
30 Nurul Istiqomah Nahwu<br />
31 Nurul Husnawati Nahwu<br />
<br />
Periodesasi kepemimpinan pondpes Kyai Mojo <br />
<br />
Periode Ketua / Pemimpin Alamat Masa Kepemimpinan<br />
I Amir Syaifuddin Blitar 1999 s/d 2002<br />
II Syamsul Arifin Jombang 2002 s/d 2005<br />
III Chasanuddin Blora 2005 s/d 2008<br />
IV Ikhsanul Kholil Magetan 2008 s/d 2010<br />
V Moh Ali ridwan Tuban 2010 s/d 2012<br />
VI Ikhsanul Kholil Magetan 2012 s/d sekarang<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
اَلأَوْرَادُ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ<br />
<br />
- اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ. اَلَّذِىْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّوْمَ وَأَتُوْبُ اِلَيْهِ ... ۳ كالي<br />
- لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ ... ۳ كالي<br />
- اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَلَيْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. اِلٰهِى يَا رَبِّىْ أَنْتَ مَوْلاَنَا.<br />
• سُبْحَانَ اللهِ ۳۳ كالي<br />
• اَلْحَمْدُ ِللِه ۳۳ كالي<br />
• اَللهُ أَكْبَرُ ۳۳ كالي<br />
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ.<br />
<br />
- لَقَدْ جَآءَ كُمْ رَسُوْلٌ مِنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ. فَإِنْ تَوَلَّوُا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ... ٧ كالي<br />
- اَللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ. لاَ تَأْخُدُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ. لَهُ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ. مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ. وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُوْذُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ... ٧ كالي<br />
<br />
اَلدُّعَاءُ :<br />
وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.<br />
وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ.<br />
وَحِفْظًا ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ.<br />
وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانِ رَجِيْمٍ.<br />
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ.<br />
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْنَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ.<br />
اَللهُ حَفِيْظٌ عَلَيْهِمْ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيْلٍ.<br />
إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ.<br />
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيْدٌ. فِىْ لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ.<br />
يَا حَفِيْظُ يَا حَفِيْظُ إِحْفَظْنَا. اَللّهُمَّ احْرُسْنَا بِعَيْنِكَ الَّتِىْ لاَ تَنَامُ وَاكْنُفْنَا بِكَنَفِكَ الَّذِى لاَ يُرَامُ. يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.<br />
<br />
- يَا بَدِيْعُ ... ۱٠۰ كالي<br />
- اَللّهُمَّ نَوِّرْ قَلْبِىْ بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ اْلأَرْضَ بِنُوْرِ شَمْسِكَ أَبَدًا أَبَدًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ... ٢۱ كالي<br />
<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ ... ۳۳ كالي<br />
<br />
اَلدُّعَاءُ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلاٰخِرِيْنَ وَسَلِّمْ وَرِضَى اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةٍ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلاَفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُهَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاتِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ. اَللّهُمَّ ثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَسَلِّمُنَا فِى الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ.<br />
اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ يَا مَنْ بِيَدِهِ الْخَيْرُ كُلُّهُ. اَللّهُمَّ انْفَعْ عُلُوْمَنَا وَبَارِكْ عُلُوْمَنَا. اَللّهُمَّ نَوِّرْ قُلُوْبَنَا بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ اْلأَرْضَ بِنُوْرِ شَمْسِكَ أَبَدًا أَبَدًا بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَإِيْمَانًا ثَابِتًا وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَقَلْبًا مُنَوَّرًا وَعَقْلاً ذَكِيًّا وَبَدَنًا قَوِيًّا وَكَلاَمًا بَلِيْغًا وَعَمَلاً مَقْبُوْلاً وَتَوْبَةً نَصُوْحَةً وَأَخْلاَقًا كَرِيْمَةً وَرِزْقًا حَلاَلاً طَيِّبًا مُبَارَكًا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْاَلُكَ خَيْرَاتِ الدُّنْيَا وَخَيْرَاتِ الدِّيْنِ خَيْرَاتِ الدُّنْيَا بِاْلأَمْنِ وَالرِّزْقِ وَالصِّحَةِ وَالْعَافِيَةِ وَخَيْرَاتِ الدِّيْنِ بِالطَّاعَةِ لَكَ وَبِالتَّوَكُلِ عَلَيْكَ وَبِالرِّضَاءِ عَلَى قَضَائِكَ وَبِالشُّكْرِ عَلَى اَلاٰئِكَ وَنِعَمِكَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.<br />
<br />
اْلاَوْرَادُ بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ<br />
<br />
Wiridan Ba’da Sholat Shubuh sama seperti dengan wiridan ba’da sholat lima waktu, ditambah setelah wirid kalimat Thoyyibah,<br />
Wiridan :<br />
<br />
- اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ ... ۲١ كالي<br />
- صلاواة المنجيات ... ۲١ كالي<br />
- حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلِ ... ١۰۰ كالي<br />
<br />
اَلدُّعَاءُ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ<br />
<br />
صَلَاةُ الْلَيْلِ<br />
صلاة الحاجة<br />
أُصَلِّى سُنَّةَ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى<br />
Shalat hajat dikerjakan 12 raka’at (6x salaman)<br />
- ركعة فرتاما : اية كرسي<br />
- ركعة كدوا : سورة الإخلاص<br />
<br />
صلاة التوبة<br />
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّوْبَةِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى<br />
Shalat hajat dikerjakan 4 raka’at (2x salaman)<br />
- ركعة فرتاما : سورة الإنشراح (الم نشرح لك صدرك ... الخ)<br />
- ركعة كدوا : سورة الفيل (ال تر كيف فعل ربك ... الخ)<br />
Keterangan :<br />
Saat sujud, setelah membaca bacaan sujud kemudian membaca doa :<br />
رَبِىْ إِنِّىْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ ... ۳ كالي<br />
<br />
صلاة الوتر<br />
أُصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى<br />
اُصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً ِللهِ تَعَالَى<br />
Shalat witir dikerjakan 3 raka’at (2 salaman)<br />
- ركعة فرتاما : سورة الكافرون<br />
- ركعة كدوا : سورة الإخلاص<br />
- ركعة كتيكا : سورة الإخلاص, الفلق دان الناس.<br />
Dan saat sujud membaca kalimat di bawah ini secara terputus-putus :<br />
سُبُّوْحٌ – قُدُّوْسٌ - رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ - وَالرُّوْحِ... ۵ كالي<br />
<br />
اَلأَوْرَادُ بَعْدَ الصَّلاَةِ اللَيْلِ<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
اَلْفَاتِحَةُ ِللهِ تَعَالٰى.<br />
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفٰى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا اَبِىْ بَكْرٍ نِالصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْنِ اَبِىْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا حَسَنٍ وَسَيِّدِنَا حُسَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. لَهُمَا الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ آمْبَاهْ فنْجَالُوْ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ, لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ وَالِىْ صَاعَا خُصُوْصًا ....................لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِي. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا صَلاَحُ الدِّيْنِ جَلِيْل مُسْتَقِيْم. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا عَبْدِ الْجَلِيْل مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِـهِ. لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ. لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ وَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِىْ صَغِبْرًا. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ نَبِيِّ اللهِ خَضِرْ عَلَيْهِ السَّلاَمُ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
<br />
- لَقَدْ جَآءَ كُمْ رَسُوْلٌ مِنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ. فَإِنْ تَوَلَّوُا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ... ٧ كالي<br />
- اَللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ. لاَ تَأْخُدُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ. لَهُ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ. مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ. وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُوْذُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ... ٧ كالي <br />
- يَا بَدِيْعُ ... ۱۰۰۰ كالي<br />
- اَللّهُمَّ نَوِّرْ قَلْبِىْ بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ اْلاَرْضَ بِنُوْرِ شَمْسِكَ اَبَدًا اَبَدًا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ... ۲۱ كالي<br />
- صلاوة إبراهمية : اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ... ٧ كالي<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ ... ۱٠۰ كالي<br />
الدعاء بَعْدَ الصَّلاَةِ اللَيْلِ <br />
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِى مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِى لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُ�$ADَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَا جَمِيْعِ الْحَاجَةِ. وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَيَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ. اَللّهُمَّ أَنْتَ مَقْصُوْدُنَا وَرِضَاكَ مَطْلُوْبُنَا أَعْطِنَا مَحَبَّتَكَ وَمَعْرِفَتَكَ. اَللّهُمَّ ثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَنَا وَسَلِّمْنَا فِى الدُّنْيَا وَاْلاٰخِرَةِ.<br />
اَللّهُمَّ نَوِّرْ قُلُوْبَنَا بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ اْلأَرْضَ بِنُوْرِ شَمْسِكَ أَبَدًا أَبَدًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. <br />
اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنَا بِفُتُوْحِ الْعَارِفِيْنَ ... ۳ كالي<br />
وَارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِلْهَامَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ. <br />
اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ وَاجْعَلْنَا مِنَ الدِّيْنَ سَبَقَتْ لَهُمُ الْحُسْنَى وَالزِّيَادَةُ بِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذِى الشَّفَاعَةِ وَاٰلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِى السَّيَّادَةِ وَسَيِّدِنَا أَبِى الْعَبَّاسِ الْخَضْرِ الْمُسَمَّى بَلْيًا بِنْ مَلْكَانِ ذِى اْلإِسْتِقَامَةِ. وَالْغَوْثِ اْلأَعْظَمِ الشَّيْخِ عَبْدُ الْقَادِرِ الْجَيْلاَنِى ذِى الْكَرَامَةِ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. <br />
<br />
<br />
اَلتَّهْلِيْـــلُ<br />
<br />
- إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفٰى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ..... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
- ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْـنَ وَاْلأَوْلِيَـاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْـنَ وَالتَّابِعِيْـنَ وَالْعُلَمَاءِ وَالْمُصَنِّفِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِى ....... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
- وَإِلَى جَمِيْعِ اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ اْلأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا إِلَى حَضْرَةِ أَبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخِنَا وَمَشَايِخِ مَشَايِخِنَا وَلِمَنِ اجْتَمَعَنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ ...... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
- سُوْرَةُ اْلإِخْلاَصِ ... ۳ كالي <br />
- سُوْرَةُ الْفَلَقِ ... ۱ كالي<br />
- سُوْرَةُ النَّاسِ ... ۱ كالي<br />
- سُوْرَةُ الْفَاتِحَةِ<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. ألـم. ذٰلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ. اَلَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِاالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا اُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ. أُولئِٰكَ عَلى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَاُولٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ. وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَاحِدٌ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ. اَللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ. لاَ تَأْخُدُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ. لَهُ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ. مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ. وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُوْذُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ. <br />
ِللهِ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوْا مَا فِى أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهِ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.<br />
آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا اُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ. كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِه وَرَسُلِه وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ.<br />
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنَّ سِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَه عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهْ (وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ... ٧ كالي) اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ (إِرْحَمْنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ... ٧ كالي)<br />
رَحْمَةَ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلِ الْبَيْتِ وَ ُيطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ... ٧ كالي<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِيِّ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا بِقَدْرِ عَظَمَةِ ذَاتِكَ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ.<br />
اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ ... ٧ كالي <br />
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.<br />
اَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ :<br />
لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ ... ۳ كالي<br />
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ ... ۳۳ كالي <br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ نَبِيُّ اللهِ<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ صَفِيُّ اللهِ<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ حَبِيْبُ اللهِ<br />
- لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ خَلِيْلُ اللهِ<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ*<br />
اَللّهُمَ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ ... ۲ كالي<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ*<br />
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ.<br />
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ فِى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ عَلَى الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمٰنِ. قَوْلُكُمْ :<br />
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ ... ٧ كالي <br />
سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ اللهُ ... ٧ كالي<br />
يَا اَللهُ يَا رَحْمٰنُ يَا اَللهُ يَا رَحِيْمُ ... ۳ كالي<br />
إِغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاكْشِفْ عَنَّا كُرْبَتَنَا ... ۳ كالي<br />
- اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ ... ۲ كالي <br />
- اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ أَجْمَعِيْنَ<br />
اَلْفَاتِحَةْ ...<br />
<br />
دعاء تهليــل<br />
<br />
بسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
اَلْفَاتِحَةُ ِللهِ تَعَالٰى.<br />
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفٰى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.......... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا اَبِىْ بَكْرٍ نِ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ......... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ............. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ........... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْنِ اَبِىْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ............. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا حَسَنٍ وَسَيِّدِنَا حُسَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا.......... لَهُمَا الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ آمْبَاهْ فنْجَالُوْ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ.............. لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ وَالِىْ صَاعَا خُصُوْصًا ...............لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِي........... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ............. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا صَلاَحُ الدِّيْنِ عبد الجَلِيْل مُسْتَقِيْم................. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا عَبْدِ الْجَلِيْل مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِـهِ............ لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ.............. لَهُمُ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ وَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِىْ صَغِبْرًا.......... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ نَبِيِّ اللهِ خَضِرْ عَلَيْهِ السَّلاَمُ................ اَلْفَاتِحَةْ.<br />
<br />
اَللَّهُمَّ بِاَشْفَاءِ بِشِفَائِكَ وَدَوَاهُ بِدَوَائِكَ وَعَفَاهُ مِنْ بَلَائِكَ اْلكَرِيْمِ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَايَعْقِلُوْنَ 110× <br />
الْغَنِيُّ الْمَانِعُ وَاللهُ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ 7×<br />
إِنْ شَاءَاللهُ تَعَالَى بِبَرَكَةِ دُعَائِهِ سُبْحَانَ مَنِ احْتَجَبَ بِجَبَرُوْتِ مَنْ خَلْقِهِ وَقُدْرَتِهِ فَلَا اَيْنَ لَاضِدَّ وَلَا نِدَّ سِوَاهُ سِوَاهُ 3×<br />
<br />
أصدرها معهد السلوك الطريقة الكبري تولوغ أكوغ<br />
الشيخ صلاح الدين عبد الجليل مستقيم<br />
<br />
<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّااللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ<br />
أَللهُ أَكْبَرُ ..........100×<br />
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفٰى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ....... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا اَبِىْ بَكْرٍ نِالصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ...... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ...... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ....... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْنِ اَبِىْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ........... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا حَسَنٍ وَسَيِّدِنَا حُسَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا............ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ آمْبَاهْ فنْجَالُوْ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ.......... الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الْاَوْلِيَاءِ التِّسْعَةَ فِى اِنْدُوْنِيْسِيَا......... الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِي......... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْرَّزَاقْ رَحِمَهُ اللهُ.......... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ عَبْدُ السَّلَامِ بِنْ مَشِيْسِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ...........اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ....... .........اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ (تامباهان)................... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا صَلاَحُ الدِّيْنِ بْنُ جَلِيْل مُسْتَقِيْم............. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا عَبْدِ الْجَلِيْل مُسْتَقِيْم وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِـهِ......... الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ مُسْتَقِيْم بْنُ حُسَيْنِ وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ........ الْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ وَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِىْ صَغِبْرًا....... اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ أَبِيْنَا أَدَمْ وَأُمَّنَا حَوَاءْ وَلِجَمِيْعِ اْلأَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْـنَ وَاْلأَوْلِيَـاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْـنَ واْلاَوْلِيَاءِ اْلعَارِفِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ اْلعَامِلِيْنَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَلِجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ و الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْاَحْيَاءِ مِنْهُمء وِالْأَمْوَاتِ.........اَلْفَاتِحَةْ.<br />
إِلَى حَضْرَةِ نَبِيِّ اللهِ خَضِرْ عَلَيْهِ السَّلاَمُ........ اَلْفَاتِحَةْ.<br />
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ..........100×<br />
اَلْلَهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍعَبْدِكَ وَنَبِيِكَ وَرَسُوْلِكَ اْلنَّبِيِّ الْاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا بِقَدْرِ عَظَمَةِ ذَاتِكَ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ <br />
لَااِلهَ اِلَّا اللهُ...........100×<br />
لَااِلهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ كَلِمَةُ اْلحَقِّ عَلَيْهَا نَحْيَ وَاِلَيْهَا نَمُوْتُ وَبِهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى نَحْنُ مِنَ الْامِنِيْنِ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ جَزَى اللهُ عَنَّا سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا هُوَ أَهْلَهُ.<br />
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلاَفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُهَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاتِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ.<br />
اَللَّهُمَّ اَنْتَ مَقْصُوْدُنَا وَرِضَاكَ مَطْلُوْبُنَا أَعْطِنَا مَحَبَّتَكَ وَمَعْرِفَتَكَ, اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا اَعْطَيْتَنَا وَسَلِّمْنَا فِى الدُّنَيَا وَ اْلاَخِرَةِ<br />
اَللّهُمَّ نَوِّرْ قَلْوبنا بِنُوْرِ هِدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ اْلأَرْضَ بِنُوْرِ شَمْسِكَ أَبَدًا أَبَدًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ<br />
اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنا بِفُتُوْحِ الْعَارِفِيْنَ ×3 وَارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيَنَ وَإِلْهَامَ اْلملَائِكَةِ اْلمقَرَّبِيْنَ<br />
اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ وَاجْعَلْنَا مِنَ الدِّيْنَ سَبَقَتْ لَهُمُ الْحُسْنَى وَالزِّيَادَةُ بِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذِى الشَّفَاعَةِ, وَاٰلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِى السَّيَّادَةِ, وَسَيِّدِنَا أَبِى الْعَبَّاسِ الْخَضْرِ الْمُسَمَّى بَلْيًا بِنْ مَلْكَان$D9� ذِى اْلإِسْتِقَامَةِ. وَالْغَوْثِ اْلأَعْظَمِ الشَّيْخِ عَبْدُ الْقَادِرِ الْجَيْلاَنِى ذِى الْكَرَامَةِ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. <br />
اَللَّهُمَّ اَرْضِ عَنِ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى وَاُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ وَمَشَايِخِهِ وَتَلَامِيْذِهِ وَأَزْوَجِهِ وَإِخْوَنِهِ مِنَ اْلاَوْلِيَاءِ اْلمقَرَّبِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ اْلعَامِلِيْنَ وَسَائِرِ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْمَعِيْنَ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَاءِ نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَتِهِ. اَللَّهُمَّ ارْفَعْ دَرَجَاتِهِمْ وَأَعْلِ مَكَانَهُمْ وَاحْشُرْنَا فِى زُمْرَتِهِمْ وَأَدْخِلْنَا فِى حِمَايَتِهِمْ وَأَمِتْنَا عَلَى طَرِيْقَتِهِمْ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصَّدِقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ.<br />
اَللَّهُمَّ بِجَاهٍ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى عِنْدَكَ وَبِكَرَمَاتِهِ عَلَيْكَ وَبِقُطْبِيَّتِهِ لَدَيْكَ نَسْئَلُكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَنَعُوْذُبِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ يَامَنْ لَهُ الْاَمْرُ كُلُّهُ نَسْئَلُكَ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ أَنْ تَقْضِيَ بِهِ حَوَائِجَنَا وَتَرْفَعَ بِهِ دَرَجَاتِنَا وَتَشْفِيَ بِهِ مَرْضَانَا وَتُفَرِّجَ بِهِ حُمُوْمَنَا وَتَكْشِفَ بِهِ غُمُوْمَنَا وَتُلْجِمِ بِهِ خُصُوْمَنَا وَتُهْزِمَ بِهِ أَعْدَاءَنَا وَتُعَمِّرَ بِهِ بِلَادَنَا بِالْاِيْمَانِ وِالْاِسْلَامِ وَالنِّعْمَةِ وَالرَّحْمَةِ وَتَرْزُقَنَا بِهِ حُسْنُ الْخَاتِمَةِ. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْاُمَّةِ وَكَاشِفِ الْغُمَّةِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا دَائِمًا وَالْحَمْدُلِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. <br />
أصدرها معهد السلوك الطريقة الكبري تولوغ أكوغ<br />
الشيخ صلاح الدين عبد الجليل مستقيم<br />
<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِى لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.<br />
اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ وَاَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ مِنْ سُوْرَةِ الْفَاتِحَةِ. وَمِنْ سُوْرَةِ اْلإِخْلاَصِ وَمِنْ سُوْرَةِ الْمُعَوِذَتَيْنِ. وَمَا صَلَّيْنَاهُ وَمَا اسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا هَلَّلْنَاهُ وَمَا سُبْحَناَهُ وَغَيْرَ ذٰلِكَ هَدِيَةً وَاصِلَةً وَرَحْمَةً نَازِلَةً وَبَرَكَةً شَامِلَةً. اِلَى حَضْرَةِ حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُرَّةً اَعْيُنِنَا سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.<br />
وَاِلَى جَمِيْعِ اِخْوَانِهِ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَإِلَى جَمِيْعِ اَوْلِيَآءِ اللهِ تَعَالَى مِنْ مَشَارِقِ اْلأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَاءِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَخُصُوْصًا إِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ اْلاَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ اَبِى الْحَسَنِ الشَّاذِلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَاُصُوْلِهِمَا وَفُرُوْعِهِمَا وَجَمِيْعِ اَهْلِ سِلْسِلَتِهِمَا. ثُمَّ اِلَى حَضْرَةِ جَمِيْعِ اٰبَائِنَا وَاُمَّهَاتِنَا وَاَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخِنَا وَاَسَاتِذِنَا وَخُصُوْصًا اِلَى حَضْرَةِ جَمِيْعِ مُؤَسِّسِ تَامْبَأْ برَاسْ كُلِّهِمْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَمَنْ زَارَ اِلَيْهِمْ. وَاِلَى حَضْرَةِ جَمِيْعِ اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ اْلأَرْضِ اِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ ... ۳ كالي.<br />
اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ جَمِيْعَ اَعْمَالِهِمْ وَاغْفِرْ ذُنُوْبَهُمْ ... ۳ كالي.<br />
اَللّهُمَّ اجْعَلْ مَا قَرَأْنَاهُ سِتْرًا لَهُمْ مِنَ النَّارِ. وَفِدَاءً لَهُمْ مِنَ النَّارِ وَحِجَابًا لَهُمْ مِنَ النَّارِ. وَدَافِعًا لَهُمْ مِنَ النَّارِ. إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.<br />
اَللّهُمَّ نَوِّرْ قُبُوْرَهُمْ. اَللّهُمَّ وَسِّعْ قُبُوْرَهُمْ وَاجْعَلْ قُبُوْرَهُمْ نِعَمًا لَهُمْ وَلاَ نِقَمًا عَلَيْهِمْ. اَللّهُمَّ اجْعَلْ قُبُوْرَهُمْ رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الْجِنَانِ وَلاَ تَجْعَلْهَا حُفْرَةً مِنْ حُفَرِ النِّيْرَانِ. اَللّهُمَّ اَنْزِلِ الرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ اِلَيْهِمْ.<br />
اَللّهُمَّ اَنْزِلْهُمْ مَنَازِلَ عَالِيَةً مُبَارَكَةً ... ۳ كالي. إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.<br />
اَللّهُمَّ اجْعَلْنَا وَاَهْلَنَا وَذُرِّيّاَتَنَا وَتَلاَمِيْذَنَا مِنْ اَهْلِ الْعِلْمِ وَاَهْلِ الْخَيْرِ. وَلاَ تَجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ اَهْلِ الْجَهْلِ وَاَهْلِ الضَّيْرِ. اَللّهُمَّ اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنَ الْعَالِمِيْنَ وَمِنَ الشَّاكِرِيْنَ وَمِنَ الصَّابِرِيْنَ وَمِنَ الْمُتَّقِيْنَ. وَمِنَ الْمُخْلَصِيْنَ وَمِنَ الْمُحِبِّيْنَ اِلَيْكَ. يَا اَللهُ وَالْمُحِبِّيْنَ اِلَى رَسُوْلِكَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اَللّهُمَّ اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ اَلاَ تَخَافُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِى كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ.<br />
اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنَا بِفُتُـوْحِ الْعَارِفِيْنَ ... ۳ كالي.<br />
اَللّهُمَّ ارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِلْهَامَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ. بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.<br />
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفْوُنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.<br />
<br />
صَلاَةُ جَمْعٍ وَقَصْرٍ<br />
Sholat Jama’ Qoshor<br />
Shalat jama’ yaitu melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu. Seperti melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur yang dinamakan Jama’ Taqdim, atau melakukannya di waktu Ashar yang dinamakan Jama’ Takhir. Shalat Qashar yaitu meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’. Sedangkan shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.<br />
نية صلاة ظهر دان عصر دعان جمع تقديم :<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالْعَصْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ ِللهِ تَعَالَى.<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالظُّهْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ ِللهِ تَعَالَى.<br />
نية صلاة عصر دان ظهر دعان جمع تأخير :<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالظُّهْرِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ ِللهِ تَعَالَى.<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالْعَصْرِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ ِللهِ تَعَالِى.<br />
نية صلاة ظهر دان عصر دعان جمع تقديم دان قصر :<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالْعَصْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ قَصْرًا ِللهِ تَعَالَى.<br />
نية صلاة عصر دان ظهر دعان جمع تأخير دان قصر :<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالظُّهْرِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ قَصْرًا ِللهِ تَعَالَى.<br />
نية صلاة مغريب دان عشاء دعان جمع تقديم دان قصر :<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالْعِشَاءِ جَمْعَ تَقْدِيْمٍ قَصْرًا ِللهِ تَعَالَى.<br />
نية صلاة مغريب دان عشاء دعان جمع تأخير دان قصر :<br />
اُصَلِّى فَرْضَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَجْمُوْعًا بِالْمَغْرِبِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ قَصْرًا ِللهِ تَعَالَى.<br />
<br />
اْلاَوْرَادُ بَعْدَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ<br />
<br />
- الاوراد بعد صلاة المكتوبة<br />
- سورة الواقعة<br />
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (1) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (2) خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (3) إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا (4) وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6) وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (9) وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11) فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (12) ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ (13) وَقَلِيلٌ مِنَ الْآَخِرِينَ (14) عَلَى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ (15) مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ (16) يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ (17) بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ (18) لَا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُونَ (19) وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ (20) وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ (21) وَحُورٌ عِينٌ (22) كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ (23) جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (24) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا تَأْثِيمًا (25) إِلَّا قِيلًا سَلَامًا سَلَامًا (26) وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ (27) فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ (28) وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ (29) وَظِلٍّ مَمْدُودٍ (30) وَمَاءٍ مَسْكُوبٍ (31) وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ (32) لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ (33) وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ (34) إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (35) فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36) عُرُبًا أَتْرَابًا (37) لِأَصْحَابِ الْيَمِينِ (38) ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ (39) وَثُلَّةٌ مِنَ الْآَخِرِينَ (40) وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ (41) فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ (42) وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ (43) لَا بَارِدٍ وَلَا كَرِيمٍ (44) إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ (45) وَكَانُوا يُصِرُّونَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيمِ (46) وَكَانُوا يَقُولُونَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ (47) أَوَآَبَاؤُنَا الْأَوَّلُونَ (48) قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِينَ وَالْآَخِرِينَ (49) لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ (50) ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ (51) لَآَكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ (52) فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ (53) فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيمِ (54) فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيمِ (55) هَذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ (56) نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُونَ (57) أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ (58) أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ (59) نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ (60) عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ (61) وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَى فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ (62) أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64) لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ (65) إِنَّا لَمُغْرَمُونَ (66) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (67) أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ (70) أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ (71) أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ (72) نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ (73) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (74) فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ (75) وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ (76) <br />
إِنَّهُ لَقُرْآَنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (79) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (80) أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ (81) وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ (82) فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ (83) وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ (84) وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ (85) فَلَوْلَا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ (86) تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (87) فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ (88) فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ (89) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (90) فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (91) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ (92) فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ (93) وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ (94) إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ (95) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (96)<br />
- سورة الملك <br />
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2) الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ (3) ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ (4) وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ (5) وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6) إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ (7) تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8) قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ (10) فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ (11) إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (12) وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (13) أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14) هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (15) أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17) وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ (18) أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ (19) أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي هُوَ جُنْدٌ لَكُمْ يَنْصُرُكُمْ مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ إِنِ الْكَافِرُونَ إِلَّا فِي غُرُورٍ (20) أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ (21) أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمْ مَنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (22) قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ (23) قُلْ هُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24) وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (25) قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (26) فَلَمَّا رَأَوْهُ زُلْفَةً سِيئَتْ وُجُوهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَقِيلَ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَدَّعُونَ (27) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَهْلَكَنِيَ اللَّهُ وَمَنْ مَعِيَ أَوْ رَحِمَنَا فَمَنْ يُجِيرُ الْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (28) قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آَمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (29) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ (30) <br />
<br />
- سورة الإنشراح ... ٤١ كالي<br />
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ (1) وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ (2) الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ (3) وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ (4) فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8) <br />
<br />
- الصلاواة البردة (هو الحبيب الذى...الخ) ... ۱۰۰ كالي<br />
<br />
مَوْلاَىَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا ۞ عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمْ<br />
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِىْ تُرْجٰى شَفَاعَتُهُ ۞ لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ اْلأَهْوَالِ مُقْتَحِمِ<br />
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفٰى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا ۞ وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضٰى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ<br />
سورة يس<br />
Wirid surat Yaasiin dibaca malam Jum’at setelah membaca tahlil bersama, berikut bacaan Surat Yaasin<br />
بسم الله الرحمن الرحيم<br />
يس (1) وَالْقُرْآَنِ الْحَكِيمِ (2) إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (3) عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (4) تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ (5) لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آَبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ (6) لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (7) إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ (8) وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (9) وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (10) إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ (11) إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ (12) وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (13) إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ (14) قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ (15) قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (16) وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (17) قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ (18) قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (19) وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ (20) اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ (21) وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (22) أَأَتَّخِذُ مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً إِنْ يُرِدْنِ الرَّحْمَنُ بِضُرٍّ لَا تُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلَا يُنْقِذُونِ (23) إِنِّي إِذًا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (24) إِنِّي آَمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ (25) قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ (26) بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ (27) وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ جُنْدٍ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِينَ (28) إِنْ كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ (29) يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (30) أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ أَنَّهُمْ إِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُونَ (31) وَإِنْ كُلٌّ لَمَّا جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ (32) وَآَيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ (33) وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ (34) لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا يَشْكُرُونَ (35) سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ (36) وَآَيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ (37) وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38) وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (39) لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (40) وَآَيَةٌ لَهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ (41) وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِنْ مِثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ (42) وَإِنْ نَشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُونَ (43) إِلَّا رَحْمَةً مِنَّا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ (44) وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّقُوا مَا بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (45) وَمَا تَأْتِيهِمْ مِنْ آَيَةٍ مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِمْ إِلَّا كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ (46) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنُطْعِمُ مَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (47) وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (48) مَا يَنْظُرُونَ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ (49) فَلَا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً وَلَا إِلَى أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ (50) وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ (51) قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (52) إِنْ كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ (53) فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (54) إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ (55) هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلَالٍ عَلَى الْأَرَائِكِ مُتَّكِئُونَ (56) لَهُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ وَلَهُمْ مَا يَدَّعُونَ (57) سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ (58) وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ (59) أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (60) وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (61) وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (62) هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (63) اصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (64) الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (65) وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّى يُبْصِرُونَ (66) وَلَوْ $D9�َشَاءُ لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلَا يَرْجِعُونَ (67) وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلَا يَعْقِلُونَ (68) وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآَنٌ مُبِينٌ (69) لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ (70) أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ (71) وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ (72) وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ أَفَلَا يَشْكُرُونَ (73) وَاتَّخٍذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آَلِهَةً لَعَلَّهُمْ يُنْصَرُونَ (74) لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُحْضَرُونَ (75) فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ (76) أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (77) وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ (78) قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ (79) الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ (80) أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى وَهُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ (81) إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (82) فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (83) <br />
<br />
<br />
اَلْقَصِيْدَةُ قَبْلَ التَّعَلُّمَ<br />
<br />
مَوْلاَىَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا ۞<br />
عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمْ ۞<br />
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِىْ تُرْجٰى شَفَاعَتُهُ ۞<br />
لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ اْلأَهْوَالِ مُقْتَحِمِ ۞<br />
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفٰى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا ۞<br />
وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضٰى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ ۞<br />
<br />
اَلدُّعَاءُ عِنْدَ التَّعَلُّمِ<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَعَلِمْنَا مِنْ لَدُنْكَ عِلْمًا نَافِعًا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنَا حِكْمَتَكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا رَحْمَتِكَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. رَبِّى زِدْنِى عِلْمًا وَوَسِّعْ فِيَّ رِزْقِى وَبَارِكْ لِى فِيْمَا رَزَقْتَنِى وَاجْعَلْنِى مَحْبُوْبًا فِى قُلُوْبِ عِبَادِكَ وَعَزِيْزًا فِى عُيُوْنِهِمْ وَاجْعَلْنِى وَجِيْهًا فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ. يَااكَثِيْرَ النَّوَّالِ يَا حَسَّانَ الْفِعَالِ يَا قَائِمًا بِلاَ زَوَالِ يَا مُبْدِأً بِلاَ مِثَالِ فَلَكَ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ وَالشَّرَفُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. اَلْفَاتِحَةْ.<br />
<br />
اَلْقَصِيْدَةُ بَعْدَ التَّعَلُّمِ<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
رَبِّ فَانْفَعْنَا بِبَرْكَتِهْمِ ۞<br />
وَاهْدِنَا الْحُسْنَى بِحُرْمَتِهِمْ ۞<br />
وَاَمِتْنَا فِى طَرِيْقَتِهِـمْ ۞<br />
وَمُعَافَـاةٍ مِنَ الْفِـتَنِ ۞<br />
<br />
اَلدُّعَاءُ بَعْدَ التَّعَلُّمِ<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ<br />
اَللّهُمَّ إِنِّىْ اَسْتَوْدِعُكَ مَا عَلَّمْتَنِيْهِ فَارْدُدْهُ إِلَيَّ عِنْدَ حَاجَتِىْ إِلَيْهِ وَلاَ تُنْسِنِيْهِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ ... ۳ كالي<br />
اَلْفَاتِحَةْ.<br />
<br />
دُعَاءُ قَبْلَ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ<br />
كَلاَمٌ قَدِيْمٌ لاَ يُمَلُّ سَمَاعُهُ*<br />
تَنَزَّهُ عَنْ قَوْلِهِ وَفِعْلِ وَنِيَّةِ*<br />
بِهِ اَشْتَفِى مِنْ كُلِّ دَاءِ وَنُوْرُهُ*<br />
دَلِيْلٌ لِقَلْبِى عِنْدَ جَهْلِى وَحَيْرَتِى*<br />
فَيَا رَبِّ مَتِّعْنِى بِسِرِّ حُرُوْفِهِ*<br />
وَنَوِّرْ بِهِ قَلْبِى وَسَمْعِى وَمُقْلَتِى*<br />
وَهَبْ لِى بِهِ عِلْمًا وَفَهْمًا وَحِكْمَةً*<br />
وَآنِسْ بِهِ يَا رَبِّ فِى الْقَبْرِ وَحْشَتِى*<br />
وَسَهَّلْ عَلَيَّ حِفْظَهُ ثُمَّ دَرْسَهُ*<br />
بِجَاهِ النَّبِيِّ وَاْلاَلِ ثُمَّ الصَّحَابَةِ*<br />
وَصَلِّ وَسَلِّمْ يَا إِلٰهِى عَلَى النَّبِىْ*<br />
وَآلِ وَاَصْحَابِ بِهِمْ نِلْتُ بُغْيَتِى*<br />
<br />
دعاء ختم القرآن<br />
اَللّهُمَّ ارْحَمْنِى بِالْقُرْآنِ وَاجْعَلْهُ لِى إِمَامًا وَنُوْرًا وَهُدًى وَرَحْمَةً. اَللّهُمَّ ذَكِّرْنِى مِنْهُ مَا نَسِيْتُ وَعَلِّمْنِى مِنْهُ مَا جَهِلْتُ وَارْزُقْنِى تِلاَوَتَهُ أَنَاءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ وَاجْعَلْهُ لِى حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.<br />
<br />
Adab-Adab Ziarah Kubur<br />
1. Membenarkan Tujuan / niat Ziarah Kubur<br />
2. Tidak Melakukan Perayaan Di Perkuburan<br />
3. Mengucapkan Salam<br />
اَلسَّلاَمُ عَلَى اَهلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَنْتُمْ لَنَا فَرْطٌ وَنَحْنُ اِنْ شَآءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْن<br />
4. Tidak Mengucapkan Perkataan Yang Keji Dan Batil<br />
5. Tidak Memakai Kasut Atau Selipar<br />
6. Tidak Solat Di Kubur<br />
7. Tidak Memijak Kubur<br />
8. Tidak Bersandar Kepada peKuburan<br />
9. Tidak Duduk Di Atas Kubur<br />
10. Tidak Membuang Hajat Di Perkuburan<br />
11. Mendoakan ahli kubur<br />
12. Melepas sandal, sepatu atau alas kaki<br />
13. Menjaga kesopanan baik perkataan maupun perbuatan (saat berada di lokasi makam )<br />
14. Peziarah dianjurkan duduk di sebelah barat makam (menghadap ke timur )<br />
15. Dalam mengambil posisi duduk dianjurkan lewat arah bawah makam (arah selatan makam )<br />
16. Usahakan jarak antara posisi duduk dan makam kira-kira 1 meter ( jika memungkinkan )<br />
17. Saat akan duduk membaca Qosidah ziarah terlebih dahulu, yaitu :<br />
سَلاَمُ اللهِ يَا سَادَةْ ۞ مِنَ الرَّحْمٰنِ يَغْشَاكُمْ . . . . .الخ<br />
<br />
18. Membaca tahlil beserta do’a<br />
19. Setela selesei, lalu berdiam diri sejenak (mengheningkan cipta) , seraya bedo’a<br />
20. Membaca :<br />
مَوْلاَىَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا ۞ عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمْ<br />
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِىْ تُرْجٰى شَفَاعَتُهُ ۞ لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ اْلأَهْوَالِ مُقْتَحِمِ<br />
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفٰى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا ۞ وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضٰى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ<br />
<br />
21. Jikalau keluar dari makam lewat arah bawah makam (arah selatan makam)<br />
<br />
اَلْقَصِيْدَةُ عِنْدَ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ<br />
سَلاَمُ اللهِ يَا سَادَةْ ۞ مِنَ الرَّحْمٰنِ يَغْشَاكُمْ<br />
عِبَادَ اللهِ جِئْنَاكُمْ ۞ قَصَدْنَاكُمْ طَلَبْنَاكُمْ<br />
تُعِيْنُوْنَا تُغِيْثُوْنَا ۞ بِهِمَّتِكُمْ وَجَدْوَاكُمْ<br />
فَأَحْيُوْنَا وَاَعْطُوْنَا ۞ عَطَايَاكُمْ هَدَايَكُمْ<br />
فَلاَ خَيَّتُمُوْا ظَنِّى ۞ فَحَاشَاكُمْ وَحَاشَاكُمْ<br />
سَعِدْنَا اِذْ أَتَيْنَاكُمْ ۞ وَفُزْنَا حِيْنَ زُرْنَاكُمْ<br />
فَقُوْمُوْا وَاشْفَعُوْا فِيْنَا ۞ إِلَى الرَّحْمٰنِ مَوْلاَكُمْ<br />
عَسَى نُعْطَى عَسَى نُحْظَى ۞ مَزَايَا مِنْ مَزَايَاكُــمْ<br />
عَسَى نَظْرَةْ عَسَى رَحْمَةْ ۞ تَغْشَانَا وَتَغْشَاكُــمْ<br />
سَلاَمُ اللهِ حَيَّاكُـمْ ۞ وَعَيْنُ اللهِ تَرْعَاكُـمْ<br />
وَصَلَّى اللهُ مَوْلاَنَـا ۞ وَسَلَّمَ مَا اَتَيْنَاكُـمْ<br />
عَلَى الْمُخْتَارِ شَافِعِنَا ۞ وَمُنْقِذِنَا وَإِيَّاكُـمْ<br />
<br />
دُعَاءُ أخِرِ السَّنَةِ<br />
Do’a Akhir Tahun<br />
Do’a ini dibaca setelah sholat ashar pada hari terakhir bulan dzulhijjah (Jawa: Besar), berikut Do’anya :<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم<br />
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسلَّمَ اَللَّهُمَّ مَاعَمِلْتُ فيِ هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِي عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَ نَسِيْتُهُ وَلَمْ تَـنْسَهُ وَحَلِمْتَ عَلَيَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِي وَ دَعَوْتَنِي إِلىَ التَّوْبَةِ بَعْدَ جُرْأَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي أَسْتَـغْفِرُكَ فَاغْفِرْلِي بِفَضْلِكَ. وَ مَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهِ الثَوَابَ فَأَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ يَا كَرِيْمَ يَا ذَا اْلجَل�$A7َلِ وَالإِكْرَامِ أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّي وَلاَ تَقْطَعْ رَجَائِي مِنْكَ يَا كَرِيْمَ وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ وَسَلَّمَ<br />
دُعَاءُ أَوَّلُ السَّنَةِ<br />
Do’a Awal Tahun<br />
Do’a ini dibaca setelah sholat Maghrib pada malam pertama bulan Muharom (Suroh), berikut Do’anya :<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم<br />
الحَمْدُ لله رَبِّ العَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلاَةً تَمْلَأُ خَزَائِنِ اللهِ نُوْرًا وَ تَكُوْنُ لَنَا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ فَرَجًا وَ فَرَحًا سُرُوْرًا. وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَبَدِيُّ القَدِيْمُ اْلأَوَّلُ وَ عَلَى فَضْلِكَ اْلعَظِيْمِ وَ كَرِيْمِ جُوْدِكَ العَمِيْمِ اْلُمعَوَّلِ. وَ هَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلْ أَسْأَلُكَ اْلعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَ أَوْلِيَائِهِ وَ اْلعَوْنَ عَلَى هَذَا النَّفْسِ اْلأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ وَ اْلاِشْتِغَالِ بِمَا يُقَرِّبُنِي إِلَيْكَ زُلْفَى يَاذَا اْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ<br />
Rebo Wekasan<br />
Dalam bahasa Jawa ‘Rebo’ artinya hari Rabu, dan ‘Wekasan’ artinya terakhir. Kemudian istilah ini dipakai untuk menamai hari Rabu terakhir pada bulan Shafar. Dalam kitab Kanzun Najah was Suruur fil Ad’iyah allati Tasyrahush Shuduur karangan Syekh Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali Quds dikatakan bahwa pada hari itu akan turun 320.000 bala’, musibah, atau bencana. Sehingga dikatakan bahwa hari itu merupakan hari yang paling berat sepanjang tahun. Begitu lah hari yang diisyaratkan dalam ayat:<br />
فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ<br />
“Pada hari nahas yang terus menerus.” (Al-Qamar: 19)<br />
Oleh karena itu pada malam itu para ulama’, para ahli ma’rifat dan ahli mukasyafah ber-ihtiyar dan berijtihad sehingga menjadi pedoma bagi ita semua, diantara ihtiyar-ihtiyar yang bisa dilakukan antara lain :<br />
1. Mengerjakan shalat empat raka’at ( 2x salaman ), dilakukan setelah sholat sunnah ba’diyah maghrib sampai sebelum isya’. Pada setiap roka’atnya :<br />
a. Membaca surat Al-Fatihah <br />
b. Kemudian surat Al-Kautsar 17 kali<br />
c. Surat Al-Ikhlas 5 kali<br />
d. Surat Al-Falaq 1 kali<br />
e. Surat An-Nas 1 kali.<br />
<br />
2. Setelah salam, membaca surat Yasin satu kali (1x), dan ketika sampai pada ayat ke-58 :<br />
سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ<br />
Diulang-ulang sebanyak 313 X (tiga ratus tiga belas kali)<br />
3. Setelah itu membaca Do’a :<br />
بسم الله الرحمن الرحيم<br />
اللهم يا شديد القوي ويا شديد المحال يا عزيز ذللت بعزتك جميع خلقك اكفني من جميع خلقك يا محسن يا مجمل يا متفضل يا منعم يا مكرم يا من لا إله إلا أنت برحمتك يا أرحم الراحمين<br />
اللهم بسر الحسن وأخيه وجده وأبيه اكفني شر هذا اليوم وما ينزل فيه يا كافي فسيكفيكم الله وهو السميع العليم وحسبنا الله ونعم الوكيل ولا حول ولا قوة ولا قوة إلا بالله العلي العظيم وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما<br />
Diriwayatkan barang siapa yang sholat seperti disebutkan di atas, dan berdoa seperti doa diatas, maka dia akan aman dan selamat dari bala’ atau musbah yang turun di hari itu dan bencana-bencana tidak aka mengitarinya samapi sempurna tahun itu.<br />
<br />
Nishfu Sya’ban<br />
Syaikh‘Abdul Qadir al-Jailaniy berkata, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qodr.” (Kalaam Habiib ‘Alwiy bin Syahaab)<br />
Dari Imam Syafii rahimahullah berkata : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).<br />
Amalan Pada Mala Nishfu Sya’ban<br />
dibawah ini ada petunjuk amalan menurut sebagian Ulama, yaitu antara lain:<br />
1. Sholat fardlu Maghrib<br />
2. Membaca Surah Yaasin 3 kali<br />
3. Membaca doa Nifsu Sya’ban<br />
4. Menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan memperbanyak dzikir, shalawat, doa dan istighfar.<br />
Berikut Do’a Nishfu Sya’ban<br />
بسم الله الرحمن الرحيم ، وصلى اللهُ على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم اللهم يا ذَا المنّ ولا يُمَنُّ عليه يا ذا الجلال والإِكرام يا ذا الطّولِ والإِنعامِ ، لا إِله إِلا أَنتَ ظهرَ اللاجينَ ، وجَارَ المستجيرينَ ، ومأَمنَ الخائفين . الّلهُمَّ إِن كنتَ كتبتني عندك في أُمِّ الكتابِ شقيّا أوْ محُروما أو مطُروداً أوْ مقتَّراً عليَّ في الرزقِ فاُمحُ الّلهُمَّ بفضلكَ شقاوَتي وحرماني وطرْدي وإقتار رِزِقي ، وأثبتني عندَكَ في أُمِّ الكتَابِ سعيداً مرْزوقاً موفقا للخيراتِ ؛ فإِنك قلت وقوْلُكَ الحق في كتابك المنزلِ ، على لسان نبيك المرسلِ : ( يمحو اللهُ مَا يشاَءُ ويُثبتُ وعندَهُ أُم الكتاب ) إِلهى بالتَّجلي الأَعظم ، في ليلة النصف منْ شعبانَ المكَّرمُ ، التي يفرَقُ فيها كلُّ أمرٍ حكيم ويُبرمْ ، اكشفْ عني مِنَ البلاءِ ما أَعلمُ ، ومَا لا أَعلمُ ، واغفْر لي مَا أنتَ بِهِ أعلمُ . الّلهَّم اجعلني منْ أعظم عبادِكَ حظَّا ونصيباً في كلِّ شَـيءِ قسمْتَهُ في هذهِ الليله مِنْ نورِ تَهْدِي بِه ، أو رَحمةٍ تنشرُها ، أو رِزقٍ تبسطُه ، أو فضل تَقسمه على عَبادِكَ المؤمنينَ ، ياَ اللهُ ، يا الله ، لاَ إِلهَ إلآ أنت . اللـهمَّ هبْ لي قلباً تَقَّياً نَقِيَّا ، منَ الشرْكِ برِيَّاً ، لا كَافراَ ولا شقيًّا ، وقلباً سليماً خَاشعاً ضَارعا . اللهَّم أمْلأ قلبِي بنوركَ وأنوار مشاهدَتكَ، وجمالكَ وكمالكَ ومحبتكَ ، وعصمتكَ وقدْ رتكَ وعلمِك ، ياَ أرْحمَ الراحمينَ ، وصلى اللهُ تعالَى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم<br />
<br />
Tuntunan Sholat Jum’at<br />
Shalat Jum'at adalah salat fardhu yang diwajibkan bagi seluruh muslim laki-laki. Disebut shalat Jumat karena dilakukan setiap hari Jum'at dan waktu pelaksanaannya pada waktu dhuhur tiba. Salat Jum'at diawali dengan khutbah Jum'at yang dapat dilakukan oleh imam shalat atau oleh orang lain. Khutbah terbagi dua, khutbah pertama dan khutbah kedua yang biasanya dipisah dengan duduk sebentar. Yang rukun isi khutbah harus mengandung lima hal berikut :<br />
1. Membaca hamdalah (yaitu, alhamdulillah) disertai lafadz jalalah (lafadz Allah)<br />
2. Membaca shalawat<br />
3. Berwasiat atau berpesan pada jamaah agar bertakwa<br />
4. Membaca ayat Al Quran pada salah satu dari dua khutbah<br />
5. Berdo'a (mendo’akan kaum muslimin-muslimat)<br />
Ada empat hal penting dalam salat Jumat diantaranya (a) jamaah tidak boleh kurang dari 40 orang; (b) khatib (orang yang khutbah) dan imam sholat; (c) bilal; (d) adanya masjid.<br />
Tata Cara Sholat Jum’at :<br />
1. Adzan dikumandangkan setelah masuk waktu Dhuhur<br />
2. Sebelum sholat jum’at terlebih dahulu didahului dua khutbah.<br />
Sebelum khatib menaiki mimbar untuk khutbah, acara dimulai dengan majunya bilal dengan membaca Bilal Jum’at, berikut bacannya :<br />
مَعَاشِرَ الُمسْلِمِين وَزُمْرَةَ المُؤْمِنِينَ رَحِمكُمُ اللَه رُوِيَ عَنُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْه أَنَّهُ قَال قَالَ رَسُولُ اللِه صَلّيَ اللهَ عَلَيهِ وَسَلَم إذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الُجمعَةِ أَنْصِتْ وَالإمَامُ يَخطُبُ فَقَدْ لَغَوت <br />
(أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله )<br />
(أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله )<br />
أَنْصِتُوا وَاسْمعُوا وَأطِيْعُوْا لَعَلَكُمْ تُرْحمَون<br />
<br />
Setelah bilal selesai membaca kalimat di atas, khotib berjalan menuju mimbar. Setelah khatib sampai di mimbar, bilal kemudian menghadap qiblat dan melanjutkan dengan bacaan doa seperti di bawah ini (posisi khotib tetap berdiri menghadap jamaah):<br />
اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ وَعَلَي أَلِ سَيّدِنَا مُحمَدٍ. اللَهُمَّ قَوِّ اِلاسلامَ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالُمسْلِمَات , والمُؤْمِنِين وَالُمؤْمِنَات َاْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِالِدين , وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالخَيْر , ويَا خَيْر النَاصِرينِ برَحْمَتِكَ يااَرْحَمَ الرَاِحِمين <br />
3. Lalu khotib salam dan duduk.<br />
4. Kemudian bilal adzan ke-2 <br />
5. Setelah selesai adzan, khotib mulai khotbah I.<br />
6. Setelah selesei khutbah I khotib duduk istirahat dan bilal membaca<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَزِدْ وَاَنْعِمْ وَتَفَضَّلْ وَبَارِكْ بِجَلاَلِكَ وَكَمَالِكَ عَلَى زَيْنِ عِبَادِكَ<br />
Atau membaca sholawat :<br />
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ<br />
7. Kemudian khotib khutbah ke-2<br />
8. Setelah khutbah selesai lalu Bilal iqomah<br />
9. Kemudian sholat Jum’at berjama’ah<br />
10. Setelah selesei salam membaca wird sebagai berikut :<br />
a. Membaca surat Al-Fatihah 7x<br />
b. Membaca surat Al-Ikhlas 7x<br />
c. Membaca surat Al-Falaq 7x<br />
d. Membaca surat An-Nas 7x<br />
e. Bait di bawah ini:<br />
إلَهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أهْلًا # وَلَا أَقْوَي عَلَي النَارِ الجَحِيْمِ <br />
فَهَبْ ِلي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِي # فَإنَكَ غَافِرُ الذَنْبِ العَظِيمِ<br />
Sampai selesei.<br />
<br />
Tuntunan Sholat Tarowih dan Sholat Witir<br />
SHOLAT TAROWIH<br />
Sholat Tarowih adalah sholat sunnah yang dilakukan Ba’da isya’ sampai habisnya malam <br />
Pada malam hari bulan ramadhan <br />
• Rokaatnya <br />
Sampai saat ini jumlah roka’at sholat tarowih adalah masih khilaf namun Menurut penjelasan umar bin khottob jumlah roka’at tarowih adalah 20 rokaat dan hal tersebut disetujui oleh khulafaur rosyidin sesudahnya.<br />
• Sejarah roka’atnya<br />
- Rosullulah selalu sholat 8 rokaat , 11 rokaat dengan witirnya, namun hal tersebut dilakukan setiap malam walaupun tidak pada bulan Romadlon<br />
- Rosullah bersama jama’ahnya tgl 23, 25 , dan 27 ramadhan melakukan sholat tarowih dengan jumlah 8 rokaat, dalam Riwayat lain “ ketika mereka pulang , mereka menambahi sholatnya masing - masing.<br />
- Masa umar bin khottob “ orang-orang di kumpulkan dan di ajak jama’ah tarowih dengan jumlah 20 rokaat sampai pada masa Masa Kholifah Utsman dan Ali tetap 20 rokaat dan sampai pada Masa umar bin abdul aziz di jadikan 36 rokaat .<br />
• Tata Cara Sholat Tarowih :<br />
1. Dilakukan setelah sholat Isya’<br />
2. Dilakukan sebanyak 20 roka’at dengan panduan Bilal sebagai berikut :<br />
Jawaban Jamaah Bacaan Bilal Urutan ke-<br />
الصلاة لا اله الا الله صَلُّوْا سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَامِعَةَ رَحِمَكُمُ اللهُ 1<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى 2<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَلْخَلِيْفَةُ اْلاُوْلَى سَيِّدُنَا اَبُوْ بَكَرْ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ 3<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى وَنِعْمَةْ 4<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَلْخَلِيْفَةُ الثَّانِيَةُ سَيِّدُنَا عُمَرُ ابْنُ الْخَطَّابْ 5<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى وَنِعْمَةْ 6<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَلْخَلِيْفَةُ الثَّالِثَةُ سَيِّدُنَا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ 7<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
وَنِعْمَةْ فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى وَنِعْمَةْ 8<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
كرم الله وجهه اَلْخَلِيْفَةُ الرَّابِعَةُ سَيِّدُنَا عَلِيْ بِنْ اَبِيْ طَالِبْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ 9<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
الصلاة لا اله الا الله اَخِرُ التَّرَاوِيْحِ اَجَرَكُمُ اللهُ 10<br />
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ <br />
<br />
3. Setelah Selesei Sholat membaca Do’a,berikut Do’anya :<br />
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ <br />
اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًايُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ , اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ , اَللَّهُمَ اجْعَلْنَا بِاْلاِيْمَانِ كَمِلِيْنَ , وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْن وَللِصَّلاَةِحَافِظِيْنَ , وَللِزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ , وَلِمَاعِنْدَكَ طَالِبِيْنَ , وَلِعَفْوِكَ رَاجِيِّنَ , وَبِاْلهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِمُعْرِضِيْنَ , وَفىِ الدُّنْيَازَاهِدِيْنَ , وَفىِ اْلاخِرَةِرَاغِبِيْنَ , وَبِالْقَضَاءِرَاضِيْنَ , وَبِالنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ , وَعَلىَ اْلبَلاَءِ صَابِرِيْنَ , وَتَحْتَ لِوَءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ , وَاِلىَ اْلحَوْضِ وَارِدِيْنَ , وَاِلىَ اْلجَنَّةِ دَاخلِيْنَ , وَمِنَ النَّارِنَاجِيْنَ , وَعَلَ سَرِيْرِاْلكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ , وَمِنْ حُوْرِ اْلِعَيْنِ مُتَزَوِّجِيْنَ , وَمِنْ سُنْدُ سٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَّدِيْبَاحٍ مُتَلَبِّسِيْنَ , وَمِنْ طَعَامِ اَلجَنَّةِ آ كِلِيْنَ , وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًى شَارِبِيْنَ , بِاَكْواَبٍ وِّاَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْن , مَع الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِْدِّ يْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّلِحِيْنَ , وَحَسُنَ اُولَئِكَ رَفِيْقًا , ذَلِكَ اْلَفَضْلُ مِنَ الله وَكَفىَ بِاللهِ عَلِيْما ً اِنَّ الله وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يَاَيُّهَاالَّذِ يْنَ اَمَّنُواصَلُّواعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا وَصَلَّى الله عَلَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَاْلحَمْدُ لله رَبِّالْعَالَمِيْن<br />
4. Kemudian dilanjutkan dengan Sholat Witir<br />
<br />
SHOLAT WITIR<br />
Sholat witir merupakan Sholat penutup di malam hari, biasanya dilakukan setelah sholat isya’ atau sebelum terbit fajar.<br />
• Rokaatnya <br />
- Minimal 1 rokaaat<br />
- Maksimal 11 rokaat <br />
• Carannya <br />
- Sholat ini dilakukan setelah isya’ atau sebelum masuk waktu shubuh. Jika dilakukan hanya 1 roka’at maka cukup satu kali salaman. Jika dilakukan 3 roka’at atau 5 atau 7 maka dimulai dengan dua roka’at dua roka’at kemudian ditutup dengan satu roka’at.<br />
- Pada hari biasa dilakukan dengan tanpa bacaan qunut akan tetapi pada separuh bulan terakhir dari Romadlon menggunakan Qunut yang sama hal-nya dengan sholat Shubuh.<br />
- Setelah salam terakhir membaca do’a sebagai berikut :<br />
<br />
TUNTUNAN SHOLAT HARI RAYA<br />
Yang dimaksud sholat hari raya disini adalah sholat idul fitri dan idul adlha. Sholat Idul Fitri adalah sholat sunah yang dikerjakan pada tanggal 1 Syawwal tepatnya ba’da sholat subuh setelah terbitnya matahari, sedang sholat idul Adlha adalah sholat sunnah ‘Id yang dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah. Sholat ini diakhiri dengan Khutbah 2 kali.<br />
Tata Cara Sholat Hari Raya :<br />
1. Dilakukan ba’da Shubuh sekira matahari sudah naik satu tombak.<br />
2. Dilakukan secara berjama’ah<br />
3. Niat, berikut niatnya :<br />
أُصَلِّي سُنَّةَ لِعِيْدِ الْفِطْرِ ( لِعِيْدِ الأَضْحَى ) رَكْعَتَيْنِ اماما ( مَأْمُوْمًا ) لِلَّهِ تَعَالَى<br />
4. Pada Rokaat pertama setelah takbirotul ihrom dan membaca do’a iftitah, mengucapkan takbirotul ihrom sebanyak 7 kali, dan antara satu takbir dengan takbir lainya diselah-selahi bacaan :<br />
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُُ وَاللهُ أَكْبَر<br />
5. Kemudian membaca Al-Fatihah dan surat pendek. Surat yang dianjurkan ialah surah Qaf atau Al-A'la atau Al-Kafirun. <br />
6. Pada Rakaat kedua pula takbir sebanyak 5 kali. Kemudian membaca Al-Fatihah dan surat pendek. Surat yang dianjurkan ialah surat Al-Qamar atau Al-Ghasyiah atau Al-Ikhlas.<br />
7. Setelah sholat diadakan dua khutbah khutbah. Khutbah dimulai dengan Bilal, berikut lafadnya :<br />
• Bilal Khutbah Idul Fitri<br />
يا معاشر المسلمين وزمرة المؤمنين رحمكم الله اعلموا ان يومكم هذا يوم عيد الفطر و يوم السرور يوم احل الله لكم فيه الطعام وحرم عليكم الصيام اذا صعد الخطيب علي المنبر <br />
(أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله )<br />
(أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله )<br />
أَنْصِتُوا وَاسْمعُوا وَأطِيْعُوْا لَعَلَكُمْ تُرْحمَون<br />
Setelah bilal selesai membaca kalimat di atas, khotib berjalan menuju mimbar. Setelah khatib sampai di mimbar, bilal kemudian menghadap qiblat dan melanjutkan dengan bacaan doa seperti di bawah ini (posisi khotib tetap berdiri menghadap jamaah):<br />
اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ وَعَلَي أَلِ سَيّدِنَا مُحمَدٍ. اللَهُمَّ قَوِّ اِلاسلامَ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالُمسْلِمَات , والمُؤْمِنِين وَالُمؤْمِنَات َاْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِالِدين , وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالخَيْر , ويَا خَيْر النَاصِرينِ برَحْمَتِكَ يااَرْحَمَ الرَاِحِمين <br />
• Lalu khotib salam dan khutbah<br />
• Setelah selesei khutbah I khotib duduk istirahat dan bilal membaca<br />
• اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَزِدْ وَاَنْعِمْ وَتَفَضَّلْ وَبَارِكْ بِجَلاَلِكَ وَكَمَالِكَ عَلَى زَيْنِ عِبَادِكَ<br />
o Atau membaca sholawat :<br />
• اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّ�$AFٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ<br />
• Kemudian khotib khutbah ke-2<br />
• Setelah khutbah selesai lalu ditutup dengan salam<br />
• Bilal Khutbah Idul Adlha<br />
يا معاشر المسلمين وزمرة المؤمنين رحمكم الله اعلموا ان يومكم هذا يوم عيد الاضحى ويوم الأكبر و يوم السرور يوم احل الله لكم فيه الطعام وحرم عليكم الصيام اذا صعد الخطيب علي المنبر <br />
(أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله )<br />
(أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ الله )<br />
أَنْصِتُوا وَاسْمعُوا وَأطِيْعُوْا لَعَلَكُمْ تُرْحمَون<br />
Setelah bilal selesai membaca kalimat di atas, khotib berjalan menuju mimbar. Setelah khatib sampai di mimbar, bilal kemudian menghadap qiblat dan melanjutkan dengan bacaan doa seperti di bawah ini (posisi khotib tetap berdiri menghadap jamaah):<br />
اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ اَللَهُمّ صَلِّ عَلَي سَيّدِنَا مُحمّدٍ وَعَلَي أَلِ سَيّدِنَا مُحمَدٍ. اللَهُمَّ قَوِّ اِلاسلامَ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالُمسْلِمَات , والمُؤْمِنِين وَالُمؤْمِنَات َاْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِالِدين , وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالخَيْر , ويَا خَيْر النَاصِرينِ برَحْمَتِكَ يااَرْحَمَ الرَاِحِمين <br />
• Lalu khotib salam dan khutbah<br />
• Setelah selesei khutbah I khotib duduk istirahat dan bilal membaca<br />
• اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَزِدْ وَاَنْعِمْ وَتَفَضَّلْ وَبَارِكْ بِجَلاَلِكَ وَكَمَالِكَ عَلَى زَيْنِ عِبَادِكَ<br />
o Atau membaca sholawat :<br />
• اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ<br />
• Kemudian khotib khutbah ke-2<br />
• Setelah khutbah selesai lalu ditutup dengan salam<br />
<br />
8. Bertakbir <br />
- Bertakbir pada Idul firi : mulai terbenam matahari malam 1 syawal sampai imam memulai sholat ( disebut takbir mutlak ) <br />
- Bertakbir pada Idul adha : mulai shubuh hari arofah sampai ashar tanggal 13 dhulhijjah ( disebut takbir muqoyat), Kesunnahanya tiap habis sholat 5 waktu <br />
<br />
9. Bacaan Takbir :<br />
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَر ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر أللهُ أَكْبَر وَِللهِ الْحَمْدُ اللهُ أَكْبَر كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهً وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْن لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ ، صَدَقَ وَعْدَهُ ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ<br />
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ<br />
TUNTUNAN SHOLAT JENAZAH<br />
Shalat Jenazah merupakan shalat yang tidak perlu ruku’ dan sujud. Yang kita lakukan hanyalah berdiri, takbir sebanyak empat kali dengan diselingi bacaan dan doa tertentu lalu salam.<br />
Tata cara Shalat Jenazah<br />
1. Niat<br />
Jika jenazah orang laki-laki :<br />
<br />
Jika jenazah orang perempuan:<br />
<br />
2. Berdiri Bila Mampu<br />
3. Takbir 4 kali<br />
• Setelah takbir pertama, membaca surat al-Fatihah<br />
• Setelah takbir kedua, membaca :<br />
<br />
• Setelah takbir ketiga, membaca :<br />
<br />
Atau<br />
<br />
• Setelah takbir keempat, membaca :<br />
Jika mayitnya laki-laki :<br />
<br />
Jika mayinya Perempuan :<br />
<br />
4. Mengucap Salam sara lengkap<br />
<br />
<br />
TUNTUNAN SHOLAT ISTIKHOROH<br />
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan istikhoroh. Istikhoroh di sini berkaitan dengan perkara dunia yang dihukumi mubah, dan bukan untuk perkara yang hukumnya wajib atau mustahab. Karena jika suatu ibadah yang disyari’atkan, maka tidak memerlukan istikhoroh, karena ibadah yang disyariatkan sudah jelas maslahatnya bila dijalankan sesuai aturan syari’at yang ada. Sedangkan untuk perkara dunia yang dihukumi mubah, maka kita tidak mengetahui secara pasti maslahatnya, bisa jadi dia membawa kita kepada suatu maslahat atau malah mendatangkan mudhorot bagi diri kita. Karena itu kita diajarkan untuk istikhoroh kepada Allah karena Allah ‘azza wa jalla adalah Al ‘Aliim dan ‘allaamul ghuyub. Dan Dia Maha mengetahui apa yang baik bagi hamba-Nya.<br />
Tata cara Sholat Istikhoroh :<br />
1. Waktu melaksanaka sholat istikhoroh adalah bebas tidak terkait dengan waktu, artinya kapan kita membutuhkan petunjuk maka saat itu lah kita disunnahkan melakukan sholat<br />
2. Niat :<br />
اصلي سنة الاستخارة لله تعالي<br />
3. Pada roka`at yang pertama membaca surat Al-Qadar dan Al-Kafirun dan ditambah ayat di bawah ini:<br />
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الخِيَرَه. سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشرِكُوْنَ<br />
4. Pada roka`at yang kedua setelah membaca surat al-fatihah langsung membaca surat Al-Insyirah dan Al-Ikhlas. Kemudian ditambah dengan ayat di bawah ini:<br />
مَا يَكُوْنُ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قضَى اللهُ وَرَسُوْلَُهُ أَمْرًا أَن يَكَوْنَ لَهُمُ الخِيَرَةِ مِنْ أَمْرِهِم وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِيْنًا.<br />
5. Setelah selesai shalat, maka membaca surat al-Fatihah dihadiahkan untuk:<br />
• Nabi Muhammad saw.<br />
• Mu`adz bin Jabbal<br />
• Zaid bin Tsabit<br />
• Ibnu `Abbas<br />
• على هذه النية ولكلِّ نية ٍصالحَة<br />
6. Setelah itu, bacalah xيا لَطِيف 129 <br />
7. Do`a<br />
اللهمَّ إني أَستَخِيرُكَ بِعِلمِكَ وَأَستََقْدِركَ بِقُدْرَتِكَ وَأسْأَلُكَ مِن فَضْلِكَ العَظِيمِ. فإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقدِرُ وَتَعْلَم وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنتَ عَلاَّمُ الغُيُوبِ. اللهُمَّ إِن كُنتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَالأَمْرَ (حاجتك) خَيْرٌٌٌٌ لِي فِي دِينِي وَمَعاَشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدِرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ. وَإِن كٌُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَالأمرَ شَرٌّ لِي فَِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاقْدِرْهُ لِي خَيْرٌحَيْثُ كَانَ رَضِيَنِي بِهِ. (رواه مسلم)<br />
TUNTUNAN SHOLAT GERHANA<br />
Sayyidatuna A’isyah ra bercerita, gerhana matahari pernah terjadi di masa Rasulullah SAW kemudian beliau sholat bersama para sahabat. Beliau pun berdiri dengan lama, ruku’ dengan lama, berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku’ dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu mengangkat kepala dan bersujud, dan melakukan sholat yang terakhir seperti itu, kemudian selesai dan matahari pun sudah muncul. (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)<br />
Para ulama sepakat bahwa sholat gerhana matahari dan bulan adalah sunah dan dilakukan secara berjamaah. <br />
Adapun tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:<br />
1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu.<br />
2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.<br />
3. Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum.<br />
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى<br />
4. Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.<br />
5. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku' dan dua kali sujud.<br />
6. Setelah ruku' pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali<br />
7. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin membaca al-Waqiah dan al-Mulk.<br />
<br />
TUNTUNAN SHOLAT TAHAJJUD<br />
Shalat Tahajjud adalah shalat sunah yang dilakukan pada malam hari setelah tidur terlebih dahulu, karena arti Tahajjud adalah bangun pada malam hari.Afdhalnya shalat Tahajjud dilakukan pada sepertiga malam yang akhir yaitu kira-kita mulai jam 1.00 malam sampai menjelang masuk waktu shubuh. <br />
Tata Cara Sholat Tahajjud<br />
Shalat Tahajjud dilaksanakan dengan Munfarid ( tanpa berjamaah ), minimal dua rokaat dan maksimal tidak terhingga jumlah rakaatnya.<br />
• Niat shalat Tahajjud didalam hati berbarengan dengan Takbiratul Ihram.<br />
<br />
• Membaca doa Iftitah, Membaca surat al Fatihah , Membaca salah satu surat didalam al quran. Afdhalnya rokaat pertama membaca surat al Kafirun dan rakaat ke dua membaca surat al Ikhlas<br />
• Ruku',I'tidal, Sujud, Duduk, Sujud sampai selesei seperti dalam sholat biasa.<br />
• Setelah selesai shalat Tahajjud bacalah zikir atau wirid yang mudah ( Allah - Allah - Allah ) terutama perbanyak Istigfar (mohon ampun), lalu ditutup dengan doa. <br />
<br />
<br />
TUNTUNAN SHOLAT DLUHA<br />
Sholat Dluha adalah sholat sunnat yang dikerjakan pada waktu pagi hari, diwaktu matahari sudah naik sekira satu tombak sampai sebelum sholat dluhur. Sekurang-kurangnya adalah dua rakaat, boleh empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, dan dua belas rakaat. Sholat ini dilakukan untuk memohon kemudahan rizqi dari Allah WT.<br />
Tata Cara Sholat Dluha<br />
1. Niat shalat Dluha 2 raka’at ;<br />
أُصَلِّى سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ أَداَءً ِللهِ تَعاَلىَ<br />
“Saya niat shalat sunnah dluha dua raka’at menghadap kiblat, tunai karena Allah”<br />
<br />
2. Membaca doa Iftitah, Membaca surat al Fatihah , Membaca salah satu surat didalam al quran. Afdhalnya rokaat pertama membaca surat ad-dluha dan rakaat ke dua membaca surat as-Syams.<br />
3. Ruku', I'tidal, Sujud, Duduk, Sujud sampai selesei seperti dalam sholat biasa.<br />
4. Setelah selesai shalat Dluha membaca dzikir atau wiridan yang mudah ( Allah - Allah - Allah ) lalu ditutup dengan doa. <br />
5. Do’a Shalat Dluha<br />
أَللَّـهُمَّ إِنَّ الضُّحاَءَ ضُحاَءُكَ وَالبَهاَءَ بَهاَءُكَ وَالجَماَلَ جَماَلُكَ وَالقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ , أَللَّـهُمَّ إِنْ كأَنَ رِزْقىِ فىِ السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَإِنْ كاَنَ فىِ الأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَإِنْ كاَنَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ وَإِنْ كاَنَ حَرَاماً فَطَهِّرْهُ وَإِنْ كاَنَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحاَءِكَ وَبَهاَءِكَ وَجَماَلِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِى مَآأَتَيْتَ عِباَدِكَ الصَّالِحِيْنَ , بِرَحْمَتِكَ ياَأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ؛<br />
TUNTUNAN SHOLAT AWWABIN<br />
<br />
KUMPULAN SHOLAWAT-SHOLAWAT<br />
Sholawat Nariyah<br />
اللهم صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد، وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم ويستشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك<br />
Sholawat Munjiyat<br />
اللَهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحمَدٍ صَلاَةٌ تُنْجيْنَا بِهَا مِنَ جَمِيْعَ الأهَوْاَلِ وَالأَفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بها جَمِيعَ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَيّئاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَي الدَرَجَاتِ وَتُبَلّغُنَا بِهَا أَقْصَي الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيرَاتِ فِي الحَيَاةِ وَبَعْدَ المَمَاتِ<br />
Sholawat Thibb al-Qulub<br />
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ طِبِّ اْلقُلُوْبِ وَدَوَاءِهَا وَعَافِيَةِ اْلاَبْدَانِ وَشِفَاءِهَا وَنُوْرِاْلاَبْصَارِ وَضِيَاءِهَا وَقُوْتِ اْلاَجْسَادِوَاْلاَرْوَاحِ وَغِدَاءِهَا وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ<br />
Sholawat Nurr al-Dzat<br />
اللهم صل علي سيدنا محمد النور الذات والسر السار في سائر الاسماء والصفات وعلي اله وصحبه وسلم <br />
Sholawat Syadzilyyah<br />
اللهم صل على سيدنا محمد عبدك ونبيك ورسولك النبي الامي وعلى اله وصحبه وبارك وسلم تسليما بقدر عظمة ذاتك فى كل وقت وحين<br />
Sholawat Ibrohimiyyah<br />
اللهم صلِّ على محمد وعلى آل محمد كما صليت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم انك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم انك حميد مجيد، اللهم ترحم على محمد وعلى آل محمد كما ترحمت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم انك حميد مجيد، اللهم تحنن على محمد وعلى آل محمد كما تحننت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم انك حميد مجيد، اللهم سلم على محمد وعلى آل محمد كما سلمت على ابراهيم وعلى آل ابراهيم انك حميد مجيد، وسلم ورضي الله عن الصحابه اجمعين<br />
<br />
أدعية الـيوم واللـــيلة<br />
Do’a Keseharian<br />
ألاوقات اللتي يستجاب فيها الدعاء<br />
1. ليلة القدر<br />
2. جوف الليل الآخر<br />
3. ودبر الصلوات المكتوبات<br />
4. عند النداء للصلوات المكتوبة<br />
5. عند نزول الغيث<br />
6. عند زحف الصفوف في سبيل الله<br />
7. عند شرب ماء زمزم مع النية الصادقة<br />
8. إذا نام على طهارةٍ ثم استيقظ من الليل ودعا <br />
9. بين الأذان والإقامة <br />
10. ساعةٌ من كلِّ ليلةٍ<br />
11. عند الدعاء بـ "لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين<br />
12. ساعةٌ من يوم الجمعة<br />
13. وأرجح الأقوال فيها أنها آخر ساعةٍ من ساعات العصر يوم الجمعة وقد تكون ساعة الخطبة والصلاة<br />
14. دعاء الناس عقب وفاة الميت<br />
15. الدعاء بعد الثناء على الله والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم في التشهد الأخير<br />
16. عند دعاء الله باسمه العظيم الذي إذا دُعي به أجاب وإذا سئل به أعطى<br />
17. الدعاء في شهر رمضان<br />
18. عند اجتماع المسلمين في مجالس الذكر<br />
19. في السجود<br />
20. عند الاستيقاظ من النوم ليلاً والدعاء بالمأثور في ذلك<br />
21. دعاء الصائم حتى يفطر<br />
22. دعاء الصائم عند فطره<br />
23. دعاء الإمام العادل<br />
24. دعاء الإمام الولد البار بوالديه<br />
25. الدعاء عقب الوضوء إذا دعا بالمأثور في ذلك<br />
26. عند الدعاء في المصيبة بـ :"إِنا لله وإِنا إِليه راجعون اللهم أجُرني في مصيبتي وأخلف لي خيراً منها<br />
27. الدعاء حالة إقبال القلب على الله واشتداد الإخلاص<br />
28. دعاء المظلوم على من ظلمه<br />
29. الدعاء على الصفا<br />
30. الدعاء على المروة<br />
31. الدعاء عند المشعر الحرام<br />
32. دعاء الوالد لولده وعلى ولده<br />
33. دعاء المسافر<br />
34. دعاء المضطرِّ<br />
35. الدعاء بعد رمي الجمرة الصغرى<br />
36. الدعاء بعد رمي الجمرة الوسطى<br />
37. الدعاء داخل الكعبة ومن صلى داخل الحجر فهو من البيت<br />
38. دعاء المسلم لأخيه المسلم بظهر الغيب<br />
39. دعاء يوم عرفة في عرفة<br />
<br />
الدعاء المتواتر من القرآن الكريم<br />
Do’a-do’a Mutawatir yang bersumber dari al-Qur’an al-karim<br />
<br />
1. Dalam Surat Thoha ayat 25-28<br />
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي * وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي * وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي * يَفْقَهُوا قَوْلِي}]<br />
2. Dalam Surat al-Qoshos ayat 16<br />
رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي}] <br />
3. Dalam Surat al Imron ayat 53<br />
رَبَّنَا ءامَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ}] <br />
4. Dalam Surat al-Baqoroh ayat 201<br />
رَبَّنَا ءاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ}] <br />
5. Dalam Surat al-Baqoroh ayat 285<br />
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ}]<br />
6. Dalam Surat al-Baqoroh ayat 286<br />
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ<br />
7. Dalam Surat at Taubah ayat 129<br />
حَسْبِي اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ}] <br />
8. Dalam Surat al-Qoshos ayat 22<br />
عسى ربي أن يهديني سواء السبيل}]<br />
9. Dalam Surat al-Qoshos ayat 21<br />
رَبِّ نَجِّنِي مِنْ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}] <br />
10. Dalam Surat al-A’rof ayat 23<br />
{رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ}<br />
11. Dalam Surat Huud ayat 47<br />
رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنْ الْخَاسِرِينَ <br />
12. Dalam Surat al-Mu’minun ayat 109<br />
رَبَّنَا ءامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ <br />
13. Dalam Surat al-Furqoon ayat 65<br />
رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا * إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا <br />
14. Dalam Surat al-Furqon ayat 74<br />
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا<br />
15. Dalam Surat Nuh ayat 28<br />
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِي مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ<br />
16. Dalam Surat al-Baqoroh ayat 127-128<br />
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ <br />
17. Dalam Surat Ibrohim ayat 40<br />
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء<br />
18. Dalam Surat al-Maidah ayat 83<br />
رَبَّنَا ءامَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ<br />
19. Dalam Surat Ibrohim ayat 35<br />
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ<br />
20. Dalam Surat al-Qoshos ayat 24<br />
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ <br />
21. Dalam Surat al-Mumtahanah ayat 4<br />
رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ<br />
22. Dalam Surat al-Anbiya’ ayat 89<br />
رَبِّ لا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ<br />
23. Dalam Surat al-Anbiya’ ayat 87<br />
لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنْ الظَّالِمِينَ<br />
24. Dalam Surat Yunus ayat 85-86<br />
رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ * وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنْ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ<br />
25. Dalam Surat ali Imron ayat 147<br />
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ <br />
26. Dalam Surat al-Mu’minun ayat 118<br />
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ<br />
27. Dalam Surat ali Imron ayat 8<br />
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ<br />
28. Dalam Surat ali-Imron ayat 191-194<br />
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ * رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلْ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ * رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأَبْرَارِ * رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ <br />
29. Dalam Surat al-Ahqof ayat 15<br />
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنْ الْمُسْلِمِينَ<br />
30. Dalam Surat al-Hasyr ayat 10<br />
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ <br />
31. Dalam Surat al-Kahfi ayat 10<br />
رَبَّنَا ءاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا<br />
32. Dalam Surat Thoha ayat 114<br />
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا <br />
33. Dalam Surat al-Mukminun ayat 97-98<br />
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ * وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ<br />
34. Dalam Surat Ibrohim ayat 41<br />
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ<br />
35. Dalam Surat as-Su’aro’ ayat 83-85<br />
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ * وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الآخِرِينَ * وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ،وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ <br />
36. Dalam Surat as-Shooffat ayat 100<br />
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ الصَّالِحِينَ<br />
37. Dalam Surat at-Tahrim ayat 8<br />
رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ<br />
38. Dalam Surat ali Imron ayat 16<br />
رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ<br />
39. Dalam Surat al-‘Ankabut ayat 30<br />
رَبِّ انصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ<br />
40. Dalam Surat al-A’rof ayat 47<br />
رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ<br />
41. Dalam Surat al-Mumtahanah ayat 5<br />
رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ<br />
42. Dalam Surat an-Naml ayat 19<br />
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ<br />
43. Dalam Surat ali Imron ayat 38<br />
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ<br />
آداب الدعاء وأسباب الإجابة<br />
Adab-adab berdo’a dan Sebab-sebab do’a terkabulkan<br />
1. الإخلاص لله<br />
2. أن يبدأ بحمد الله والثناء عليه ثم بالصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ويختم بذلك<br />
3. حضور القلب في الدعاء<br />
4. الدعاء في الرخاء والشدة<br />
5. لا يسأل إِلا الله وحده<br />
6. الاعتراف بالذنب والاستغفار منه والاعتراف بالنعمة وشكر الله عليها<br />
7. عدم تكلف السجع في الدعاء<br />
8. الدعاء ثلاثاً<br />
9. استقبال القبلة<br />
10. الجزم في الدعاء واليقين بالإجابة<br />
11. الإلحاح في الدعاء وعدم الاستعجال<br />
12. رفع الأيدي في الدعاء<br />
13. التضرع والخشوع والرغبة والرهبة<br />
14. ردُّ المظالم مع التوبة<br />
15. عدم الدعاء على الأهل، والمال، والولد، والنفس<br />
16. خفض الصوت بالدعاء بين المخافتة والجهر<br />
17. أن يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر<br />
18. الابتعاد عن جميع المعاصي<br />
19. أن يكون المطعم والمشرب والملبس من حلالٍ<br />
20. لا يدعو بإِثمٍ أو قطيعة رحمٍ<br />
21. أن يبدأ الداعي بنفسه إذا دعا لغيره. (قد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه بدأ بنفسه بالدعاء وثبت أيضاً أنه لم يبدأ بنفسه ،كدعائه لأنس، وابن عباس، وأم إسماعيل، وغيرهم) <br />
22. بأن يتوسل إلى الله بأسمائه الحسنى وصفاته العُلى،أو بعملٍ صالحٍ قام به الداعي نفسه، أو بدعاء رجلٍ صالحٍ حيٍّ حاضر له<br />
23. الوضوء قبل الدعاء إن تيسر<br />
24. أن لا يعتدي في الدعاء<br />
ألأدعية اليومية<br />
Do’a-do’a keseharian<br />
دعاء الاستيقاظ من النوم<br />
"الحَمْدُ لله الذِي أحْيَانا بَعْدَمَا أمَاتَنَا وإلَيْهِ النَشُور" <br />
دعاء لبس الثوب<br />
"الحَمْدُ لله الذِي كَساني هذا ورَزَقَنِيه مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنّي ولا قُوةٍ " <br />
دعاء لبس الثوب الجديد:<br />
"اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أَنْتَ كَسَوتَنِيه أسْألك مِنْ خَيرِهِ وخَيْرَ ما صُنع لَهُ، وأعُوذُ بِكَ مِنْ شرِّه وشَرَّ ما صُنِعَ لَهُ".<br />
دعاء عند وضع الثوب<br />
"بِسم الله".<br />
أذكار الطعام<br />
"بِسم الله، فإن نسي في أوله فليقل: بِسمِ الله في أوله وآخره".<br />
"اللهم بارك لنا فيه وأطعمنا خيراً منه" <br />
دعاء عند الفراغ من الطعام<br />
" الحمد لله الذي أطعمني هذا الطعام وزرقنيه من غير حول مني ولا قوة "<br />
"الحمدُ لله الذي أَطعَمَ وسَقَى وسَوَّغّهُ وجَعَل لَهُ مَخْرَجاً". <br />
دعاء دخول الخلاء<br />
{بسم الله}، اللهُمَّ إنّي أعُوذُ بِكَ مِنَ الخُبْثِ والخبائِثِ".<br />
دعاء الخروج من الخلاء:<br />
"غُفْرانَكَ".<br />
دعاء عند الخروج من المنزل<br />
"اللهُمَ إني أعُوذُ بِكَ أن أَضلَّ أوْ أُضَلَّ أَوْ أزلَّ، أو أُزلَّ، أوْ أظلِم أوْ أُظْلَم، أوْ أَجْهَلَ أوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ". <br />
"بسم الله، توكَّلْتُ على الله، لا حَوْلَ ولا قُوةَ إلا بالله، يُقالُ لهُ: كُفيتَ ووُقيتَ، وتَنَحَّى عَنهُ الشيطانُ".<br />
دعاء الركوب<br />
{سبحان الذي سخر لنا هذا وما كنَّا له مقرنين وإنا إلى ربنا لمنقلبون}. <br />
الحمد لله الحمد لله الحمد لله الله اكبر الله اكبر الله اكبر سبحانك إني ظلمت نفسي فاغفر لي، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت. <br />
دعاء السفر<br />
"الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، سبحان الذي سخَّر لنا هذا وما كُنَّا له مقرنين وإنا إلى ربنا لمنقلبون. اللهم إنا نسألُكَ في سفرنا هذا البرَّ والتقوى، ومن العمل ما ترضى، اللهم هون علينا سفرنا هذا واطو عنا بعده، اللهم أنت الصاحب في السفر، والخليفة في الأهل، اللهم إني أعوذ بك من وعْثاءِ السفر، وكآبة المنظر وسوء المنقلب في المال والأهل" وإذا رجع قالهن وزاد فيهن "آيبون، تائبون، عابدون، لربنا حامدون".<br />
دعاء المسافر للمقيم<br />
"أستودعُكَ الله الذي لا تضيع ودائعه".<br />
الدعاء إذا نزل منزلا في سفر أو غيره<br />
"أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق" <br />
أذكار النوم <br />
"اللهم باسمِكَ أحيا وباسمك أموت".<br />
أذكار الصباح والمساء<br />
آية الكرسي: "الله لا إله إلا هو الحي القيوم... الآية".<br />
الذكر قبل الوضوء<br />
"بسم الله" <br />
دعاء بعد الوضوء<br />
"أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين" <br />
دعاء عند سماع المؤذن:<br />
يقول مثل ما يقول المؤذن إلا في "حي على الصلاة ، وحي على الفلاح" فيبدلها بـ"لا حول ولا قوة إلا بالله". <br />
دعاء بعد الأذان<br />
"اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة آت محمداً الوسيلة والفضيلة وأبعثه مقاماً محموداً الذي وعدته " <br />
دعاء عند الذهاب إلى المسجد<br />
اللهم اجعل قلبي نوراً ، وفي لساني نوراً ، واجعل في سمعي نوراً ، واجعل في بصري نوراً ، واجعل في خلفي نوراً ، ومن أمامي نوراً ، واجعل من فوقي نوراً ومن تحتي نوراً ، اللهم أعطني نوراً ".<br />
دعاء عند دخول المسجد<br />
" بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله ، اللهم اغفر لي ذنوبي "<br />
" أعوذ بالله العظيم وبوجهه الكريم وسلطانه القديم من الشيطان الرجيم " <br />
دعاء عند الخروج من المسجد<br />
" بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله ، اللهم اغفر لي ذنوبي "<br />
أدعية استفتاح الصلاة:<br />
"اللهم باعد بيني وبين خطاياي كما باعدت بين المشرق والمغرب ، اللهم نقني من خطاياي كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس اللهم اغسلني من خطاياي بالماء والثلج والبرد " <br />
"الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكره وأصيلا اني وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفاً وما أنا من المشركين ، إن صلاتي ونُسُكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين ، لا شريك له وبذلك أمرت وأنا من المسلمين اللهم " <br />
دعاء سجود التلاوة<br />
" سجد وجهي للذي خلقه ، وشق سمعه وبصره بحوله وقوته "<br />
دعاء بعد التشهد الأخير وقبل السلام<br />
" اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر ، وأعوذ بك من فتنة المسيح الدجال ، وأعوذ بك من فتنة المحيا وفتنة الممات ، اللهم إني أعوذ بك من المأثم والمغرم "<br />
دعاء عند دخول السوق<br />
" لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد ، يُحيي ويُميت ، وهو حي لا يموت ، بيده الخير وهو على كل شئ قدير ".<br />
دعاء من أصابته مصيبة<br />
" إنا لله وإنا إليه راجعون ، اللهم أجرني في مصيبتي واخلف لي خيراً منها "<br />
دعاء الغضب<br />
" أعوذ بالله من الشيطان الرجيم "<br />
إذا خاف قوماً أو سلطاناً<br />
"اللهم إنَّا نجعلُك في نحورهم، ونعوذ بك من شرورهم".<br />
الدعاء عند لقاء العدو<br />
"اللهم أنت عضدي وأنت نصيري وبك أُقاتل". <br />
دعاء القنوت<br />
" اللهم اهدني فيمن هديت ، وعافني فيمن عافيت ، وتولني فيمن توليت ، وبارك لي فيما أعطيت ، وقني شر ما قضيت ، فإنك تقضي ولا يقضى عليك ، إنه لا يذل من واليت ، تباركت ربنا وتعاليت "<br />
دعاء ليلة القدر<br />
" اللهم إنك عفو تُحب العفو فاعف عني ". <br />
دعاء الأضحية: <br />
" بسم الله ، اللهم تقبل من محمد ، وآل حمد ، ومن أمة محمد ". <br />
الدعاء قبل الجماع<br />
" بسم الله ، اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا ، فإنه يقدر بينهما ولد في ذلك لم يضره شيطان أبداً ". <br />
عند إدخال الميت القبر<br />
" بسم الله وبالله ، وعلى ملة رسول الله ( أو على سُنة رسول الله )<br />
دعاء زيارة القبور<br />
" السلام عليكم أهل الديار ، من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المُستقدمين منا والمستأخرين وإنا ، أن شاء الله بكم للاحقون ".<br />
دعاء التعزية<br />
" إن لله ما أخذ وله ما أعطى . وكل شئ عنده بأجل مُسمى ...فلتصبر ولتحتسب ".<br />
دعاء الريح إذا هاجت<br />
" اللهم إني أسألك خيرها ، وخير ما فيها ، وخير ما أُرسلت به ، وأعوذ بك من شرها وشر ما فيها وشر ما أرسلت به ".<br />
الدعاء عند نزول المطر<br />
" اللهم صيباً نافعاً ".<br />
الدعاء عند سماع الرعد<br />
" سبحان الذي يُسبح الرعد بحمده والملائكة من خيفته "<br />
دعاء الاستسقاء<br />
" اللهم أغثنا ، اللهم أغثنا اللهم أغثنا ".<br />
" اللهم اسقنا غيثاً مغيثاً مريئاً نافعاً غير ضار ، عاجلاً غير آجل "pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-63158952653923290312012-03-18T18:51:00.003-07:002012-03-18T18:51:31.978-07:00TERJEMAH BULUGHUL MAROM1. Kitab Thaharah<br />
<br />
Hadits ke-1<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya. <br />
Hadits ke-2<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya (hakekat) air adalah suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya." Dikeluarkan oleh Imam Tiga dan dinilai shahih oleh Ahmad.<br />
Hadits ke-3<br />
Dari Abu Umamah al-Bahily Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah bau, rasa atau warnanya." Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan dianggap lemah oleh Ibnu Hatim.<br />
Hadits ke-4<br />
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: "Air itu suci dan mensucikan kecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan suatu najis yang masuk di dalamnya."<br />
Hadits ke-5<br />
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika banyaknya air telah mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz hadits: "Tidak najis". Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban.<br />
Hadits ke-6<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu mandi dalam air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub." Dikeluarkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-7<br />
Menurut Riwayat Imam Bukhari: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu kencing dalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi di dalamnya."<br />
Hadits ke-8<br />
Menurut riwayat Muslim dan Abu Dawud: "Dan janganlah seseorang mandi junub di dalamnya." <br />
Hadits ke-9<br />
Seorang laki-laki yang bersahabat dengan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang perempuan mandi dari sisa air laki-laki atau laki-laki dari sisa air perempuan, namun hendaklah keduanya menyiduk (mengambil) air bersama-sama. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan sanadnya benar.<br />
Hadits ke-10<br />
Dari Ibnu Abbas r.a: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mandi dari air sisa Maimunah r.a. Diriwayatkan oleh Imam Muslim. <br />
Hadits ke-11<br />
Menurut para pengarang kitab Sunan: Sebagian istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mandi dalam satu tempat air, lalu Nabi datang hendak mandi dengan air itu, maka berkatalah istrinya: Sesungguhnya aku sedang junub. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu tidak menjadi junub." Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-12<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah." Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: "Hendaklah ia membuang air itu." Menurut riwayat Tirmidzi: "Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah).<br />
Hadits ke-13<br />
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda perihal kucing -bahwa kucing itu tidaklah najis, ia adalah termasuk hewan berkeliaran di sekitarmu. Diriwayatkan oleh Imam Empat dan dianggap shahih oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-14<br />
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: "Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-15<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah adalah hati dan jantung." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dan di dalam sanadnya ada kelemahan.<br />
Hadits ke-16<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kamu maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah, sebab ada salah satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya ada obat penawar." Dikeluarkan oleh Bukhari dan Abu Dawud dengan tambahan: "Dan hendaknya ia waspada dengan sayap yang ada penyakitnya." <br />
Hadits ke-17<br />
Dari Abu Waqid Al-Laitsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Anggota yang terputus dari binatang yang masih hidup adalah termasuk bangkai." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan beliau menyatakannya shahih. Lafadz hadits ini menurut Tirmidzi.<br />
Hadits ke-18<br />
Dari Hudzaifah Ibnu Al-Yamani Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kamu minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat dari keduanya, karena barang-barang itu untuk mereka di dunia sedang untukmu di akhirat." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-19<br />
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang minum dengan bejana dari perak sungguh ia hanyalah memasukkan api jahannam ke dalam perutnya." Muttafaq Alaih. <br />
Hadits ke-20<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika kulit binatang telah disamak maka ia menjadi suci." Diriwayatkan oleh Muslim<br />
Hadits ke-21<br />
Menurut riwayat Imam Empat: "Kulit binatang apapun yang telah disamak (ia menjadi suci)." <br />
Hadits ke-22<br />
Dari Salamah Ibnu al-Muhabbiq Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Menyamak kulit bangkai adalah mensucikannya." Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.<br />
Hadits ke-23<br />
Maimunah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang. Beliau bersabda: "Alangkah baiknya jika engkau mengambil kulitnya." Mereka berkata: "Ia benar-benar telah mati." Beliau bersabda: "Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.<br />
Hadits ke-24<br />
Abu Tsa'labah al-Khusny berkata: "Saya bertanya, wahai Rasulullah, kami tinggal di daerah Ahlul Kitab, bolehkah kami makan dengan bejana mereka?" Beliau menjawab: "Janganlah engkau makan dengan bejana mereka kecuali jika engkau tidak mendapatkan yang lain. Oleh karena itu bersihkanlah dahulu dan makanlah dengan bejana tersebut." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-25<br />
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya berwudlu di mazadah (tempat air yang terbuat dari kulit binatang) milik seorang perempuan musyrik. Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.<br />
Hadits ke-26<br />
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa bejana Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam retak, lalu beliau menambal tempat yang retak itu dengan pengikat dari perak. Diriwayatkan oleh Bukhari.<br />
Hadits ke-27<br />
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang khamar (minuman memabukkan) yang dijadikan cuka. Beliau bersabda: "Tidak boleh." Riwayat Muslim dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi hadits ini hasan dan shahih.<br />
Hadits ke-28<br />
Darinya (Anas Ibnu Malik r.a), dia berkata: "Ketika hari perang Khaibar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan Abu Thalhah, kemudian beliau berseru: "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang engkau sekalian memakan daging keledai negeri (bukan yang liar) karena ia kotor." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-29<br />
Amru Ibnu Kharijah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi saw berkhotbah pada waktu kami di Mina sedang beliau di atas binatang kendaraannya, dan air liur binatang tersebut mengalir di atas pundakku. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, dan dinilainya hadits shahih.<br />
Hadits ke-30<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mencuci pakaian bekas kami, lalu keluar untuk menunaikan shalat dengan pakaian tersebut, dan saya masih melihat bekas cucian itu. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-31<br />
Dalam Hadits riwayat Muslim: Aku benar-benar pernah menggosoknya (bekas mani) dari pakaian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, kemudian beliau sholat dengan pakaian tersebut.<br />
Hadits ke-32<br />
Dalam Lafadz lain hadits riwayat Muslim: Aku benar-benar pernah mengerik mani kering dengan kukuku dari pakaian beliau.<br />
Hadits ke-33<br />
Dari Abu Samah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i. Oleh Hakim hadits ini dinilai shahih.<br />
Hadits ke-34<br />
Dari Asma binti Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian: "Engkau kikis, engkau gosok dengan air lalu siramlah, baru kemudian engkau boleh sholat dengan pakaian itu." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-35<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Khaulah bertanya, wahai Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang? Beliau menjawab: "Engkau cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa bagimu." Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah.<br />
Hadits ke-36<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: "Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya aku perintahkan mereka bersiwak (menggosok gigi dengan kayu aurok) pada setiap kali wudlu." Dikeluarkan oleh Malik, Ahmad dan Nasa'i. Oleh Ibnu Khuzaimah dinilai sebagai hadits shahih, sedang Bukhari menganggapnya sebagai hadits muallaq.<br />
Hadits ke-37<br />
Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar, kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-38<br />
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, dia berkata: Beliau mengusap kepalanya satu kali. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Tirmidzi dan Nasa'i juga meriwayatkannya dengan sanad yang shahih, bahkan Tirmidzi menyatakan bahwa ini adalah hadits yang paling shahih pada bab tersebut.<br />
Hadits ke-39<br />
Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari muka ke belakang dan dari belakang ke muka. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-40<br />
Lafadz lain dalam riwayat Bukhari - Muslim disebutkan: Beliau mulai dari bagian depan kepalanya sehingga mengusapkan kedua tangannya sampai pada tengkuknya, lalu mengembalikan kedua tangannya ke bagian semula<br />
Hadits ke-41<br />
Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu, ia berkata: Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.<br />
Hadits ke-42<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidur maka hendaklah ia menghisap air ke dalam hidungnya tiga kali dan menghembuskannya keluar karena setan tidur di dalam rongga hidung itu." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-43<br />
Dari dia pula: "Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah ia langsung memasukkan tangannya ke dalam tempat air sebelum mencucinya tiga kali terlebih dahulu, sebab ia tidak mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh tangannya pada waktu malam." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-44<br />
Laqith Ibnu Shabirah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sempurnakanlah dalam berwudlu, usaplah sela-sela jari, dan isaplah air ke dalam hidung dalam-dalam kecuali jika engkau sedang berpuasa." Riwayat Imam Empat dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-45<br />
Menurut riwayat Abu Dawud: "Jika engkau berwudlu berkumurlah." <br />
Hadits ke-46<br />
Dari Utsman Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyela-nyelai jenggotnya dalam berwudlu. Dikeluarkan oleh Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-47<br />
Abdullah ibnu Zaid berkata: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah diberi air sebanyak dua pertiga mud, lalu beliau gunakan untuk menggosok kedua tangannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-48<br />
Dari dia pula: bahwa dia pernah melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengambil air untuk mengusap kedua telinganya selain air yang beliau ambil untuk mengusap kepalanya. Dikeluarkan oleh Baihaqi. Menurut riwayat Muslim disebutkan: Beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari yang digunakan untuk mengusap kedua tangannya. Inilah yang mahfudh.<br />
Hadits ke-49<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dalam keadaan wajah dan tangan yang berkilauan dari bekas wudlu. Maka barangsiapa di antara kamu yang dapat memperpanjang kilauannya hendaklah ia mengerjakannya. Muttafaq Alaihi, menurut riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-50<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam suka mendahulukan yang kanan dalam bersandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam segala hal. Muttafaq Alaihi<br />
Hadits ke-51<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu sekalian berwudlu maka mulailah dengan bagian-bagian anggotamu yang kanan." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-52<br />
Dari Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu, lalu beliau mengusap ubun-ubunnya, bagian atas sorbannya, dan kedua sepatunya. Dikeluarkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-53<br />
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu tentang cara haji Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mulailah dengan apa yang telah dimulai oleh Allah." Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan kalimat perintah, sedang Muslim meriwayatkannya dengan kalimat berita.<br />
Hadits ke-54<br />
Dia berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika berwudlu mengalirkan air pada kedua siku-sikunya. Dikeluarkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah.<br />
Hadits ke-55<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidaklah sah wudlu seseorang yang tidak menyebut nama Allah." Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.<br />
Hadits ke-56<br />
Dalam hadits serupa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Said Ibnu Zaid dan Abu Said, Ahmad berkata: Tidak dapat ditetapkan suatu hukum apapun berdasarkan hadits itu.<br />
Hadits ke-57<br />
Dari Thalhah Ibnu Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memisahkan antara berkumur dan hirup air melalui hidung. Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah.<br />
Hadits ke-58<br />
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara wudlu: Kemudian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkumur dan menghisap air melalui hidung dengan telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.<br />
Hadits ke-59<br />
Dari Abdullah Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu: Kemudian beliau memasukkan tangannya, lalu berkumur, dan menghisap air melalui hidung satu tangan. Beliau melakukannya tiga kali. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-60<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat seorang laki-laki yang pada telapak kakinya ada bagian sebesar kuku yang belum terkena air, maka beliau bersabda: "Kembalilah, lalu sempurnakan wudlumu." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.<br />
Hadits ke-61<br />
Dari Anas r.a, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu dengan satu mud air dan mandi dengan satu sho' hingg lima mud air. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-62<br />
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tiada seorang pun di antara kamu yang berwudlu dengan sempurna, kemudian berdo'a: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan utusanNya,-kecuali telah dibukakan baginya pintu syurga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki." Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dengan tambahan (doa): "Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri." <br />
Hadits ke-63<br />
Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau berwudlu aku membungkuk untuk melepas kedua sepatunya, lalu beliau bersabda: "Biarkanlah keduanya, sebab aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannya." Kemudian beliau mengusap bagian atas keduanya. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-64<br />
Menurut riwayat Imam Empat kecuali Nasa'i: bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap sepatu bagian atas dan bawahnya. Dalam sanad hadits ini ada kelemahan.<br />
Hadits ke-65<br />
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Jikalau agama itu cukup dengan pikiran maka bagian bawah sepatu lebih utama untuk diusap daripada bagian atas. Aku benar-benar melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap punggung kedua sepatunya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang baik. <br />
Hadits ke-66<br />
Shafwan Ibnu Assal berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menyuruh kami jika kami sedang bepergian untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam lantaran buang air besar, kencing, dan tidur kecuali karena jinabat. Dikeluarkan oleh Nasa'i, Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah. Lafadz menurut Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-67<br />
Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menetapkan tiga hari tiga malam untuk musafir (orang yang bepergian) dan sehari semalam untuk orang yang menetap --yakni dalam hal mengusap kedua sepatu. Riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-68<br />
Tsauban Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengirim pasukan tentara, beliau memerintahkan mereka agar mengusap ashoib --yaitu sorban-sorban dan tasakhin-- yakni sepatu. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim.<br />
Hadits ke-69<br />
Dari Umar Radliyallaahu 'anhu secara mauquf dan dari Anas Radliyallaahu 'anhu secara marfu': "Apabila seseorang di antara kamu berwudlu sedang dia bersepatu maka hendaknya ia mengusap bagian atas keduanya dan sholat dengan mengenakannya tanpa melepasnya jika ia menghendaki kecuali karena jinabat." Diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim. Hadits shahih menurut Hakim.<br />
Hadits ke-70<br />
Melalui Abu Bakrah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Bahwa beliau memberikan kemudahan bagi musafir tiga hari tiga malam dan bagi mukim (orang yang menetap) sehari semalam, apabila ia telah bersuci dan memakai kedua sepatunya maka ia cukup mengusap bagian atasnya." Diriwayatkan oleh Daruquthni dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-71<br />
Dari Ubay Ibnu Imarah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya: Ya Rasulullah, bolehkah aku mengusap kedua sepatuku? Rasul menjawab: "ya, boleh." Ia bertanya: dua hari? Rasul menjawab: "ya, boleh." Ia bertanya lagi: tiga hari? Rasul menjawab: "ya, boleh sekehendakmu." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan menyatakan bahwa hadits ini tidak kuat.<br />
Hadits ke-72<br />
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: pernah para shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada jamannya menunggu waktu isya' sampai kepala mereka terangguk-angguk (karena kantuk), kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu. Dikeluarkan oleh Abu Dawud, shahih menurut Daruquthni dan berasal dari riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-73<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Fathimah binti Abu Hubaisy datang ke hadapan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, sungguh, aku ini perempuan yang selalu keluar darah (istihadlah) dan tidak pernah suci, bolehkah aku meninggalkan shalat? Rasul menjawab: "Tidak boleh, itu hanya penyakit dan bukan darah haid. Apabila haidmu datang tinggalkanlah shalat dan apabila ia berhenti maka bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi) lalu shalatlah." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-74<br />
Menurut Riwayat Bukhari: "Kemudian berwudlulah pada setiap kali hendak shalat." Imam Muslim memberikan isyarat bahwa kalimat tersebut sengaja dibuang oleh Bukhari.<br />
Hadits ke-75<br />
Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, maka aku suruh Miqdad untuk menanyakan hal itu pada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan bertanyalah ia pada beliau. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Dalam masalah itu wajib berwudlu." Muttafaq Alaihi, lafadznya menurut riwayat Bukhari.<br />
Hadits ke-76<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudlu dahulu. Diriwayatkan oleh Ahmad dan dinilai lemah oleh Bukhari.<br />
Hadits ke-77<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian dia ragu-ragu apakah dia mengeluarkan sesuatu (kentut) atau tidak, maka janganlah sekali-kali ia keluar dari masjid kecuali ia mendengar suara atau mencium baunya." Dikeluarkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-78<br />
Thalq Ibnu Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Seorang laki-laki berkata: saya menyentuh kemaluanku, atau ia berkata: seseorang laki-laki menyentuh kemaluannya pada waktu shalat, apakah ia wajib berwudlu? Nabi menjawab: "Tidak, karena ia hanya sepotong daging dari tubuhmu." Dikeluarkan oleh Imam Lima dan shahih menurut Ibnu Hibban. Ibnul Madiny berkata: Hadits ini lebih baik daripada hadits Busrah.<br />
Hadits ke-79<br />
Dari Busrah binti Shofwan Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudlu." Dikeluarkan oleh Imam Lima dan hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban. Imam Bukhari menyatakan bahwa ia adalah hadits yang paling shahih dalam bab ini.<br />
Hadits ke-80<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah dari hidung (mimisan) atau mengeluarkan dahak atau mengeluarkan madzi maka hendaklah ia berwudlu lalu meneruskan sisa shalatnya, namun selama itu ia tidak berbicara." Diriwayatkan oleh Ibnu Majah namun dianggap lemah oleh Ahmad dan lain-lain.<br />
Hadits ke-81<br />
Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah aku harus berwudlu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab: "Jika engkau mau." Orang itu bertanya lagi: Apakah aku harus berwudlu setelah memakan daging unta? Beliau menjawab: "Ya." Diriwayatkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-82<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memandikan mayyit hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang membawanya hendaknya ia berwudlu." Dikeluarkan oleh Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan hadits ini hasan, sedang Ahmad berkata: tak ada sesuatu yang shahih dalam bab ini.<br />
Hadits ke-83<br />
Dari Abdullah Ibnu Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dalam surat yang ditulis Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk Amr Ibnu Hazm terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci. Diriwayatkan oleh Malik dan mursal, Nasa'i dan Ibnu Hibban meriwayatkannya dengan maushul. hadits ini ma'lul.<br />
Hadits ke-84<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap saat. Diriwayatkan oleh Muslim dan dita'liq oleh Bukhari.<br />
Hadits ke-85<br />
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berbekam lalu shalat tanpa berwudlu. Hadits dikeluarkan dan dilemahkan oleh Daruquthni.<br />
Hadits ke-86<br />
Dari Muawiyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mata adalah tali pengikat dubur, maka apabila kedua mata telah tidur lepaslah tali pengikat itu." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani. <br />
Hadits ke-87<br />
Ia menambahkan: "Dan barangsiapa tidur hendaknya ia berwudlu." Tambahan dalam hadits ini menurut Abu Dawud dari hadits Ali Radliyallaahu 'anhu tanpa sabda beliau: "Lepaslah tali pengikat itu." Dalam kedua sanad ini ada kelemahan. <br />
Hadits ke-88<br />
Menurut Riwayat Abu Dawud juga dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dengan hadits marfu': "Wudlu itu hanya wajib bagi orang-orang yang tidur berbaring." Dalam sanadnya juga ada kelemahan. <br />
Hadits ke-89<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setan itu akan mendatangi seseorang di antara kamu pada saat dia shalat, lalu meniup pada duburnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah kentut padahal ia tidak kentut. Jika ia mengalami hal itu maka janganlah ia membatalkan shalat sampai ia mendengar suara atau mencium baunya." Dikeluarkan oleh al-Bazzar.<br />
Hadits ke-90<br />
Hadits tersebut berasal dari shahih Bukhari-Muslim dari hadits Abdullah Ibnu Zaid. <br />
Hadits ke-81<br />
Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah aku harus berwudlu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab: "Jika engkau mau." Orang itu bertanya lagi: Apakah aku harus berwudlu setelah memakan daging unta? Beliau menjawab: "Ya." Diriwayatkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-82<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memandikan mayyit hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang membawanya hendaknya ia berwudlu." Dikeluarkan oleh Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan hadits ini hasan, sedang Ahmad berkata: tak ada sesuatu yang shahih dalam bab ini.<br />
Hadits ke-83<br />
Dari Abdullah Ibnu Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dalam surat yang ditulis Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk Amr Ibnu Hazm terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci. Diriwayatkan oleh Malik dan mursal, Nasa'i dan Ibnu Hibban meriwayatkannya dengan maushul. hadits ini ma'lul.<br />
Hadits ke-84<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap saat. Diriwayatkan oleh Muslim dan dita'liq oleh Bukhari.<br />
Hadits ke-85<br />
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berbekam lalu shalat tanpa berwudlu. Hadits dikeluarkan dan dilemahkan oleh Daruquthni.<br />
Hadits ke-86<br />
Dari Muawiyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mata adalah tali pengikat dubur, maka apabila kedua mata telah tidur lepaslah tali pengikat itu." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani. <br />
Hadits ke-87<br />
Ia menambahkan: "Dan barangsiapa tidur hendaknya ia berwudlu." Tambahan dalam hadits ini menurut Abu Dawud dari hadits Ali Radliyallaahu 'anhu tanpa sabda beliau: "Lepaslah tali pengikat itu." Dalam kedua sanad ini ada kelemahan.<br />
Hadits ke-88<br />
Menurut Riwayat Abu Dawud juga dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dengan hadits marfu': "Wudlu itu hanya wajib bagi orang-orang yang tidur berbaring." Dalam sanadnya juga ada kelemahan.<br />
Hadits ke-89<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setan itu akan mendatangi seseorang di antara kamu pada saat dia shalat, lalu meniup pada duburnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah kentut padahal ia tidak kentut. Jika ia mengalami hal itu maka janganlah ia membatalkan shalat sampai ia mendengar suara atau mencium baunya." Dikeluarkan oleh al-Bazzar.<br />
Hadits ke-90<br />
Hadits tersebut berasal dari shahih Bukhari-Muslim dari hadits Abdullah Ibnu Zaid. <br />
Hadits ke-91<br />
Hadits serupa juga terdapat dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah.<br />
Hadits ke-92<br />
Menurut Hakim dari Abu Said dalam hadits marfu' : "Apabila setan datang kepada seseorang di antara kamu lalu berkata: Sesungguhnya engkau telah berhadats, hendaknya ia menjawab: Engkau bohong." Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dengan lafadz: "Hendaknya ia mengatakan dalam hatinya sendiri." <br />
Hadits ke-93<br />
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus (WC), beliau menanggalkan cincinnya. Diriwayatkan oleh Imam Empat tetapi dianggap ma'lul. <br />
Hadits ke-94<br />
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus beliau berdo'a: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hal-hal yang keji dan kotor." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh.<br />
Hadits ke-95<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke kakus, lalu aku dan seorang pemuda yang sebaya denganku membawakan bejana berisi air dan sebatang tongkat, kemudian beliau bersuci dengan air tersebut. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-96<br />
Dari Al-Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padaku: "Ambillah bejana itu." Kemudian beliau pergi hingga aku tidak melihatnya, lalu beliau buang air besar. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-97<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhkanlah dirimu dari dua perbuatan terkutuk, yaitu suka buang air di jalan umum atau suka buang air di tempat orang berteduh." Riwayat Imam Muslim.<br />
Hadits ke-98<br />
Abu Dawud menambahkan dari Muadz r.a: "Dan tempat-tempat sumber air." Lafadznya ialah: "Jauhkanlah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk yaitu buang air besar di tempat-tempat sumber air, di tengah jalan raya, dan di tempat perteduhan." <br />
Hadits ke-99<br />
Dalam riwayat Ahmad Ibnu Abbas r.a: "Atau di tempat menggenangnya air." Dalam kedua hadits di atas ada kelemahan.<br />
Hadits ke-100<br />
Imam Thabrani mengeluarkan sebuah hadits yang melarang buang air besar di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai yang mengalir. Dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-101<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila dua orang buang air besar maka hendaknya masing-masing bersembunyi dan tidak saling berbicara, sebab Allah mengutuk perbuatan yang sedemikian." Diriwayatkan oleh Ahmad, hadits shahih menurut Ibnus Sakan dan Ibnul Qathan. Hadits ini ma'lul.<br />
Hadits ke-102<br />
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing, jangan membersihkan bekas kotorannya dengan tangan kanan, dan jangan pula bernafas dalam tempat air." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-103<br />
Salman Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam benar-benar telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau kecil, atau ber-istinja' (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan, atau beristinja' dengan batu kurang dari tiga biji, atau beristinja' dengan kotoran hewan atau dengan tulang. Hadits riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-104<br />
Hadits menurut Imam Tujuh dari Abu Ayyub Al-Anshari Radliyallaahu 'anhu berbunyi: "Janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat." <br />
Hadits ke-105<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang hendak buang air hendaklah ia membuat penutup." Riwayat Abu Dawud.<br />
Hadits ke-106<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika telah keluar dari buang air besar, beliau berdo'a: "Aku mohon ampunan-Mu." Diriwayatkan oleh Imam Lima. Hadits shahih menurut Abu Hatim dan Hakim.<br />
Hadits ke-107<br />
Ibnu Mas'u d Radliyallaahu 'anhu berkata: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hendak buang air besar, lalu beliau menyuruhku untuk mengambilkan tiga biji batu, kemudian saya hanya mendapatkan dua biji dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya membawakan kotoran binatang. Beliau mengambil dua biji batu tersebut dan membuang kotoran binatang seraya bersabda: "Ini kotoran menjijikkan." Diriwayatkan oleh Bukhari. Ahmad dan Daruquthni menambahkan: "Ambilkan aku yang lain." <br />
Hadits ke-108<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk beristinja' dengan tulang atau kotoran binatang, dan bersabda: "Keduanya tidak dapat mensucikan." Riwayat Daruquthni dan hadits ini dinilai shahih.<br />
Hadits ke-109<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucikanlah dirimu dari air kencing karena kebanyakan siksa kubur itu berasal darinya." Riwayat Daruquthni.<br />
Hadits ke-110<br />
Menurut riwayat Hakim: "Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan (tidak membasuh) air kencing." Hadits ini sanadnya shahih. <br />
Hadits ke-111<br />
Suraqah Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari kami tentang cara buang air besar yaitu agar kami duduk di atas kaki kiri dan merentangkan kaki kanan. Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang lemah.<br />
Hadits ke-112<br />
Dari Isa Ibnu Yazdad dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu telah selesai buang air kecil maka hendaknya ia mengurut kemaluannya tiga kali." Riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.<br />
Hadits ke-113<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah bertanya kepada penduduk Quba, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah memuji kamu sekalian." Mereka berkata: Sesungguhnya kami selalu beristinja' dengan air setelah dengan batu. Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang lemah. Asal hadits ini ada dalam riwayat Abu Dawud.<br />
Hadits ke-114<br />
Hadits tersebut dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tanpa menyebut istinja' dengan batu.<br />
Hadits ke-115<br />
Dari Abu said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Air itu dari air." Riwayat Muslim yang berasal dari Bukhari.<br />
Hadits ke-116<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat bagian (tubuh) wanita lalu mencampurinya, maka ia telah wajib mandi." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-117<br />
Riwayat Muslim menambahkan: "Meskipun ia belum mengeluarkan (air mani)." <br />
Hadits ke-118<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang wanita yang bermimpi sebagaimana mimpinya seorang laki-laki, beliau bersabda: "Ia harus mandi." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-119<br />
Imam Muslim menambahkan: Ummu Salamah bertanya: Adakah hal ini terjadi? Nabi menjawab: "Ya, lalu darimana datangnya persamaan?" <br />
Hadits ke-120<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya mandi karena empat hal: jinabat, hari Jum'at, berbekam dan memandikan mayit. Riwayat Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-121<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah tsamamah Ibnu Utsal ketika masuk Islam, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya mandi. Riwayat Abdur Rozaq dan asalnya Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-122<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang telah bermimpi (baligh." Riwayat Imam Tujuh.<br />
Hadits ke-123<br />
Dari Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang berwudlu pada hari Jum'at berarti telah menjalankan sunnah dan sudah baik, dan barangsiapa yang mandi maka itu lebih utama." Riwayat Imam Tujuh dan dinilai hasan oleh Tirmidzi.<br />
Hadits ke-124<br />
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membaca Al-Qur'an pada kami selama beliau tidak junub. Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya dari Tirmidzi. Hadits ini shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Ibnu Hibban.<br />
Hadits ke-125<br />
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya." Hadits riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-126<br />
Hakim menambahkan: "Karena wudlu itu memberikan semangat untuk mengulanginya lagi." <br />
Hadits ke-127<br />
Menurut Imam Empat dari 'Aisyah r.a, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air. Hadits ini ma'lul.<br />
Hadits ke-128<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua tangannya, kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudlu, lalu mengambil air, kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut, lalu menyiram kepalanya tiga genggam air, kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua kakinya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.<br />
Hadits ke-129<br />
Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah: Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri, lalu menggosok tangannya pada tanah.<br />
Hadits ke-130<br />
Dalam suatu riwayat: Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah. Di akhir riwayat itu disebutkan: Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau mengeringkan air dengna tangannya.<br />
Hadits ke-131<br />
Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya, wahai Rasulullah, sungguh aku ini wanita yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat? Dalam riwayat lain disebutkan: Dan mandi dari haid? Nabi menjawab: "Tidak, tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali." Riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-132<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub." Riwayat bu Dawud dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-133<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu pula, dia berkata: Aku pernah mandi dari jinabat bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan satu tempat air, tngna kami selalu bergantian mengambil air. Muttafaq Alaihi. Ibnu Hibban menambahkan: Dan tangan kami bersentuhan.<br />
Hadits ke-134<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya di bawah setiap helai rambut terdapat jinabat. Oleh karena itu cucilah rambut dan bersihkanlah kulitnya." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, dan keduanya menganggap hadits ini lemah.<br />
Hadits ke-135<br />
Menurut Ahmad dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits serupa. Namun ada perawi yang tidak dikenal.<br />
Hadits ke-136<br />
Dari Jabir Ibnu Abdullah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepad seorang pun sebelumku, yaitu aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuhku) sejauh perjalanan sebulan; bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud (masjid) dan alat bersuci, maka siapapun menemui waktu shalat hendaklah ia segera shalat." Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-137<br />
Dan menurut Hadits Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan: "Dan debunya dijadikan bagi kami sebagai alat bersuci." <br />
Hadits ke-138<br />
Menurut Ahmad dari Ali r.a: Dan dijadikan tanah bagiku sebagai pembersih.<br />
Hadits ke-139<br />
Ammar Ibnu Yassir Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku junub dan tidak mendapatkan air, maka aku bergulingan di atas tanah seperti yang dilakukan binatang, kemudian aku mendatangi Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu padanya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "sesungguhnya engkau cukup degnan kedua belah tanganmu begini." Lalu beliau menepuk tanah sekali, kemudian mengusapkan tangan kirinya atas tangan kanannya, punggung kedua telapak tangan, dan wajahnya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.<br />
Hadits ke-140<br />
Dalam suatu riwayat Bukhari disebutkan: Beliau menepuk tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.<br />
Hadits ke-141<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tayammum itu dengan dua tepukan. Tepukan untuk muka dan tepukan untuk kedua belah tangan hingga siku-siku." Riwayat Daruquthni dan para Imam Hadits menganggapnya mauquf.<br />
Hadits ke-142<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tanah itu merupakan alat berwudlu bagi orang Islam, meskipun ia tidak menjumpai air hingga sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menggunakan air itu untuk mengusap kulitnya." Diriwayatkan oleh al-Bazzar. Shahih menurut Ibnul Qaththan dan mursal menurut Daruquthni.<br />
Hadits ke-143<br />
Menurut riwayat Tirmidzi dari Abu Dzar ada hadits serupa dengan hadits tersebut. Hadits tersebut shahih menurutnya.<br />
Hadits ke-144<br />
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada dua orang laki-laki keluar bepergian, lalu datanglah waktu shalat sedangkan mereka tidak mempunyai air, maka mereka bertayamum dengan tanah suci dan menunaikan shalat. Kemudian mereka menjumpai air pada waktu itu juga. Lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dan wudlu sedang yang lainnya tidak. Kemudian mereka menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya: "Engkau telah melakukan sesuai sunnah dan shalatmu sudah sah bagimu." Dan beliau bersabda kepada yang lainnya: "Engkau mendapatkan pahala dua kali." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i.<br />
Hadits ke-145<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu tentang firman Allah (Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan), beliau mengatakan: "Apabila seseorang mengalami luka-luka di jalan Allah atau terserang penyakit kudis lalu ia junub, tetapi dia takut akan mati jika dia mandi maka bolehlah baginya bertayammum." Riwayat Daruquthni secara mauquf, marfu' menurut al-Bazzar, dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim.<br />
Hadits ke-146<br />
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Salah satu dari pergelanganku retak. Lalu aku tanyakan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menyuruhku agar aku mengusap di atas pembalutnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang amat lemah.<br />
Hadits ke-147<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu tentang seorang laki-laki yang terluka pada kepalanya, lalu mandi dan meninggal. (Nabi bersabda: "Cukup baginya bertayammum dan membalut lukanya dengan kain kemudian mengusap di atasnya dan membasuh seluruh tubuhnya." Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah. Di dalamnya ada perbedaan pendapat tentang para perawinya.<br />
Hadits ke-148<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Termasuk sunnah Rasul adalah seseorang tidak menunaikan shalat dengan tayammum kecuali hanya untuk sekali shalat saja, kemudian dia bertayammum untuk shalat yang lain. Riwayat Daruquthni dengan sanad yang amat lemah.<br />
Hadits ke-149<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy sedang keluar darah penyakit (istihadlah). Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepadanya: "Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang telah dikenal. Jika memang darah itu yang keluar maka berhentilah dari shalat, namun jika darah yang lain berwudlulah dan shalatlah." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Abu Hatim mengingkari hadits ini.<br />
Hadits ke-150<br />
Dalam hadits Asma binti Umais menurut riwayat Abu Dawud: "Hendaklah dia duduk dalam suatu bejana air. Maka jika dia melihat warna kuning di atas permukaan air hendaknya ia mandi sekali untuk Dhuhur dan Ashar, mandi sekali untuk Maghrib dan Isya', dan mandi sekali untuk shalat subuh dan berwudlu antara waktu-waktu tersebut." <br />
Hadits ke-151<br />
Hamnah binti Jahsy berkata: Aku pernah mengeluarkan darah penyakit (istihadlah) yang banyak sekali. Maka aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda: "Itu hanya gangguan dari setan. Maka anggaplah enam atau tujuh hari sebagai masa haidmu kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih shalatlah 24 atau 23 hari, berpuasa dan shalatlah karena hal itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haid. Jika engkau kuat untuk mengakhirkan shalat dhuhur dan mengawalkan shalat Ashar (maka kerjakanlah), kemudian engkau mandi ketika suci, dan engkau shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan mengawalkan shalat Isya', lalu engkau mandi pada waktu subuh dan shalatlah." Beliau bersabda: "Inilah dua hal yang paling aku sukai." Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. Shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Bukhari.<br />
Hadits ke-152<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Ummu Habibah binti Jahsy mengadukan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang darah (istihadlah. Beliau bersabda: "Berhentilah (dari shalat) selama masa haidmu menghalangimu, kemudian mandilah." Kemudian dia mandi untuk setiap kali shalat. Diriwayatkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-153<br />
Dalam suatu riwayat milik Bukhari: "Dan berwudlulah setiap kali shalat." Hadits tersebut juga menurut riwayat Abu Dawud dan lainnya dari jalan yang lain.<br />
Hadits ke-154<br />
Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami tidak menganggap apa-apa terhadap cairah keruh dan warna kekuningan setelah suci. Riwayat Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya milik Abu Dawud.<br />
Hadits ke-155<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa orang yahudi jika ada seorang perempuan di antara mereka yang haid, mereka tidak mengajaknya makan bersama. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kerjakanlah segala sesuatu kecuali bersetubuh." Diriwayatkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-156<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menyuruh kepadaku mengenakan kain, dan aku laksanakan, lalu beliau menyentuhkan badannya kepadaku, padahal aku sedang haid. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-157<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang orang yang mencampuri istrinya ketika dia sedang haid. Beliau bersabda: "Ia harus bersedakan satu atau setengah dinar." Riwayat Imam Lima. Shahih menurut Hakim dan Ibnul Qaththan dan mauquf menurut yang lainnya. <br />
Hadits ke-158<br />
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bukankah wanita itu jika datang haid tidak boleh shalat dan berpuasa." Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.<br />
Hadits ke-159<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ketika kami telah tiba di desa Sarif (terletak di antara Mekah dan Madinah), aku datang bulan. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang haji, namun engkau jangan berthawaf di Baitullah sampai engkau suci." Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.<br />
Hadits ke-160<br />
Dari Muadz Ibnu Jabal Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang apa yang dihalalkan bagi seorang laki-laki terhadap istrinya yang sedang haid. Beliau menjawab: "Apa yang ada di atas kain." Diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Abu Dawud.<br />
Hadits ke-161<br />
Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Wanita-wanita yang sedang nifas pada masa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meninggalkan shalat selama 40 hari semenjak darah nifasnya keluar. Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i dan lafadznya dari Abu Dawud.<br />
Hadits ke-162<br />
Dalam lafadz lain menurut riwayat Abu Dawud: Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak menyuruh mereka mengqadla shalat yang mereka tinggalkan saat nifas. Hadits ini shahih menurut Hakim.<br />
<br />
________________________________________<br />
Sumber: Kitab Hadits Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Oleh : Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani.<br />
http://www.mutiara-hadits.co.nr/<br />
________________________________________<br />
.:: HaditsWeb ::.<br />
<br />
<br />
<br />
2. Kitab Shalat<br />
<br />
Hadits ke-1<br />
Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Waktu Dhuhur ialah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan tingginya selama waktu Ashar belum tiba, waktu Ashar masuk selama matahari belum menguning, waktu shalat Maghrib selama awan merah belum menghilang, waktu shalat Isya hingga tengah malam, dan waktu shalat Shubuh semenjak terbitnya fajar hingga matahari belum terbit." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-2<br />
Menurut riwayat Muslim dari hadits Buraidah tentang waktu shalat Ashar. "Dan matahari masih putih bersih." <br />
Hadits ke-3<br />
Dari hadits Abu Musa: "Dan matahari masih tinggi." <br />
Hadits ke-4<br />
Abu Barzah al-Aslamy Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah setelah usai shalat Ashar kemudian salah seorang di antara kami pulang ke rumahnya di ujung kota Madinah sedang matahari saat itu masih panas. Beliau biasanya suka mengakhirkan shalat Isya', tidak suka tidur sebelumnya dan bercakap-cakap setelahnya. Beliau juga suka melakukan shalat Shubuh di saat seseorang masih dapat mengenal orang yang duduk disampingnya, beliau biasanya membaca 60 hingga 100 ayat. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-5<br />
Menurut hadits Bukhari-Muslim dari Jabir: Adakalanya beliau melakukan shalat Isya' pada awal waktunya dan adakalanya beliau melakukannya pada akhir waktunya. Jika melihat mereka telah berkumpul beliau segera melakukannya dan jika melihat mereka terlambat beliau mengakhirkannya, sedang mengenai shalat Shubuh biasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menunaikannya pada saat masih gelap. <br />
Hadits ke-6<br />
Menurut Muslim dari hadits Abu Musa: Beliau menunaikan shalat Shubuh pada waktu fajar terbit di saat orang-orang hampir tidak mengenal satu sama lain. <br />
Hadits ke-7<br />
Rafi' Ibnu Kharij Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah shalat Maghrib bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian salah seorang di antara kami pulang dan ia masih dapat melihat tempat jatuhnya anak panah miliknya. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-8<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada suatu malam pernah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya' hingga larut malam. Kemudian beliau keluar dan shalat, dan bersabda: "Sungguh inilah waktunya jika tidak memberatkan umatku." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-9<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila panas sangat menyengat, maka tunggulah waktu dingin untuk menunaikan shalat karena panas yang menyengat itu sebagian dari hembusan neraka jahannam." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-10<br />
dari Rafi' Ibnu Khadij Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Lakukanlah shalat Shubuh pada waktu masih benar-benar Shubuh karena ia lebih besar pahalanya bagimu." Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-11<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh dan barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam maka ia telah mendapatkan shalat Ashar." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-12<br />
Menurut riwayat Muslim dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu ada hadits serupa, beliau bersabda: "Sekali sujud sebagai pengganti daripada satu rakaat." Kemudian beliau bersabda: "Sekali sujud itu adalah satu rakaat." <br />
Hadits ke-13<br />
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada shalat (sunat) setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit dan tidak ada shalat setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam." Muttafaq Alaihi. Dalam lafadz Riwayat Muslim: "Tidak ada shalat setelah shalat fajar." <br />
Hadits ke-14<br />
Dalam riwayat Muslim dari Uqbah Ibnu Amir: Tiga waktu dimana Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami melakukan shalat dan menguburkan mayit, yaitu: ketika matahari terbit hingga meninggi, ketika tengah hari hingga matahari condong ke barat, dan ketika matahari hampir terbenam. <br />
Hadits ke-15<br />
Dan hukum kedua menurut Imam Syafi'i dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang lemah ada tambahan: Kecuali hari Jum'at. <br />
Hadits ke-16<br />
Begitu juga menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Qotadah terdapat hadits yang serupa. <br />
Hadits ke-17<br />
Dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah engkau melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja, baik malam maupun siang." Riwayat Imam Lima dan shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-18<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Syafaq ialah awan merah." Riwayat Daruquthni. Shahih menurut Ibnu Khuzaimah selain menyatakannya mauquf pada Ibnu Umar. <br />
Hadits ke-19<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Fajar itu ada dua macam, yaitu fajar yang diharamkan memakan makanan dan diperbolehkan melakukan shalat dan fajar yang diharamkan melakukan shalat, yakni shalat Shubuh, dan diperbolehkan makan makanan." Riwayat Ibnu Khuzaimah dan Hakim, hadits shahih menurut keduanya. <br />
Hadits ke-20<br />
Menurut riwayat Hakim dari hadits Jabir ada hadits serupa dengan tambahan tentang fajar yang mengharamkan memakan makanan: "Fajar yang memanjang di ufuk." Dalam riwayat lain disebutkan: "Dia seperti ekor serigala." <br />
Hadits ke-21<br />
Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan yang paling mulia ialah shalat pada awal waktunya." Hadits riwayat dan shahih menurut Tirmidzi dan Hakim. Asalnya Bukhari-Muslim. <br />
Hadits ke-22<br />
Dari Abu Mahdzurah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Permulaan waktu adalah ridlo Allah, pertengahannya adalah rahmat Allah, dan akhir waktunya ampunan Allah." Dikeluarkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-23<br />
Menurut Riwayat Tirmidzi dari hadits Ibnu Umar ada hadits serupa tanpa menyebutkan waktu pertengahan. Ia juga hadits lemah. <br />
Hadits ke-24<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasululah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada shalat setelah fajar kecuali dua rakaat (Shubuh)." Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. Dalam suatu riwayat Abdur Razaq: "Tidak ada shalat setelah terbitnya fajar kecuali dua rakaat fajar." <br />
Hadits ke-25<br />
Dan hadits serupa menurut Daruquthni dari Amr Ibnul 'Ash r.a. <br />
Hadits ke-26<br />
Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam shalat Ashar lalu masuk rumahku, kemudian beliau shalat dua rakaat. Maka aku menanyakannya dan beliau menjawab: "Aku sibuk sehingga tidak sempat melakukan dua rakaat setelah Dhuhur, maka aku melakukan sekarang." Aku bertanya: Apakah kami harus melakukan qodlo' jika tidak melakukannya? Beliau bersabda: "Tidak." Dikeluarkan oleh Ahmad. <br />
Hadits ke-27<br />
Seperti hadits itu juga terdapat dalam riwayat Abu Dawud dari 'Aisyah r.a. <br />
Hadits ke-28<br />
Abdullah Ibnu Zaid Ibnu Abdi Rabbih berkata: Waktu saya tidur (saya bermimpi) ada seseorang mengelilingi saya seraya berkata: Ucapkanlah "Allahu Akbar Allahu Akbar, lalu ia mengucapkan adzan empat kali tanpa pengulangan dan mengucapkan qomat sekali kecuali "qod Qoomatish sholaat". Ia berkata: Ketika telah shubuh aku menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya ia adalah mimpi yang benar." Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-29<br />
Ahmad menambahkan pada akhir hadits tentang kisah ucapan Bilal dalam adzan Shubuh: "Shalat itu lebih baik daripada tidur." <br />
Hadits ke-30<br />
Menurut riwayat Ibnu Khuzaimah dari Anas r.a, ia berkata: Termasuk sunnah adalah bila muadzin pada waktu fajar telah membaca hayya 'alash sholaah, ia mengucapkan assholaatu khairum minan naum<br />
Hadits ke-31<br />
Dari Abu Mahdzurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarinya adzan lalu beliau menyebut tarji' (mengulangi dua kali). Dikeluarkan oleh Muslim namun ia hanya menyebutkan takbir dua kali pada permulaan adzan. Riwayat Imam Lima dengan menyebut takbir empat kali. <br />
Hadits ke-32<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Bilal diperintahkan untuk menggenapkan kalimat adzan dan mengganjilkan kalimat qomat kecuali kalimat iqomat, yakni qod qoomatish sholaah. Muttafaq Alaihi, tetapi Muslim tidak menyebut pengecualian. <br />
Hadits ke-33<br />
Menurut riwayat Nasa'i: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan Bilal (untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan qomat). <br />
Hadits ke-34<br />
Abu Juhaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah melihat Bilal adzan, dan aku perhatikan mulutnya kesana kemari (komat kamit dan dua jari-jarinya menutup kedua telinganya. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi. <br />
Hadits ke-35<br />
Menurut Ibnu Majah: Dia menjadikan dua jari-jarinya menutup kedua telinganya. <br />
Hadits ke-36<br />
Menurut Riwayat Abu Dawud: Dia menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri ketika sampai pada ucapan "hayya 'alash sholaah", dan dia tidak memutar tubuhnya. Asal hadits tersebut dari Bukhari-Muslim. <br />
Hadits ke-37<br />
Dari Abu Mahdzurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kagum dengan suaranya, kemudian beliau mengajarinya adzan. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-38<br />
Jabir Ibnu Samurah berkata: Aku shalat dua I'ed (Fitri dan Adha) bukan sekali dua kali bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, tanpa adzan dan qomat. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-39<br />
Hadits serupa juga ada dalam riwayat Muttafaq Alaihi dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dan dari yang lainnya. <br />
Hadits ke-40<br />
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu dalam hadits yang panjang tentang mereka yang meninggalkan shalat karena tidur, kemudian Bilal adzan, maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam shalat sebagaimana yang beliau lakukan setiap hari. Hadits riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-41<br />
Dalam riwayat Muslim yang lain dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tiba di kota Mudzalifah, beliau shalat Maghrib dan Isya' dengan satu adzan dan dua qomat. <br />
Hadits ke-42<br />
Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjamak shalat Maghrib dan Isya' dengan satu kali qomat. Abu Dawud menambahkan: Untuk setiap kali shalat. Dalam riwayat lain: Tidak diperintahkan adzan untuk salah satu dari dua shalat tersebut. <br />
Hadits ke-43<br />
Dari Ibnu Umar dan 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Bilal akan beradzan pada malam hari, maka makan dan minumlah sampai Ibnu Maktum beradzan. Ia (Ibnu Maktum) adalah laki-laki buta yang tidak akan beradzan kecuali setelah dikatakan kepadanya: Engkau telah masuk waktu Shubuh, engkau telah masuk waktu Shubuh." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-44<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Bilal beradzan sebelum fajar, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya kembali pulang, kemudian berseru: "Ingatlah, bahwa hamba itu butuh tidur." Diriwayatkan dan dianggap hadits lemah oleh Abu Dawud. <br />
Hadits ke-45<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-46<br />
Dalam riwayat Bukhari dari Muawiyah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits yang semisalnya. <br />
Hadits ke-47<br />
Menurut Riwayat Muslim dari Umar Radliyallaahu 'anhu tentang keutamaan mengucapkan kalimat per kalimat sebagaimana yang diucapkan oleh sang muadzin, kecuali dua hai'alah (hayya 'alash sholaah dan hayya 'alal falaah) maka hendaknya mengucapkan la haula wala quwwata illa billah. <br />
Hadits ke-48<br />
Utsman Ibnu Abul'Ash Radliyallaahu 'anhu berkata: Wahai Rasulullah, jadikanlah aku sebagai imam mereka, perhatikanlah orang yang paling lemah dan angkatlah seorang muadzin yang tidak menuntut upah dari adzannya." Dikeluarkan oleh Imam Lima. Hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Hakim. <br />
Hadits ke-49<br />
Dari Malik Ibnu Huwairits Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda pada kami: "Bila waktu shalat telah tiba, maka hendaklah seseorang di antara kamu menyeru adzan untukmu sekalian." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh. <br />
Hadits ke-50<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Bilal: "Jika engkau menyeru adzan perlambatlah dan jika engkau qomat percepatlah, dan jadikanlah antara adzan dan qomatmu itu kira-kira orang yang makan telah selesai dari makannya." Hadits diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Tirmidzi<br />
Hadits ke-51<br />
Dalam riwayatnya pula dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperkenankan adzan kecuali orang yang telah berwudlu." Hadits tersebut juga dinilai lemah. <br />
Hadits ke-52<br />
Dalam riwayatnya yang lain dari Ziyad Ibnul Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "barangsiapa yang telah adzan, maka dia yang akan qomat." Hadits ini juga dinilai lemah. <br />
Hadits ke-53<br />
Menurut riwayat Abu Dawud dari hadits Abdullah Ibnu Zaid, bahwa dia berkata: Aku telah memimpikannya, yaitu mimpi beradzan, dan aku menginginkannya. Maka Rasulullah saw bersabda: "Baik, qomatlah engkau." Hadits ini juga lemah. <br />
Hadits ke-54<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Muadzin itu lebih berhak untuk adzan dan imam itu lebih berhak untuk qomat." Diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Ibnu Adiy. <br />
Hadits ke-55<br />
Menurut riwayat Baihaqi ada hadits semisal dari Ali Radliyallaahu 'anhu dari perkataannya sendiri. <br />
Hadits ke-56<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Doa antara adzan dan qomat itu tidak akan ditolak." Riwayat Nasa'i dan dianggap lemah oleh Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-57<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang ketika mendengar adzan berdoa: Allaahumma robba haadzihi da'watit taammati, was sholaatil qooimati, aati Muhammadanil washiliilata wal fadliilata, wab 'atshu maqooman mahmuudal ladzi wa'adtahu (artinya: Ya Allah Tuhan panggilan yang sempurna dan sholat yang ditegakkan, berilah Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan, dan bangunkanlah beliau dalam tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan), maka dia akan memperoleh syafaat dariku pada hari Kiamat." Dikeluarkan oleh Imam Empat. <br />
Hadits ke-58<br />
Dari Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu kentut dalam sholat, maka hendaknya ia membatalkan sholat, berwudlu, dan mengulangi sholatnya." Riwayat Imam Lima. Shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-59<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah tidak akan menerima sholat seorang perempuan yang telah haid (telah baligh kecuali dengan memakai kudung." Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-60<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Apabila kain itu lebar maka berkudunglah dengannya -yakni dalam sholat".- Menurut riwayat Muslim: "Maka selempangkanlah di antara dua ujungnya dan apabila sempit maka bersarunglah dengannya." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-61<br />
Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu beliau bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu sholat dengan memakai selembar kain yang sebagian dari kain itu tidak dapat ditaruh di atas bahunya." <br />
Hadits ke-62<br />
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Bolehkah seorang perempuan sholat dengan memakai baju panjang dan kerudung tanpa sarung? Beliau bersabda: "Boleh apabila baju panjang itu lebar menutupi punggung atas kedua kakinya." Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Para Imam Hadits menilainya mauquf. <br />
Hadits ke-63<br />
Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu malam yang gelap, maka kami kesulitan menentukan arah kiblat, lalu kami sholat. Ketika matahari terbit ternyata kami telah sholat ke arah yang bukan kiblat, maka turunlah ayat (Kemana saja kamu menghadap maka disanalah wajah Allah). Riwayat Tirmidzi. Hadits lemah menurutnya. <br />
Hadits ke-64<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ruang antara Timur dan Barat adalah Kiblat." Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari. <br />
Hadits ke-65<br />
Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat di atas kendaraannya ke arah mana saja kendaraan itu menghadap. Muttafaq Alaihi. Bukhari menambahkan: Beliau memberi isyarat dengan kepalanya, namun beliau tidak melakukannya untuk sholat wajib. <br />
Hadits ke-66<br />
Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Anas Radliyallaahu 'anhu : Apabila beliau bepergian kemudian ingin sholat sunat, maka beliau menghadapkan unta kendaraannya ke arah kiblat. Beliau takbir kemudian sholat menghadap ke arah mana saja kendaraannya menghadap. Sanadnya hasan. <br />
Hadits ke-67<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bumi itu seluruhnya masjid kecuali kuburan dan kamar mandi." Riwayat Tirmidzi, tetapi ada cacatnya. <br />
Hadits ke-68<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk sholat di tujuh tempat: tempat sampah, tempat penyembelihan hewan, pekuburan, tengah jalan, kamar mandi/WC, kandang unta, dan di atas Ka'bah. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dinilai lemah olehnya. <br />
Hadits ke-69<br />
Abu Murtsad Al-Ghonawy berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau sholat menghadap kuburan dan jangan pula engkau duduk di atasnya." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-70<br />
Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mendatangi masjid hendaklah ia memperhatikan, jika ia melihat kotoran atau najis pada kedua sandalnya hendaklah ia membasuhnya dan sholat dengan mengenakannya." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-71<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu menginjak najis dengan sepatunya maka sebagai pencucinya ialah debu tanah." Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-72<br />
Dari Muawiyah Ibnul Hakam Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya sholat ini tidak layak di dalamnya ada suatu perkataan manusia. Ia hanyalah tasbih, takbir dan bacaan al-Qur'an." Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-73<br />
Zaid Ibnu Arqom berkata: Kami benar-benar pernah berbicara dalam sholat pada jaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, salah seorang dari kami berbicara dengan temannya untuk keperluannya, sehingga turunlah ayat (Peliharalah segala sholat(mu), dan sholat yang tengah dan berdirilah untuk Allah dengan khusyu'), lalu kami diperintahkan untuk diam dan kami dilarang untuk berbicara. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-74<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tasbih itu bagi laki-laki dan tepuk tangan itu bagi wanita." Muttafaq Alaihi. Muslim menambahkan: "Di dalam sholat." <br />
Hadits ke-75<br />
Dari Mutharrif Ibnu Abdullah Ibnus Syikhir dari ayahnya, dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang sholat, dan di dadanya ada suara seperti suara air yang mendidih karena menangis. Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-76<br />
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mempunyai dua pintu masuk kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka jika aku mendatanginya ketika beliau sholat, beliau akan berdehem buatku. Diriwayatkan oleh Nasa'i dan Ibnu Majah. <br />
Hadits ke-77<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya pada Bilal: Bagaimana engkau melihat cara Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab salam mereka ketika beliau sedang sholat? Bilal menjawab: Begini. Dia membuka telapak tangannya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi. <br />
Hadits ke-78<br />
Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat sambil menggendong Umamah putri Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya. Muttafaq Alaihi. Dalam riwayat Muslim: Sedang beliau mengimami orang. <br />
Hadits ke-79<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bunuhlah dua binatang hitam dalam sholat, yaitu ular dan kalajengking." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-80<br />
Dari Abu Juhaim Ibnul Harits Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sholat mengetahui dosa yang akan dipikulnya, maka ia lebih baik berdiri empat puluh hari daripada harus lewat di depannya." Muttafaq Alaihi dalam lafadznya menurut Bukhari. Menurut riwayat Al-Bazzar dari jalan lain: "(lebih baik berdiri) Empat puluh tahun."<br />
Hadits ke-81<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya pada waktu perang Tabuk tentang batas bagi orang yang sholat. Beliau menjawab: "Seperti tiang di bagian belakang kendaraan." Dikeluarkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-82<br />
Dari Sabrah Ibnu Ma'bad al-Juhany bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hendaknya seseorang di antara kamu membuat batas pada waktu sholat walaupun hanya dengan anak panah." Dikeluarkan oleh Hakim. <br />
Hadits ke-83<br />
Dari Abu Dzar Al-Ghifary Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Yang akan memutuskan sholat seorang muslim bila tidak ada tabir di depannya seperti kayu di bagian belakang kendaraan adalah wanita, keledai, dan anjing hitam." Di dalam hadits disebutkan: "Anjing hitam adalah setan." Dikeluarkan oleh Imam Muslim. <br />
Hadits ke-84<br />
Menurut riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits semisal tanpa menyebut anjing. <br />
Hadits ke-85<br />
Menurut riwayat Abu Dawud dan Nasa'i dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu ada hadits semisal tanpa menyebutkan kalimat akhir (yaitu anjing) dan membatasi wanita dengan yang sedang haid. <br />
Hadits ke-86<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu sholat dengan memasang batas yang membatasinya dari orang-orang, lalu ada seseorang yang hendak lewat di hadapannya maka hendaklah ia mencegahnya. Bila tidak mau, perangilah dia sebab dia sesungguhnya adalah setan." Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa dia bersama setan. <br />
Hadits ke-87<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu sholat hendaklah ia membuat sesuatu di depannya, jika ia tidak mendapatkan hendaknya ia menancapkan tongkat, jika tidak memungkinkan hendaknya ia membuat garis, namun hal itu tidak mengganggu orang yang lewat di depannya." Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Shahih menurut Ibnu Hibban. Hadits ini hasan dan tidak benar jika orang menganggapnya hadits mudltorib. <br />
Hadits ke-88<br />
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak akan menghentikan sholat suatu apapun (jika tidak ada yang menghentikan), cegahlah sekuat tenagamu." Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Dalam sanadnya ada kelemahan. <br />
Hadits ke-89<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang orang yang sholat bertolak pinggang. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Artinya: Orang itu meletakkan tangannya pada pinggangnya. <br />
Hadits ke-90<br />
Dalam riwayat Bukhari dari 'Aisyah: Bahwa cara itu adalah perbuatan orang Yahudi dalam sembahyangnya. <br />
Hadits ke-91<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila makan malam telah dihidangkan, makanlah dahulu sebelum engkau sholat Maghrib." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-92<br />
Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika seseorang di antara kamu mendirikan sholat maka janganlah ia mengusap butir-butir pasir (yang menempel pada dahinya) karena rahmat selalu bersamanya." Riwayat Imam Lima dengan sanad yang shahih. Ahmad menambahkan: "Usaplah sekali atau biarkan." <br />
Hadits ke-93<br />
Dalam hadits shahih dari Mu'aiqib ada hadits semisal tanpa alasan. <br />
Hadits ke-94<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang (hukumnya) menoleh dalam sholat. Beliau menjawab: "Ia adalah copetan yang dilakukan setan terhadap sholat hamba." Riwayat Bukhari. Menurut hadits shahih Tirmidzi: "Hindarilah dari berpaling dalam shalat karena ia merusak, jika memang terpaksa lakukanlah dalam sholat sunat."<br />
Hadits ke-95<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu sembahyang sebenarnya ia sedang bermunajat kepada Tuhannya. Maka janganlah sekali-kali ia meludah ke hadapannya dan ke samping kanannya tetapi ke samping kirinya di bawah telapak kakinya." Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat disebutkan: "Atau di bawah telapak kakinya." <br />
Hadits ke-96<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah tirai milik 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu menutupi samping rumahnya. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Singkirkanlah tiraimu ini dari kita, karena sungguh gambar-gambarnya selalu mengangguku dalam sholatku." Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-97<br />
Bukhari-Muslim juga menyepakati hadits dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah kain anbijaniyyah (yang dihadiahkan kepada Nabi dari) Abu Jahm. Dalam hadits itu disebutkan: "Ia melalaikan dalam sholatku." <br />
Hadits ke-98<br />
Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hendaklah benar-benar berhenti orang-orang yang memandang langit waktu sholat atau pandangan itu tidak kembali kepada mereka." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-99<br />
Menurut riwayat dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperbolehkan sholat di depan hidangan makanan dan tidak diperbolehkan pula sholat orang yang menahan dua kotoran (muka dan belakang." <br />
Hadits ke-100<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Menguap itu termasuk perbuatan setan, maka bila seseorang di antara kamu menguap hendaklah ia menahan sekuatnya." Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dengan tambahan: "Dalam sholat." <br />
Hadits ke-101<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membangun masjid di kampung-kampung dan hendaknya dibersihkan dan diharumkan. Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi. Tirmidzi menilainya hadits mursal. <br />
Hadits ke-102<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah memusuhi orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan Nabi-nabi mereka sebagai masjid." Muttafaq Alaihi. Muslim menambahkan: "Dan orang-orang Nasrani." <br />
Hadits ke-103<br />
Menurut Bukhari-Muslim dari hadits 'Aisyah r.a: "Apabila ada orang sholeh di antara mereka yang meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid." Dalam hadits itu disebutkan: "Mereka itu berakhlak buruk." <br />
Hadits ke-104<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengirim pasukan berkuda, lalu mereka datang membawa seorang tawanan, mereka mengikatnya pada salah satu tiang masjid. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-105<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Umar Radliyallaahu 'anhu melewati Hassan yang sedang bernyanyi di dalam masjid, lalu ia memandangnya. Maka berkatalah Hassan: Aku juga pernah bernyanyi di dalamnya, dan di dalamnya ada orang yang lebih mulia daripada engkau. Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-106<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang mendengar ada seseorang yang mencari barang hilang di masjid, hendaknya mengatakan: Allah tidak mengembalikannya kepadamu karena sesungguhnya masjid itu tidak dibangun untuk hal demikian." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-107<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau melihat seseorang berjual beli di dalam masjid, maka katakanlah padanya: (Semoga Allah tidak menguntungkan perdaganganmu." Riwayat Nasa'i dam Tirmidzi. Hadits hasan menurut Tirmidzi. <br />
Hadits ke-108<br />
Dari Hakim Ibnu Hizam Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman had di dalam masjid dan begitu pula tuntut bela di dalamnya." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-109<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Sa'ad terluka pada waktu perang khandaq, lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendirikan tenda untuknya di dalam masjid agar beliau dapat menengoknya dari dekat. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-110<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menghalangiku ketika aku sedang melihat orang-orang habasyah tengah bermain di dalam masjid. Hadits Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-111<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang budak perempuan hitam mempunyai tenda di dalam masjid, ia sering datang kepadaku dan bercakap-cakap denganku. Hadits Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-112<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak akan terjadi kiamat hingga orang-orang berbangga-bangga dengan (kemegahan) masjid." Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-113<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi masjid." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-114<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Diperlihatkan kepadaku pahala-pahala umatku, sampai pahala orang yang membuang kotoran dari masjid." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits Gharib menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-115<br />
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika seseorang di antara kamu memasuki masjid maka janganlah ia duduk kecuali setelah sembahyang dua rakaat. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-116<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau hendak mengerjakan shalat maka sempurnakanlah wudlu', lalu bacalah (ayat) al-Quran yang mudah bagimu, lalu ruku&lah hingga engkau tenang (tu'maninah dalam ruku', kemudian bangunlah hingga engkau tegak berdiri, lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud, kemudian bangunlah hingga engkau tenang dalam duduk, lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud. Lakukanlah hal itu dalam dalam sholatmu seluruhnya." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh lafadznya menurut riwayat Bukhari. Menurut Ibnu Majah dengan sanad dari Muslim: "Hingga engkau tenang berdiri." <br />
Hadits ke-117<br />
Hal serupa terdapat dalam hadits Rifa'ah Ibnu Rafi' menurut riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban: "Maka tegakkanlah tulang punggungmu hingga tulang-tulang itu kembali (seperti semula)." <br />
Hadits ke-118<br />
Menurut riwayat Nasa'i dan Abu Dawud dari hadits Rifa'ah Ibnu Rafi'i: "Sungguh tidak sempurnah sholat seseorang di antara kamu kecuali dia menyempurnakan wudlu' sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, kemudian ia takbir dan memuji Allah." Dalam hadits itu disebutkan: "Jika engkau hafal Qur'an bacalah, jika tidak bacalah tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), dan tahlil (la illaaha illallah)." <br />
Hadits ke-119<br />
Menurut riwayat Abu Dawud: "Kemudian bacalah Al-fatihah dan apa yang dikehendaki Allah." <br />
Hadits ke-120<br />
Menurut riwayat Ibnu hibban: "Kemudian (bacalah) sekehendakmu."<br />
Hadits ke-121<br />
Abu Hamid Assa'idy Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam takbir beliau mengangkat kedua tangannya lurus dengan kedua bahunya, bila ruku' beliau menekankan kedua tangannya pada kedua lututnya kemudian meratakan punggungnya, bila mengangkat kepalanya beliau berdiri tegak hingga tulang-tulang punggungnya kembali ke tempatnya, bila sujud beliau meletakkan kedua tangannya dengan tidak mencengkeram dan mengepalkan jari-jarinya dan menghadapkan ujung jari-jari kakinya ke arah kiblat, bila duduk pada rakaat kedua beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan meluruskan (menegakkan) kaki kanan, bila duduk pada rakaat terakhir beliau majukan kakinya yang kiri dan meluruskan kaki yang kanan, dan beliau duduk di atas pinggulnya. Dikeluarkan oleh Bukhari. <br />
Hadits ke-122<br />
Dari Ali bin Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Bahwa bila beliau menjalankan sholat, beliau membaca: "Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang telah menciptakan langit dan bumi --hingga kalimat-- dan aku termasuk orang-orang muslim, Ya Allah Engkaulah raja, tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkaulah Tuhanku dan aku hamba-Mu-- sampai akhir. Hadits riwayat Muslim. Dalam suatu riwayat Muslim yang lain: Bahwa bacaan tersebut dalam shalat malam. <br />
Hadits ke-123<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila telah bertakbir untuk sholat beliau diam sejenak sebelum membaca (al-fatihah). Lalu aku tanyakan hal itu kepadanya. Beliau menjawab: "Aku membaca doa: Ya Allah, jauhkanlah diriku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana telah Engkau jauhkan antara Timur dengan Barat. Ya Allah bersihkanlah diriku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana telah Engkau bersihkan baju putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah diriku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, es, dan embun." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-124<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa (setelah bertakbir) beliau biasanya membaca: "Maha suci Engkau Ya Allah, dengan pujian terhadap-Mu, Maha berkah nama-Mu, tinggi kebesaran-Mu, dan tidak ada Tuhan selain diri-Mu." Riwayat Muslim dengan sanad yang terputus (hadits munqothi'). Riwayat Daruquthni secara maushul dan mauquf. <br />
Hadits ke-125<br />
Hadits serupa dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Lima secara marfu'. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau biasanya setelah takbir membaca: "Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaannya, tipuannya dan rayuannya." <br />
Hadits ke-126<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya membuka sholat dengan takbir dan memulai bacaan dengan alhamdulillaahi rabbil 'alamiin (segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam). Bila beliau ruku' beliau tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula menundukkannya tetapi pertengahan antara keduanya; bila beliau bangkit dari ruku' beliau tidak akan bersujud sampai beliau berdiri tegak; bila beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau tidak akan bersujud lagi sampai beliau duduk tegak; pada setiap 2 rakaat beliau selalu membaca tahiyyat; beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan meluruskan kakinya yang kanan; beliau melarang duduk di atas tumit yang ditegakkan dan melarang meletakkan kedua sikunya seperti binatang buas; beliau mengakhiri sholat dengan salam. Hadits ma'lul dikeluarkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-127<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangannya lurus dengan kedua bahunya ketika beliau memulai shalat, ketika bertakbir untuk ruku', dan ketika mengangkat kepalanya dari ruku'. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-128<br />
Dalam hadits Abu Humaid menurut riwayat Abu Dawud: Beliau mengangkat kedua tangannya sampai lurus dengan kedua bahunya, kemudian beliau bertakbir. <br />
Hadits ke-129<br />
Dalam riwayat Muslim dari Malik Ibnu al-Huwairits ada hadits serupa dengan hadits Ibnu Umar, tetapi dia berkata: sampai lurus dengan ujung-ujung kedua telinganya. <br />
Hadits ke-130<br />
Wail Ibnu Hujr berkata: Aku pernah sholat bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam beliau meletakkan tangannya yang kanan di atas tangannya yang kiri pada dadanya. Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah<br />
Hadits ke-131<br />
Dari Ubadah Ibnu al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Ummul Qur'an (al-fatihah)." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-132<br />
Dalam suatu riwayat Ibnu Hibban dan Daruquthni: "Tidak sah sholat yang tidak dibacakan al-fatihah di dalamnya." <br />
Hadits ke-133<br />
Dalam hadits lain riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban: "Barangkali engkau semua membaca di belakang imammu?" Kami menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Jangan engkau lakukan kecuali membaca al-fatihah, karena sungguh tidak sah sholat seseorang tanpa membacanya." <br />
Hadits ke-134<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Abu Bakar dan Umar memulai sholat dengan (membaca) alhamdulillaahi rabbil 'alamiin. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-135<br />
Muslim menambahkan: Mereka tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim baik pada awal bacaan maupun akhirnya. <br />
Hadits ke-136<br />
Dalam suatu riwayat Ahmad, Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah disebutkan: Mereka tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim dengan suara keras. <br />
Hadits ke-137<br />
Dalam suatu hadits lain riwayat Ibnu Khuzaimah: Mereka membaca dan amat pelan. (Pengertian ini --membaca dengan amat pelan-- diarahkan pada pengertian tidak membacanya seperti pada hadits riwayat Muslim yang tentunya berbeda dengan yang menyatakan bahwa hadits ini ma'lul). <br />
Hadits ke-138<br />
Nu'aim al-Mujmir berkata: Aku pernah sembahyang di belakang Abu Hurairah r.a. Dia membaca (bismillaahirrahmaanirrahiim), kemudian membaca al-fatihah, sehingga setelah membaca (waladldlolliin) dia membaca: Amin. Setiap sujud dan ketika bangun dari duduk selalu membaca Allaahu Akbar. Setelah salam dia mengatakan: Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh aku adalah orang yang paling mirip sholatnya dengan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Riwayat Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-139<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu membaca al-fatihah maka bacalah bismillaahirrahmaanirrahiim, karena ia termasuk salah satu dari ayatnya." Riwayat Daruquthni yang menggolongkannya hadits mauquf. <br />
Hadits ke-140<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila selesai membaca Ummul Qur'an (al-fatihah) beliau mengangkat suaranya dan membaca: "Amin." Hadits hasan diriwayatkan oleh Daruquthni. Hadits shahih menurut Hakim.<br />
Hadits ke-141<br />
Ada pula hadits serupa dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi daari hadits Wail Ibnu Hujr. <br />
Hadits ke-142<br />
Abdullah Ibnu Aufa Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam seraya berkata: Sungguh aku ini tidak bisa menghafal satu ayat pun dari al-Qur'an, maka ajarilah diriku sesuatu yang cukup bagiku tanpa harus menghapal al-Qur'an. Beliau bersabda: "Bacalah subhanallaah, walhamdulillah, walaa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, walaa haula walaa quwwata illa billaahil 'aliyyil 'adziim (artinya= Maha Suci Allah, segala puji hanya bagi Allah, tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Allah Maha Besar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah yang Maha Tinggi lagiMaha Agung)." Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban, Daruquthni dan Hakim. <br />
Hadits ke-143<br />
Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu sholat bersama kami, pada dua rakaat pertama dalam sholat Dhuhur dan Ashar beliau membaca al-Fatihah dan dua surat, dan kadangkala memperdengarkan kepada kami bacaan ayatnya, beliau memperpanjang rakaat pertama dan hanya membaca al-fatihah dalam dua rakaat terakhir.<br />
Hadits ke-144<br />
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah mengukur lama berdirinya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat Dhuhur dan Ashar. Setelah kami ukur bahwa lama berdirinya dalam dua rakaat pertama sholat Dhuhur sekitar lamanya membaca (Alif Laam Mim. Tanziil) al-Sajadah. Dan dalam dua rakaat terakhir sekitar setengahnya, dalam dua rakaat pertama sholat Ashar seperti dua rakaat terakhir sholat Dhuhur dan dua rakaat terakhir setengahnya. Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-145<br />
Sulaiman Ibnu Yasar berkata: Ada seseorang yang selalu memanjangkan dua rakaat pertama sholat Dhuhur dan memendekkan sholat Ashar, dia membaca surat-surat mufasshol yang pendek dalam sholat maghrib, surat-surat mufasshol pertengahan dalam sholat Isya' dan surat-surat mufasshol yang panjang dalam sholat Shubuh. Kemudian Abu Hurairah berkata: Aku belum pernah sholat makmum dengan orang yang sholatnya lebih mirip dengan sholat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selain orang ini. Dikeluarkan oleh Nasa'i dengan sanad shahih. <br />
Hadits ke-146<br />
Jubair Ibnu Muth'im Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam membaca surat At-Thur dalam sholat maghrib. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-147<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat Shubuh pada hari jum'at biasanya membaca (Alif Laam Mim Tanziil) Al-Sajadah dan (Hal ataa 'alal insaani). Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-148<br />
Menurut riwayat Thabrani dari hadits Ibnu Mas'ud: Beliau selalu membaca surat tersebut. <br />
Hadits ke-149<br />
Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku sholat bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, setiap melewati bacaan ayat tentang rahmat beliau berhenti untuk berdoa meminta rahmat dan setiap melewati bacaan tentang adzab beliau berhenti untuk berdoa meminta perlindungan dari-Nya. Dikeluarkan oleh Imam Lima. Hadits hasan menurut Tirmidzi. <br />
Hadits ke-150<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ketahuilah bahwa aku benar-benar dilarang untuk membaca al-Qur'an sewaktu ruku' dan sujud, adapun sewaktu ruku' agungkanlah Tuhan dan sewaktu sujud bersungguh-sungguhlah dalam berdoa karena besar harapan akan dikabulkan do'amu. Riwayat Muslim.<br />
Hadits ke-151<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam ruku' dan sujudnya membaca: "subhaanaka allaahumma rabbanaa wabihamdika allahummaghfirlii (artinya Maha Suci Engkau, ya Allah Tuhan kami dengan memuji-Mu, ya Allah ampunilah aku)." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-152<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila sholat beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku', lalu membaca "sami'allaahu liman hamidah" (Allah mendengar orang yang memuji-Nya) ketika beliau mengangkat tulang punggungnya dari ruku'. Saat berdiri beliau membaca "rabbanaa walakal hamdu" (Ya Tuhan kami hanya bagi-Mu segala puji), kemudian beliau melakukan demikian seluruhnya dalam sholat, dan bertakbir ketika bangkit dari dua rakaat setelah duduk tahiyyat." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-153<br />
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika telah mengangkat kepalanya dari ruku', beliau berdo'a "(artinya = Ya Allah Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki. Engkaulah pemilik puji dan kemuliaan segala yang diucapkan oleh hamba. Kami semua menghambakan diri pada-Mu. Ya Allah tidak ada yang kuasa menolak apa yang Engkau cegah dan tidak bermanfaat keagungan bagi yang memiliki keagungan karena keagungan itu dari Engkau juga)." Hadits riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-154<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang pada dahi. Beliau menunjuk dengan tangannya pada hidungnya, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung jari kedua kaki." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-155<br />
Dari Ibnu Buhainah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila sholat dan sujud merenggangkan kedua tangannya sehingga tampak putih kedua ketiaknya. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-156<br />
Dari al-Barra Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sujud letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua siku-sikumu." Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-157<br />
Dari Wail Ibnu Hujr Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila ruku' merenggangkan jari-jarinya dan bila sujud merapatkan jari-jarinya. Diriwayatkan oleh Hakim. <br />
Hadits ke-158<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat dengan duduk bersila. Riwayat Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-159<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam antaraa dua sujud biasanya membaca: "allaahummagh firlii, warhamnii, wahdinii, wa 'afinii, war zugnii (artinya = Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah diriku, berilah petunjuk padaku, limpahkan kesehatan padaku dan berilah rizqi padaku)." Diriwayatkan oleh Imam Empat kecuali Nasa'i dengan lafadz hadits menurut Abu Dawud. Shahih menurut Hakim. <br />
Hadits ke-160<br />
Dari Malik Ibnu al-Huwairits Radliyallaahu 'anhu bahwa dia pernah melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang sholat, apabila beliau dalam rakaat ganjil dari sholatnya beliau tidak bangkit berdiri sebelum duduk dengan tegak. Hadits riwayat Bukhari.<br />
Hadits ke-161<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berqunut setelah ruku' selama sebulan untuk mendoakan kebinasaan sebagian bangsa Arab kemudian beliau meninggalkannya. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-162<br />
Ada hadits serupa riwayat Ahmad dan Daruquthni dari jalan lain tetapi dengan tambahan: Adapun dalam sholat Shubuh beliau selalu berqunut hingga meninggal dunia. <br />
Hadits ke-163<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak berqunut kecuali jika beliau mendoakan kebaikan atas suatu kaum atau mendoakan kebinasaan atas suatu kaum. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-164<br />
Sa'id Ibnu Thariq Al-Asyja'y Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku berkata pada ayahku: Wahai ayahku, engkau benar-benar pernah sholat di belakang (bermakmum) Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka berqunut dalam sholat Shubuh? Ayahku menjawab: Wahai anakku, itu adalah sesuatu yang baru. Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Abu Dawud. <br />
Hadits ke-165<br />
Hasan Ibnu Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah mengajariku kata-kata untuk dibaca dalam qunut witir yaitu (artinya = Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau berti petunjuk, berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang telah Engkau beri kesehatan, pimpinlah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau pimpin, berilah aku berkah atas segala hal yang Engkau berikan, selamatkanlah aku dari kejahatan yang telah Engkau tetapkan karena hanya Engkaulah yang menghukum dan tidak ada hukuman atas-Mu, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau tolong, Maha Berkah Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi). Riwayat Imam Lima. Thabrani dan Baihaqi menambahkan: (artinya = Tidak akan mulia orang yang telah Engkau murkai). Hadits riwayat Nasa'i dari jalan lain menambahkan pada akhirnya: (artinya = Semoga sholawat Allah Ta'ala selalu terlimpah atas Nabi). <br />
Hadits ke-166<br />
Menurut riwayat Baihaqi bahwa Ibnu Abbas berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari kami doa untuk dibaca dalam qunut pada sholat Shubuh. Dalam sanadnya ada kelemahan. <br />
Hadits ke-167<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bila salah seorang di antara kamu sujud maka janganlah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya." Dikeluarkan oleh Imam Tiga. Hadits ini lebih kuat dibandingkan hadits Wail Ibnu Hujr. <br />
Hadits ke-168<br />
Aku melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dikeluarkan oleh Imam Empat. Hadits pertama mempunyai seorang saksi dari hadits Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu yang dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah. Bukhari menyebutnya dalam keadaan mu'allaq mauquf. <br />
Hadits ke-169<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila duduk untuk tasyahhud meletakkan tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri dan tangannya yang kanan di atas lututnya yang kanan, beliau membuat genggaman lima puluh tiga, dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya. Riwayat Muslim. Dalam suatu riwayat Muslim yang lain: Beliau menggenggam seluruh jari-jarinya dan menunjuk dengan jari yang ada di sebelah ibu jari. <br />
Hadits ke-170<br />
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berpaling pada kami kemudian bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu sholat hendaknya ia membaca: (Artinya = Segala penghormatan, sholawat, dan kebaikan itu hanya bagi Allah semata. Semoga selamat sejahtera dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan berkah-Nya. Semoga selamat sejahtera dilimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusan-Nya), kemudian hendaknya ia memilih doa yang ia sukai lalu berdoa dengan doa itu." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. Menurut riwayat Nasa'i: Kami telah membaca doa itu sebelum tasyahud itu diwajibkan atas kami. Menurut riwayat Ahmad: bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah mengajarinya tasyahhud dan beliau memerintahkan agar mengajarkannya kepada manusia. <br />
Hadits ke-171<br />
Menurut riwayat Muslim bahwa Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kami tasyahhud: (artinya = Segala kehormatan yang penuh berkah, sholawat kebaikan hanya bagi Allah semata... sampai akhir). <br />
Hadits ke-172<br />
Fadlolah Ibnu Ubaidah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mendengar seseorang berdo'a dalam sholatnya dengan tidak memuji Allah dan tidak membaca sholawat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka bersabdalah beliau: "Orang ini tergesa-gesa." Kemudian beliau memanggilnya seraya bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu sholat maka hendaknya ia memulai dengan memuji Tuhannya dan menyanjung-Nya, kemudian membaca sholat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berdoa dengan do'a yang dikehendakinya." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam Tiga. Hadits shahih menurut Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim. <br />
Hadits ke-173<br />
Dari Abu Mas'ud bahwa Basyir Ibnu Sa'ad bertanya: Wahai Rasulullah, Allah memerintahkan kepada kami untuk bersholawat padamu, bagaimanakah cara kami bersholawat padamu? beliau diam kemudian bersabda: "Ucapkanlah: (artinya = Ya Allah limpahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat atas Ibrahim. Berkatilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim. Di seluruh alam ini Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung), kemudian salam sebagaimana yang telah kamu ketahui." Diriwayatkan oleh Muslim. Dalam hadits tersebut Ibnu Khuzaimah menambahkan: "Bagaimanakah cara kami bersholawat padamu, jika kami bersholawat padamu pada waktu sholat." <br />
Hadits ke-174<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu bertasyahhud maka hendaklah ia memohon perlindungan pada Allah dari empat hal dengan mengucapkan: (Artinya = Ya Allah sesungguhnya aku memohon perlindungan pada-Mu dari siksa neraka jahannam, siksa kubur, cobaan hidup dan mati, dan dari fitnah dajjal)." Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat Muslim disebutkan: "Jika seseorang antara kamu telah selesai dari tasyahhud akhir." <br />
Hadits ke-175<br />
Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Ajarkanlah padaku doa yang aku baca dalam sholatku. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ucapkanlah: (artinya = Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah diriku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang)." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-176<br />
Wail Ibnu Hujr Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah shalat bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau salam ke sebelah kanan dan kiri dengan (ucapan): Assalamu'alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh (artinya = Semoga salam sejahtera atasmu beserta rahmat Allah dan berkah-Nya). Riwayat Abu Dawud dengan sanad shahih. <br />
Hadits ke-177<br />
Dari al-Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada setiap selesai sholat fardlu selalu membaca: (artinya = Tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tiada orang yang kuasa menolak terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada orang yang kuasa memberi terhadap apa yang Engkau cegah, dan tiada bermanfaat segala keagungan karena keagungan itu hanyalah dari Engkau). Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-178<br />
Dari Sa'ad Ibnu Waqqash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setiap selesai sholat selalu memohon perlindungan dengan doa-doa: (artinya = Ya Allah sungguh aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur). Diriwayatkan Bukhari. <br />
Hadits ke-179<br />
Tsauban Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika telah selesai dari sholatnya beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah tiga kali dengan membaca: (artinya = Ya Allah Engkaulah keselamatan dan dari-Mu jualah segala keselamatan. Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki segala keagungan dan kemuliaan). Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-180<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang pada tiap-tiap usai sholat bertasbih (membaca subhanallah) sebanyak 33 kali, bertahmid (membaca alhamdulillah) sebanyak 33 kali, dan bertakbir (membaca Allahu akbar) sebanyak 33 kali, maka jumlahnya 99 kali lalu menyempurnakannya menjadi 100 dengan bacaan: (artinya = tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka diampunilah kesalahan-kesalahannya walaupun kesalahannya seperti buih air laut." Hadits riwayat Muslim. Dalam riwayat lain: Bahwa takbirnya sebanyak 34 kali. <br />
Hadits ke-181<br />
Dari Muadz Ibnu Jabal bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: "Aku wasiatkan kepadamu wahai Muadz agar engkau jangan sekali-kali setiap sholat meninggalkan doa: (artinya = Ya Allah tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadah pada-Mu)." Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i dengan sanad yang kuat. <br />
Hadits ke-182<br />
Dari Abu Umamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai sholat fadlu, maka tiada yang menghalanginya masuk syurga kecuali maut." Diriwayatkan oleh Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban. Thabrani menambahkan: "Dan bacalah surat al-Ikhlas." <br />
Hadits ke-183<br />
Dari Malik Ibnu al-Khuwairits Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholatlah kamu sekalian dengan cara sebagaimana kamu melihat aku sholat." Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-184<br />
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan berbaring, dan jika tidak mampu juga maka dengan syarat." Diriwayatkan oleh Bukhari. <br />
Hadits ke-185<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada seseorang yang sakit yang sholat di atas bantal, beliau melempar bantal itu dan bersabda: "Sholatlah di atas tanah bila engkau mampu, jika tidak maka pakailah isyarat, dan jadikan (isyarat) sujudmu lebih rendah daripada (isyarat) ruku'mu." Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang kuat, namun Abu Hatim mensahkan mauquf-nya hadits ini. <br />
Hadits ke-186<br />
Dari Abdullah Ibnu Buhaimah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat Dhuhur bersama mereka, beliau berdiri pada dua rakaat pertama dan tidak duduk tasyahhud, orang-orang ikut berdiri bersamanya hingga beliau akan mengakhiri sholat dan orang-orang menunggu salamnya, beliau takbir dengan duduk, kemudian beliau sujud dua kali sebelum salam, lalu beliau salam. Dikeluarkan oleh Imam Tujuh dan lafadz ini menurut riwayat Bukhari. Dalam suatu riwayat Muslim: Beliau takbir pada setiap sujud dengan duduk, lalu beliau sujud dan orang-orang sujud bersamanya sebagai pengganti duduk (tasyahhud) yang terlupakan. <br />
Hadits ke-187<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah sholat salah satu dari dua sholat petang dua rakaat, lalu salam. Kemudian beliau menuju tiang di bagian depan masjid dan meletakkan tangannya pada kayu itu. Dalam jama'ah itu ada Abu Bakar dan Umar namun keduanya tidak berani mengatakan apapun kepada beliau. Orang-orang keluar dengan segera dan mereka bertanya-tanya apakah sholat tadi di qashar. Dalam Jama'ah itu ada seorang laki-laki yang dijuluki Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam "Dzulyadain", ia bertanya: Ya Rasulullah, apakah baginda lupa atau sholat tadi memang diqashar? Beliau bersabda: "Aku tidak lupa dan sholat tidak diqashar." Orang itu berkata lagi: Tidak, baginda telah lupa. Maka beliau sholat dua rakaat kemudian salam, lalu takbir, kemudian sujud seperti biasa atau lebih lama, kemudian mengangkat kepalanya lalu takbir, kemudian meletakkan kepalanya, lalu takbir, kemudian sujud seperti biasa atau lebih lama, kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. Dalam suatu riwayat Muslim: Itu adalah sholat Ashar. <br />
Hadits ke-188<br />
Menurut Riwayat Abu Dawud Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertanya: "Apakah Dzulyadain benar?" Lalu mereka mengiyakan. Hadits itu ada dalam shahih Bukhari-Muslim tapi dengan lafadz: Mereka berkata. <br />
Hadits ke-189<br />
Dalam suatu riwayatnya pula: Beliau tidak sujud sampai Allah Ta'ala meyakinkannya akan hal itu. <br />
Hadits ke-190<br />
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah sholat bersama mereka, lalu beliau lupa, maka beliau sujud dua kali, kemudian tasyahhud, lalu salam. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Hakim.<br />
Hadits ke-191<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu ragu dalam sholat, ia tidak mengetahui apakah telah sholat tiga atau empat rakaat. Maka hendaknya ia meninggalkan keraguan dan memantapkan apa yang ia yakini, kemudian sujud dua kali sebelum salam. Maka bila telah sholat lima rakaat, genaplah sholatnya. Bila ternyat sholatnya telah cukup, maka kedua sujud itu sebagai penghinaan kepada setan." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-192<br />
Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat. Ketika beliau salam dikatakan kepadanya: Ya Rasulullah, apakah telah terjadi sesuatu dalam sholat? Beliau bersabda: "Apa itu?" Mereka berkata: Baginda sholat begini begitu. Abu Mas'ud berkata: Lalu mereka merapikah kedua kakinya dan menghadap kiblat, lalu sujud dua kali kemudian salam. Beliau kemudian menghadap orang-orang dan bersabda: "Sesungguhnya jika terjadi sesuatu dalam sholat aku beritahukan padamu, tapi aku hanyalah manusia biasa seperti kamu sekalian yang dapat lupa seperti kalian. Maka apabila aku lupa ingatkanlah aku dan apabila seseorang di antara kamu ragu dalam sholatnya, hendaknya ia meneliti benar kemudian menyempurnakannya, lalu sujud dua kali." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-193<br />
Dalam suatu hadits riwayat Bukhari: "Hendaknya ia menyempurnakan, lalu salam, kemudian sujud." <br />
Hadits ke-194<br />
Dalam riwayat Muslim: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah sujud sahwi dua kali setelah salam dan bercakap-cakap. <br />
Hadits ke-195<br />
Menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i dari hadits Abdullah Ibnu Ja'far yang diterima secara marfu': "Barangsiapa ragu dalam sholatnya hendaknya ia bersujud dua kali sesudah salam. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-196<br />
Dari al-Mughirah Ibnu Syu'bah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu ragu, ia berdiri dalam rakaat kedua dan ia sudah tegak berdiri maka hendaklah ia teruskan dan tidak usah kembali lagi, dan hendaknya ia sujud dua kali. Apabila ia belum berdiri tegak maka hendaknya ia duduk kembali dan tidak usah sujud sahwi." Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah dan Daruquthni. Lafadznya menurut Daruquthni dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-197<br />
Dari Umar Radliyallaahu 'anhu dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: "Bagi makmum itu tidak ada lupa, maka jika imam lupa wajiblah sujud sahwi atas imam dan makmum." Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Baihaqi dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-198<br />
Dari Tsauban dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: "Setiap kali lupa itu diganti dengan dua sujud setelah salam." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dengan sanad lemah. <br />
Hadits ke-199<br />
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami sujud bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sewaktu membawa (idzas samaaun syaqqot) dan (iqra' bismi rabbikalladzii kholaq). Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-200<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Surat Shod bukanlah termasuk surat yang disunatkan sujud, tapi aku pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sujud ketika membacanya. Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-201<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sujud sewaktu membaca surat Al-Najm. Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-202<br />
Zaid Ibnu Tsabit Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah membaca surat Al-Najm di hadapan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau tidak sujud waktu itu. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-203<br />
Kholid Ibnu Ma'dan Radliyallaahu 'anhu berkata: Surat Al-Hajj itu diberi keutamaan dengan dua sujud. Diriwayatkan Abu Dawud dalam hadits mursal. <br />
Hadits ke-204<br />
Menurut riwayat Ahmad dan Tirmidzi dalam keadaan maushul dari hadits Uqbah Ibnu Amir, ditambahkan: "Maka barangsiapa yang tidak sujud pada keduanya hendaklah ia tidak membacanya." Sanad hadits ini lemah. <br />
Hadits ke-205<br />
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Wahai orang-orang, kita melewati bacaan ayat-ayat sujud, maka barangsiapa sujud ia telah mendapat (pahala) dan barangsiapa tidak sujud tidak mendapat dosa." Diriwayatkan oleh Bukhari. Dalam hadits itu disebutkan: Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan sujud kecuali jika kita menghendaki. Hadits itu termuat dalam al-Muwaththa'. <br />
Hadits ke-206<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membacakan Al-Qur'an pada kami, maka apabila melewati bacaan ayat sajadah beliau bertakbir dan sujud, lalu kami sujud bersama beliau. Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-207<br />
Dari Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila menerima kabar gembira beliau segera sujud kepada Allah. Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. <br />
Hadits ke-208<br />
Abdul Rahman Ibnu Auf Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah sujud, beliau melamakan sujud itu, setelah mengangkat kepala beliau bersabda: "Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan membawa kabar gembira, maka aku bersujud syukur kepada Allah." Riwayat Ahmad dan dinilai shahih oleh Hakim. <br />
Hadits ke-209<br />
Dari al-Barra' Ibnu Azib Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutus Ali ke negeri Yaman. Kemudian hadits itu menyebutkan: Ali lalu mengirim surat tentang ke-Islaman mereka. Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam membaca surat itu beliau langsung sujud syukur kepada Allah atas berita tersebut. Hadits riwayat Baihaqi yang asalnya dari Bukhari. <br />
Hadits ke-210<br />
Rabiah Ibnu Malik al-Islamy Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda padaku: "Mintalah (padaku)." Aku menjawab: Aku memohon dapat menyertai baginda di syurga. Beliau bertanya: "Apakah ada yang lain?" Aku menjawab: Hanya itu saja. Beliau bersabda: "Tolonglah aku untuk mendoakan dirimu dengan banyak sujud." Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-211<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku menghapal dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam 10 rakaat yaitu: dua rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah Isya' di rumahnya, dan dua rakaat sebelum Shubuh. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat Bukhari-Muslim yang lain: Dan dua rakaat setelah Jum'at di rumahnya. <br />
Hadits ke-212<br />
Dalam suatu riwayat Muslim: Apabila fajar telah terbit beliau tidak sholat kecuali dua rakaat yang pendek. <br />
Hadits ke-213<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak meninggalkan (sholat sunat) empat rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sebelum Shubuh. Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-214<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak pernah memperhatikan sholat-sholat sunat melebihi perhatiannya terhadap dua rakaat fajar. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-215<br />
Menurut riwayat Muslim: Dua rakaat fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya. <br />
Hadits ke-216<br />
Ummu Habibah Ummul Mu'minin Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa melakukan sholat dua belas rakaat dalam sehari semalam niscaya dibangunkan sebuah rumah baginya di surga." Hadits riwayat Muslim. Dan dalam suatu riwayat: "Sholat sunat." <br />
Hadits ke-217<br />
Menurut riwayat Tirmidzi ada hadits yang serupa dengan tambahan: "Empat rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelahnya dan dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah Isya', dan dua rakaat sebelum Shubuh." <br />
Hadits ke-218<br />
Menurut riwayat Imam Lima darinya (Ummu Habibah r.a): "Barangsiapa memelihara empat rakaat sebelum Dhuhur dan empat rakaat setelahnya niscaya Allah mengharamkan api neraka darinya." <br />
Hadits ke-219<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "(Semoga) Allah memberi rahmat orang yang sholat empat rakaat sebelum Ashar." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-220<br />
Dari Abdullah Mughoffal al-Muzanny Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholatlah sebelum Maghrib, sholatlah sebelum Maghrib." Kemudian beliau bersabda pada yang ketiga: "Bagi siapa yang mau," Karena beliau takut orang-orang akan menjadikannya sunnat. Diriwayatkan oleh Bukhari. <br />
Hadits ke-221<br />
Dalam suatu riwayat Ibnu Hibban bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat sebelum Maghrib dua rakaat. <br />
Hadits ke-222<br />
Menurut riwayat Muslim bahwa Ibnu Abbas berkata: Kami pernah sholat dua rakaat setelah matahari terbenam dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat kami, beliau tidak memerintahkan dan tidak pula melarang kami. <br />
Hadits ke-223<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meringkaskan dua rakaat sebelum sholat Shubuh sampai aku bertanya: Apakah beliau membaca Ummul Kitab (al-Fatihah)? Muttafaq Alaihi.<br />
Hadits ke-224<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam dua rakaat fajar membaca (Qul yaa ayyuhal kaafiruun) dan (Qul Huwallaahu Ahad). Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-225<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila selesai sholat dua rakaat fajar berbaring atas sisinya yang kanan. Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-226<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu selesai sholat dua rakaat sebelum sholat Shubuh, hendaknya ia berbaring atas sisinya yang kanan." Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi. <br />
Hadits ke-227<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat malam itu dua dua, maka bila seorang di antara kamu takut telah datang waktu Shubuh hendaknya ia sholat satu rakaat untuk mengganjilkan sholat yang telah ia lakukan." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-228<br />
Dalam Riwayat Imam Lima yang dinilai shahih oleh Ibnu Hibban adalah lafadz: "Sholat malam dan siang itu dua dua." Nasa'i menyatakan bahwa ini salah. <br />
Hadits ke-229<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat yang paling utama setelah sholat fadlu ialah sholat malam." Dikeluarkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-230<br />
Dari Ayyub al-Anshory bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Witir itu hak bagi setiap muslim. Barangsiapa senang sholat witir lima rakaat hendaknya ia kerjakan, barangsiapa senang sholat witir tiga rakaat hendaknya ia kerjakan, barangsiapa senang sholat witir satu rakaat hendaknya ia kerjakan." Riwayat Imam Empat kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan mauquf menurut Nasa'i.<br />
Hadits ke-231<br />
Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu berkata: Witir itu tidaklah wajib sebagaimana sholat fardlu, tapi ia hanyalah sunat yang dilakukan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Hadits diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nasa'i dan Hakim. Hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Hakim. <br />
Hadits ke-232<br />
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat malam pada bulan Ramadhan. Kemudian orang-orang menunggu beliau pada hari berikutnya namun beliau tidak muncul. Dan beliau bersabda: "Sesungguhnya aku khawatir sholat witir ini diwajibkan atas kamu." Riwayat Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-233<br />
Dari Kharijah Ibnu Hudzafah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah membantu kamu dengan sholat yang lebih baik bagimu daripada unta merah?" Kami bertanya: Sholat apa itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: "Witir antara sholat Isya' hingga terbitnya fajar." Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i. Hadits Shahih menurut Hakim. <br />
Hadits ke-234<br />
Ahmad juga meriwayatkan hadits serupa dari Amr Ibnu Syuaib dari ayahnya dari kakeknya. <br />
Hadits ke-235<br />
Dari Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Witir adalah hak, maka barangsiapa tidak sholat witir ia bukanlah termasuk golongan kami." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang lemah. Shahih menurut Hakim. <br />
Hadits ke-236<br />
Hadits tersebut mempunyai saksi yang lemah dari Abu Hurairah menurut riwayat Ahmad. <br />
Hadits ke-237<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak pernah menambah dalam sholat malam Ramadhan atau lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat tiga rakaat. 'Aisyah berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum sholat witir? Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur namun hatiku tidak." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-238<br />
Dalam suatu riwayat Bukhari-Muslim yang lain: Beliau sholat malam sepuluh rakaat, sholat witir satu rakaat, dan sholat fajar dua rakaat. Jadi semuanya tiga belas rakaat. <br />
Hadits ke-239<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat malam tiga belas rakaat, lima rakaat di antaranya sholat witir, beliau tidak pernah duduk kecuali pada rakaat terakhir. <br />
Hadits ke-240<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada setiap malam Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu sholat witir yang berakhir hingga waktu sahur. Muttafaq Alaihi<br />
Hadits ke-241<br />
Abdullah Ibnu Amar Ibu al-'Ash Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padaku: "Hai Abdullah, kamu jangan seperti si Anu, dulu ia biasa sholat malam kemudian ia meninggalkannya." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-242<br />
Dari Ali bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat witirlah wahai ahli Qur'an, karena Allah sesungguhnya witir (ganjil) dan dia mencintai yang ganjil (witir)." Diriwayatkan oleh Imam Lima dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-243<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jadikanlah sholat witir sebagai akhir sholatmu malam hari." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-244<br />
Tholq Ibnu Ali berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada dua witir dalam satu malam." Riwayat Ahmad dan Imam tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-245<br />
Ubay Ibnu Ka'ab Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya sholat witir dengan membaca (Sabbihisma rabbikal a'la dan (Qul yaa ayyuhal kaafiruun) dan (Qul huwallaahu Ahad)." Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i. Nasa'i menambahkan: Beliau tidak salam kecuali pada rakaat terakhir. <br />
Hadits ke-246<br />
Menurut riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi terdapat hadits serupa dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu dan didalamnya disebutkan: Masing-masing surat untuk satu rakaat dan dalam rakaat terakhir dibaca (Qul huwallaahu Ahad) serta dua surat al-Falaq dan an-Naas. <br />
Hadits ke-247<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat witir-lah sebelum engkau masuk waktu Shubuh." Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-248<br />
Menurut Riwayat Ibnu Hibban: "Barangsiapa telah memasuki waktu Shubuh sedang dia belum sholat witir, maka tiada witir baginya." <br />
Hadits ke-249<br />
Darinya bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang luput sholat witir karena tidur atau lupa hendaknya ia sholat waktu Shubuh atau ketika ingat." Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. <br />
Hadits ke-250<br />
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa khawatir tidak bangun pada bagian akhir malam, hendaknya ia sholat witir pada awal malam dan barangsiapa sangat ingin bangun pada akhirnya hendaknya ia sholat witir pada akhir malam karena sholat pada akhir malam itu disaksikan (oleh malaikat), dan hal itu lebih utama." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-251<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika fajar telah terbit maka habislah seluruh waktu sholat malam dan sholat witir. Maka berwitirlah sebelum terbitnya fajar." Diriwayatkan oleh Tirmidzi. <br />
Hadits ke-252<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya sholat Dluha empat rakaat dan menambah seperti yang dikehendaki Allah. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-253<br />
Menurut riwayat Muslim dari 'Aisyah: Bahwa 'Aisyah pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa menunaikan sholat Dluha? Ia menjawab: Tidak, kecuali bila beliau pulang dari bepergian. <br />
Hadits ke-254<br />
Menurut riwayat Muslim dari 'Aisyah: Aku tidak melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan tetap melakukan sholat Dluha, tetapi sungguh aku melakukannya dengan tetap. <br />
Hadits ke-255<br />
Dari Zaid Ibnu Arqom Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholatnya orang-orang yang bertaubat itu ketika anak-anak unta merasa panas." Riwayat Tirmidzi. <br />
Hadits ke-256<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa menunaikan sholat Dluha dua belas rakaat niscaya Allah membangunkan sebuah istana untuknya di surga." Hadits Gharib diriwayatkan oleh Tirmidzi. <br />
Hadits ke-257<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke rumahku, kemudian beliau sholat Dluha delapan rakaat. Riwayat Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya. <br />
Hadits ke-258<br />
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat berjama'ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-259<br />
Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu : "Dua puluh lima bagian." <br />
Hadits ke-260<br />
Demikian juga menurut riwayat Bukhari dari Abu Said, dia berkata: Derajat. <br />
Hadits ke-261<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya ingin rasanya aku menyuruh mengumpulkan kayu bakar hingga terkumpul, kemudian aku perintahkan sholat dan diadzankan buatnya, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang itu, lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri sholat berjama'ah itu dan aku bakar rumah mereka. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya salah seorang di antara mereka tahu bahwa ia akan mendapatkan tulang berdaging gemuk atau tulang paha yang baik niscaya ia akan hadir (berjamaah) dalam sholat Isya' itu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-262<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat yang paling berat bagi orang-orang munafik ialah sholat Isya' dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang ada pada kedua sholat itu, mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-263<br />
Dari Abu Hurairah r.a: Ada seorang laki-laki buta menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Ya Rasulullah, sungguh aku ini tidak mempunyai seorang penuntun yang menuntunku ke masjid. Maka beliau memberi keringanan padanya. Ketika ia berpaling pulang beliau memanggilnya dan bertanya: "Apakah engkau mendengar adzan untuk sholat?" Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Kalau begitu, datanglah." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-264<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mendengar adzan tetapi ia tidak datang, maka tidak ada sholat baginya kecuali lantaran udzur." Riwayat Ibnu Majah, Daruquthni, Ibnu Hibban, dan Hakim dengan sanad yang menurut syarat Muslim. Sebagian menguatkan bahwa hadits ini mauquf. <br />
Hadits ke-265<br />
Dari Yazid Ibnu al-Aswad bahwa dia pernah sholat Shubuh bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah usai sholat beliau bertemu dengan dua orang laki-laki yang tidak ikut sholat. Beliau memanggil kedua orang itu, lalu keduanya dihadapkan dengan tubuh gemetaran. Beliau bertanya pada mereka: "Apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut sholat bersama kami?" Mereka menjawab: Kami telah sholat di rumah kami. Beliau bersabda: "Jangan berbuat demikian, bila kamu berdua telah sholat di rumahmu kemudian kamu melihat imam belum sholat, maka sholatlah kamu berdua bersamanya karena hal itu menjadi sunat bagimu." Riwayat Imam Tiga dan Ahmad dengan lafadz menurut riwayat Ahmad. Hadits shahih menuru Ibnu Hibban dan Tirmidzi. <br />
Hadits ke-266<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka apabila ia telah bertakbir, bertakbirlah kalian dan jangan bertakbir sebelum ia bertakbir. Apabila ia telah ruku', maka ruku'lah kalian dan jangan ruku' sebelum ia ruku'. Apabila ia mengucapkan (sami'allaahu liman hamidah) maka ucapkanlah (allaahumma rabbanaa lakal hamdu). Apabila ia telah sujud, sujudlah kalian dan jangan sujud sebelum ia sujud. Apabila ia sholat berdiri maka sholatlah kalian dengan berdiri dan apabila ia sholat dengan duduk maka sholatlah kalian semua dengan duduk." Riwayat Abu Dawud. Lafadznya berasal dari Shahih Bukhari-Muslim. <br />
Hadits ke-267<br />
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat para sahabatnya mundur ke belakang. Maka beliau bersabda: "Majulah kalian dan ikutilah aku, dan hendaknya orang-orang di belakangmu mengikuti kalian." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-268<br />
Zaid Ibnu Tsabit Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah membuat bilik dari tikar, lalu beliau sholat di dalamnya. Orang-orang mengetahuinya dan mereka datang untuk sholat bersama beliau. Hadits, dan di dalamnya disebutkan: "Sebagik-baik sholat seseorang itu di rumahnya kecuali sholat fardlu." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-269<br />
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa Muadz pernah sholat Isya' bersama para shahabatnya dan ia memperlama sholat tersebut. Maka bersabdalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: "Apakah engkau mau wahai Muadz menjadi seorang pemfitnah? Jika engkau mengimami orang-orang maka bacalah (washamsyi wadluhaaha), (sabbihisma rabbikal a'laa), (Iqra' bismi rabbika), dam (wallaili idzaa yaghsyaa)." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. <br />
Hadits ke-270<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah sholat berjama'ah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau sakit. 'Aisyah berkata: Beliau datang dan duduk di sebelah kiri Abu Bakar. Beliau mengimami jama'ah dengan duduk sedang Abu Bakar berdiri. Abu Bakar mengikuti sholat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan orang-orang mengikuti sholat Abu Bakar. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-271<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu mengimami orang-orang maka hendaknya ia memperpendek sholatnya, karena sesungguhnya di antara mereka ada yang kecil, besar, lemah, dan yang mempunyai keperluan. Bila is sholat sendiri, maka ia boleh sholat sekehendaknya." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-272<br />
Amar Ibnu Salamah berkata: Ayahku berkata: Aku sampaikan sesuatu yang benar-benar dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Beliau bersabda: "Bila waktu sholat telah datang, maka hendaknya seorang di antara kamu beradzan dan hendaknya orang yang paling banyak menghapal Qur'an di antara kamu menjadi imam." Amar berkata: Lalu mereka mencari-cari dan tidak ada seorang pun yang lebih banyak menghapal Qur'an melebihi diriku, maka mereka memajukan aku (untuk menjadi imam) padahal aku baru berumur enam atau tujuh tahun. Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud dan Nasa'i. <br />
Hadits ke-273<br />
Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Yang mengimami kaum adalah orang yang paling pandai membaca al-Qur'an di antara mereka. Jika dalam bacaan mereka sama, maka yang paling banyak mengetahui tentang Sunnah di antara mereka. Jika dalam Sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah di antara mereka. Jika dalam hijrah mereka sama, maka yang paling dahulu masuk Islam di antara mereka." Dalam suatu riwayat: "Yang paling tua." "Dan Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya dan janganlah ia duduk di rumahnya di tempat kehormatannya kecuali dengan seidzinnya." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-274<br />
Menurut riwayat Ibnu Majah dari hadits Jabir r.a: "Janganlah sekali-kali seorang perempuan mengimami orang laki-laki, orang Badui mengimami orang yang berhijrah, dan orang yang maksiat mengimami orang mu'min." Sanadnya lemah. <br />
Hadits ke-275<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tertibkanlah barisan (shof)-mu, rapatkanlah jaraknya, dan luruskanlah dengan leher." Hadits riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-276<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebaik-baik shof laki-laki adalah yang pertama dan sejelek-jeleknya ialah yang terakhir. Dan sebaik-baik shof perempuan adalah yang terakhir dan sejelek-jeleknya ialah yang pertama." Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-277<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah sholat bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada suatu malam. Aku berdiri di samping kirinya. Lalu beliau memegang kepalaku dari belakang dan memindahkanku ke sebelah kanannya. <br />
Hadits ke-278<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat, lalu aku dan seorang anak yatim berdiri di belakangnya sedang Ummu Salamah berdiri di belakang kami. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-279<br />
Dari Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau ruku'. Lalu ia ruku' sebelum mencapai shof. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padanya: "Semoga Allah menambah keutamaanmu dan jangan mengulanginya." Riwayat Bukhari. Abu Dawud menambahkan dalam hadits itu: Ia ruku' di belakang shaf kemudian berjalan menuju shof. <br />
Hadits ke-280<br />
Dari Wabishoh Ibnu Ma'bad Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah melihat seseorang sholat di belakang shaf sendirian. Maka beliau menyuruhnya agar mengulangi sholatnya. Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban<br />
Hadits ke-281<br />
Menurut riwayatnya dari Tholq Ibnu Ali r.a: "Tidak sempurna sholat seseorang yang sendirian di belakang shaf." Thabrani menambahkan dalam hadits Wabishoh: "Mengapa engkau tidak masuk dalam shaf mereka atau engkau tarik seseorang?" <br />
Hadits ke-282<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau telah mendengar qomat, maka berjalanlah menuju sholat dengan tenang dan sabar, dan jangan terburu-buru. Apa yang engkau dapatkan (bersama imam) kerjakan dan apa yang tertinggal darimu sempurnakan." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-283<br />
Dari Ubay Ibnu Ka'ab Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat seorang bersama seorang lebih baik daripada sholatnya sendirian, sholat seorang bersama dua orang lebih baik daripada sholatnya bersama seorang, dan jika lebih banyak lebih disukai oleh Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-284<br />
Dari Ummu Waraqah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk mengimami anggota keluarganya. Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah. (287 Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meminta Ibnu Ummu Maktum untuk menggantikan beliau mengimami orang-orang, padahal ia seorang buta. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. <br />
Hadits ke-285<br />
Hadits serupa juga terdapat dalam riwayat Ibnu Hibban dari 'Aisyah r.a. <br />
Hadits ke-286<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholatkanlah orang yang telah mengucapkan laa ilaaha illallah dan sholatlah di belakang orang yang telah mengucapkan laa ilaaha illallaah." Riwayat Daruquthni dengan sanad lemah. <br />
Hadits ke-287<br />
Dari Ali Ibnu Abu Tholib Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu datang untuk melakukan sholat sedang imam berada dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia mengerjakan sebagaimana yang tengah dikerjakan oleh imam." Riwayat Tirmidzi dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-288<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Sholat itu awalnya diwajibkan dua rakaat, lalu ia ditetapkan sebagai sholat dalam perjalanan, dan sholat di tempat disempurnakan (ditambah). Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-289<br />
Menurut riwayat Bukhari: Kemudian beliau hijrah, lalu diwajibkan sholat empat rakaat, dan sholat dalam perjalanan ditetapkan seperti semula. <br />
Hadits ke-290<br />
Ahmad menambahkan: Kecuali Maghrib karena ia pengganjil sholat siang dan Shubuh karena bacaannya dipanjangkan.<br />
Hadits ke-291<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam adakalanya mengqashar sholat dalam perjalanan dan adakalanya tidak, kadangkala puasa dan kadangkala tidak. Riwayat Daruquthni. Para perawinya dapat dipercaya, hanya saja hadits ini ma'lul. Adapun yang mahfudh dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu adalah dari perbuatannya, dan dia berkata: Sesungguhnya hal itu tidak berat bagiku. <br />
Hadits ke-292<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah suka bila rukhshoh (keringanan)-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia benci bila maksiatnya dilaksanakan." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Dalam suatu riwayat: "Sebagaimana Dia suka bila perintah-perintah-Nya yang keras dilakukan." <br />
Hadits ke-293<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila keluar bepergian sejauh tiga mil atau farsakh, beliau sholat dua rakaat. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-294<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah kami keluar bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dari Madinah ke Mekkah. Beliau selalu sholat dua rakaat-dua rakaat sampai kami kembali ke Madinah. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. <br />
Hadits ke-295<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menetap selama 19 hari, beliau mengqashar sholat. Dalam lafadz hadits lain: Di Mekkah selama 19 hari. Riwayat Bukhari. Dan dalam suatu riwayat menurut Abu Dawud: Tujuh belas hari. Dalam riwayat lain: Lima belas hari. <br />
Hadits ke-296<br />
Menurut riwayat Bukhari dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu : Delapan belas hari. <br />
Hadits ke-297<br />
Menurut riwayatnya pula dari Jabir Radliyallaahu 'anhu : Beliau menetap di Tabuk 20 hari mengqashar sholat. Para perawinya dapat di percaya tetapi diperselisihkan maushul-nya. <br />
Hadits ke-298<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila berangkat dalam bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan sholat Dhuhur hingga waktu Ashar. Kemudian beliau turun dan menjamak kedua sholat itu. Bila matahari telah tergelincir sebelum beliau pergi, beliau sholat Dhuhur dahulu kemudian naik kendaraan. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu hadits riwayat Hakim dalam kitab al-Arba'in dengan sanad shahih: Beliau sholat Dhuhur dan Ashar kemudian naik kendaraan. Dalam riwayat Abu Nu'aim dalam kitab Mustakhroj Muslim: Bila beliau dalam perjalanan dan matahari telah tergelincir, beliau sholat Dhuhur dan Ashar dengan jamak, kemudian berangkat. <br />
Hadits ke-299<br />
Muadz Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah pergi bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam perang Tabuk. Beliau Sholat Dhuhur dan Ashar dengan jamak serta Maghrib dan Isya' dengan jamak. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-300<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan mengqashar sholat kurang dari empat burd, yakni dari Mekkah ke Usfan." Diriwayatkan oleh Daruquthni dengan sanad lemah. Menurut pendapat yang benar hadits ini mauquf sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah.<br />
Hadits ke-301<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebaik-baik umatku adalah mereka yang bila berbuat kesalahan memohon ampunan dan bila bepergian mengqashar sholat dan membatalkan puasa." Dikeluarkan oleh Thabrani dalam Ausath dengan sanad yang lemah. Hadits tersebut juga terdapat dalam Mursal Said Ibnu al-Musayyab dengan ringkas. <br />
Hadits ke-302<br />
Imam Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mempunyai penyakit bawasir, bila aku menanyakan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang cara sholat. Beliau bersabda: "Sholatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu maka dengan berbaring." Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-303<br />
Jabir r.a: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menjenguk orang sakit. Beliau melihat orang itu sedang sholat di atas bantal, lalu beliau membuangnya. Beliau bersabda: "Sholatlah di atas tanah bila engkau mampu, jika tidak maka pakailah isyarat, dan jadikan (isyarat) sujudmu lebih rendah daripada (isyarat) ruku'mu." Riwayat Baihaqi dan Abu Hatim membenarkan bahwa hadits ini mauquf. <br />
Hadits ke-304<br />
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat dengan bersila. Riwayat Nasa'i. Menurut Al-Hakim hadits tersebut shahih. <br />
Hadits ke-305<br />
Abdullah Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa mereka berdua mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda di atas kayu mimbarnya: "Hendaknya orang-orang itu benar-benar berhenti meninggalkan sholat Jum'at, atau Allah akan menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar termasuk orang-orang yang lupa." Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-306<br />
Salamah Ibnu Al-Akwa' Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami sholat bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hari Jum'at, kemudian kami bubar pada saat tembok-tembok tidak ada bayangan untuk berteduh. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. Dalam lafadz menurut riwayat Muslim: Kami sholat Jum'at bersama beliau ketika matahari tergelincir kemudian kami pulang sambil mencari-cari tempat berteduh. <br />
Hadits ke-307<br />
Sahal Ibnu Sa'ad Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami tidak pernah tidur siang dan makan siang kecuali setelah (sholat) Jum'at. Muttafaq Alaihi dengan lafadz menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: Pada jaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam <br />
Hadits ke-308<br />
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang khutbah berdiri, datanglah kafilah dagang dari negeri Syam. Lalu orang-orang menyongsongnya sehingga (dalam masjid) hanya tinggal dua belas orang. Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-309<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari sholat Jum'at atau sholat lainnya, maka hendaklah ia menambah rakaat lainnya yang kurang, dan dengan itu sempurnalah sholatnya." Riwayat Nasa'i, Ibnu Majah dan Daruquthni. Lafadz hadits menurut riwayat Daruquthni. Sanadnya shahih tetapi Abu Hatim menguatkan ke-mursal-an hadits ini. <br />
Hadits ke-310<br />
Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkhutbah dengan berdiri, lalu duduk, kemudian bangun dan berkhotbah dengan berdiri lagi. Maka barangsiapa memberi tahu engkau bahwa beliau berkhutbah dengan duduk, maka ia telah bohong. Dikeluarkan oleh Muslim.<br />
Hadits ke-311<br />
Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila berkhotbah memerah kedua matanya, meninggi suaranya, dan mengeras amarahnya seakan-akan beliau seorang komandan tentara yang berkata: Musuh akan menyerangmu pagi-pagi dan petang. Beliau bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah Kitabullah (al-Qur'an), sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek perkara ialah yang diada-adakan (bid'ah), dan setiap bid'ah itu sesat." Diriwayatkan oleh Muslim. Dalam suatu riwayatnya yang lain: Khutbah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada hari Jum'at ialah: Beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian beliau mengucapkan seperti khutbah di atas dan suaru beliau keras. Dalam suatu riwayatnya yang lain. "Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada orang yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada orang yang dapat memberikan hidayah padanya." Menurut riwayat Nasa'i: "Dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka." <br />
Hadits ke-312<br />
Ammar Ibnu Yasir Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya lamanya sholat seseorang dan pendek khutbahnya adalah pertanda akan pemahamannya (yang mendalam)." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-313<br />
Ummu Hisyam Binti Haritsah Ibnu Al-Nu'man Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku tidak menghapal (Qof. Walqur'anil Majiid kecuali dari lidah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang beliau baca setiap Jum'at di atas mimbar ketika berkhutbah di hadapan orang-orang. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-314<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa berbicara pada sholat Jum'at ketika imam sedang berkhutbah, maka ia seperti keledai yang memikul kitab-kitab. Dan orang yang berkata: Diamlah, tidak ada Jum'at baginya." Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad tidak apa-apa, sebab ia menafsirkan hadits Abu Hurairah yang marfu' dalam shahih Bukhari-Muslim. <br />
Hadits ke-315<br />
"Jika engkau berkata pada temanmu "diamlah" pada sholat Jum'at sedang imam sedang berkhutbah, maka engkau telah sia-sia." <br />
Hadits ke-316<br />
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki masuk pada waktu sholat Jum'at di saat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang berkhutbah. Maka bertanyalahg beliau: "Engkau sudah sholat?" Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: "Berdirilah dan sholatlah dua rakaat." Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-317<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada sholat Jum'at biasanya membaca surat al-Jumu'ah dan al-Munafiqun. Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-318<br />
Dalam riwayatnya pula (Muslim) bahwa Nu'man Ibnu Basyir Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya beliau pada sholat dua 'Id dan Jum'at membaca (Sabbihisma rabbikal a'laa) dan (Hal ataaka haditsul ghoosyiyah). <br />
Hadits ke-319<br />
Zaid Ibnu Arqom Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat 'Id, kemudian beliau memberi keringanan untuk sholat Jum'at, lalu bersabda: "Barangsiapa hendak sholat, sholatlah." Riwayat Imam Lima kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah. <br />
Hadits ke-320<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu sholat Jum'at, hendaknya ia sholat setelah itu empat rakaat." Riwayat Muslim<br />
Hadits ke-321<br />
Dari Saib Ibnu Yazid Radliyallaahu 'anhu bahwa Muawiyah Radliyallaahu 'anhu pernah berkata kepadanya: Jika engkau telah sholat Jum'at maka janganlah engkau menyambungnya dengan sholat lain hingga engkau berbicara atau keluar, karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami demikian, yakni: Janganlah kita menyambung suatu sholat dengan sholat lain sehingga kita berbicara atau keluar. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-322<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mandi kemudian mendatangi sholat Jum'at, lalu sholat semampunya, kemudian diam sampai sang imam selesai dari khutbahnya, kemudian sholat bersama imam, maka diampuni dosa-dosanya antara Jum'at itu dan Jum'at berikutnya serta tiga hari setelahnya." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-323<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah menyebut hari Jum'at beliau bersabda: "Pada hari itu ada suatu saat jika bertepatan seorang hamba muslim berdiri untuk sholat memohon kepada Allah, maka niscaya Allah akan memberikannya sesuatu." Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya bahwa saat itu sebentar. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat Muslim: "Ia adalah saat yang pendek." <br />
Hadits ke-324<br />
Abu Burdah dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Saat (waktu) itu ialah antara duduknya imam hingga dilaksanakannya sholat." Riwayat Muslim. Daruquthni menguatkan bahwa hadits tersebut dari perkataan Abu Burdah sendiri. <br />
Hadits ke-325<br />
Dari hadits Abdullah Ibnu Salam menurut riwayat Ibnu Majah -- dan dari Jabir menurut riwayat Abu Dawud dan Nasa'i: "Bahwa saat tersebut adalah antara sholat Ashar hingga terbenamnya matahari." Hadits ini dipertentangkan lebih dari empat puluh pendapat yang telah saya (Ibnu Hajar) rangkum dalam Syarah Bukhari. <br />
Hadits ke-326<br />
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Sunnah telah berlaku bahwa pada setiap empat puluh orang ke atas wajib mendirikan sholat Jum'at. Riwayat Daruquthni dengan sanad lemah. <br />
Hadits ke-327<br />
Dari Samurah Ibnu Jundab, bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memohon ampunan untuk orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan pada setiap Jum'at. Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad lemah. <br />
Hadits ke-328<br />
Dari Jabir Ibnu Samurah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada saat khutbah membaca ayat-ayat Qur'an untuk memberi peringatan kepada orang-orang. Riwayat Abu Dawud dan asalnya dalam riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-329<br />
Dari Thariq Ibnu Syihab bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat Jum'at itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah kecuali empat orang, yaitu: budak, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit." Riwayat Abu Dawud. Dia berkata: Thoriq tidak mendengarnya dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dikeluarkan oleh Hakim dari riwayat Thariq dari Abu Musa. <br />
Hadits ke-330<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang yang bepergian itu tidak wajib sholat Jum'at." Riwayat Thabrani dengan sanad lemah.<br />
Hadits ke-331<br />
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila telah duduk di atas Mimbar, maka beliau berhadapan dengan muka kami. Riwayat Tirmidzi dengan sanad lemah. <br />
Hadits ke-332<br />
Menurut Ibnu Khuzaimah hadits tersebut mempunyai saksi dari hadits Bara'. <br />
Hadits ke-333<br />
Hakam Ibnu Hazn Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami mengalami sholat Jum'at bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau berdiri dengan memegang tongkat atau busur panah." Riwayat Abu Dawud. <br />
Hadits ke-334<br />
Dari Sholeh Ibnu Khuwwat Radliyallaahu 'anhu dari seseorang yang pernah sholat Khouf (sholat dalam keadaan takut atau perang) bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada hari perang Dzatir Riqo': Bahwa sekelompok sahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berbaris bersama beliau dan sekelompok lain menghadapi musuh. Lalu beliau sholat bersama mereka (kelompok yang berbaris) satu rakaat, kemudian beliau tetap berdiri dan mereka menyelesaikan sholatnya masing-masing. Lalu mereka bubar dan berbaris menghadapi musuh. Datanglah kelompok lain dan beliau sholat satu rakaat yang tersisa, kemudian beliau tetap duduk dan mereka meneruskan sendiri-sendiri, lalu beliau salam bersama mereka. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Hadits ini juga terdapat dalam kitab al-Ma'rifah karangan Ibnu Mandah, dari sholeh Ibnu Khuwwat dari ayahnya. <br />
Hadits ke-335<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku berperang bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di jalan menuju Najed. Kami menghadapi musuh dan berbaris menghadapi mereka. Maka berdirilah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan sholat bersama kami, sekelompok berdiri bersama beliau dan sekelompok lain menghadapi musuh. Beliau sholat satu rakaat dengan kelompok yang bersama beliau dan sujud dua kali, kemudian mereka berpaling menuju tempat kelompok yang belum sholat. Lalu mereka datang dan beliau sholat satu rakaat dan sujud dua kali. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-336<br />
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah sholat Khouf bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Kami berbaris dua barisan, satu barisan di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, sedang musuh berada di antara kami dan kiblat. Ketika Nabi takbir kami semua ikut takbir, kemudian beliau ruku' dan kami semua ikut ruku', ketika beliau mengangkat kepala (i'tidal) dari ruku' kami semua mengangkat kepala, kemudian beliau sujud bersama barisan yang ada di belakangnya, sedang barisan lain tetap berdiri menghadapi musuh. Ketika beliau selesai sujud berdirilah barisan yang ada di belakangnya. Jabir menyebut hadits tersebut. Dalam suatu riwayat lain: Kemudian beliau sujud dan sujud pula barisan pertama, ketika mereka berdiri sujudlah barisan kedua. Kemudian perawi menyebutkan hadits yang serupa dengan hadits tadi, dan di akhir hadits disebutkan: Kemudian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam salam dan kami semua ikut salam. Diriwayatkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-337<br />
Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Ayyasy al-Zuraqiy ditambahkan: Kejadian itu di Usfan.<br />
Hadits ke-338<br />
Menurut riwayat Nasa'i dari jalan lain, dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat dengan sekelompok sahabatnya dua rakaat, lalu beliau salam, kemudian sholat dengan kelompok lain dua rakaat, lalu salam. <br />
Hadits ke-339<br />
Hadits serupa diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Bakrah. <br />
Hadits ke-340<br />
Dari Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat khouf dengan mereka satu rakaat dan dengan mereka yang lain satu rakaat, dan mereka tidak mengqadla. Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.<br />
Hadits ke-341<br />
Hadits serupa diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu <br />
Hadits ke-342<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat khouf itu satu rakaat dalam keadaan bagaimanapun." Riwayat Al-Bazzar dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-343<br />
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu dalam hadits yang marfu': Dalam sholat khouf tidak ada sujud sahwi. Dikeluarkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah. <br />
Hadits ke-344<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hari Raya Fithri adalah hari orang-orang berbuka dan hari raya Adlha adalah hari orang-orang berkurban." Riwayat Tirmidzi. <br />
Hadits ke-345<br />
Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju tempat sholat mereka. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Lafadznya menurut Abu Dawud dan sanadnya shahih. <br />
Hadits ke-346<br />
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak berangkat (menuju tempat sholat) pada hari raya Fithri, sehingga beliau memakan beberapa buah kurma. Dikeluarkan oleh Bukhari. Dan dalam riwayat mu'allaq (Bukhari) yang bersambung sanadnya menurut Ahmad: Beliau memakannya satu persatu. <br />
Hadits ke-347<br />
Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak keluar pada hari raya Fithri sebelum makan dan tidak makan pada hari raya Adlha sebelum sholat. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-348<br />
Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, wanita-wanita yang haid itu terpisah dari tempat sholat. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-349<br />
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar selalu sholat dua hari raya Fithri dan Adlha sebelum khutbah. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-350<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat pada hari raya dua rakaat, beliau tidak melakukan sholat sebelum dan setelahnya. Dikeluarkan oleh Imam Tujuh. <br />
Hadits ke-351<br />
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat hari raya tanpa adzan dan qomat. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan asalnya dalam riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-352<br />
Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak melakukan sholat apapun sebelum sholat hari raya, bila beliau kembali ke rumahnya beliau sholat dua rakaat. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad hasan. <br />
Hadits ke-353<br />
Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar pada hari raya Fithri dan Adlha ke tempat sholat, sesuatu yang beliau dahulukan adalah sholat, kemudian beliau berpaling dan berdiri menghadap orang-orang, orang-orang masih tetap pada shafnya, lalu beliau memberikan nasehat dan perintah kepada mereka. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-354<br />
Dari Amar Ibnu Syuaib dari ayahnya dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Takbir dalam sholat hari raya Fithri adalah tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua, dan bacalah al-fatihah dan surat adalah setelah kedua-duanya." Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi mengutipnya dari shahih Bukhari. <br />
Hadits ke-355<br />
Dari Abu waqid al-Laitsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat hari raya Fithri dan Adlha biasanya membaca surat Qof dan Iqtarabat. Dikeluarkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-356<br />
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada hari raya biasanya mengambil jalan yang berlainan. Dikeluarkan oleh Bukhari. <br />
Hadits ke-357<br />
Abu Dawud juga meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu Umar. <br />
Hadits ke-358<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah dan mereka (penduduk Madinah) mempunyai dua hari untuk bermain-main. Maka beliau bersabda: "Allah telah menggantikan dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari raya Adlha dan Fithri." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i dengan sanad yang shahih. <br />
Hadits ke-359<br />
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Termasuk sunnah Rasul adalah keluar menuju sholat hari raya dengan berjalan kaki. Hadits hasan riwayat Tirmidzi. <br />
Hadits ke-360<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa mereka mengalami hujan pada hari raya, maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat hari raya bersama mereka di masjid. Riwayat Abu Dawud dengan sanad lemah.<br />
Hadits ke-361<br />
Al-Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah terjadi gerhana matahari yaitu pada hari wafatnya Ibrahim. Lalu orang-orang berseru: Terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana karena kematian dan kehidupan seseorang. Jika kalian melihat keduanya berdo'alah kepada Allah dan sholatlah sampai kembali seperti semula." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari disebutkan: "Sampai terang kembali." <br />
Hadits ke-362<br />
Menurut riwayat Bukhari dari hadits Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu : "Maka sholatlah dan berdoalah sampai kejadian itu selesai atasmu." <br />
Hadits ke-363<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengeraskan bacaannya dalam sholat gerhana, beliau sholat empat kali ruku' dalam dua rakaat dan empat kali sujud. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. Dalam riwayat Muslim yang lain: Lalu beliau menyuruh seorang penyeru untuk menyerukan: Datanglah untuk sholat berjama'ah. <br />
Hadits ke-364<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka beliau sholat, beliau berdiri lama sekitar lamanya bacaan surat al-Baqarah, kemudian ruku' lama, lalu bangun dan berdiri lama namun lebih pendek dibandingkan berdiri yang pertama, kemudian ruku' lama namun lebih pendek dibanding ruku' yang pertama, lalu sujud, kemudian berdiri lama namun lebih pendek dibanding berdiri yang pertama, lalu ruku' lama namun lebih pendek dibandingkan ruku' yang pertama, kemudian bangun dan berdiri lama namun lebih pendek dibanding berdiri yang pertama, lalu ruku' lama namun lebih pendek dibanding ruku' yang pertama, kemudian beliau mengangkat kepala lalu sujud, kemudian selesailah dan matahari telah terang, lalu beliau berkhutbah di hadapan orang-orang. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. Dalam suatu riwayat Muslim: Beliau sholat ketika terjadi gerhana matahari delapan ruku' dalam empat sujud.<br />
Hadits ke-365<br />
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu juga ada hadits semisalnya. <br />
Hadits ke-366<br />
Dalam riwayat Bukhari dari Jabir: Beliau sholat enam ruku' dengan empat sujud. <br />
Hadits ke-367<br />
Menurut riwayat Abu Dawud dari Ubay Ibnu Ka'ab Radliyallaahu 'anhu : Beliau sholat lalu ruku' lima kali dan sujud dua kali, dan melakukan pada rakaat kedua seperti itu. <br />
Hadits ke-368<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Tidak berhembus angin sedikitpun kecuali Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berlutut di atas kedua lututnya, seraya berdoa: "Ya Allah jadikan ia rahmat dan jangan jadikan ia siksa." Riwayat Syafi'i dan Thabrani. Dari dia Radliyallaahu 'anhu : Bahwa beliau sholat dengan enam ruku' dan empat sujud ketika terjadi gempa bumi, dan beliau bersabda: "Beginilah cara sholat (jika terlihat) tanda kekuasaan Allah." Diriwayatkan oleh Baihaqi. Syafi'i juga menyebut hadits seperti itu dari Ali Ibnu Abu Thalib namun tanpa kalimat akhirnya. <br />
Hadits ke-369<br />
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyu', tenang, berdoa kepada Allah, lalu beliau sholat dua rakaat seperti pada sholat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti pada sholat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti khutbahmu ini. Riwayat Imam Lima dan dinilai shahih oleh Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban. <br />
Hadits ke-370<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu : Bahwa orang-orang mengadu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang tidak turunnya hujan. Beliau menyuruh mengambil mimbar dan meletakkannya di tempat sholat, lalu beliau menetapkan hari dimana orang-orang harus keluar. Beliau keluar ketika mulai tampak sinar matahari. Beliau duduk di atas mimbar, bertakbir dan memuji Allah, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian telah mengadukan kekeringan negerimu padahal Allah telah memerintahkan kalian agar berdoa kepada-Nya dan Dia berjanji akan mengabulkan doamu. Lalu beliau berdoa, segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang merajai hari pembalasan, tidak ada Tuhan selain Allah yang melakukan apa yang Ia kehendaki, ya Allah Engkaulah Allah tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau Mahakaya dan kami orang-orang fakir, turunkanlah pada kami hujan, dan jadikan apa yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal hingga suatu batas yang lama." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya terus menerus hingga tampak warna putih kedua ketiaknya, lalu beliau masih membelakangi orang-orang dan membalikkan selendangnya dan beliau masih mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau menghadap orang-orang dan turun, lalu sholat dua rakaat. Lalu Allah mengumpulkan awan, kemudian terjadi guntur dan kilat, lalu turun hujan. Riwayat Abu Dawud. Dia berkata: Hadits ini gharib dan sanadnya baik. <br />
Hadits ke-371<br />
Mengenai kisah membalikkan selendang dalam shahih Bukhari dari hadits Abdullah Ibnu Zaid di dalamnya disebutkan: Lalu beliau menghadap kiblat dan berdoa, kemudian sholat dua rakaat dengan bacaan yang keras. <br />
Hadits ke-372<br />
Menurut riwayat Daruquthni dari hadits mursal Abu Ja'far al-Baqir: Beliau membalikkan selendang itu agar musim kemarau berganti (dengan musim hujan). <br />
Hadits ke-373<br />
Dari Anas bahwa ada seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari Jum'at di saat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri memberikan khutbah, lalu orang itu berkata: Ya Rasulullah, harta benda telah binasa, jalan-jalan putus, maka berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan kita hujan. Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa: "Ya Allah turunkanlah hujan pada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami." Lalu dia meneruskan hadits itu dan didalamnya ada doa agar Allah menahan awan itu. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-374<br />
Dari Anas bahwa Umar Radliyallaahu 'anhu bila orang-orang ditimpa kemarau ia memohon hujan dengan tawasul (perantaraan Abbas Ibnu Abdul Mutholib.*Ia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu memohon hujan kepada-Mu dengan perantaraan Nabi kami, lalu Engkau beri kami hujan, dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan. Lalu diturunkan hujan kepada mereka. Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-375<br />
Dari dia Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah kehujanan, lalu beliau membuka bajunya sehingga badan beliau terkena hujan. Beliau bersabda: "Sesungguhnya hujan ini baru datang dari Tuhannya." Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-376<br />
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila melihat hujan, beliau berdoa: "Ya Allah curahkanlah hujan yang bermanfaat." Dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim. <br />
Hadits ke-377<br />
Dari Sa'ad Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdoa sewaktu memohon hujan: "Ya Allah ratakanlah bagi kami awan yang tebal, berhalilintar, yang deras, berkilat, yang menghujani kami dengan rintik-rintik, butir-butir kecil yang banyak siramannya, wahai Dzat yang Maha Agung dan Mulia." Riwayat Abu Awanah dalam kitab shahihnya. <br />
Hadits ke-378<br />
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Nabi Sulaiman pernah keluar untuk memohon hujan, lalu beliau melihat seekor semut terlentang di atas punggungnya dengan kaki-kakinya terangkat ke langit seraya berkata: "Ya Allah kami adalah salah satu makhluk-Mu yang bukan tidak membutuhkan siraman airmu. Maka Nabi Sulaiman berkata: Pulanglah, kamu benar-benar akan diturunkan hujan karena doa makhluk selain kamu." <br />
Hadits ke-379<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memohon hujan, lalu beliau memberi isyarat dengan punggung kedua telapak tangannya ke langit. Dikeluarkan oleh Muslim. <br />
Hadits ke-380<br />
Dari Abu Amir al-Asy'ari Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya akan ada di antara umatku kaum yang menghalalkan kemaluan dan sutra." Riwayat Abu Dawud dan asalnya dalam riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-381<br />
Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami minum dan makan dalam tempat terbuat dari emas dan perak, memakai pakaian dari sutera tipis dan tebal, serta duduk di atasnya. Riwayat Bukhari. <br />
Hadits ke-382<br />
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua, tiga, atau empat jari. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. <br />
Hadits ke-383<br />
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman Ibnu Auf dan Zubair untuk memakai pakaian sutera dalam suatu bepergian karena penyakit gatal yang menimpa mereka. Muttafaq Alaihi. <br />
Hadits ke-384<br />
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberiku pakaian dari campuran sutera. Lalu aku keluar dengan menggunakan pakaian itu dan kulihat kemarahan di wajah beliau, maka aku bagikan pakaian itu kepada wanita-wanita di rumahku. Muttafaq Alaihi dan lafadz hadits ini menurut Muslim. <br />
Hadits ke-385<br />
Dari Abu Musa Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Emas dan sutera itu dihalalkan bagi kaum wanita umatku dan diharamkan bagi kaum prianya." Riwayat Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi. <br />
Hadits ke-386<br />
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah itu senang bila memberikan suatu nikmat kepada hamba-Nya, Dia melihat bekas nikmat-Nya itu padanya." Riwayat Baihaqi. <br />
Hadits ke-387<br />
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai pakaian yang ada suteranya dan yang dicelup kuning. Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-388<br />
Abdullah Ibnu Amar Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat kepadaku dua pakaian yang dicelup kuning, lalu beliau bertanya: "Apakah ibumu menyuruhmu seperti ini?" Riwayat Muslim. <br />
Hadits ke-389<br />
Dari Asma Binti Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dia mengeluarkan jubah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang saku, dua lengan, dan dua belahannya bersulam sutera. Riwayat Abu Dawud. Asalnya dari riwayat Muslim, dan dia menambahkan: Jubah itu disimpan di tempat 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu hingga dia wafat, lalu aku mengambilnya. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa mengenakannya dan kami mencucinya untuk mengobati orang sakit. Bukhari menambahkan dalam kitab al-Adabul Mufrad: Beliau biasa mengenakannya untuk menemui utusan di hari Jum'at.<br />
<br />
________________________________________<br />
Sumber: Kitab Hadits Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Oleh : Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani.<br />
http://www.mutiara-hadits.co.nr/<br />
________________________________________<br />
.:: HaditsWeb ::.pondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-22553457368612148222012-03-18T18:47:00.001-07:002012-03-18T18:47:50.340-07:00BUKU SHOROFBentuk-Bentuk Mashdar <br />
BAB. I<br />
LANDASAN TEORI<br />
<br />
1. Pengertian Sharaf (Morfologi)<br />
<br />
a. Secara Etimologi (Bahasa)<br />
<br />
الصرف لغة هوالتغيير مطلقا <br />
b. Secara Terminologi (Istilah)<br />
<br />
الصّرف في الأصطلاح هو : علم تعرف به صياغة الأبنية العربية و أحوالها وما يعرض لها مماليس بإعراب ولابناء.<br />
2. Pengertian Masdar ( Origional noun )<br />
<br />
a. Secara Etimologi ( bahasa )<br />
<br />
المصدرلغة هو الأصل أو المرجوع <br />
b. Secara Terminologi ( Istilah )<br />
<br />
االمصدر هو ما دلّ على الحدث مجرّدا من الزمن. وهوأصل جميع المشتقّات.<br />
<br />
3. Pengertian Mizan al-Sharaf<br />
<br />
الميزان الصرفي هو معيار لفظى على اتخاذه من الفاء والعين واللام, ليزنوابه انواع الكلمات العربيه.<br />
4. Pemilihan Wazan dengan huruf ع , ف dan ل<br />
<br />
واختيار الميزان من أحرف (فعل) يرجع إلى ما يلى :<br />
<br />
اولا :أن الذي يكثر فيه التغيير هو الفعل والاسماء المتصلة بمعناء كإسمى الفعل والمغعول والصفة المشبهة, لذلك اختيارهذا اللفظ ليسكون مشاكلا الموزون.<br />
<br />
ثانيا :أن لفظ (فعل) يصدق على كل حدث وعمل, فالصوم فعل والنوم فعل, والجهاد فعل وهكذا.. فاختياره لدلالته على الشمول والعموم.<br />
<br />
ثالثا :روعى فى الاختيار ان لفظ (فعل) تجمتع فيه مخارج الحروف الثلاثة الحلق واللسان والشفتان فأخذوا من كل مخرج حرفا.. فالفاء من الشفة والعين من الحلق, واللام من اللسان.<br />
5. Pengertian Fiil Tsulasi<br />
<br />
الفعل الثلاثى هو ما كان اصل حروفه يتكوّن من ثلاثة أحرف ... <br />
<br />
<br />
6. Pengertian Mujarrad<br />
<br />
الفعل المجرد هو ما كان يتجرّد عن زيادة الحرف بحرف أو أكثر<br />
<br />
7. Wazan Masdar Tsulasi Mujarrad :<br />
<br />
a. Masdar Wazan Qiyasi <br />
1. Pengertian Masdar wazan qiyasi <br />
<br />
الو زن القياسي ما كان له ضا بط, والمراد بالضابط حكم كليّ ينطبق على جزءياته <br />
2. Bentuk-bentuk Masdar Wazan Qiyasi <br />
<br />
الأوزان القياسيّة للمصدر المجرّدالثالاثيّ<br />
موزن المصدر وزن المصد ر وزن الماضى المجرّد<br />
زراعة (حرفة)<br />
خفقان (اضطراب)<br />
نعاب (صوت)<br />
طين (صوت)<br />
كمدة (لون)<br />
إباء (امتناع)<br />
زكام (داء)<br />
رحيل (سير)<br />
سهولة<br />
فصاحة<br />
كرم<br />
فرح (من الفعل اللزم)<br />
قعود(من الفعل اللزم)<br />
كسب (من الفعل المتعدّى)<br />
فهم (من الفعل المتعدّى) فعالة<br />
فعلان<br />
فعال<br />
فعيل<br />
فعلة<br />
فعال<br />
فعال<br />
فعيل<br />
فعولة<br />
فعالة<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعول<br />
فعل<br />
فعل فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل 1<br />
2<br />
3<br />
4<br />
5<br />
6<br />
7<br />
8<br />
9<br />
10<br />
11<br />
12<br />
13<br />
14<br />
15<br />
<br />
b. Masdar Wazan Sima’I <br />
1. Pengertian Masdar Sima’i<br />
الوزن السماعي ليس له قاعدة كلّية مشتملة على جزءياته بل يتعلّق بالسمع من اهل اللسان ويتوقّف عليه<br />
<br />
<br />
<br />
2. Bentuk-bentuk Masdar Sima’i<br />
أوزان سماعية للمصدر المجرّد الثلاثيّ<br />
شرب<br />
حفظ<br />
قتل<br />
رحمة<br />
نشدة<br />
كدرة<br />
دعوى<br />
ذكرى<br />
حرمان<br />
ذوبان<br />
غفران<br />
طلب<br />
كذب<br />
صغر<br />
هدى<br />
عظمة<br />
سرقة<br />
ذهاب<br />
نكاح<br />
سؤال<br />
فصاحة<br />
دراية<br />
بغاية<br />
كراهية<br />
قبول<br />
دخول<br />
رحيل<br />
عذوبة<br />
ضرورة<br />
دينونة<br />
سؤدد<br />
بشرى<br />
تكرار<br />
تبيان<br />
مسيسى<br />
جبروت فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعلة<br />
فعلة<br />
فعلة<br />
فعلى<br />
فعلى<br />
فعلان<br />
فعلان<br />
فعلان<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعل<br />
فعلة<br />
فعلة<br />
فعال<br />
فعال<br />
فعال<br />
فعالة<br />
فعالة<br />
فعالة<br />
فعاليّة<br />
فعول<br />
فعول<br />
فعيل<br />
فعولة<br />
فعولة<br />
فعلولة<br />
فعلل<br />
فعلى<br />
تفعال<br />
تفعال<br />
فععيلى<br />
فعلوت 1<br />
2<br />
3<br />
4<br />
5<br />
6<br />
$0A7<br />
8<br />
9<br />
10<br />
11<br />
12<br />
13<br />
14<br />
15<br />
16<br />
17<br />
18<br />
19<br />
20<br />
21<br />
22<br />
23<br />
24<br />
25<br />
26<br />
27<br />
28<br />
29<br />
30<br />
31<br />
32<br />
33<br />
34<br />
35<br />
36<br />
<br />
<br />
BAB. II<br />
ANALISA BENTUK-BENTUK MASDAR<br />
DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-BAQARAH AYAT 50-100<br />
<br />
Analisa dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah mencakup empat aspek diantaranya : Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad, Ruba’i mujarrad, Humasyi dan sudasy, tetapi yang akan dianalisa pada makalah ini adalah kata masdar yang dibentuk dari Tsulasi mujarrad bab 1 sampai 6antara lain adalah : <br />
<br />
1. Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad bab 1, yaitu :<br />
<br />
a. الكتاب kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz كَتَبَ – يَكْتُبُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فِعَالاً / فَعْلاً<br />
b. جَهْرَةً kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz جَهَرَ – يَجْهُرُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلَةً / فَعْلاً<br />
c. مَوْتِ kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz مَاتَ – يَمُوْتُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلاً<br />
d. قََوْلاً kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz قَا لَ – يَقُوْلُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلاً<br />
e. فَضْلُ kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz فَضَلَ - يَفْضُلُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلاً<br />
f. نَكَالاً kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz نَكَلَ – يَنْكُلُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعَالاً / فَعْلاً<br />
g. ذَلُوْلٌ kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz ذَلَّ - يَذُلُّ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعُوْلاً/ فَعْلاً<br />
h. قسوةً kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz قسَا - يقسُو yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلَةً / فَعْلاً<br />
i. غُلفٌ kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz غَلَفَ -يغلُفُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فُعْلاً / فَعْلاً<br />
j. كفر kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz كَفَرَ- يَكفُرُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فُعْلاً / فَعْلاً<br />
k. رِجْزَا kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz رَجَزَ – يَرْجُزُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فِعْلاً / فَعْلاً<br />
<br />
2. Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad bab 2, yaitu :<br />
<br />
a. بَغْيًا kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz بغَى - يَبْغِى yang berw`zan فَعَلَ – يَفُعِلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلاً<br />
b. هٌدًى kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz هَدَى - يَهْدِى yang berwazan فَعَلَ – يَفُعِلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلا/ فُعَل<br />
<br />
<br />
3. Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad bab 3, yaitu :<br />
<br />
a. رَغَدًا kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz رَغَدَ – يَرْغَدُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعَلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعَلاً / فَعْلاً<br />
b. غضب kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi َlafadz غَضَبَ - يَغْضَبُُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعَلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلاً<br />
c. خَوْفٌ kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz خَافَ – يَخَافُ yang berwazan فَعَلَ – يَفُعَلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فَعْلاً<br />
<br />
<br />
4. Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad bab 4, yaitu :<br />
<br />
a. نَفْساً kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz نَفِسَ - يَنْفَسُ yang berwazan فَعِلَ – يَفُعَلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فٍعْلاً<br />
b. رَحْمَةٌ kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz رَحِمَ - يَرْحَمُ yang berwazan فَعِلَ – يَفُعَلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فِعْلاً/ فَعْلةًٌ<br />
c. عَهدًا kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz عَهِِدَ - يعهَد yang berwazan فَعِلَ – يَفُعَلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فِعْلاً<br />
<br />
5. Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad bab 5, yaitu :<br />
<br />
a. حُسْنَا kata ini berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz حسُنَ - يحْسُنُ yang berwazan فَعُلَ – يَفُعُلُ , yang mana bentuk wazan mashdarnya adalah فُعْلاً<br />
<br />
6. Masdar yang dibentuk dari tsulasi mujarrad bab 6, yaitu :<br />
<br />
TIDAK DITEMUKAN…!!<br />
<br />
<br />
BAB. III TABEL<br />
<br />
A. Kata Masdar Yang Berwazan (فعل يفعل/ Bab.1) Dalam Surat Al-Baqarah<br />
<br />
<br />
وزن المصدر وزن الماضى والمضارع المجردان الأية نصى الأية رقم<br />
فِعَالاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
كَتَبَ – يَكْتُبُ 53 موسى الكتاب 1<br />
فَعْلَةً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
جَهَرَ – يَجْهُرُ 55 حَتَّى نَرَى اللهُ جَهْرَةً 2<br />
فَعْلاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
مَاتَ – يَمُوْتُ 56 مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ 3<br />
<br />
فَعْلاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
قَا لَ – يَقُوْلُ 59 الذين ظلموا قََوْلاً 4<br />
فَعْلاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
فَضَلَ - يَفْضُلُ 64 ولولافَضْلُ الله 5<br />
فَعَالاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
نَكَلَ – يَنْكُلُ 66 فجعلناها نَكَالاً 6<br />
فَعُوْلاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
ذَلَّ - يَذُلُّ 71 انها بقرة لا ذَلُوْلٌ 7<br />
<br />
فعلة فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
قسَا - يقسُو 74 أوأشدّ قسوةً 8<br />
<br />
فُعْلاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
غَلَفَ -يغلُفُ 88 وقالوا قلوبنا غُلفٌ 9<br />
<br />
فُعْلاً فَعَلَ – يَفْعُلُ<br />
كَفَرَ- يَكفُرُ 88 لعنهم الله بكفرهم 10<br />
فِعْلاً فَعَلَ - يَفْعُلُ<br />
رَجَزَ – يَرْجُزُ 59 على الّذين ظلموا رِجْزَا 11<br />
<br />
<br />
B. Kata Masdar Yang Berwazan (فعل يفعل/ Bab.2) Dalam Surat Al-Baqarah<br />
<br />
وزن المصدر وزن الماضى والمضارع المجردان الأية نصى الأية رقم<br />
فَعْلا ً فَعَلَ – يَفعِلُ<br />
بغَى - يَبْغِى 90 بما انزل الله بَغْيًا 1<br />
<br />
فُعَل فَعَلَ – يَفعِلُ<br />
هَدَى - يَهْدِى 97 لما بين يديه وهٌدًى 2<br />
<br />
C. Kata Masdar Yang Berwazan (فعل يفعل/ Bab.3) Dalam Surat Al-Baqarah<br />
<br />
وزن المصدر وزن الماضى والمضارع المجردان الأية نصى الأية رقم<br />
فَعَلاً فَعَلَ – يَفْعَلُ<br />
رَغَدَ – يَرْغَدُ 58 حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا 1<br />
فَعْلاً فَعَلَ – يَفْعَلُ<br />
غَضَبَ - يَغْضَبُ 61 وباءو بغضب من الله 2<br />
فَعْلاً فَعَلَ – يَفْعَلُ<br />
خَافَ – يَخَافُ 62 ولاخَوْفٌ عليهم 3<br />
<br />
D. Kata Masdar Yang Berwazan (فعل يفعل/ Bab.4) Dalam Surat Al-Baqarah<br />
<br />
وزن المصدر وزن الماضى والمضارع المجردان الأية نصى الأية رقم<br />
فَعْلةًٌ فَعِلَ - يَفْعَلُ <br />
رَحِمَ - يَرْحَمُ 64 ورَحْمَتُهُ لكنتم… 1<br />
فَعْلاً فَعِلَ - يَفْعَلُ <br />
نَفِسَ - يَنْفَسُ 72 وإذ قتلتم نَفْساً 2<br />
<br />
فَعْلاً فَعِلَ - يَفْعَلُ <br />
عَهِدَ - يعهَد 80 عند الله عَهدًا 3<br />
<br />
E. Kata Masdar Yang Berwazan (فعل يفعل/ Bab.5) Dalam Surat Al-Baqarah<br />
<br />
وزن المصدر وزن الماضى والمضارع المجردان الأية نصى الأية رقم<br />
فُعلا فَعُلَ – يفعُلُ<br />
حسُنَ - يحْسُنُ وقولوا للناس حُسْنَا 1<br />
<br />
Diposkan oleh Dede Ahmad Syarifudin (OthenK) di 05:05 <br />
<br />
ENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
Fi’il bina mahmuz dan fi’il bina mudho’af merupakan rantaian kalimat-kalimat fi’il yang harus dibahas dalam mempelajari ilmu sharaf. Dalam makalah ini akan dijelaskan sedikit tentang kedua kalimat fi’il tersebut diatas.<br />
B. Tujuan<br />
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan sedikit gambaran tentang fi’il bina mahmuz ataupun fi’il bina mudho’af dalam pengertiannya, klasifikasinya dan hal-hal lain yang mesti kita pelajari.<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
Fi’il Bina Mahmuz<br />
<br />
<br />
A. Pengertian<br />
المهموز هو ما كان أحد أصوله همزة. فمثال ما فاؤه همزة أمر ومثال ما عينه همزة سأل ومثال لامه همزة قرأ<br />
Fi’il Bina mahmuz adalah fi’il yang salah satu huruf fi’ilnya berupa huruf hamzah baik fa fi’ilnya, ‘ain fi’ilnya ataupun lam fi’ilnya. Contoh fi’il yang fa fi’ilnya berupa hamzah seperti أمر contoh fi’il yang ‘ain fi’ilnya berupa hamzah seperti سأل contoh fi’il yang lam fi’ilnya berupa hamzah seperti قرأ. <br />
Huruf hamzah dalam fi’il ini adalah huruf shahih bukan huruf ‘illat, akan tetapi terkadang ditakhfif dengan cara menukarkannya dengan huruf lain atau dibuang jika berada selain di awal kalimat dengan ketentuan yang telah berlaku dalam ilmu sharaf.<br />
B. Klasifikasi Fi’il Bina Mahmuz<br />
1. Fi’il Bina Mahmuz yang hamzahnya terletak pada posisi Fa Fi’il (Mahmuz Fa).<br />
a. Fi’il Bina Mahmuz yang difathahkan ‘ain fi’il madhinya dan didhomahkan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab I).<br />
Contoh kalimat : <br />
اَخَذ – يَأْخُذُ<br />
اَكَلَ – يَأْكُلُ<br />
اَمَلَ – يَأْمُلُ<br />
اَمَرَ – يَأْمُرُ<br />
b. Fi’il bina mahmuz yang difathahkan ‘ain fi’il madhi dan dikasrahkan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab II).<br />
Contoh kalimat : <br />
أَبَقَ – يَأْبِقُ<br />
أَدَمَ – يَأْدِمُ<br />
c. Fi’il Bina Mahmuz yang difathahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab III).<br />
Contoh kalimat : <br />
أَهَبَ – يَهَبُ<br />
<br />
d. Fi’il Bina Mahmuz yang dikasrahkan ‘ain fi’il madhinya dan difathahkan ‘ain fi’il mudhorinya (Bab IV).<br />
Contoh kalimat :<br />
اَمِنَ – يَأْمَنُ <br />
أَثِمَ – يَأْثَمُ<br />
e. fi’il bina mahmuz yang didhomahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori (Bab V).<br />
Contoh kalimat : <br />
أَدُبَ - يَأْدُبُ<br />
2. Fi’il bina mahmuz yang hamzahnya terletak pada posisi ‘ain fi’il (Mahmuz ‘Ain).<br />
a. Fi’il bina mahmuz yang difatahkan ‘ain fi’il madhinya dan dikasrahkan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab II).<br />
Contoh kalimat :<br />
زَأَرَ – يَزْئِرُ<br />
وَأَدَ – يَئِدُ<br />
b. Fi’il bina mahmuz yang difatahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab III).<br />
Contoh kalimat :<br />
سَأَلَ – يَسْأَلُ<br />
نَأَى – يَنْأَى<br />
رَأىَ - يَرَى<br />
c. Fi’il bina mahmuz yang dikasrahkan ‘ain fi’il madhinya dan difathahkan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab IV).<br />
Contoh kalimat : <br />
بَئِسَ – يَبْئَسُ<br />
سَئِمَ - يَسْئَمُ<br />
d. Fi’il bina mahmuz yang didhomahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab V)<br />
Contoh kalimat :<br />
رَؤُفَ – يَرْؤُفُ<br />
لَئُمَ - يَلْئُمُ<br />
3. Fi’il bina mahmuz yang hamzahnya menempati posisi lam fi’il.<br />
a. Fi’il bina mahmuz yang difathahkan ‘ain fi’il madhinya dan dikasrahkan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab II).<br />
Contoh kalimat :<br />
هَنَأَ – يَهْنِى<br />
وَفَأَ - يَفِئُ<br />
b. Fi’il bina mahmuz yang difathahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab III).<br />
Contoh kalimat :<br />
قَرَأَ – يَقْرَأُ<br />
نَشَأَ - يَنْشَأُ<br />
c. Fi’il bina mahmuz yang dikasrahkan ‘ain fi’il madhinya dan difathahkan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab IV).<br />
Contoh kalimat :<br />
بَرِئَ – يَبْرَأُ<br />
ظَمِأَ - يَظْمَأُ<br />
d. Fi’il bina mahmuz yang didhomahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori’nya (Bab V).<br />
Contoh kalimat :<br />
جَزُؤَ – يَجْزُؤُ<br />
بَطُؤَ – يَبْطُؤُ<br />
C. Variasi Penukaran Hamzah dalam Fi’il Bina Mahmuz<br />
1. Hamzah yang Ditukarkan dengan huruf Alif<br />
Apabila hamzah itu sukun dan berada setelah harkat fathah. Contoh:<br />
يَأْكُلُ menjadi يَاكُلُ akan tetapi jika menginginkan membaca dengan tahqiq, maka hamzah itu tidak ditukarkan dengan huruf alif.<br />
<br />
2. Hamzah yang ditukarkan dengan huruf Ya<br />
Apabila hamzah tersebut sukun dan berada setelah harkat kasrah. Contoh:<br />
اِئْذَن menjadi اِيْذَن tetapi jika menginginkan membacanya dengan tahqiq, maka hamzah itu tidak ditukarkan dengan huruf ya.<br />
$0A3. Hamzah yang ditukarkan dengan huruf wau<br />
Apabila hamzah tersebut sukun berada setelah harkat dhomah. Contoh:<br />
يُؤْمِنُ menjadi يُوْمِنُ akan tetapi jika menginginkan membaca dengan tahqiq, maka hamzah tidak ditukarkan atau ditetapkan.<br />
Ada pengecualian pada penukaran hamzah dengan alif, yaitu apabila hamzah tersebut berharkat fathah dan harkat sebelumnya juga fathah seperti dalam lafadz قَرَأ hamzahnya tidak boleh ditukarkan dengan alif atau ditetapkan. Sedangkan apabila hamzah itu berharkat fathah dan harkat sebelumnya berupa kasrah atau dhomah, maka hamzah tersebut boleh ditukarkan dengan huruf yang sesuai dengan harkat sebelumnya. Seperti contoh:<br />
مِئرَ menjadi مِيْرَ, جُؤَنَ menjadi جُوْنَ<br />
Apabila hamzah tersebut berharkat yang huruf sebelum dan sesudahnya berupa huruf shahih sukun. Contoh:<br />
اِسْألْ menjadi اِسَال kemudian terdapat dua sukun antara dua huruf, maka dibuang alifnya menjadi اِسَلْ kemudian dibuang hamzah fi’il ‘amrnya menjadi سَلْ.<br />
D. Pembuangan Hamzah<br />
Adapun pembuangan hamzah fi’il bina mahmuz khususnya dalam fi’il ‘amr merupakan kebhasaan orang Arab membuang hamzah dalam kalimat tersebut karena dianggap berat membacanya.<br />
Contoh:<br />
أأخُذْ أأمُرْ أأكُلْ menjadi خُذْ مُرْ كُلْ.<br />
<br />
BAB III<br />
PEMBAHASAN<br />
Fi’il Mudho’af<br />
<br />
<br />
A. Fi’il Mudho’af Tsulatsi<br />
1. Mudho’af Tsulatsi Mujarrad<br />
a. Pengertian <br />
ما تما قل فيه حرفان متجاوران من اصوله<br />
Fi’il bina mudho’af adalah fi’il yang di dalamnya terdapat dua huruf yang sama dan terletak pada posisi lam fi’il dan ‘ain fi’il.<br />
b. Klasifikasi fi’il bina mudho’af<br />
1. Fi’il bina mudho’af dalam fi’il tsulatsi mujarrad bab I<br />
مدّ - يمدّ<br />
2. Fi’il bina mudho’af dalam fi’il tsulatsi mujarrad bab II<br />
فرّ - يفرّ<br />
3. Fi’il bina mudho’af dalam fi’il tsulatsi mujarrad bab IV<br />
عضّ - يعضّ<br />
c. Variasi pembacaan fi’il bina mudho’af<br />
Fi’il bina mudho’af wajib dibaca idghom apabila:<br />
1. fi’il bina mudho’af itu hanya sebagai isim dhohir, contoh:<br />
شدّ dan عدّ<br />
2. fi’il bina mudho’af itu dipasangkan dengan dhomir mustatir, contoh:<br />
سعد عدّ المال<br />
3. fi’il bina mudho’af itu dipasangkan dengan dhomir rofa’ sakan, contoh:<br />
هما مدّا<br />
هم مدّوا<br />
4. fi’il madhi bina mudho’af dengan ta ta’nits, contoh:<br />
عدّت زينب المال<br />
Adapun fi’il bina mudho’af yang keluar dari fi’il madhi yang dikasrahkan ‘ain fi’il madhinya atau fi’il yang didhomahkan ‘ain fi’il madhi dan ‘ain fi’il mudhori’nya, jika dipasangkan dengan dhomir mutaharrik marfu’, maka cara membacanya dapat tiga cara, yakni:<br />
1. Menyempurnakan bacaannya seperti asalnya, contoh:<br />
ظللت dan لببت<br />
2. Membuang ‘ain fi’il dan memindahkan harkatnya kepada huruf sebelumnya, contoh:<br />
ظلْت dan لبْت<br />
3. Membuang ‘ain fi’il tanpa memindahkan harkatnya ke huruf sebelumnya, contoh:<br />
ظلت<br />
Fi’il bina mudho’af keluaran fi’il tsulatsi yang difathahkan ‘ain fi’ilnya, jika dipasangkan dengan dhomir mutaharrik marfu’, maka cara membacanya adalah dengan tidak diidghomkan. Contoh:<br />
شددتُ<br />
Fi’il mudhori’ mudho’af yang disukunkan dengan amil jazm dapat dibaca dengan dua cara, yaitu dengan mengidghomkan dan tidak diidghomkan atau membaca seperti asalnya. Contoh:<br />
لم يعد atau dapat dibaca لم يعدد.<br />
2. Mudho’af Tsulatsi Mazid<br />
a. Fi’il Tsulatsi Mazid Bagian I (empat huruf)<br />
1) Bab I wazan افعل mauzun اكرم. Contoh:<br />
امدد<br />
اعدد<br />
2) Bab II wazan فعّل mauzun فرّح. Contoh:<br />
كرّد<br />
كرّر<br />
3) Bab III wazan فاعل mauzun خاصم. Contoh:<br />
ماسّ<br />
<br />
b. Fi’il Tsulatsi Mazid Bagian II (lima huruf)<br />
a. Bab I wazan انفعل mauzun انقطع. Contoh:<br />
انفضّ<br />
b. Bab II wazan افتعل mauzun اجتمع. Contoh:<br />
امتدّ<br />
c. Bab IV wazan تفاعل mauzun تباعد. Contoh:<br />
تماسّ<br />
d. Bab V wazan تفعّل mauzun تكسّر. Contoh:<br />
تكرّر<br />
c. Fi’il Tsulatsi Mazid Bagian III (enam huruf)<br />
a. Bab I wazan استفعل. Contoh:<br />
استمد<br />
B. Fi’il Mudho’af Ruba’i<br />
1. Pengertian <br />
Mudho’af ruba’i adalah kalimah fi’il yang fa fi’il dan lam fi’il yang pertama berupa huruf yang sama dan ‘ain fi’il dan lam fi’il yang kedua dari huruf yang sama juga.<br />
2. Klasifikasi Fi’il Mudho’af Ruba’i<br />
a. Fi’il mudho’af ruba’i mujarrad<br />
Wazan فعلل .Contoh :<br />
طأطأ<br />
وسوس<br />
قلقل<br />
فلفل<br />
b. Fi’il Mudho’af Ruba’I Mazid<br />
Wazan تفعلل. Contoh:<br />
تلألأ<br />
<br />
BAB IV<br />
PENUTUP<br />
<br />
A. Kesimpulan<br />
Dari penguraian fi’il mahmuz dan fi’il mudho’af diatas dapat disimbulkan bahwa fi’il mahmuz adalah fi’il yang dalam salah satu struktur fi’ilnya baik itu fa fi’il, ‘ain fi’il dan lam fi’il berupa hamzah. Hamzah dalam fi’il ini merupakan huruf shahih namun dapat ditukarkan ataupun digantikan. Sedangkan fi’il mudho’af sendiri adalah fi’il yang didalam kalimatnya terdapat dua huruf yang sama antara ‘ain fi’il dan lam fi’il.<br />
B. Saran<br />
Penyusun hanya berharap bahwa dalam penyusunan ataupun pengklasifikasian fi’il bina mahmuz dan mudho’af ini dapat dilakukan dalam tulisan khusus sehingga pembaca dapat mudah menghafalkannya.<br />
<br />
SUMBER ACUANpondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-994837564562238849.post-70205518959621583372012-03-18T18:43:00.001-07:002012-03-18T18:43:28.602-07:00BUKU NIKAHOleh :<br />
Moh. Ali Ridwan Al-Bashory<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PUSTAKA KYAI MOJO<br />
KATA PENGANTAR<br />
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rohmat, hidayah dan inayahNya pada kita semua sehingga sampai saat ini kita semua masih dalam keadaan sehat , kuat dan yang terpenting dalam keadaan iman dan islam.<br />
Sholawat dan salam semoga tetap terhaturkan pada junjungan kita nabi agung, penebar rohmat dan penyebar benih kesucian cinta Yaitu Nabi Muhammad SAW. Pun kepada keluarga, para sahabat, tabi,in dan semua kaum muslimin muslimat.<br />
Penulis mengucapkan beribu-ribu terimakasih kepada:<br />
1. Kedua orang tua yang tidak perna lelah mendidik, mengarahkan dan membekali penulis sehingga masih bisa meneruskan jenjang pendidikanya secara terus menerus.<br />
2. Kepada pengasuhh PP Kyai Mojo ( Abah Drs KH. Imron Djamil & Bu Nyai HJ.Titi Maryam) yang telah banyak memberi inspirasi serta pendidikan lahir maupun batin.<br />
3. Pada adhik tercinta yang sekarang dalam proses tahfidhul Qur’an yang senantiasa memberi dorongan-dorongan moral baik secara nasehat maupun teguran.<br />
4. Adhek tercinta yang dalam proses meneruskan jenjang pendidikannya di Aliyah Negeri Tambakberas sekaligus di Pondok Pesantren Al-Maliki. <br />
5. Pada semua santri pondok pesantren Kyai mojo yang telah memberi inspirasi dan bantuan sehingga penulis bisa menyeleseikan pembuatan buku cetakan ini. <br />
<br />
Semoga amal kalian semua diterima disisi Allah SWT dan dicatat sebagai amal hasanah yang menjadi syafa’at di hari kiamat nanti.<br />
Penulis merasa terilhami untuk membuat buku atau cetakan yang berisi pelajaran-pelajaran pondok baik itu semisal terjemah ataupun penjelasan-penjelasan akan pelajaran-pelajaran yang ada di pesantren khusunya Pondok Pesantren Kyai Mojo, artikel-artikel, puisi-puisi, buku saku dan lain-lain. Karena penulis merasakan betapa pentingnya sebuah literatur sekaligus penjelasan akan pelajaran-pelajaran agama terkhusus di dunia pesantren mengingat banyaknya santri di era-era baru ini kesulitan dalam memahami kitab-kitab kuning yang notabenya menjadi makanan pokok di dunia pesantren. Selain itu penulis menyadari betapa pentingnya hal itu dicapai karena wajibnya memahami pengetahuan-pengetahuan agama tersebut.<br />
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan buku cetakan ini. Baik dari segi bahasa, keindahan atau uslub-uslub yang ada. Maka dari itu penulis sangat berharap saran, masukan serta bimbingan dari para pembaca untuk menyumbangkan idenya, partisipasinya dan pikiran-pikiran guna untuk lebih memperbaiki buku ini.<br />
Akhirnya kami hanya mohon pada Allah SWT semoga buku ini memberi manfa’at pada kita semua dan khususnya pada semua santri terkhusus santri pondok pesantren kyai mojo tambakberas Jombang. Sehingga dapat mengantar dan mengkder anak-anak didik yang bermanfa’at,berguna bagi masyarakat bangsa dan Negara. Aamiin ya Robbal “alamin.<br />
<br />
Jombang, 20 Agustus 2011<br />
Penulis :<br />
Moh Ali Ridwan Al-Bashory<br />
BEKAL UNTUK <br />
MENIKAH<br />
Sering kali kita mendengar, mengetahui, melihat atau bahkan mengalami sendiri tentang nikah atau dalam bahasa jawa dikenal dengan kata “Rabi” (red;). Dalam islam hal-hal yang berkenaan dengan pernikahan telah dibahas secara tuntas dan detail. Dalam kitab-kitab salaf misalnya, dalam buku-buku terjemah, pamplet atau bahkan dalam cerita atau yang sudah sering disinggung tentang semua hal yang berkaitan dengan pernikahan. Akan tetapi dalam buku ini penulis mencoba menjelaskan kembali dengan bahasa yang insyaAllah mudah dipahami, mudah ditangkap tidak terlalu njlimet dan mengambil dari banyak sumber terutama kitab-kitab salaf, terjemahan, buku-buku primbon, kamasutra dan lain-lain dan yang terpenting dengan bahasan yang lengkap, komplit dan berisi.<br />
<br />
• Hukum Nikah<br />
a. Sunah<br />
Bagi orang yang membutuhkan atau bagi yang menginginkan nikah. Akan tetapi jika tidak terpenuhi ia masih bisa menahan nafsu syahwatnya.<br />
b. Wajib <br />
Apabila tidak mampu menahan syahwat, sedang ia mampu memberikan nafkah buat keluarga baik dhohir maupun batin.<br />
c. Makruh<br />
Ketika nikah itu tidak dibutuhkan dan masih bisa menahan syahwat. Hal ini semisal wali, ahli ma’rifat yang mayoritas mereka tidak membutuhkan dunia terutama menika.<br />
d. Haram<br />
Dengan tujuan balas dendam, tidak butuh dengan wanita dan dalam keadaan bisa menahan nafsu dan syahwat atau banyak alasan keji dan jahat yang menjadi tujuannya.<br />
e. Mubah<br />
Jika memang Tidak butuh, tidak mampu atau tidak menginginkan menikah.<br />
• Hukum Memandang Perempuan<br />
1. Haram / tidak boleh<br />
Yaitu jika Memandang wanita lain tanpa ada hajat / kebutuhan.<br />
2. Boleh <br />
Yaitu memandang wanita pada bagian Selain farji, hal ini bagi seorang suami ketika memandang istri dan anaknya.<br />
3. Boleh <br />
Yaitu memandang wanita pada bagian Selain diantara pusar dan lutut, hal ini memandangnya laki-laki pada mahromnya atau amat yang dijadikan istri.<br />
4. Boleh<br />
Yaitu memandangnya seorang laki-laki hanya pada wajah dan telapak tangan ( yaitu memandangnya seorang laki-laki pada wanita yang akan dilamar ).<br />
5. Boleh <br />
Yaitu memandangnya seorang laki-laki pada seorang wanita Untuk anggota badan yang dibutuhkan saja ( yaitu semisal bagi dokter / dukun / orang yang akan mengobati).<br />
6. Boleh <br />
Yaitu memandangnya seorang laki-laki Hanya pada wajah saja, hal ini bagi saksi / untuk keperluan muamalah)<br />
7. Boleh <br />
Yaitu memandangnya seorang laki-laki Pada daerah-darah yang boleh di ciumi (bagi amat untuk sayyidnya).<br />
<br />
• Urutan menjadi wali dalam menikahkan perempuan<br />
1. Ayah<br />
2. Kakek dari jalur ayah<br />
3. Saudara laki-laki sekandung<br />
4. Saudara laki-laki seayah<br />
5. Anaknya saudara laki-laki sekandung<br />
6. Anaknya saudara laki-laki seayah<br />
7. Paman<br />
8. Anaknya paman<br />
9. Mantan juragan yang pernah memerdekakan<br />
10. Ahli asobahnya mantan juragan yang pernah memerdekakan<br />
11. Hakim<br />
<br />
• Golongan wanita yang haram dinikahi menurut Nash Al-Qur`an<br />
A. Dari segi nasabnya<br />
1. Ibu keatas (nenek, buyut, canggah dan seterusnya)<br />
2. Anak perempuan kebawah ( cucu, cicit, dst ) <br />
3. Bibi dari jalur ibu <br />
4. Bibi dari jalur ayah<br />
5. Anak perempuan saudara laki-laki <br />
6. Anak perempuan saudaara perempuan<br />
B. Sebab susuan<br />
1. Ibu yang menyusui dengan syarat<br />
• Bayi yang disusui berusia di bawah 5 tahun<br />
• Lebih dari 5 sesepan/susuan<br />
• Ibunya sudah baligh ( usianya di atas 9 tahun )<br />
2. Saudara sesusuan (anaknya ibu yang menyusui)<br />
C. Sebab besanan / mantu<br />
1. Ibunya istri (mertua perempuan)<br />
2. Anak tiri perempuan (jika ibunya sudah di jima`)<br />
3. Istrinya bapak<br />
4. Istrinya anak laki-laki (mantu perempuan)<br />
D. Sebab mengumpulkan 2 saudara / 2 wanita yg satu nasab<br />
1. Adik dengan kakaknya<br />
2. Seorang wanita dengan bibinya jalur bapak<br />
3. Seorang wanita dengan bibinya jalur ibu<br />
<br />
• Aib-aib wanita dalam pernikahan <br />
Aib ini menyebabkan ia tertolak / tercerai dalam nikah :<br />
1. جنون (gila)<br />
2. جدام (lepra)<br />
3. برص (kulitnya banyak yang memutih dan darahya semakin habis)<br />
4. رتق (tertutupnya Vagina oleh daging)<br />
5. قرن (tertutupnya Vagina oleh tulang)<br />
• Aib-aib laki-laki di dalam nikah yang menyebabkan ia tertolak / tercerai<br />
1. جنون (gila)<br />
2. جدام (lepra)<br />
3. Barosh (kulitnya banyak yang memutih dan darahya semakin habis)<br />
4. Terputusnya dzakar<br />
5. Impotensi<br />
<br />
KHITBAH / MELAMAR<br />
Melamar adalah langkah pertama menuju mahligai perkawinan. Bagi kedua belah pihak lamaran menjadi ajang untuk saling berfikir untuk menuju langkah ke depan. Melamar juga menjadi medan untuk memilih pasangan yang terbaik bagi dirinya. Dalam agama islam menyingkap beberapa rahasia dan faidah khitbah atau melamar. Dalam melamar sang laki-laki diperbolehkan memandang wajah si wanita yang dilamar bahkan tangan si wanita pun boleh dilihat bahkan boleh dipegang. Hal ini mempunyai rahasia dan hikmah yang tersembunyi. Dalam bahasan ini kami akan sedikit menukil dari salah satu kitab Bujairomi juz 3 halaman 378 tentang beberapa hikmah yang bisa diambil dari memandang wajah si wanita yang dilamar.<br />
• Hikmah memandang wajah wanita yang di lamar<br />
a. Jika mulut si wanita besar maka farjinya juga besar atau lebar<br />
b. Jika mulutnya kecil maka farjinya juga kecil dan sempit<br />
c. Jika Dua mulutnya tebal maka dua mulut farjinya juga tebal<br />
d. Jika Dua mulutnya tipis maka dua mulut farjinya juga tipis<br />
e. Jika Lidah nya seperti terpotong maka farjinya sering basah<br />
f. Jika Hidungnya cembung maka kemauan jima`nya kecil<br />
g. Jika Hidungnya cekung maka kemauan jima`nya besar<br />
h. Jika Dagunya panjang maka :<br />
Farjinya membuka<br />
Jembutnya sedikit<br />
i. Jika Dagunya kecil maka farjinya tertutup<br />
j. Jika Wajah dan lehernya tebal maka <br />
Pantatnya kecil<br />
Farjinya besar<br />
Tapai juga tipis / sempit<br />
k. Jika Dhohirnya telapak kaki dan badan banyak lemaknya maka<br />
Farjinya besar<br />
Punya kedudukan tinggi di suaminya<br />
l. Jika Dua betisnya menonjol maka :<br />
Syahwatnya kuat<br />
Tidak sabar ingin melakukan jima`<br />
m. Jika Mata besar dan sangat hitam maka :<br />
Syahwanya berkorbar-kobar<br />
Rahimnya sempit<br />
Farjinya kecil<br />
<br />
• Hikmah memandang telapak tangan wanita<br />
a. Jika garis tangannya tampak terputus di tengah maka ia sudah tidak perawan lagi.<br />
b. Jika urat-uratnya menyerupai putus / retak maka ia sudah tidak perawan lagi.<br />
c. jika dipegang :<br />
o jika halus dan licin maka masih perawan<br />
o jika di pegang kok ga` memerah atau justru pucat berarti ia sudah tidak perawan<br />
o jika ibu jari digenggam satu menit, jika hangat dan memerah berarti ia masih suci / perawan<br />
o tapi dipegang kokpucat berarti sudah ga` perawan<br />
o jika jari kelingkingnya dipegang lalu dilepas pelan-pelan tanyakan rasanya. Jika ga` merasakan apa-apa maka farjinya udah ga` perawan lagi.<br />
<br />
MENCARI PASANGAN<br />
Sebelum diadakan lamaran sang laki-laki atau yang menginginkan nikah diharap bisa memilih calon yang terbaik baginya, dalam bahasan ini kami akan mengulas ketentuan yang berkaitan dengan mencari pasangan :<br />
1) Mencari pasangan yang seimbang (sekufu)<br />
• Yang dimaksud sekufu adalah :<br />
a. Yang Seagama / sama agamanya<br />
b. Yang Sama tinggi dan rendah kehormatanya<br />
c. Yang Sama penampilan fisiknya<br />
d. Yang Sama nasab, derajat, dan silsilah keturunannya.<br />
• Pengertian lain yang bias dipetik :<br />
a. Laki-laki merdeka harus dengan perempuan merdeka.<br />
b. Laki-laki budak dengan amat.<br />
Catatan :<br />
Laki-laki merdeka tidak boleh menikahi amat terkecuali dengan syarat :<br />
a. Tidak menemukan perempuan merdeka / ga` ada persetujuan.<br />
b. Ga` punya mas kawin untuk membayar mahar<br />
c. Khawatir berbuat zina<br />
d. Harus muslimah<br />
e. Si laki-laki harus muslim jika memang amat juga muslimah<br />
2) Dalam mencari pasangan diharap diniati mengikuti jejak rasulullah<br />
a. Mencari istri yang banyak anak<br />
b. Dengan mencetak anak yang sholeh<br />
3) Mencari yang ta’at agama<br />
4) Mencari yang produktif dan perawan<br />
5) Mencari yang bukan famili dekat<br />
6) Mencari gadis yang masih cantik<br />
<br />
MAHAR ATAU MASKAWIN<br />
Dalam Pernikahan<br />
Pada dasarnya mahar adalah beberapa jumlah harta yang diberikan pada wanita sebagai ganti kontrak hidup besama Sang Suami, sekaligus penggunaan dhohir dan batinnya. Setengah dari mahar wajib diberikan setelah akad nikah dan setengahnya lagi wajib diberikan setelah si istri disetubuhi.Mahar adalah sesuatu yang sunnah diucapkan dalam akad nikah. Sehingga seandainya seorang laik-laki cerai dengan wanita maka ia hanya wajib memberikan setengah dari maharnya. Batasan minimal dari mahar pada hakekatnya tidak terbatas walau ali-ali dari besi. Akan tetapi sebagian ulama’ membatasi jumlah sedikit banyaknya. Batas minimal mahar adalah 10 dirham atau jika di-krus kan dengan rupiah kurang lebih satu juta, sedang batas maksimal adalah 500 dirham atau sekitar limah pulu juta.<br />
• Hukum mahar<br />
1. Sunnah : yaitu ketika dalam akad - akadan, mengucapkannya pun berhukum sunnah.<br />
2. Wajib :<br />
Pada dasarnya mahar adalah sunnah tapi mahar bisa berubah menjadi wajib jika :<br />
• Si suami sudah menentukan jumlah besar kecilnya mahar.<br />
• Pak hakim yang menentukan jumlahnya.<br />
• Si suami sudah menyetubuhi istrinya, baik maharnya sudah ditentukan jumlahnya atau pun belum.<br />
3. Conditional : <br />
• apabila ketika akad nikah mahar tidak disebutkan, dan istri belum dijima’ namun kemudian istri dicerai maka suami hanya wajib memberikan sepantasnya.<br />
• ketika suami menyebutkan mahar ketika akad dan belum dijima, kemudian cerai maka yang wajib hanya setengahnya saja.<br />
<br />
WALIMATUL URSY<br />
Walimatul Ursy adalah Walimah atau semacam pesta yang diselenggaakan pada saat akad pernikahan. Faidah yang paling mendasar adalah meluapnya do’a-do’a dari para hadirin, meluapnya kegembiraan si wanita dan wahana bimbingan untuk to’at pada suami. Dari segi hukum dan ketentuan mengadakan walimah mempunyai beberapa ketentuan sesuai dengan ilatnya masing-masing :<br />
a. Sunnah Muakkadah yaitu hukum asal mengadakan walimah dengan harapan banyak do’a yang mengalir dalam pengadaan acara tersebut.<br />
b. Wajib yaitu bagi semua undangan yang diundang.<br />
c. Jika diadakan selama tiga hari atau lebih, maka :<br />
• Hari pertama wajib dihadiri secara mutlaq<br />
• Hari kedua berhukum sunnah<br />
• Hari ketiga dan seterusnya berhukum makhruh.<br />
d. Waktu yang paling afdhol mengadakan walimah adalah :<br />
• Afdholnya adalah seusai pasangan suami istri melakukan jima’<br />
• Sunnahnya adalah setelah akad pernikahan<br />
• Jika sebelum akad nikah maka berhukum makhruh<br />
e. Kadar yang dikeluarkan dalammengadakan walimatul Ursy adalah dengan menyembleh satu ekor kambing, sedang bagi orang yang tidak mampu maka cukup dengan dua mud makanan saja.<br />
f. Macam-macam walimah :<br />
العرس<br />
<br />
<br />
الحتان <br />
<br />
سنة النكاح وليمة<br />
<br />
السفر <br />
الحمل <br />
<br />
g. Syarat-syarat menghadiri walimah :<br />
1. Tidak ada orang yang menyakiti orang yang hadir<br />
2. Di pesta itu tidak ada hal-hal yang munkar<br />
3. Tidak ada gambar-gambar binatang yang menghiasi dinding atau tempat –tempat yang lain<br />
4. Tidak ada desak-desakan antara laki-laki dan perempuan.<br />
5. Tidak tertutupnya pintu jamuan.<br />
<br />
BERSETUBUH<br />
Bersetubuh atau jima’ adalah hal yang wajib dilakukan oleh sang suami pada istrinya. Setubuh adalah salaha satu bentuk nafaqoh batiniah, selain memberikan ketenangan hati, kedamaian dan kebahagiaan, di ujung batiniah terselubung kebutuhan pokok bagi kedua belah pihak. Pada dasarnya fitrah manusia selalu ingin makan, ingin minum, ingin tidur, ingin mengetahui hal yang tidak ia ketahui juga ingin memenuhi kebutuhan sexnya. Sedangkan zina adalah hal yang paling dimurkai dan dilaknat dalam agama islam. Maka dari itu jalur artenatif orang yang ingin memenuhi hasrat sexualnya adalah dengan cara menikah. Maka disini terselip hukum-hukum menikah. Bagi orang yang sudah tidak butuh dengan sex atau hal-hal yang berkaitan dengan duniawi maka menikah bagi dia pun dibenci (makhruh), karena inti dari menikah secara duniawi adalh pemenuhan nafsu sek atau bersetubuh. Maka dala ulasan ini kami akan menyuplik sekelumit tentang bersetubuh.<br />
a) Waktu – waktu yang baik untuk bersetubuh<br />
a. Malam jumat <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam jum’at maka Bisa menjadikan anak yang hafidh (hafal) dalam kitabullah<br />
b. Malam senin <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam senin maka Anak menjadi fakir miskin, Ridho terhadap perintah dan qodlo` Allah<br />
c. Malam selasa <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam selasa maka Anak akan menjadi taat kepada orang tua<br />
d. Malam rabu <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam rabu maka Anak akan menjadi pandai, cerdas dan Banyak syukurnya<br />
e. Malam kamis <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam kamis Anaknya jadi mukhlish<br />
f. Malam i`d <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam ‘id maka Anaknya punya enam jari<br />
g. Awal bulan <br />
Barang siapa bersetubuh pada malam hari awal bulan maka anaknya akan menjadi Cerdas seperti menanjaknya bulan.<br />
h. Bulan syawal<br />
i. Malam ahad <br />
Pada malam ahad Allah swt menciptakan bumi dan langit<br />
j. Malam jum`at<br />
Pada malam jum’at banyak kejadian-kejadian penting :<br />
Adam menikah dengan hawa<br />
Yusuf menikah dengan siti zulaikhah<br />
Musa menikah dengan putri syaib<br />
Sulaiman menikah dengan ratu bilqies<br />
Rasulullah menikah dengan khodijah<br />
Rasulullah menikah dengan aisyah<br />
<br />
b) Waktu-waktu yang tidak tepat untuk jima`<br />
1) Malam sabtu<br />
Bisa menjadikan anak gila<br />
Hari Sabtu adalah hari terjadi penipuan (kaun qurays di gedung ‘nadwah)<br />
Hari Sabtu adalah hari Iblis turun ke bumi<br />
Hari Sabtu adalah hari Diciptakan neraka jahannam<br />
Hari Sabtu adalah hari Semua anak cucu Adam dicabut nyawanya<br />
Hari Sabtu adalah hari Di ujinya Nabi Ayyub<br />
2) Malam ahad<br />
Barang siapa bersetubuh pada malam ahad maka Anak bisa jadi pencuri / dholim.<br />
3) Hari selasa, merupakan:<br />
Hari mengalirnya darah, yaitu pada saat kejadian-kejadian berikut :<br />
a. Siti Hawa mengakami haid<br />
b. Putra Adam membunuh saudaranya<br />
c. Terbunuhnya Jarjis<br />
d. Terbunuhnya Zakaria dan Yahya<br />
e. Kalahnya tukang sihir Fira`un<br />
f. Terbunuhnya sapi bani israil<br />
g. Terbunuhnya Asiyah binti Muzahim<br />
4) Hari rabu, merupakan:<br />
Hari sial, yaitu :<br />
a. Fira`un dan pengikutnya tengggelam<br />
b. Sialnya kaum A`ad dan Tsamud (kaum nabi Sholih)<br />
5) Hari rabu pada minggu terakhir tiap bulan<br />
Turunya penyakit belang.<br />
6) Hari ke-3 tiap minggunya<br />
7) Hari ke-5 awal bulanya<br />
8) Hari ke-13 tiap bulanya<br />
9) Hari ke-16 tiap bulanya<br />
10) Hari ke-21 tiap bulanya<br />
11) Hari ke-24 tiap bulanya<br />
12) Hari ke-25 tiap bulanya<br />
<br />
Dalam hadits marfu` (Abu Ya`la an Abbas dari Shofwan dari Ahmad bin Yahya) “Rasulullah melarang jima’ pada 12 hari” :<br />
1) Tanggal 12 muharram<br />
2) Tanggal 10 safar<br />
3) Tanggal 4 robiul awal<br />
4) Tanggal 18 robiul tsani<br />
5) Tanggal 18 jumadil ula<br />
6) Tanggal 18 jumadil tsaniyah<br />
7) Tanggal 12 rojab<br />
8) Tanggal 26 sya`ban<br />
9) Tanggal 24 romadlon<br />
10) Tanggal 2 syawal<br />
11) Tanggal 28 dzulqo`dah<br />
12) Tanggal dzulhijjah<br />
<br />
c) Tata krama bersetubuh<br />
a. Mencari waktu usai shalat isya`<br />
b. Hatinya bersih<br />
• Taubat<br />
• Suci lahir batin<br />
c. Mulai dari arah kanan masuk kamar dengan kaki kanan dan berdo`a’<br />
d. Si suami shalat dua roka’at, kemudian:<br />
Baca al-quran<br />
Baca surat al-fatihah 3x<br />
Baca surat al-ihlas 3x<br />
Sholawat 3x<br />
Berdo`a<br />
e. Si istri hendaknya wudlu<br />
f. Mengucap salam kepada sang suami<br />
g. Menyentuh ubun-ubunya dan berdo`a<br />
Catatan: <br />
Menurut ahli ilmu yang patut bagi suami pada si istrinya adalah 4 hal:<br />
1. Memegang tangan si istri<br />
2. Memegang dadanya (payudaranya)<br />
3. Mencium pipinya<br />
4. Membaca basmalah saat mulai memasukkan dzakarnya ke farjinya<br />
<br />
h. Memeluk si istri dan membaca ‘yaa roqiib’ 7x<br />
i. Mencuci ujung jari kaki dan tangan si istri hal ini dapat menghentikan kekejian syetan.<br />
j. Tenang dan romantis.<br />
<br />
d) Cara-cara bersetubuh<br />
1) Bersetubuh dalam keadan telanjang bulat dalam satu selimut<br />
2) Melepas semua pakaian<br />
Faidah melepas semua pakaian<br />
Badan menjadi enak<br />
Menghilangkan rasa lelah selama sehari<br />
Leluasa bergerak (kanan kiri - atas bawah)<br />
Membuat sang istri senang<br />
Mengamalkan anjuran islam ‘memubadzirkan pakaian di saat tidur’<br />
Menjaga kebersihan<br />
3) Mencumbui si istri terlebih dahulu, yaitu dengan kronologi :<br />
Pertama-tama Memegang tangan si istri<br />
Memeluk si istri<br />
Meraba bagian-bagian yang sensitif<br />
Menciumi bagian-bagian yang sensitif<br />
Kemudian pada intinya (yaitu jima’ / memasukkan dzakar pada farji si istri)<br />
Catatan :<br />
Faidah / fadlilah kronologi di atas :<br />
a. Memegang tangan si istri,<br />
Barang siapa memegang tangannya si istri maka :<br />
Keduanya dicatat satu amal kebaikan<br />
Dihapus satu amal kejelekan<br />
Di catat 40 kebaikan dihapus 40 kejelekan<br />
Dicatat 5 kebaikan dan dihapus 5 kejelekan<br />
b. Berpelukan<br />
Diangkat 10 kebaikan, di hapus 10 kejelekan dan diangkat 10 derajat<br />
c. Berciuman<br />
Dicatat 20 kebaikan, dihapus 20 kejelekan dan diangkat 20 derajat<br />
Dicatat 60 kebaikan, dihapus 60 kejelekan<br />
d. Bersetubuh<br />
Pahalanya lebih baik dari bumi seisinya<br />
Dicatat 120 kebaikan, dihapus 120 kejelekan<br />
e. Ketika mandi junub<br />
Allah mengundang malaikat dan berkata ‘air yang mengalir dicatat sebagai amal kebaikan’<br />
Dihapus dosa-dosanya<br />
Diangkat derajatnya<br />
f. Ketika si istri hamil<br />
Dicatat seperti orang yang berpuasa dan berjuang membela agama Allah.<br />
g. Jika ia susah saat hamil-hamil<br />
Pahalanya seperti memerdekakan budak yang beriman.<br />
h. Jika Melahirkan<br />
Tiada ukuran berapa besar pahalanya kecuali Allah yang tahu.<br />
i. Menyusui anaknya<br />
1x dihisap anaknya sama dengan memerdekakan 10 budak<br />
j. Anak berhenti menyusui<br />
Si ibu bersih dari dosa hingga mulailah ia hidup baru<br />
k. Jika keringat istri menetes karena melayani suami maka keringat besok akan penjadi syafa’at ketika ia ditanya oleh malaikat munkar nakir.<br />
4) Istri tidur terlentang dan di pasang bantal dibawah pantatnya<br />
5) Suami naik ke atas tubuh si istri<br />
6) Suami memegang dzakar dengan tangan kiri dan menggesek-gesekan disekitar vagina si istri.<br />
7) Suami memasukkan dzakarnya dan menggosok-gosokkan luar dan dalam farji.<br />
8) Disaat akan keluar sperma:<br />
pantat si istri diangkat dengan kedua tangan si suami<br />
<br />
e) Adab dan cara jima`versi qurrotul uyun<br />
1) Sebelum bersetubuh<br />
Mempermainkan daerah-daerah sensitive istri agar:<br />
• Hatinya menjadi senang<br />
• Tumbuh kemauan dari si istri<br />
• Nafsunya memuncak<br />
Menjaga posisi jima` yang baik<br />
Menjaga waktu-waktu jima`<br />
2) Ketika bersetubuh<br />
Dengan diam dan halus<br />
Menggerak-gerakkan dzakar dan mempermainkan payudaranya<br />
Pelan-pelan sampai mucul syahwat-syahwat si istri<br />
Jika ingin keluar mani ditahan dulu, sampai keduanya benar-benar siap, terutama syahwat si istri.<br />
3) Seusai setubuh<br />
Menyuruh si istri bobo (tidur)<br />
• Disisi kanan suami, jadi anak laki-laki<br />
• Disisi kiri suami, jadi anak perempuan<br />
Berdo`a<br />
Jika suami hendak tidur<br />
• Basuhlah dzakarnya dahulu<br />
• Kemudian wudlu<br />
Jika ingin mengulangi jima` lagi<br />
• Membasuh dzakar (hal ini jika keadaan malas wudlu atau mandi junub).<br />
• Kemudian jima’ lagi<br />
<br />
f) Keadaan yang perlu dihindari saat jima`<br />
a. Dalam keadaan haus<br />
b. Dalam keadaan lapar<br />
c. Dalam keadaan emosi<br />
d. Keadaan terlalu senang/kegirangan (akal tak terkendali)<br />
e. Sedang sedih/lelah<br />
f. Lagi muntah-muntah<br />
g. Keadaan murus<br />
h. Terlika (keluar darah yang berlebihan)<br />
i. Keluar keringat yang berlebihan<br />
j. Keluar keringat yang berlebihan<br />
k. Dalam keadaan gelap (menyebabkan anak buta atau buta mata hatinya), bisa jadi anaknya ahli sihir<br />
l. Keadaan berbicara (anak bisa bisu)<br />
m. Ketika istri sedang haid<br />
n. Mencabut dzakar saat bersetubuh<br />
o. Bersetubuh di diburnya istri<br />
<br />
g) Posisi setubuh yang perlu di hindari<br />
a) Posisi berdiri:dapat mengakibatkan:<br />
Lemah ketahanan ginjal<br />
Lemah persendihan lutut<br />
b) Posisi duduk: dapat mengakibatkan<br />
Penyakit ginjal<br />
Penyakit perut<br />
Penyakit urat dan<br />
Bisul-bisul di kulit<br />
c) Posisi tidur miring<br />
Menyebabkan: sakit pantatnya, lambung<br />
d) Posisi istri di atas suami<br />
Menyebabkan: luka di kemaluan suami<br />
e) Posisi istri mendekam / meringkuk<br />
Menyusahkan istri<br />
f) Memegang dzakar dengan tangan kanan<br />
<br />
h) Tempat tempat yang perlu dihindari<br />
<br />
a. Dibawah pohon yang berbuah<br />
b. Diatas langit-langit<br />
c. Menghadap kiblat<br />
d. Mengungkuri kiblat<br />
e. Menghadap bulan / matahari<br />
Didoakan jelek oleh matahari bulan<br />
<br />
<br />
CERAI / THOLAQ<br />
Bercerai atau berpisah dengan istri adalah hal yang mubah namun yang paling dibenci oleh Allah SWT. <br />
• الطلاق<br />
1. صغرى<br />
a. خلع (talak yang meminta istri dengan membayar sesuatu)<br />
b. رجعى (talak yang masih ada kemungkinan rujuk kembali)<br />
c. بائن <br />
- صغرى (talak 1 dan 2)<br />
- كبرى (talak 3)<br />
2. كبرى<br />
a. ظهار<br />
b. الأ<br />
c. لعان<br />
<br />
• Hukum mentalak wanita<br />
1. Makruh : (hukum asal)<br />
jika tidak ada masalah, masih kuat menafkahi, atau istri tergolong wanita yang sholehah.<br />
2. Wajib : <br />
jika diputuskan oleh hakim (dalam pertengkaran yang tidak bisa di lerai) atau si suami sudah bersumpah untuk menceraikannya.<br />
3. Sunah : <br />
Jika si istri akhlaqnya buruk, caat, tidak normal dan dikala menceraikannya dalam keadaan suci.<br />
4. Haram : <br />
Yaitu menceraikan istri dalam keadaan Haid atau usi dijima’.<br />
5. Mubah :<br />
- Jika si istri masih kekanak-kanakan<br />
- Jika istri sudah menopause<br />
- Jika istri tidak dalam keadaan hamil<br />
- Istri yang meminta khulu’<br />
<br />
• Kesempatan tholaq bagi laki-laki<br />
- laki-laki merdeka mempunya kesempatan / hak 3x talak, maka si suami tidak boleh ruju’ jika sudah mentalaq 3x. <br />
- budak laki-laki mempunyai kesempatan 2x talak.<br />
• Tidak Sahnya Tholaq yaitu ketika :<br />
- Suami masih dalam usia anak-anak<br />
- Suami dalam keadaan gila<br />
- Suami dalam keadaan tidur<br />
- Suami dalam keadaan di paksa<br />
• Talak 1 dan 2<br />
- Orang yang talaq 1 atau 2 Boleh merujuk lagi ketika si mantan istri masih iddah mekipun tanpa akad baru.<br />
- Jika iddahnya sudah habis tetap masih boleh menikahinya dengan catatan adanya akad baru.<br />
• Talak 3<br />
- Tidak boleh merujuknya lagi meskipun dalam keadaan iddah.<br />
- Tidak boleh menikahinya lagi kecuali dengan 5 syarat :<br />
1. Masa iddah dari suami pertama sudah habis<br />
2. Sudah menikah dengan laki-laki lain (suami kedua)<br />
3. Suami kedua sudah menjima’nya<br />
4. Suami kedua sudah menceraikannya<br />
5. Masa iddah dari suami kedua sudah habis<br />
• Sumpah Ila’<br />
Sumpah Ila’ adalah sumpahnya seorang suami pada istri untuk tidak menyetubuinya selama empat bulan.<br />
• Macam-macam lafadh Ila’<br />
- Dengan huruf Qosam contoh : Billahi aku tidak akan menyetubuhimu selama empat bulan.<br />
- Dengan sifat Allah, contoh : Bil-Azizi aku tidak akan menyetubuhimu selama empat bulan.<br />
- Dengan ta’aluq, contoh : jika aku menyetubuhimu maka secara otomatis engkau tertolaq.<br />
• Konsekuensi Sumpah Ila’<br />
Bagi seorang suami yang bersumpah ila’ terhadap istri maka:<br />
o Selama empat bulan tersebut suami haram menyetubuhi istrinya.<br />
o Jika masa empat bulan sudah habis maka suami harus memutuskan apakah ia mau ruju’ atau mau cerai.<br />
o Jika si suami tidak mau memutuskan maka secara otomatis hakim memutuskam tholaq roj’I sebagai bahan pertimbangan bagi suami.<br />
• Kaffaroh atau denda sumpa Ila’<br />
Bagi laki-laki yang sumpah ila’, jika ingin kembali pada istrinya maka wajib membayar kaffaroh berikut :<br />
- Memerdekakan budak mukmin<br />
- Berpuasa tiga hari<br />
- Memberi makan 6 orang miskin, tiap miskin setengah sho’.<br />
<br />
• Sumpah Dhihar<br />
Sumpah Dhihar adalah sumpahnya atau ikrarnya seorang suami yang menyamakan istrinya seperti ibunya, semisal ucapan “ dek , , , engkau seperti ibuku “.<br />
• Konsekuensi Sumpah Dhihar<br />
Bagi sang suami yang mengucapkan dhihar ada dua resiko yang harus ia tanggung :<br />
- Jikalau suami memang ada niatan untuk cerai maka secara otomatis tholaq jatuh<br />
- Suami haram mengumpuli istrinya sebelum ada keputusan.<br />
- Jika suami ingin kembali pada istrinya seketika itu maka ia harus membayar kaffarot :<br />
• Kaffarot Dhihar<br />
1. Memerdekakan seorang budak yang mu`min<br />
2. Puasa 2 bulan berturut-turut<br />
3. Memberi makan 60 orang fakir miskin, setiap orang satu mud = 6 ons<br />
<br />
• Sumpah Li’an<br />
Sumpah Li’an adalah sumpah yang dipergunakan untuk menguatkan tuduhan zina, agar tidak di had atau sebagai penolak tuduhan tersebut dengan tujuan menolak atau menerima laknat dari Allah. Menuduh zina atas istrinya adalah salah satu dosa besar yang dimurkai oleh Allah SWT. Bagi orang yang menuduh zina wajib mempunyai empat saksi yang adil atau harus berani sumpah li’an sebagai penguat atas tuduhanya.<br />
• Lafadh Sumpah<br />
Bagi orang yang menuduh zina yang tidak punya saksi minimal empat saksi maka berani sumpah li’an. Diantara lafadh sumpah Li’an adalah :<br />
- Demi Allah, Sesunguhnya istriku ini telah berbuat zina.<br />
- Demi Allah, anak dalam kandungan istriku adalah hasil zina.<br />
Salah satu lafadh tersebut diucapkan sebanyak empat kali kemudian yang ke-5 kalinya ia harus mengucapkan :<br />
“ jika aku berbohong maka laknat Allah akan menimpahku “<br />
Begitupula bagi si istri yang dituduh zina ada kesempatan untuk menolak tuduhan tersebut jika memang dia tidak merasa melakukan hal tersebut. Cara menolak tuduhan tersebut adalah :<br />
“Demi Allah, , , suamiku ini telah berbohong” sebanyak empat kali kemudian yang ke-5 kalinya mengucapkan “jika aku bohong maka laknat dan murka Allah akan menimpaku”<br />
• Konsekuensi Sumpah Li’an<br />
1. Suami yang akan di had<br />
a. Jika suami tidak punya saksi<br />
b. Suami tidak berani sumpah li’an <br />
2. Istri yang akan di had<br />
a. Jika istri tidak melawan dengan semisal sumpahnya suami.<br />
3. Jika keduanya berani mengikrarkan sumpah maka konsekuensi adalh di padang mahsyar di pengadilah Allah SWT.<br />
• Hukuman bagi Orang yang sumpah Li’an<br />
a. Bagi orang yang menuduh zina yang tidak punya saksi / bukti ( minimal empat saksi ) atau Jika tidak berani sumpah li’an maka akan Di had / di dera sebanyak 80 jilid / cambuk kecuali.<br />
b. Bagi yang memang jelas-jelas salah maka ia yang akan di had<br />
c. Hubungan suami istri secara otomatis lenyap atau cerai selama-lamanya.<br />
d. Suami secara otomatis putus nasab dengan anak hasil zina.<br />
e. Haram bagi suami menikahinya lagi, menjima’nya atau membelinya sebagai budak.<br />
f. Gugurnya suami menafkahinya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
IDDAH<br />
Definisi :<br />
- Iddah adalah Masa penantian bagi suami untuk kembali kepada istrinya.<br />
- Iddah adalah Masa penantian bagi istri untuk memastikan apakah ia hamil atau tidak.<br />
• Lamanya Masa Wanita yang iddah<br />
1. Jika Tholaqnya dengan ditinggal mati suaminya, Maka:<br />
a. Jika istri hamil maka iddahnya sampai melahirkan<br />
b. Jika istri tidak hamil maka iddahnya sampai 4 bulan 10 hari<br />
2. Jika Tholaqnya dengan Selain ditinggal mati suaminya, maka:<br />
a. Jika si istri hamil maka iddahnya sampai melahirkan<br />
b. Jika istri tidak hamil, maka :<br />
- Sudah biasa haid atau masih haid maka iddahnya sampai 3x sucian.<br />
- Masih kecil (belum haid) maka iddahnya 3 bulan<br />
- janda (monopouse) maka iddahnya 3 bulan<br />
c. Belum di jima` sang suami maka tidak ada iddah baginya.<br />
<br />
<br />
NAFAQOH SEBAB THOLAQ<br />
1. Sebab di talak roj’i maka wajib<br />
- Memberikan Rumah<br />
- Memberikan Nafakoh<br />
2. Sebab di talak ba’in maka wajib<br />
- Memberikan Rumah<br />
3. Sebab ditinggal mati suami maka wajib istri wajib ihdad (menahan diri untuk tidak berhias) sekaligus memberikan rumah.<br />
<br />
• Larangan bagi istri dalam masa Iddah :<br />
- Keluar rumah sampai dengan masa iddahnya habis kecuali ada hajat<br />
- Berhias<br />
- Memakai wangi-wangian<br />
MENYUSUI ANAK<br />
Di kalangan kita menyusui anak sudah lazim terjadi baik itu anaknya sendiri ataupun anak orang lain, anak tetanga, anak saudaranya bahkan anak yang dari orang yang tidak kenal sekalipun, akan tetapi Dalam agam islam hal itu dibahas sesuai hokum Allah. Menyusui anak sendiri memang dalam islam juga sudah lazim akan tetapi jika menyusui anak orang lain ini lah yan menjadi pertimbangan. Menyusui anak rang lai memiliki konsekuensi sekali akibat-akibat tertentu baik itu baik ataupun jelek. Dalam bahasa Arab bahasn ini dimasukkan dalam bab Rodlo’.<br />
• Syarat Terjadi Rodlo’ <br />
1. Anak yang di susui usianya kurang dari 2 tahun, jika lebih maka tidak masuk dalam bahasan ini.<br />
2. Menyusuinya minimal 5x / 5 sesepan dalam waktu yang berbeda, <br />
3. Ibu yang menyusui juga harus berusia minimal 9 tahun.<br />
4. Air susu masuk ke perut atau ke otak.<br />
• Konsekuensi dari anak Rodlo’<br />
1. Si Ibu haram menikahi anak yang disusui.<br />
2. Si ibu juga haram menikahi keturunan anak itu.<br />
3. Si anak haram menikahi ibu dan semua nasabnya.<br />
• Susunan nasab ibu Rodlo’ yang haram dinikahi<br />
1. Ibunya sampai ke atas<br />
2. Anak keturunannya<br />
3. Saudara perempuannya<br />
4. Bibinya<br />
5. Keponakannya (dari saudara laki-laki)<br />
6. Keponakannya (dari saudara perempuan)<br />
<br />
MEMBERI NAFAQOH<br />
• Sebab-sebab memberi Nafaqoh<br />
a. Ada hubungan keluarga / family<br />
b. Ada hubungan budak<br />
c. Ada hubungan suami istri<br />
• Macam-macam golongan yang Wajib memberi nafaqoh :<br />
1) Orang tua terhadap anaknya <br />
Jika anak masih kecil, lemah, faqir, gila atau sangat membutuhkan.<br />
2) Anak terhadap orang tua<br />
Jika orang tua dalam keadaan faqir, lemah, tidak kuat berusaha, lumpuh dan gila.<br />
3) Sayyid / Juragan terhadap budaknya<br />
Kewajiban juragan :<br />
a. Member makan<br />
b. memberikan pakaian yang layak <br />
c. tidak memeras tenaganya<br />
d. tidak mempekerjakannya sepanjang hai<br />
4) Bagi Peternak terhadap peliharaanya<br />
Dengan memberikan makanan beserta pemeliharaanya.<br />
5) Suami terhadap istrinya :<br />
<br />
• Jika si Istri hidupnya sedang<br />
1) Jika suami miskin, maka :<br />
- Satu hari satu malam satu mud<br />
- Lauk / pakaian umumnya orang miskin<br />
2) Jika suami sedang, maka :<br />
- Satu hari satu malam 1,5 mud<br />
- Pakaian / lauk seperti umumnya<br />
3) Jika suami kaya, maka :<br />
- Satu hari satu malam 2 mud<br />
- Lauk / pakaian umumnya orang kaya<br />
• Jika si Istri dari kalangan Istimewa semisal bangsawan, pejabat atau yang sesderajatnya.<br />
Maka wajib ember pelayanan istimewa<br />
1. Pembantu<br />
2. Makanan enak<br />
3. Lauk enak<br />
4. Pakaian mewah<br />
<br />
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI<br />
No Kewajiban Suami Kewajiban Istri<br />
1 Memberikan mahar Taat pada suami<br />
2 Memberi Nafkah Dhohir Menjaga diri dari orang lain<br />
3 Memberi nafkah batin Qona’ah (nerima apa adanya)<br />
4 Memberi tempat tinggal Mengerti keadaan suami<br />
5 Mengajari istri ilmu-ilmu agama Sabar (dalam menanggapi semua halangan dan rintangan<br />
<br />
Mengasuh Anak<br />
Pihak yang berhak mengasuh anak jikalau masih belum pisah adalah wajib bagi keduanya, akan tetapi jika udah cerai maka :<br />
1. Kondisional yaitu anak bebas memilih antara ayah / ibu hal ini apabila usianya di atas tamyiz (7 tahun)<br />
2. Istri yang lebih berhak yaitu apabila usia anak dibawah 7 tahun<br />
<br />
• Syarat pengasuh anak<br />
1. عقل (berakal)<br />
2. حرية (merdeka)<br />
3. الدين (punya agama islam)<br />
4. عفة (punya harga diri)<br />
5. الاقامة (mampu bertanggung jawab)<br />
6. خلومن الزوج (tidak punya pasangan)<br />
7 . امانة (bisa dipercaya)<br />
<br />
Warisan<br />
• Macam-macam ahli waris<br />
A. Dari Golongan laki-laki<br />
1. Anak laki-laki <br />
2. Cucu laki-laki dari ayah laki-laki<br />
3. Ayah <br />
4. Kakek dan terus ke atas<br />
5. Saudara laki-laki<br />
6. Anaknya saudara laki-laki<br />
7. Paman<br />
8. Anaknya paman<br />
9. Suami<br />
10. Juragan yang memerdekan budak<br />
<br />
B. Dari Golongan wanita<br />
1. Anak perempuan<br />
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki<br />
3. Ibu<br />
4. Nenek<br />
5. Saudara perempuan<br />
6. Istri<br />
7. Juragan perempuan yang memerdekakan budaknya<br />
<br />
C. Orang yang warisannya tidak bisa gugur<br />
1. Ayah<br />
2. Ibu<br />
3. Istri<br />
4. Suami<br />
5. Anak kandung<br />
<br />
D. Orang yang tidak bisa menjadi ahli waris<br />
1. Budak<br />
2. Budak Mudabar (budak yang berakad-akadan bisa merdeka jika juragannya mati)<br />
3. Budak Ummu walad (budak perempuan yang di jima` oleh juragannya kemudian melahirkan)<br />
4. Budak Mukatab (budak yang berakad-akadan bisa merdeka dengan juragannya untuk membayar kemerdekaannya)<br />
5. Pembunuh pewaris hartanya<br />
6. Orang yangg punya dua agama atau lebih<br />
<br />
E. Ahli Waris yang mendapat Ashobah ( yaitu bagian sisa yang dihasilkan setelah pembagian )<br />
1. Anak laki-laki<br />
2. Cucu laki-laki dari jalur laki-laki <br />
3. Ayah<br />
4. Kakek dari jalur ayah<br />
5. Saudara laki-laki sekandung<br />
6. Saudara laki-laki seayah<br />
7. Anak saudara laki-laki sekandung (keponakan laki-laki dari jalur laki-laki)<br />
8. Anak saudara laki-laki seayah (keponakan laki-laki dari jalur seayah)<br />
9. Paman sekandung (saudara ayah dan ibu)<br />
10. Anak paman sekandung (misanan laki-laki jalur paman sekandung)<br />
11. Anak paman seayah (misanan laki-laki jalur paman seayah)<br />
12. المولى المعتق (juragan laki-laki yang dulu pernah memerdekakannya)<br />
<br />
• Bagian-bagian pasti dalam ilmu Faroid<br />
a. ½ (setengah)<br />
b. ¼ (seperempat)<br />
c. 1/3 (sepertiga)<br />
d. 1/6 (seperenam)<br />
e. 1/8 (seperdelapan)<br />
f. 2/3 (dua pertiga)<br />
<br />
A. Ahli waris yang mendapatkan bagian ½ (setengah)<br />
1. Anak perempuan (jika sendirian / tidak punya saudara sama sekali)<br />
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki (jika sendirian / tidak punya saudara sama sekali / tidak ada ayah dan 2 bibi)<br />
3. Suami (jika tidak ada anak)<br />
4. Saudara perempuan (jika sendirian / tidak punya saudara sama sekali / tidak ada anaknya mayit / cucu laki-laki / ayahnya mayit)<br />
5. Saudara perempuan seayah (jika sendirian / tidak punya saudara sama sekali)<br />
B. Ahli waris yang mendapatkan bagian ¼ (Seperempat)<br />
1. Suami (jika istri mempunyai anak / cucu)<br />
2. Istri (jika suami tidak mempunyai anak / cucu)<br />
C. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 (seperdelapan)<br />
1. Istri baik satu / lebih (jika suami mempunyai anak / cucu)<br />
D. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 (dua per tiga)<br />
1. 2 anak perempuan / lebih (bagian pasti dan juga tidak ada anak laki-laki)<br />
2. Cucu perempuan / lebih (jika tidak ada cucu laki-laki dan anak baik laki-laki atau perempuan)<br />
3. 2 saudara perempuan sekandung / lebih (jika tidak ada saudara laki-laki / anak laki-laki / cucu laki-laki / ayah)<br />
4. 2 saudara perempuan seayah (jika tidak ada saudara perempuan sekandung / saudara laki-laki seayah / cucu perempuan dari anak laki-laki / anak perempuan / anak laki-laki / cucu laki-laki / ayah / saudara laki-laki)<br />
E. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 (sepertiga)<br />
1. Ibu (jika tidak ada anak / cucunya mayit / saudara yang lebih dari satu)<br />
2. Saudara dari jalur ibu (jika jumlahnya lebih dari 2 dan tidak ada, anak / cucu / ayah / kakek<br />
F. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 (seperenam)<br />
1. Ibu (jika ada anak / cucunya mayit yang lebih dari satu)<br />
2. Nenek (jika tidak ada ibu)<br />
3. Cucu perempuan tiri (jika ada anak perempuan / cucu perempuan yang sekandung / jalurnya lebih dekat dengan mayit)<br />
4. Saudara perempuan seayah (jika ada saudara sekandung / tidak ada anak laki-laki / cucu laki-laki / ayah / saudara laki-laki sekandung / mua`ssib)<br />
5. Ayah (jika ada anak laki-laki / cucu laki-laki / tidak ada anak perempuan / cucu perempuan)<br />
6. Kakek (jika ada anak laki-laki / tidak ada ayah)<br />
7. Saudara dari jalur ibu (jika jumlahnya hanya satu dan tidak ada anak / cucu / bapak / kakek)<br />
<br />
• Ahli waris yang bagiaanya bisa gugur<br />
1. Nenek (jika ada ibu)<br />
2. Kakek (jika ada ayah)<br />
3. Saudara dari jalur ibu (jika ada anaknya mayit / ayah / kakek)<br />
4. Saudara laki-laki (jika ada anaknya mayit / cucu / ayah)<br />
5. Saudara dari jalur ayah (jika ada anak / cucu / ayah / saudaranya mayit)<br />
• Bagian-bagian ayah<br />
1. Asobah (jika tidak ada anak / cucunya mayit)<br />
2. 1/6 (jika mayit punya anak / cucu laki-laki)<br />
3. 1/6 + sisa (jika mayit punya anak / cucu perempuan)<br />
• Bagian-bagian suami<br />
1. ½ (jika mayit tidak punya anak /cucu)<br />
2. ¼ jika mayit mepunyai anak /cucu)<br />
• Bagian-bagian istri<br />
1. ¼ (jika tidak bersama anak / cucu)<br />
2. 1/8 (jika bersama anak / cucu)<br />
• Bagian-bagian ibu<br />
1. 1/3 (jika mayit tidak punya anak /cucu dan saudara yang lebih dari 2)<br />
2. 1/6 (jika mayit punya anak / cucu dan saudara yang lebih dari 2)<br />
• Bagian-bagian kakek<br />
1. Asobah (jika bersama anak dan tidak ada ayah)<br />
2. 1/6 (jika bersama anak / cucu laki-laki)<br />
3. 1/6 باق (jika mayit punya anak / cucu perempuan)<br />
4. Makhjub (jika mayit mempunyai ayah)<br />
• Bagian-bagian nenek<br />
1. 1/6 (jika tidak mempunyai ibu)<br />
2. Makhjub ( jika bersama ibu)<br />
• Bagian-bagian anak perempuan<br />
1. ½ (jika sendirian dan tidak bersama dengan anak laki-laki)<br />
2. 2/3 (jika lebih dari satu dan tidak bersama dengan anak laki-laki)<br />
3. Asobah ma`al ghoir (jika bersama dengan anak laki-laki)<br />
• Bagian-bagian cucu perempuan<br />
1. ½ (jika sendirian dan tidak ada anak perempuan / cucu laki-laki / anak laki-laki / 2 anak perempuan atau lebih)<br />
2. 1/6 (jika ada anak perempuan ,tidak ada cucu laki-laki)<br />
3. 2/3 (jika 2 atau lebih dan tidak ada ank laki-laki / 2 anak perempuan / cucu laki-laki)<br />
4. Asobah ma`al ghoir (jika besama dengan cucu laki-laki baik sendiri maupun lebih)<br />
5. Makhjub (jika bersama anak laki-laki / cucu laki-laki / 2 anak perempuan)<br />
• Bagian-bagian saudara laki-laki<br />
1. Asobah (jika tidak ada anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah / kakek).<br />
2. Makhjub (jika ada anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah / kakek).<br />
• Bagian-bagian saudara seayah<br />
1. Asobah (jika muassib di atasnya tidak ada)<br />
2. Makhjub (jika ada muassib di atasnya)<br />
• Bagian-bagian saudara perempuan<br />
1. ½ (jika sendirian dan tidak ada anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah)<br />
2. 2/3 (jika 2 atau lebih dan tidak ada anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah)<br />
3. Asobah (jika bersama dengan saudara perempuan sekandung)<br />
4. Asobah ma`al ghoir (jika bersama anak perempuan / cucu perempuan)<br />
5. Makhjub (jika bersama anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah)<br />
• Bagian-bagian saudara perempuan seayah<br />
1. ½ (jika sendirian dan tidak ada saudara laki-laki seayah / anak perempuan / cucu perempuan / anak laki-laki / cucu laki-laki /ayahsaudara laki-laki sekandung)<br />
2. 2/3 (jika 2 atau lebih dan tidak ada saudara laki-laki seayah / anak perempuan / cucu perempuan / anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah / saudara laki-laki sekandung)<br />
3. 1/6 (jika bersama dengan saudara perempuan sekandung)<br />
4. Asobah (jika bersama dengan saudara laki-laki seayah)<br />
5. Asobah ma`al ghoir (jika bersama anak / cucu perempuan)<br />
6. Makhjub (jika bersama anak laki-laki / cucu laki-laki /ayah / saudara laki-laki sekandung)<br />
<br />
• 4 golongan yang keberadaanya menjadikan asobah dari saudara perempuannya.<br />
1. Anak laki-laki Anak perempuan<br />
2. Cucu laki-laki Cucu perempuan <br />
3. Saudara laki-laki sekandung Saudara perempuan sekandung <br />
4. Saudara laki-laki seayah Saudara perempuan seayah<br />
<br />
• 4 Golongan yang bisa mewarisi hartanya mayit sedangkan saudara-saudara perempuan tidak bisa mewarisi padahal mereka bernasabjauh dari mayit.<br />
1. Paman bisa dapat warisan sedangkan bibi mayit tidak bias.<br />
2. Anak nya paman laki-laki (misanan) bisa dapat warisan sedang anak-anak bibi tidak bisa<br />
3. Anak nya saudara laki-laki (keponakan) bisa dapat warisan sedangkan keponakan perempuan tidak bisa<br />
4. Para asobah nya ahli waris juragan yang pernah memerdekakannya bisa dapat warisan sedangkan asobah perempuan (saudara perempuan asobah laki-laki) sang juragan tidak mendapatkan warisan.<br />
<br />
Wasiat<br />
• Wasiat adalah pesan dari mayit nsebelum meninggal yang tidak boleh lebih dari 1/3 dan harus dilakukan<br />
• Syarat-syarat wasiat :<br />
1. موصى (orang yang berwasiat)<br />
2. موصى له ( yang diwasiati )<br />
3. موصى به (barang / sesuatu yang di wasiatkan)<br />
<br />
• Barang yang diwasiatkan, harus :<br />
1. معلوم (bisa diketahui)<br />
2. مجهول (tidak diketahui)<br />
3. موجود<br />
4. معدوم (tidak kelihatan)<br />
<br />
• Jumlah Wasiat<br />
- Kurang dari 1/3 (boleh)<br />
- Jika Lebih dari 1/3 maka ditafsil : <br />
o Tetap boleh dengan kesepakatan ahli waris<br />
o tidak boleh secara mutlaq jika ahli waris tidak setuju<br />
o tetap boleh tapi hanya diambil 1/3 nya saja<br />
- Catatan :<br />
Tidak boleh wasiat pada ahli waris sendiri (terkecuali ahli waris yang lain memperbolehkannya)<br />
<br />
• Syarat-syarat Orang yang berwasiat<br />
1. Baligh<br />
2. Berakal<br />
3. Miliknya sendiri<br />
4. Wasiatnya di jalan Allah.<br />
• Syarat-syarat orang yang diwasiati<br />
1. Muslim<br />
2. Baligh<br />
3. Berakal<br />
4. Merdeka (bukan budak)<br />
5. Bias dipercaya<br />
<br />
MUTIARA HIKMAH<br />
KAUM WANITA<br />
<br />
• Tujuh Do’a Orang Yang Mustajab<br />
1. Orang yang teraniaya<br />
2. Ibu <br />
3. Orang yang puasa<br />
4. Orang sakit<br />
5. Nabi<br />
6. Orang yang pulang haji<br />
7. Mendo’akan saudaranya yang ghoib<br />
<br />
• Ciri-ciri Wanita Penghuni Surga<br />
1. Afifah<br />
Yaitu wanita yang bias menjaga harga dirinya dari semisal hal-hal yang merendhkan martabat kemanusiaan.<br />
2. Thoi’ah<br />
Yaitu wanita yang taat kepada Allah dan kepada suaminya.<br />
3. Walud<br />
Yaitu wanita yang punya banyak anak banyak.<br />
4. Shobiroh<br />
Yaitu wanita yang sabar atas sikap suami, kehidupan suami atau atas semua masalah yang menimpah keluarga.<br />
5. Qoni’ah<br />
Yaitu wanita yang menerima apa adanya bagian atau rizqi yangdiberikan kepadanya.<br />
6. Dzatu Haya’<br />
Yaitu wanita yang punya rasa malu<br />
7. Hafidhoh<br />
Yaitu wanita yang mampu menjaga dirinya, aurotnya, keluarganya, anaknya dan harta dan rumah suaminya.<br />
8. Janda yang suaminya mati yang punya anak yang tidak mau menikah lagi karena khawatir menelantarkan anaknya.<br />
<br />
• Tiga Hal Yang Baik Bagi Wanita Yang Jelek Bagi Laki-Laki<br />
1. Sifat pelit<br />
2. Sombong<br />
3. Takut<br />
<br />
• 10 Golongan Yang Sholatnya Tidak Diterima Oleh Allah<br />
1. Orang yang sholat tidak membaca al-Fatihah<br />
2. Orang yang tidak mau zakat<br />
3. Budak yang kabur<br />
4. Pemabuk<br />
5. Imam atau pemimpin yang dibenci<br />
6. Wanita yang tidak memakai mukena dalam sholatnya<br />
7. Pemakan riba<br />
8. Pemimpin yang lacut // nyleweng<br />
9. Pemimpin yang nahi munkar<br />
10. Wanita yang njengkelin suami<br />
<br />
• Rosululah SAW bersabda : jika seorang wanita sholat lima waktu secara lengkap, puasa romadlon beres, ta’at kepada suami dan bias menjaga farjinya maka ia disuruh masuk surge lewat pintu manapun ia mau.<br />
<br />
• Lima Golongan Wanita Penghuni Neraka<br />
<br />
1. Wanita yang jelek lisannya<br />
2. Wanita yang memaksa suaminya memenuhi kebutuhannya yang suaminya tidak mampu<br />
3. Wanita yang tidak menutup diri dari laki-laki lain<br />
4. Wanita yang suka keluar rumah<br />
5. Wanita yang hanya memikirkan makan,minum,tidur tanpa ta’at pada Allah, Rosuullah dan pada suaminya.<br />
• 10 wanita yang tidak baik bagi laki-laki<br />
1. Wanita yang postur tubuhnya pendek<br />
2. Rambutnya pendek<br />
3. Tubuhnya terlalu tingi<br />
4. Wanita yang banyak ngomong<br />
5. Wanita yang tidak suka sama anak kecil<br />
6. Wanita yang matrealistik<br />
7. Wanita yang tangannya panjang<br />
8. Suka berhias dikala keluar rumah<br />
9. Janda<br />
10. Wanita yang wataknya keras<br />
<br />
• 6 Jenis Wanita Tidak Baik<br />
"Jangan engkau kawini wanita yang enam, jangan yang Ananah, yang Mananah, dan yang Hananah, dan jangan engkau kahwini yang Hadaqah, yang Baraqah dan yang Syadaqah."<br />
1. Wanita Ananah: banyak mengeluh dan mengadu dan tiap saat memperalatkan sakit atau membuat-buat sakit.<br />
2. Wanita Mananah: suka membangkit-bangkit terhadap suami. Wanita ini sering menyatakan, "Aku membuat itu karenamu".<br />
3. Wanita Hananah: menyatakan kasih sayangnya kepada suaminya yang lain, yang dikawininya sebelum ini atau kepada anaknya dari suami yang lain.<br />
4. Wanita Hadaqah: melemparkan pandangan dan matanya pada tiap sesuatu, lalu menyatakan keinginannya untuk memiliki barang itu dan memaksa suaminya untuk membelinya.<br />
5. Wanita Baraqah: ada 2 makna, pertama yang sepanjang hari mengilatkan dan menghias mukanya, kedua dia marah ketika makan dan tidak mau makan kecuali sendirian dan diasingkannya bahagianya.<br />
6. Wanita Syadaqah: banyak bicara tidak menentu lagi bising.<br />
<br />
• 19 Rahasia Keistimewaan Wanita<br />
1. Doa wanita itu lebih maqbul daripada lelaki karena sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, baginda menjawab, " Ibu lebih penyayang daripada bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."<br />
2. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang soleh.<br />
3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang sentiasa menangis karena takut pada Allah .Dan orang yang takut pada Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.<br />
4. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW) di dalam syurga.<br />
5. Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail.<br />
6. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.<br />
7. Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.<br />
8. Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapakmu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.<br />
9. Dari Aisyah r.a." Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.<br />
10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup dari pintu-pintu neraka dan terbuka pada pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pun pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.<br />
11. Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya serta menjaga solat dan puasanya.<br />
12. Aisyah r.a berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?" Jawab Rasulullah SAW "Suaminya." " Siapa pula berhak terhadap lelaki?" Jawab Rasulullah SAW, "Ibunya."<br />
13. Perempuan apabila Sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya pada suaminya, masuklah dia pada pintu syurga mana saja yang dikehendaki.<br />
14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).<br />
15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya,maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.<br />
16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.<br />
17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.<br />
18. Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.<br />
19. Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.<br />
<br />
<br />
<br />
Wallohu A’lam Bis Showab<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
KEPUSTAKAAN<br />
<br />
a. Qurrotul ‘Uyun<br />
b. Fathul Izar<br />
c. Goyah wa at-Taqrib<br />
d. Tanbihu al-Ghofililn<br />
e. Durrotu an-Nashihin<br />
f. Taqrirot as-Syadidah<br />
g. Fathul Qoreb<br />
h. Fathul Mu’in<br />
i. Al-Bajury<br />
j. Nihayatu Zain<br />
k. Bahjatul Wasail<br />
l. Riyadhul badi’ah<br />
m. Syarah Sulam Taufiq<br />
n. Sulam Munajat<br />
o. Safinatunnajah<br />
p. Kasifatu as-Sajapondok pesantren kyai mojohttp://www.blogger.com/profile/07644939080495176994noreply@blogger.com1